Sejak tadi pagi, Dania terus kepikiran soal aroma parfum wanita yang menempel pada kemeja suaminya.
Namun, wanita itu harus memaksakan diri untuk tetap fokus ketika mengobati pasien. Terlebih lagi saat ini sedang musim DBD dan banyak kalangan anak-anak yang terkena penyakit tersebut. Bahkan, delapan puluh persen pengidap DBD di rumah sakit tempat Dania bekerja adalah dari kalangan anak-anak. Saat jam makan siang, Dania menghubungi seseorang yang ia butuhkan saat ini. Dania merasa ia tak bisa lagi menahan semuanya sendiri, Dania membutuhkan seseorang yang bisa mendengarkan ceritanya. “Aku ke sana sekarang ya, Tante,” ucapnya pada seseorang di seberang telepon. Dania tak memiliki banyak waktu, oleh karena itu ia harus buru-buru. Wanita itu membuka jas dokternya dan membawa mobil dengan cepat. Dania datang ke sebuah cafe, di sana sudah ada seorang wanita yang menunggunya. “Mami …” panggilnya seraya berjalan mendekat ke arah wanita tersebut. Itu adalah tante Pradita, seorang wanita yang terkadang Dania anggap sebagai seorang ibu, tante, dan seorang sahabat. “Tadi di telpon manggil Tante, sekarang Mami!” Wanita yang masih terlihat fresh meski sudah berkepala empat itu bangkit dari duduknya. Ia menyambut kedatangan Dania dengan hangat. “Hehehe … aku kangen Mami.” Dania tersenyum merekah. “Lebay! Udah, jangan banyak rayuan. Kamu kenapa? Aku melihat ada sesuatu di matamu.” tante Pradita menatap ke arah wajah Dania. “Ada apa, Mami?” Dania mengusap kedua matanya beberapa kali. “Percuma diusap, ini bukan belek!” celetuk tante Pradita yang membuat Dania langsung meletakkan tangannya di atas meja. “Ayo jujur, kamu kenapa? Ada masalah sama Hadi?” tanya tante Pradita dengan tatapan penuh selidik. “Aku merasa ada yang aneh sama Mas Hadi. Belakangan ini sikapnya berubah.” Dania menundukkan wajah, wanita itu seperti sedang menyembunyikan kesedihannya. “Aneh gimana? Bertingkah kayak monyet atau kayak kera?” celetuk tante Pradita. “Bukan gitu, Mami. Aku merasa kayak ada yang disembunyikan sama Mas Hadi. Dia suka pergi cepat, pulang telat, gak jelas bilang ada di mana, pergi ke mana,” tutur Dania yang mulai mengungkapkan unek-unek di hatinya. “Dania, feeling seorang istri kadang tidak pernah salah. Kamu curiga ada sesuatu sama Hadi?” Tante Pradita menatap dalam-dalam wajah Dania yang terlihat murung. Wanita itu mengangguk pelan sebagai jawaban. “Kamu sudah mencoba mencari tahu?” tanya tante Pradita lagi. “Aku bingung, aku tidak tahu harus mencari tahu kemana?” Wajah Dania terlihat bingung bercampur sendu. “Kamu sudah pernah cak hp Hadi?” Lagi-lagi tante Pradita melemparkan pertanyaan. “Aku pernah mengecek hp mas Hadi seminggu yang lalu kayaknya, tapi gak ada apa-apa Mami. Di wa juga gak ada nomor yang aneh-aneh.” Dania membuang nafas kasar. “Yakin gak ada yang aneh-aneh? Dania, jadi perempuan jangan terlalu percaya dan polos. Bisa saja nomor perempuan diberi nama laki-laki. Maaf ya, aku tidak bermaksud memprovokatori, tapi kalau kamu merasa curiga, itu artinya memang ada sesuatu. Kalau kamu ingin tahu, coba cari tahu.” Dania mengangguk, ia mendengarkan ucapan tante Pradita dengan baik. *** Setelah mengobrol dengan tante Pradita, Dania semakin yakin ada sesuatu yang disembunyikan suaminya. Wanita itu akan mencari tau sendiri dan membuktikannya. Sore ini, tumben sekali Hadi pulang lebih awal. Dania menyambut kedatangan suaminya seperti biasa, karena hari ini ia yang duluan tiba di rumah. “Mau makan sekarang, Mas?” tanya Dania secara baik-baik. “Emmm … aku mau bicara sama kamu.” Hadi menatap ke arah Dania yang berdiri di hadapannya. “Bicara apa, Mas?” Dania mengerutkan kening. “Aku minta uang dua juta sama kamu. Aku butuh uang itu sekarang,” ucap Hadi yang membuat Dania merasa terkejut. “Buat apa, Mas? Bukannya kemarin udah ku transfer dua juta.” Dania menatap Hadi dengan wajah heran bercampur kaget. “Aku ada keperluan, uang yang kemarin udah habis pake kebutuhan toko. Aku minta dua juta lagi ya,” pinta Hadi dengan tak tahu diri. “Ya tapi buat apa, Mas? Kok kamu aneh begini sih?” Dania semakin merasa heran dengan kelakuan suaminya yang tidak jelas seperti itu.Suasana dingin malam ini, seolah tak terasa saat kedua insan saling menukar kehangatan di tengah kegiatan malam. Dania Regita, seorang wanita berusia dua puluh delapan tahun merasa bahagia karena menikah dengan seorang pria yang menjadi kekasihnya semenjak mereka masih berkuliah. Ya, Dania dan Hadi Prayoga memutuskan untuk menikah walaupun mereka masih duduk di bangku kuliah. Pernikahan yang penuh cinta itu kini telah berjalan tujuh tahun. Namun, diantara keduanya masih belum dikarunia anak. Dania yang berprofesi sebagai dokter spesialis anak, lebih sering menghabiskan waktunya di rumah sakit. Tapi, meski begitu wanita yang memiliki rambut sebahu dengan kulit putih bersih itu tetap berusaha menjadi istri yang baik bagi suaminya. Selain cantik, Dania juga memiliki hati yang baik. Ia tidak pernah berburuk sangka kepada siapapun, jika tidak ada bukti yang akurat. Dania juga merasa bersyukur, di tujuh tahun pernikahan mereka, ia dan Hadi masih sama-sama saling me
Seperti hari-hari sebelumnya, Dania berangkat ke rumah sakit tempatnya bekerja setelah berpamitan kepada sang suami. Sementara Hadi akan pergi ke toko. Di rumah yang berukuran cukup luas itu, kini hanya ada mbok Darmi seorang. Karena Dania dan Hadi belum dikarunia seorang anak meski pernikahan mereka sudah berjalan selama tujuh tahun. Dania tetap santai meski kadang ada ucapan orang lain yang kurang enak di dengar mengenai keturunan. Namun, baginya selama Hadi baik-baik saja dan tidak menuntut hal itu, bukan masalah besar untuknya. “Pagi!” ucapnya menyapa dua rekan kerja yang sama-sama berprofesi sebagai seorang dokter. “Pagi, Dania. Eh, kamu udah tau belum?” celetuk seorang dokter wanita yang bernama Almira, bisa dibilang Almira ini adalah teman dekat Dania ketika di rumah sakit. “Tahu apa?” Dania balik bertanya sambil mengerutkan keningnya. “Itu loh, artis yang selingkuh. Padahal istrinya cantik, baik, wanita karir, eh suaminya selingkuh sama perempuan spea
Dania tak ingin banyak pikiran dan berburuk sangka. Ia percaya penuh kepada suaminya. Mungkin Hadi tak ingin Dania datang ke rumah itu, karena merasa kepercayaan Dania padanya berkurang. Wanita cantik berambut sebahu itu menghela nafas perlahan, ia mengikuti suaminya untuk masuk ke dalam kamar. Terlihat, Hadi baru keluar dari kamar mandi. Kulit putihnya mengeluarkan aroma mawar dari sabun yang ia kenakan saat mandi. Rambut hitamnya masih meneteskan beberapa bulur air yang membuat wajah tampannya terlihat begitu fresh. Setiap kali melihat Hadi, perasaan Dania seperti saat mereka masih berpacaran semasa kuliah. Karena tidak banyak yang berubah dari pria itu. Hanya tubuhnya saja yang sedikit berisi, karena semasa kuliah, tubuh Hadi tidak kekar seperti sekarang. “Setelah ini mau makan, Mas?” tanya Dania secara baik-baik, bahkan wanita itu mengulas senyum pada bibir manisnya. “Tidak usah, aku sudah makan di luar sebelum pulang,” jawab Hadi sambil berpakaian. En
Langkah kaki Dania semakin mendekat, tangannya ia ulurkan untuk mengambil ponsel tersebut. Satu jengkal lagi tangan kanannya menyentuh benda canggih itu, namun tiba-tiba saja sebuah tangan kekar mendahuluinya. Refleks Dania menoleh ke arah Hadi yang kini telah berdiri di sampingnya. “Mas ….” Dania membeku sejenak, ia menatap wajah Hadi yang terlihat panik. Pria itu segera mematikan ponsel tersebut dan memasukkannya ke dalam saku celana dengan cepat. “Itu hp siapa, Mas? Itu hp kamu ya?” Dania mengeluarkan pertanyaan dengan kedua mata yang masih menatap intens ke arah suaminya. “Iya, ini hp aku,” jawab Hadi, pria itu menarik nafas dengan perlahan wajah tegangnya berubah tenang. “Sejak kapan kamu punya hp lagi? Kok kamu gak ngasih tahu aku?” Layaknya seorang istri yang ingin mengetahui tentang suaminya. Dania kembali melemparkan pertanyaan. “Emmm … ini belum lama sih, baru beberapa hari. Karena hp aku yang lama sudah lemot, jadi aku beli hp yang baru. Ini khusus pe
Dania pulang dari rumah sakit dengan rasa sedikit kecewa. Karena ia datang menjenguk mertuanya sekaligus ingin bertemu dengan suaminya. Namun, ternyata Hadi tidak ada di sana. Yang membuat Dania kepikiran ialah, kemana perginya Hadi? Bahkan, sampai Resti juga tidak mengetahuinya. Dania tiba di rumah sekitar pukul sembilan malam, karena perjalanan dari Gresik ke Surabaya cukup lumayan. “Selamat datang Tuan Putri!” sambut mbok Darmi seraya membuka pintu lebar-lebar untuk majikannya. “Terima kasih, Mbok. Oh iya, Mas Hadi belum datang ya? Kok mobilnya gak ada?” tanya Dania seraya menoleh ke arah garasi mobil. Di sana hanya ada mobilnya yang baru saja ia parkiran. “Belum, Non. Mungkin Tuan lagi sibuk,” jawab mbok Darmi dengan wajah menunduk. Wanita paruh baya itu seolah tak ingin melihat wajah sendu Dania yang membuatnya ikut merasa pilu. “Sibuk? Sibuk apa ya?” Dania berpikir sejenak. Jika dibilang sibuk, lebih sibuk dirinya di rumah sakit, karena pekerjaan Hadi han
Dania tak bisa tidur, sudah beberapa kali ia mencoba untuk terlelap, namun entah kenapa hatinya malah terasa gundah yang membuat ia tak bisa lelap ke alam mimpi. Dania membuka kedua mata, ia merubah posisi dari terlentang menjadi menghadap ke arah Hadi. Wanita itu memperhatikan wajah suaminya yang sedang tidur lelap. Wajah Hadi terlihat tenang seolah tak ada masalah apapun. Namun, entah kenapa hati Dania merasa seperti ada sesuatu yang tidak ia ketahui dari pria itu. Terlebih lagi, ucapan Hadi tadi sore, kembali terngiang di telinganya. Dania masih merasa heran, kenapa Hadi bisa sampai melontarkan kata-kata kasar padanya, bahkan sampai membawa-bawa kedua orang tuanya. Meski pria itu sudah meminta maaf, namun Dania tetap teringat dan terngiang kalimat kasar dari suaminya. “Kamu belum tidur?” Suara itu cukup mengejutkan Dania. Padahal ia sedang memperhatikan pria itu, tapi Dania hampir tak menyadari kalau Hadi telah membuka kedua matanya. “Eh, Mas ….” “Kenapa belum tidur?” Ha