"Apa ini, Non?" tanya Bi Imah."Itu asi yang sudah aku peras selama beberapa hari, Mungkin cukup untuk Saddam selama beberapa hari di rumah," ucap Kanaya."Terima kasih, Kanaya. Itu akan sangat membantu Sadam. Dia benar-benar anak lelaki yang hebat seperti tidak kenyang-kenyang minum susu formula," ucap Salman.Kanaya menghela nafas tidak ingin mendengar ucapan Salman, ia tidak ingin hatinya goyah dan tetap mengusir mereka dari tempat tinggalnya saat ini."Kalian bisa pulang sekarang!" ucap Kanaya."Tante nggak mau pulang ke rumah kita yang dulu?" tanya Syafana."Itu rumah kamu bukan rumah tante, rumah tante di sini," ucap Kanaya."Aku ingin dibacakan dongeng dan diajari PR lagi sama tante," ucap Syafana."Ana kan sudah besar, harusnya tidur tidak perlu dibacakan dongeng lagi dan sudah bisa mengerjakan PR sendiri," ucap Kanaya."Tapi aku kangen pengen main sama tante," ucap Syafana."Ana, tante kenanya tidak bisa pulang ke rumah kita dan kita tidak bisa memaksanya. Namun, kalau Ana kan
"Jika Kanaya terus menolak, aku akan terus seperti ini. Mungkin ini hukuman untuk aku yang dulu menyakiti Kanaya, setidaknya aku berusaha sampai Kanaya mau menerima Syafana dan Sadam karena mereka tidak bersalah dalam hal ini," ucap Salman."Aku sudah mengingatkan kamu dari dulu berkali-kali, tetapi kamu tidak pernah mendengarkan apa yang aku katakan. Sekarang Kanaya sudah tidak ada, kamu baru merasakan kehilangannya!" ucap Saida.Salman yang mengusap kasar wajahnya, sikap dingin, Arogan, dan kesombongannya membuat dia tenggelam dalam rasa penyesalan yang sangat dalam. Ia kehilangan Cinta dari seorang Kanaya yang memilih pergi karena tidak pernah dianggap ada."Kapan kamu ketempat Kanaya lagi?" tanya Saida."Minggu depan, saat Ana libur sekolah," jawab Salman."Aku ikut ya! Aku ingin bertemu Kanaya juga," ucap Saida.Salman menganggukan kepala, hari berganti malam. Kebiasaan baru Salman kini melihat kedua anaknya memastikan mereka tidur dengan nyenyak sementara dia yang tidak bisa tid
"Kak Saida?" Kanaya begitu terkejut karena yang datang ke kontrakannya bukan Salman dan kedua anaknya melainkan Saida-kakak iparnya."Assalamualaikum, Nay." "Waalaikumsalam, Kak Saida tahu dari mana aku tinggal di sini?" tanya Kanaya keheranan."Sopir Salman yang membawa aku ke sini dan memberitahu tempat tinggalmu, Salman tidak bisa datang ke sini karena Sadam sakit dan sekarang dirawat di rumah sakit," ucap Saida."Sadam sakit? Sakit apa sampai dirawat?" tanya Kanaya."Demam tinggi nggak turun-turun sudah 3 hari, Nay. Tadinya hari ini mau diajak ketemu sama kamu, tapi ternyata dia malah semakin tinggi demamnya dan akhirnya dibawa ke rumah sakit," ucap Saida."Astaghfirullahaladzim, pantes aja aku sejak tadi malam rasanya gelisah," ucap Kanaya."Ayo ke rumah sakit, Sadam membutuhkan kamu, Nay!" ucap Saida.Akhirnya Kanaya pun mau ikut ke Rumah sakit bersama Saida, ia tak lupa membawa beberapa kantong ASI yang sudah ia siapkan untuk Saddam karena setiap hari ia memeras asinya."Ayo K
"Sejauh manapun kamu pergi, kamu akan tetap kembali padanya jika kalian memang berjodoh," ucap Aslan yang menatap Kanaya dan Salman dari kaca pintu ruang rawat."Lho, kok diam di sini, gak masuk ke dalam?" tanya Saida yang baru datang bersama Syafana."Nunggu Mama, biar masuk bareng," ucap Aslan.Akhirnya mereka pun masuk kedalam ruang rawat itu bersama, Salman masih terus menyuapi Kanaya meski Saida, Aslan, dan Syafana sudah masuk keruang itu."Mas, makannya tunda dulu malu aku di suapi," ucap Kanaya."Tanggung ini sedikit lagi, gak usah malu sama mereka. Nanti kamu gak kenyang karena malu," ucap Salman.Akhirnya Kanaya pasrah, Salman menyuapi makan sampai habis. Aslan hanya tersenyum kecut melihat pemandangan itu, sementara Saida fokus melihat Sadam yang tertidur dalam pangkuan Kanaya."Sadam rewel, Nay?" tanya Saida saat melihat Kanaya selesai makan."Iya, Kak nangis terus. Apalagi kalau tidur di ranjang gak sampe 2 jam bangun terus nangis kencang," ucap Kanaya."Jadi dia maunya ti
"Mau ngapain kamu?" tanya Kanaya yang terkejut saat membuka mata wajah Salman begitu dekat dengannya."Nggak usah takut, aku nggak ngapa-ngapain kok. Tadi kamu tidur di kursi sepertinya kelelahan sekarang aku pindahkan ke kasur ini," ucap Salman.Kanaya menghela nafasnya melihat Salman memundurkan tubuhnya, wanita cantik itu langsung merubah posisi dan merebahkan diri di atas kasur."Lain kali kalau lihat aku tidur bangunin aja, nggak usah dipindahin aku bisa pindah sendiri," ucap Kanaya."Aku nggak tega buat bangunin kamu, sejak siang tadi kamu hanya istirahat sebentar," ucap Salman."Nggak apa-apa, itulah resiko seorang ibu jika anaknya sedang sakit," ucap Kanaya."Sekarang tidurlah dengan nyenyak, kalau Sadam bangun dan menangis nanti aku yang menggendongnya," ucap Salman.Kanaya tak mengatakan apa-apa lagi, ia langsung memejamkan mata. Salman tersenyum dan berjalan menuju sofa lalu merebahkan dirinya di sofa tersebut. Ia bersyukur Kanaya kini berada di dekatnya meskipun masih bers
Siang hari Syafana datang bersama Saida, selama Sadam di rumah sakit dan Salman masih menginap di rumah sakit, lelaki tampan itu menitipkan anak sulungnya kepada sang kakak."Assalamualaikum," ucap Syafana dan Saida saat masuk ke ruang rawat."Waalaikumsalam," jawab Kanaya.Saida tersenyum melihat Kanaya yang sedang menyusui Sadam, sementara Salman sedang tertidur pulas di tempat tidur."Ya ampun Salman, bisa-bisanya dia tidur nyenyak sementara istrinya kelelahan mengurus anak," ucap Saida menggelengkan kepala hendak berjalan kearah Salman, tetapi Kanaya menahannya dan tak ingin suaminya itu di ganggu."Semalaman dia yang urus Sadam, sementara aku tertidur pulas. Jadi biarkan dia tidur sekarang dengan puas," ucap Kanaya.Saida menghela nafas lalu duduk di samping Kanaya, sementara Syafana sudah lebih dulu duduk di samping Kanaya di sisi yang lainnya. Gadis kecil itu menyadarkan kepala di tubuh Kanaya seolah ingin bermanja pada ibu sambungnya itu."Kamu sudah makan siang belum, Nay? Ta
"Meskipun kita tinggal dalam satu rumah, Aku tidak mau kita satu kamar dan aku tidak mau melayani kamu di atas ranjang, Om."Salman menghela nafasnya mendengar ucapan Kanaya,"Tapi kita masih suami istri yang sah, Nay!""Kalau kamu tidak mau menuruti syarat dariku, maka aku tidak akan pulang ke rumah itu. Aku akan pergi membawa Sadam tempat yang lebih jauh daripada kemarin," ucap Kanaya."Aku akan mencari dan menemukanmu lagi," ucap Salman."Kalau begitu aku akan bunuh diri membawa Saddam agar kamu puas, selama ini aku selalu menuruti apapun yang kamu mau. Sekarang kamu mau minta aku kembali tapi kamu tidak mau menuruti apa mauku, bukankah itu adalah hal yang sangat egois dan aku tidak bisa diperlakukan seperti itu terus," ucap Kanaya.Salman menghela nafasnya teringat saat Kanaya hendak memotong nadinya dengan pecahan beling di kontrakannya, semenjak kejadian itu Kanaya memang berubah menjadi lebih nekat dan Salman tidak mau apa yang dikatakan Kanaya benar-benar ia lakukan."Baiklah k
Setelah menyadari semua kesalahannya dan ia bertekad untuk memperbaiki hubungannya dengan Kanaya, Salman membuat rencana-rencana menjalani hari-hari bersama Kanaya.Malam hari sebelum tidur Salman memastikan istri dan kedua anaknya tidur, ia kini menatap Kanaya yang sedang terlelap di samping Sadam."Aku akan terus berusaha membuatmu kembali seutuhnya padaku, bukan hanya ragamu, tapi juga hatimu yang akan kembali padaku, Kanaya," ucap Salman seraya mengecup kening Kanaya.Setelah itu ia keluar dari kamar tersebut dan menghampiri kamar Syafana, Ia pun melakukan hal yang sama mencium kening Syafana setelah itu keluar dari kamar sang anak.Setelah sampai di kamar ia langsung merebahkan tubuhnya dan anehnya tanpa obat tidur malam ini Salman bisa terlelap. Pagi harinya saat dengar suara azan subuh, Salman langsung bergegas untuk kamar mandi dan melakukan aktivitasnya.Kali ini ia bergegas ke dapur untuk membuatkan sarapan, untuk pertama kalinya lelaki berwajah tampan itu harus berurusan de
Agni dan Feli saling menyalahkan, mereka berteriak saat polisi menangkap dan membawa mereka ke kantor polisi. Kedua wanita itu tidak mau dipenjara dan berusaha untuk memberontak saat dievakuasi. "Lepas, aku nggak salah tangkap aja dia yang punya ide dari semua ini," ucap Agni menuju ke arah Feli."Bukan aku, dia yang punya ide jahat bahkan ingin membunuh kakaknya sendiri," teriak Feli menunjuk Agni.Aslan mengepalkan tangannya mendengar hal itu, lelaki tampan tersebut semakin waspada dan tidak ingin kejadian serupa menimpa sang istri. Ia tidak ingin ada orang yang berniat jahat bahkan ingin membunuh istrinya, hidup Hafsa sudah cukup menderita selama ini Aslan ingin setelah menikah dengannya Hafsa bisa bahagia dan ia pun bahagia bersama wanita tersebut.Mereka tetap dibawa ke kantor polisi meskipun meronta dan berteriak-teriak sepanjang perjalanan, keesokan harinya Aslan dan bapaknya serta para direksi rapat di perusahaan. Mereka sepakat untuk mencabut sepenuhnya saham yang pernah di
"Orang yang menculik Nona Hafsa mengaku juga Ia mendapatkan tawaran dari dua orang wanita," ucap anak buah Aslan melalui sambungan telepon. "Siapa dua orang wanita itu? Dan apa mereka sudah berhasil kalian tangkap?" tanya Aslan."Mereka bernama Agni dan Feli, beberapa orang dari kami sedang mengajar mobil mereka yang terlihat dari rekaman CCTV kabur ke luar kota.""Tangkap mereka bagaimanapun caranya!" ucap Aslan."Baik, Tuan."Setelah mengatakan itu anak buah Aslan pun mematikan sambungan teleponnya, Aslan mengalah nafas dan menatap sang istri. Lelaki berwajah tampan itu tidak menyangka jika kedua wanita tersebut bisa berbuat nekat kepada istrinya hanya karena obsesi ingin memiliki dirinya.Saida dan Lingga yang ada di ruangan itu penasaran dengan apa yang baru saja bicarakan oleh Aslan dan anak buahnya, Aslan pun menceritakan apa yang tadi dia bicarakan dengan anak buahnya kepada kedua orang tua serta istrinya. Tentu saja kedua orang tua Aslan dan Hafsa begitu terkejut mendengar
Setelah melihat rekaman CCTV di rumah dan mencatat plat nomor motor orang yang membawa sang istri, Aslan pun langsung memerintahkan anak buahnya untuk mencari motor tersebut. Tak lama kemudian ponselnya berdering, panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Tanpa pikir panjang Aslan pun mengangkat panggilan telepon tersebut. "Hallo, siapa ini?" tanya Aslan saat mengangkat sambungan telepon. "Istrimu ada padaku, jika ingin selamat datanglah sendiri.""Siapa kamu? Dimana istriku sekarang?!" tanya Aslan dengan suara baritonnya."Kamu tidak perlu tahu siapa aku, siapkan uang 1 milyar dan kamu harus datang sendiri. Jika kamu membawa orang lain apalagi polisi maka nyawa istrimu taruhannya.""Jangan macam-macam dengan istriku. Cepat katakan kemana kau membawanya?!" tanya Aslan dengan emosi.Panggilan telepon itu di matikan, tak lama kemudian sharelok masuk ke ponselnya. Aslan tak mengenali suara orang itu, sepertinya suaranya di samarkan.Pria berwajah tampan itu menyiapkan uang yang dimint
"Hah ... Mungkin pusing karena cape dan perjalanan jauh," ucap Hafsa."Iya juga, tapi kalau beneran Kakak hamil pasti seisi rumah senang," ucap Aisy."Doakan saja semoga aku segera hamil," ucap Hafsa."Aamiin," ucap Aisy.Sikap Aisy yang baik membuat Hafsa sangat senang, adik iparnya itu supel dan bisa menjadi teman baiknya. Hari-hari berlalu, Aslan bekerja seperti biasa. Hafsa mulai terbiasa hidup sebagai ibu rumah tangga di rumah barunya, terkadang ikut sang mertua ke acara pengajian. Namun, lebih sering berada di rumah sesuai keinginan Aslan.Pagi ini Aslan dan Hafsa sarapan seperti biasa sebelum Aslan berangkat kerja, Hafsa merasa mual saat sarapan dan akhirnya memuntahkan kembali apa yang telah ia makan."Kamu sakit, Sayang?" tanya Aslan seraya memijat tengkuk sang istri."Gak tahu, Mas. Mual banget," ucap Hafsa."Aku panggilkan dokter, ya!" ucap Aslan."Gak perlu, Mas. Kayanya aku cuma masuk angin, nanti minta di pijit aja dan di baluri minyak angin," ucap Hafsa."Beneran gak
"Angkat, Mas!" ucap Hafsa."Ngapain sih, Mama ganggu aja," ucap Aslan lalu mengangkat panggilan video call tersebut.Ternyata yang menelponnya adalah Saida sang mama. Setelah diangkat Aslan melihat Saida duduk bersama Lingga sepertinya sedang di dalam kamar."Assalamualaikum ada apa, Mah?" tanya Aslan."Waalaikumsalam, kalian sampai di Paris jam berapa? Kenapa gak kasih kabar?" tanya Saida."Tadi 6 sore, Mah.""Kamu ini gimana sih, kan mama bilang sampai di sana langsung kasih kabar! Kami di sini khawatir," ucap Saida."Hehehe ... Maaf Mah. Kami sampai langsung istirahat karena sangat lelah, terus mandi dan langsung makan malam," jawab Aslan.Hafsa tersenyum ternyata sang mertua mengkhawatirkan keadaan ia dan sang suami yang tidak memberi kabar setelah sampai di Paris. Cukup lama mereka berbincang melalui video call, Lingga pun bertanya tentang kenyamanan hotel yang sudah ia booking untuk anak dan menantunya."Nyaman banget, Pah. Pemandangan dari jendela hotel langsung ke menara Eiffe
"Kamu cinta terakhirku, Hafsa Kalimatunnisa," ucap Aslan lalu mencium pucuk kepala sang istri.Mereka beristirahat setelah perjalanan 16 jam dari Indonesia ke Paris, Prancis. Meskipun rasa lelah itu telah terbayar dengan indahnya pemandangan di joget tersebut. Namun, Aslan ingin mereka istirahat sebelum melakukan tour ke negara tersebut."Sayang, aku laper. Kita keluar yuk cari makan," ucap Aslan membangunkan Hafsa yang masih terlelap dalam tidurnya."Emang gak bisa pesan makanan hotel aja, Mas?" tanya Hafsa seraya mengucek matanya."Bisa sih, tapi aku ingin berjalan kaki sambil mencari makanan di sini denganmu," ucap Aslan."Ya sudah kalau gitu aku mandi dan ganti pakaian dulu," ucap Hafsa.Aslan menganggukan kepala, Hafsa pun masuk ke dalam kamar mandi dan betapa terkejutnya ia setelah selesai mandi saat keluar tidak ada Aslan di kamar malah ada dua wanita asing."Siapa kalian? Kenapa ada di kamarku?" tanya Hafsa terkejut."Nona jangan takut, kamu adalah MUA dan hair stylist yang di
"Buka aja," ucap Aslan.Hafsa membuka kotak kecil yang di berikan oleh sang suami, setelah melihat isinya ia masih bingung karena hanya beberapa lembar kertas saja. Hafsa melihat kertas tersebut dan menatap Aslan dengan mata berkaca-kaca."Tiket pesawat ke Paris?" tanya Hafsa."Kado dari mama dan papa untuk pernikahan kita, mereka juga sudah booking hotel untuk kita bulan madu ke Paris," ucap Aslan."Tapi, aku tidak bunga pasport, Mas. Gimana mau perjalanan ke luar negeri," ucap Hafsa."Semua sudah beres di urus sama papa, kita tinggal duduk manis di pesawat dan menikmati bulan madu di Paris nanti," ucap Aslan.Hafsa tak bisa berkata apa-apa lagi, memang jika banyak uang semua urusan jadi mudah. Selama ini Hafsa tak pernah bermimpi akan bisa liburan keluar negeri, itu sebabnya ia tidak punya paspor.Hafsa begitu senang ketika tahu kedua mertuanya yang sudah menyiapkan segalanya untuk ia dan suami berbulan madu ke negara yang terkenal romantis itu.Mereka berangkat bukan madu beberapa
Sama halnya dengan orang tua Agni. Orang tua Feli pun terkena imbas atas perbuatan anaknya, Aslan menarik sebagian investasi untuk perusahaan orang tua Feli. Tentu hal ini di lakukan setelah berdiskusi dengan ayahnya, Aslan tidak akan mengambil keputusan besar menyangkut perusahaan dengan sembarangan.Sementara ayah Feli kini sangat marah setelah mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh anaknya, dia menelepon Feli dan meminta Gadis itu untuk datang ke kantornya. Sesampainya Feli datang ke kantor sang ayah, ia langsung dimarahi habis-habisan oleh ayahnya tersebut."Dasar anak bodoh! Sudah kubilang jangan pernah berani mengganggu Tuan Aslan. Kau pernah diusir saat pesta pernikahannya, sekarang malah berolahraga kembali hingga membuat dia mencabut sebagian investasinya perusahaan kita!" ucap Fernando."Papa bicara apa sih? Aku nggak ngerti. Aku tidak merasa mengganggu Aslan, kenapa Papa tiba-tiba menyalahkan aku!?""Tidak mengganggu katamu? Lalu ini apa?!" ucap Fernando seraya memutar r
"Kurang ajar, siapa yang berani mengirim ini?!" ucap Aslan emosi saat melihat isi di dalam bingkisan."Sudahlah, Mas. Cuma hal kaya gini gak usah di pikirin," ucap Hafsa hendak membuang barang tersebut.Dalam bingkisan tersebut ternyata berisi foto pernikahan Aslan dan Hafsa, tetapi sudah digunting-gunting. Ada juga foto Hafsa sedang sendiri dan diberi tanda merah seperti darah.Aslan merasa itu adalah ancaman untuk istrinya, tetapi Hafsa tidak terlalu memperdulikan ancaman tersebut. Teror seperti itu bukan pertama kali ia alami, dulu saat sekolah SMA pun ia pernah dibully dan diberi teror seperti itu."Kenapa kamu bisa sangat santai menghadapi hal seperti ini, jelas-jelas ini adalah ancaman untuk kamu, Sayang." "Aku sudah tidak takut dengan ancaman seperti ini, dulu juga waktu sekolah pernah mendapat ancaman seperti ini," ucap Hafsa sambil tersenyum."Benarkah? Lalu apa yang terjadi padamu?" tanya Aslan.Hafsa pun menceritakan kepada sang suami, dulu ia bersahabat dengan salah satu