Seperti hari-hari sebelumnya, Dania berangkat ke rumah sakit tempatnya bekerja setelah berpamitan kepada sang suami.
Sementara Hadi akan pergi ke toko. Di rumah yang berukuran cukup luas itu, kini hanya ada mbok Darmi seorang. Karena Dania dan Hadi belum dikarunia seorang anak meski pernikahan mereka sudah berjalan selama tujuh tahun. Dania tetap santai meski kadang ada ucapan orang lain yang kurang enak di dengar mengenai keturunan. Namun, baginya selama Hadi baik-baik saja dan tidak menuntut hal itu, bukan masalah besar untuknya. “Pagi!” ucapnya menyapa dua rekan kerja yang sama-sama berprofesi sebagai seorang dokter. “Pagi, Dania. Eh, kamu udah tau belum?” celetuk seorang dokter wanita yang bernama Almira, bisa dibilang Almira ini adalah teman dekat Dania ketika di rumah sakit. “Tahu apa?” Dania balik bertanya sambil mengerutkan keningnya. “Itu loh, artis yang selingkuh. Padahal istrinya cantik, baik, wanita karir, eh suaminya selingkuh sama perempuan speak ani-ani,” jelas Almira. “Betul, sekarang kita harus lebih hati-hati dan waspada, kasus perselingkuhan semakin menjamur,” timpal Ririn, seorang dokter yang juga menjadi teman Dania di rumah sakit. “Kalian ada-ada saja, masih pagi udah bahas perselingkuhan.” Dania terkekeh. Ia tak ingin ribet memikirkan urusan orang lain. “Kita sebagai istri kadang merasa was-was aja kalau ada berita perselingkuhan. Apalagi kita ‘kan gak bisa mantau suami kita dua puluh empat jam,” tutur Almira dengan wajah serius. “Berdoa saja, semoga kita semua dihindarkan dari hal-hal negatif seperti itu,” balas Dania yang lebih memilih untuk berpikir positif daripada tambah banyak beban pikiran. Setelah itu, mereka segera menjalankan tugas masing-masing. Dania yang menyukai anak kecil, memilih untuk menjadi dokter spesialis anak. Ia dan Hadi menikah saat mereka masih sama-sama berkuliah. Namun, bedanya Hadi mengambil jurusan manajemen. *** Saat jam makan siang tiba, Dania mencoba mengirim pesan untuk suaminya. Walaupun sibuk, ia tetap berusaha untuk memberi kabar. Dania: Mas, udah makan belum? Nanti pulang jam berapa? Dokter cantik itu mengirim pesan kepada suaminya sambil menikmati makan siang. Dania menyuapkan makanan ke dalam mulutnya sambil terus menatap layar ponsel. Ia menunggu balasan pesan dari suaminya. Namun, sampai makanan di hadapannya habis, pesan itu sama sekali tak terbalas. Bahkan, sampai jam makan siang selesai, ponselnya masih belum menerima balasan pesan dari sang suami. Dania pikir, mungkin suaminya benar-benar sibuk, sampai tidak sempat membuka pesan darinya. Apalagi, tadi pagi Hadi bilang, di toko akan ada barang yang datang, mungkin pria itu benar-benar sibuk. Entah kenapa, Dania selalu menepis pikiran buruk dan memilih untuk berpikir positif. Mungkin, ini juga berkat didikan kedua orang tuanya. Ayah Dania adalah seorang dokter spesialis bedah, sementara ibunya seorang spesialis anestesi. Tak hanya itu, adik perempuannya yang berusia dua puluh dua tahun juga berkuliah di jurusan kedokteran. Tapi, berbeda dengan adiknya yang laki-laki berusia sembilan belas tahun, memilih untuk mengambil jurusan teknik. Sementara Hadi adalah anak kedua dari lima bersaudara, dirinya anak lelaki satu-satunya. Oleh karena itu, tak jarang Hadi direpotkan oleh keluarganya. Namun, Dania tak mempermasalahkan itu. Bahkan, semua biaya perawatan ibunya Hadi pun ditanggung oleh Dania. *** Pukul lima sore, Dania baru pulang dari rumah sakit, seperti biasa ia mengendarai mobilnya sendiri. Sesampainya di rumah, ia langsung menanyakan suaminya kepada mbok Darmi. Karena pesan yang dikirim olehnya dari tadi siang sampai sekarang sama sekali belum dibalas. “Mbok, Mas Hadi belum pulang?” tanyanya kepada wanita paruh baya itu. “Belum, Non. Dari tadi di rumah ini sepi, gak ada suara jangkrik atau apapun,” tutur wanita bertubuh gempal itu yang mulai mengeluarkan lelucon. “Emangnya ini di hutan, Mbok?” Dania terkekeh. Setelah itu, ia memilih untuk masuk ke dalam kamar. Dania membersihkan diri dan berganti pakaian, ia akan menunggu suaminya pulang dan mengajak Hadi untuk makan malam. Namun, sampai pukul delapan malam, masih belum ada tanda-tanda kepulangan suaminya. Dania mencoba menghubungi Hadi, tapi entah kenapa nomor pria itu tak dapat dihubungi yang membuat Dania merasa khawatir. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk kepada suaminya. Akhirnya, Dania memutuskan untuk menghubungi salah satu karyawan yang bekerja di toko mereka. Ia menghubungi orang itu untuk menanyakan keberadaan Hadi. “Halo, Bapak sudah pulang belum?” tanyanya secara langsung pada seseorang di seberang sana. “Bapak sudah pulang, Bu sejak tadi siang,” jawab karyawan itu yang membuat dahi Dania langsung mengerut. “Tadi siang?” “Betul, Bu. Bapak bilang ada urusan lain dan meminta kami untuk menjaga toko sampai waktunya tutup,” tutur karyawan itu lagi yang membuat Dania seketika terdiam mematung. Ia berusaha menebak kemana perginya Hadi? Dania hanya takut suaminya kenapa-kenapa. Tak lama kemudian, terdengar suara mobil yang berhenti di depan rumah. Dania tahu betul itu adalah suara mobil suaminya. Seketika ia merasa lega, wanita yang sudah mengenakan gaun tidur itu, keluar dari kamar dan akan langsung menemui suaminya. “Mas, kamu dari mana aja? Kata karyawan toko, kamu pulang siang, tapi kok gak ada di rumah? Kamu pergi kemana?” Dania menyambut suaminya dengan banyak pertanyaan yang membuat Hadi langsung membuang nafas kasar. “Kamu tahu etika gak? Suami baru datang, bukannya disambut baik-baik, malah disambut dengan banyak pertanyaan.” Raut wajah Hadi terlihat kesal. “Maaf, Mas. Soalnya aku khawatir banget sama kamu.” Dania menundukkan wajah. “Aku baik-baik saja, aku sengaja pulang siang, karena aku mau ke rumah kita yang di Gresik,” jelas Hadi. Ya, Dania dan Hadi memutuskan untuk mengambil satu rumah di daerah Gresik, mereka sepakat mengambil rumah itu untuk investasi. Setiap bulan, Dania memotong gajinya untuk angsuran rumah minimalis tersebut. “Oh, kirain kemana. Nanti kalau ada waktu senggang, aku mau ikut lihat rumah itu ya, Mas,” celetuk Dania yang membuat wajah tenang Hadi seketika berubah ekspresi. “Ngapain? Kamu gak percaya sama aku soal rumah itu?” Tiba-tiba Hadi malah terdengar tak suka. “Bukan gitu, Mas. Aku cuma pengen lihat aja,” balas Dania dengan suara yang terdengar lemah lembut. “Tidak usah, semuanya aman. Asal bayarannya aja tetap lancar. Kamu harus percaya sepenuhnya sama aku.” Setelah mengatakan itu, Hadi melenggang pergi menuju kamar meninggalkan Dania yang menatap punggungnya dengan wajah bingung.Dania tak ingin banyak pikiran dan berburuk sangka. Ia percaya penuh kepada suaminya. Mungkin Hadi tak ingin Dania datang ke rumah itu, karena merasa kepercayaan Dania padanya berkurang. Wanita cantik berambut sebahu itu menghela nafas perlahan, ia mengikuti suaminya untuk masuk ke dalam kamar. Terlihat, Hadi baru keluar dari kamar mandi. Kulit putihnya mengeluarkan aroma mawar dari sabun yang ia kenakan saat mandi. Rambut hitamnya masih meneteskan beberapa bulur air yang membuat wajah tampannya terlihat begitu fresh. Setiap kali melihat Hadi, perasaan Dania seperti saat mereka masih berpacaran semasa kuliah. Karena tidak banyak yang berubah dari pria itu. Hanya tubuhnya saja yang sedikit berisi, karena semasa kuliah, tubuh Hadi tidak kekar seperti sekarang. “Setelah ini mau makan, Mas?” tanya Dania secara baik-baik, bahkan wanita itu mengulas senyum pada bibir manisnya. “Tidak usah, aku sudah makan di luar sebelum pulang,” jawab Hadi sambil berpakaian. En
Langkah kaki Dania semakin mendekat, tangannya ia ulurkan untuk mengambil ponsel tersebut. Satu jengkal lagi tangan kanannya menyentuh benda canggih itu, namun tiba-tiba saja sebuah tangan kekar mendahuluinya. Refleks Dania menoleh ke arah Hadi yang kini telah berdiri di sampingnya. “Mas ….” Dania membeku sejenak, ia menatap wajah Hadi yang terlihat panik. Pria itu segera mematikan ponsel tersebut dan memasukkannya ke dalam saku celana dengan cepat. “Itu hp siapa, Mas? Itu hp kamu ya?” Dania mengeluarkan pertanyaan dengan kedua mata yang masih menatap intens ke arah suaminya. “Iya, ini hp aku,” jawab Hadi, pria itu menarik nafas dengan perlahan wajah tegangnya berubah tenang. “Sejak kapan kamu punya hp lagi? Kok kamu gak ngasih tahu aku?” Layaknya seorang istri yang ingin mengetahui tentang suaminya. Dania kembali melemparkan pertanyaan. “Emmm … ini belum lama sih, baru beberapa hari. Karena hp aku yang lama sudah lemot, jadi aku beli hp yang baru. Ini khusus pe
Dania pulang dari rumah sakit dengan rasa sedikit kecewa. Karena ia datang menjenguk mertuanya sekaligus ingin bertemu dengan suaminya. Namun, ternyata Hadi tidak ada di sana. Yang membuat Dania kepikiran ialah, kemana perginya Hadi? Bahkan, sampai Resti juga tidak mengetahuinya. Dania tiba di rumah sekitar pukul sembilan malam, karena perjalanan dari Gresik ke Surabaya cukup lumayan. “Selamat datang Tuan Putri!” sambut mbok Darmi seraya membuka pintu lebar-lebar untuk majikannya. “Terima kasih, Mbok. Oh iya, Mas Hadi belum datang ya? Kok mobilnya gak ada?” tanya Dania seraya menoleh ke arah garasi mobil. Di sana hanya ada mobilnya yang baru saja ia parkiran. “Belum, Non. Mungkin Tuan lagi sibuk,” jawab mbok Darmi dengan wajah menunduk. Wanita paruh baya itu seolah tak ingin melihat wajah sendu Dania yang membuatnya ikut merasa pilu. “Sibuk? Sibuk apa ya?” Dania berpikir sejenak. Jika dibilang sibuk, lebih sibuk dirinya di rumah sakit, karena pekerjaan Hadi han
Dania tak bisa tidur, sudah beberapa kali ia mencoba untuk terlelap, namun entah kenapa hatinya malah terasa gundah yang membuat ia tak bisa lelap ke alam mimpi. Dania membuka kedua mata, ia merubah posisi dari terlentang menjadi menghadap ke arah Hadi. Wanita itu memperhatikan wajah suaminya yang sedang tidur lelap. Wajah Hadi terlihat tenang seolah tak ada masalah apapun. Namun, entah kenapa hati Dania merasa seperti ada sesuatu yang tidak ia ketahui dari pria itu. Terlebih lagi, ucapan Hadi tadi sore, kembali terngiang di telinganya. Dania masih merasa heran, kenapa Hadi bisa sampai melontarkan kata-kata kasar padanya, bahkan sampai membawa-bawa kedua orang tuanya. Meski pria itu sudah meminta maaf, namun Dania tetap teringat dan terngiang kalimat kasar dari suaminya. “Kamu belum tidur?” Suara itu cukup mengejutkan Dania. Padahal ia sedang memperhatikan pria itu, tapi Dania hampir tak menyadari kalau Hadi telah membuka kedua matanya. “Eh, Mas ….” “Kenapa belum tidur?” Ha
Sejak tadi pagi, Dania terus kepikiran soal aroma parfum wanita yang menempel pada kemeja suaminya. Namun, wanita itu harus memaksakan diri untuk tetap fokus ketika mengobati pasien. Terlebih lagi saat ini sedang musim DBD dan banyak kalangan anak-anak yang terkena penyakit tersebut. Bahkan, delapan puluh persen pengidap DBD di rumah sakit tempat Dania bekerja adalah dari kalangan anak-anak. Saat jam makan siang, Dania menghubungi seseorang yang ia butuhkan saat ini. Dania merasa ia tak bisa lagi menahan semuanya sendiri, Dania membutuhkan seseorang yang bisa mendengarkan ceritanya. “Aku ke sana sekarang ya, Tante,” ucapnya pada seseorang di seberang telepon. Dania tak memiliki banyak waktu, oleh karena itu ia harus buru-buru. Wanita itu membuka jas dokternya dan membawa mobil dengan cepat. Dania datang ke sebuah cafe, di sana sudah ada seorang wanita yang menunggunya. “Mami …” panggilnya seraya berjalan mendekat ke arah wanita tersebut. Itu adalah tante Pradita, seorang wa
“Aku tau kamu punya uang, Dania. Dua juta bukanlah nominal yang banyak buat kamu. Kenapa kamu sulit sekali untuk memberikan kepada suamimu sendiri?” Hadi terdengar ngotot dan memaksa. “Tapi buat apa dulu, Mas?” Dania masih ingin mengetahui alasan suaminya meminta uang sebanyak itu. “Aku mau renovasi toko. Kamu jangan banyak tanya lagi, kirim uangnya sekarang, karena aku mau beli alat-alat untuk renovasi,” jelas Hadi yang membuat Dania terdiam sejenak. “Beneran, Mas buat renovasi toko?” Dania menatap serius ke arah suaminya. “Sejak kapan aku bohong sama kamu dan sejak kapan kamu tidak percaya sama aku? Dania, bukankah dari sejak pertama kali menikah, kita sudah komitmen untuk saling percaya? Apa kamu lupa itu?” tutur Hadi lagi panjang lebar yang membuat Dania seolah tak dapat lagi membantah. “Iya, Mas.” Akhirnya wanita itu menunduk patuh. “Ya sudah, sekarang kamu kirim uang dua juta ke rekening aku. Kamu tenang saja, semua yang aku lakukan juga untuk keluarga kita dan semua yang
Dania membuka WhatsApp di hp Hadi, fokusnya langsung kepada pesan teratas dari kontak yang bernama Imron. “Imron siapa ya?” gumam Dania dengan wajah bingung. Namun, jari jempolnya segera mengklik pesan dari kontak tersebut. (Makasih ya, Mas transferannya)Dania mengerutkan kening, ia tidak bisa membaca pesan teratas karena telah dihapus. Ia juga mengecek foto profil kontak tersebut. Itu hanya foto pemandangan saja, tidak ada gambar orang atau apapun. Dania berusaha menebak, ia rasa tidak ada teman Hadi yang bernama Imron. Terus kenapa orang itu bilang terima kasih atas transferan. Berarti Hadi telah melakukan transaksi untuk orang tersebut. Dania kembali dipukul banyak pertanyaan, transaksi untuk apa dan nominalnya berapa? Padahal, tadi sore pria itu meminta uang dua juta untuk renovasi toko, lalu uang apa yang Hadi kirim untuk orang bernama Imron itu? Dania terdiam cukup lama, sampai ia teringat sesuatu. Di hp itu juga ada m-banking, Dania berniat untuk mengeceknya. Ia
Dania menjalankan mobilnya dengan cepat, ia ingin mengetahui keberadaan Hadi. Kemana perginya Hadi dari semalam? Tidak mungkin pria itu pergi tanpa tujuan. Jika tujuannya baik, kenapa juga Hadi sampai tidak izin padanya. Saat ini, Dania tak tahu dimana keberadaan suaminya. Karena Hadi juga tak dapat ia hubungi. Wanita itu sengaja berangkat lebih pagi, karena ia akan datang ke sebuah tempat sebelum ia ke rumah sakit. Dania datang ke toko terlebih dahulu. Meskipun jaraknya cukup jauh, tapi ia tetap pergi ke tempat itu untuk mencari keberadaan Hadi. Setelah tiba di toko, Dania segera turun dari mobil dan berjalan dengan cepat. Toko oleh-oleh khas Surabaya miliknya itu baru buka sebagian. Dania yakin yang berada di sana baru sebagian karyawan saja. “Selamat pagi, Bu!” sapa seorang karyawan wanita yang menyambut kedatangannya di depan pintu. Mereka tahu itu adalah pemilik toko tersebut. Oleh karenanya mereka memberikan sambutan hangat. “Pagi, apa Bapak ada di sini?” tanya Dan
Dania ingin memberikan banyak pertanyaan untuk Disa, namun sepertinya anak itu terlihat ngantuk karena telah minum obat juga. Dania tak ingin mengganggu pasiennya dengan pertanyaan yang mungkin tidak penting. Akhirnya, Dania membiarkan Disa beristirahat karena ia juga harus memeriksa pasien yang lain. Anehnya, dari kemarin Dania tidak bertemu dengan orang tua Disa. Entah mungkin karena kedua orang tua anak itu sedang sibuk atau bagaimana. “Disa istirahat saja ya,” ucap Dania sebelum keluar dari ruangan itu. “Dokter cantik mau kemana?” tanya Disa yang masih menatap ke arah Dania. “Dokter mau memeriksa pasien yang lain,” jawab Dania yang diiringi dengan senyum manis. “Pasien dokter banyak ya?” tanya anak itu yang terdengar lebih ceria. “Iya, pasien dokter kebanyakan anak-anak seperti Disa.” Lagi-lagi Dania menjawab diiringi dengan senyuman. “Wah, asik dong aku kalau keluar pasti banyak teman. Aku bosen disini terus, Dok. Aku mau keluar,” ucap anak itu dengan wajah yang berubah
Tangan Dania bergetar hebat, bahkan ponsel Hadi yang berada di dalam genggamannya hampir terjatuh. Dadanya terasa sesak, ia takut ada kenyataan besar yang menghantamnya setelah ini. Dania takut ada sesuatu diantara Hadi dan juga Lila. Dania akan sangat hancur jika Hadi berani menduakan Dania dengan sepupunya sendiri. Seorang sepupu perempuan yang dulu pernah ia berikan tumpangan hidup di rumahnya itu. Ya, Lila adalah sepupu perempuan Dania, wanita itu juga pernah tinggal di rumahnya beberapa bulan ketika Lila baru lulus sekolah dan bekerja menjadi seorang SPG di daerah Surabaya. Dania meremas ponsel yang digenggamnya. Tak lama kemudian terdengar suara gumaman dari arah ranjang yang membuatnya langsung menoleh. Hadi menggeliat dan berganti posisi. Dania mengambil ponselnya, dengan cepat ia memfoto layar ponsel Hadi yang masih menampilkan bukti transfer ke ATM atas nama Lila. Setelah itu, ia segera mengembalikan ponsel Hadi ke dalam tas, karena takut pemiliknya bangun.
Dania memutuskan untuk pulang ke rumah, karena ia juga merasa lelah setelah seharian bekerja di rumah sakit. Terlebih lagi, hari ini ada beberapa pasien kritis yang ditanganinya. Termasuk anak yang bernama Disa. Sepertinya anak itu akan menginap beberapa hari di rumah sakit, karena kondisinya yang memungkinkan harus tetap rawat inap. Dania tiba di rumah sebelum adzan maghrib berkumandang. Wanita itu segera membersihkan diri dan mengambil wudhu. Ia menunaikan sholat Maghrib seorang diri. Karena sekalipun Hadi ada di sana, pria itu tidak pernah mau diajak sholat berjamaah oleh Dania. Ia juga tidak terlalu mempermasalahkan itu, Dania tak ingin terlalu mengatur suaminya, karena Hadi juga bukan anak kecil. Pria itu sudah bisa berpikir sendiri. Hanya saja, mungkin Hadi belum mendapat hidayah sehingga pria itu jarang mendekatkan diri kepada sang kuasa. Sekitar pukul delapan malam, Hadi baru tiba di rumah. Dania segera menyambut kedatangan suaminya seperti biasa. Ia juga menawari Ha
Dania menjalankan mobilnya dengan cepat, ia ingin mengetahui keberadaan Hadi. Kemana perginya Hadi dari semalam? Tidak mungkin pria itu pergi tanpa tujuan. Jika tujuannya baik, kenapa juga Hadi sampai tidak izin padanya. Saat ini, Dania tak tahu dimana keberadaan suaminya. Karena Hadi juga tak dapat ia hubungi. Wanita itu sengaja berangkat lebih pagi, karena ia akan datang ke sebuah tempat sebelum ia ke rumah sakit. Dania datang ke toko terlebih dahulu. Meskipun jaraknya cukup jauh, tapi ia tetap pergi ke tempat itu untuk mencari keberadaan Hadi. Setelah tiba di toko, Dania segera turun dari mobil dan berjalan dengan cepat. Toko oleh-oleh khas Surabaya miliknya itu baru buka sebagian. Dania yakin yang berada di sana baru sebagian karyawan saja. “Selamat pagi, Bu!” sapa seorang karyawan wanita yang menyambut kedatangannya di depan pintu. Mereka tahu itu adalah pemilik toko tersebut. Oleh karenanya mereka memberikan sambutan hangat. “Pagi, apa Bapak ada di sini?” tanya Dan
Dania membuka WhatsApp di hp Hadi, fokusnya langsung kepada pesan teratas dari kontak yang bernama Imron. “Imron siapa ya?” gumam Dania dengan wajah bingung. Namun, jari jempolnya segera mengklik pesan dari kontak tersebut. (Makasih ya, Mas transferannya)Dania mengerutkan kening, ia tidak bisa membaca pesan teratas karena telah dihapus. Ia juga mengecek foto profil kontak tersebut. Itu hanya foto pemandangan saja, tidak ada gambar orang atau apapun. Dania berusaha menebak, ia rasa tidak ada teman Hadi yang bernama Imron. Terus kenapa orang itu bilang terima kasih atas transferan. Berarti Hadi telah melakukan transaksi untuk orang tersebut. Dania kembali dipukul banyak pertanyaan, transaksi untuk apa dan nominalnya berapa? Padahal, tadi sore pria itu meminta uang dua juta untuk renovasi toko, lalu uang apa yang Hadi kirim untuk orang bernama Imron itu? Dania terdiam cukup lama, sampai ia teringat sesuatu. Di hp itu juga ada m-banking, Dania berniat untuk mengeceknya. Ia
“Aku tau kamu punya uang, Dania. Dua juta bukanlah nominal yang banyak buat kamu. Kenapa kamu sulit sekali untuk memberikan kepada suamimu sendiri?” Hadi terdengar ngotot dan memaksa. “Tapi buat apa dulu, Mas?” Dania masih ingin mengetahui alasan suaminya meminta uang sebanyak itu. “Aku mau renovasi toko. Kamu jangan banyak tanya lagi, kirim uangnya sekarang, karena aku mau beli alat-alat untuk renovasi,” jelas Hadi yang membuat Dania terdiam sejenak. “Beneran, Mas buat renovasi toko?” Dania menatap serius ke arah suaminya. “Sejak kapan aku bohong sama kamu dan sejak kapan kamu tidak percaya sama aku? Dania, bukankah dari sejak pertama kali menikah, kita sudah komitmen untuk saling percaya? Apa kamu lupa itu?” tutur Hadi lagi panjang lebar yang membuat Dania seolah tak dapat lagi membantah. “Iya, Mas.” Akhirnya wanita itu menunduk patuh. “Ya sudah, sekarang kamu kirim uang dua juta ke rekening aku. Kamu tenang saja, semua yang aku lakukan juga untuk keluarga kita dan semua yang
Sejak tadi pagi, Dania terus kepikiran soal aroma parfum wanita yang menempel pada kemeja suaminya. Namun, wanita itu harus memaksakan diri untuk tetap fokus ketika mengobati pasien. Terlebih lagi saat ini sedang musim DBD dan banyak kalangan anak-anak yang terkena penyakit tersebut. Bahkan, delapan puluh persen pengidap DBD di rumah sakit tempat Dania bekerja adalah dari kalangan anak-anak. Saat jam makan siang, Dania menghubungi seseorang yang ia butuhkan saat ini. Dania merasa ia tak bisa lagi menahan semuanya sendiri, Dania membutuhkan seseorang yang bisa mendengarkan ceritanya. “Aku ke sana sekarang ya, Tante,” ucapnya pada seseorang di seberang telepon. Dania tak memiliki banyak waktu, oleh karena itu ia harus buru-buru. Wanita itu membuka jas dokternya dan membawa mobil dengan cepat. Dania datang ke sebuah cafe, di sana sudah ada seorang wanita yang menunggunya. “Mami …” panggilnya seraya berjalan mendekat ke arah wanita tersebut. Itu adalah tante Pradita, seorang wa
Dania tak bisa tidur, sudah beberapa kali ia mencoba untuk terlelap, namun entah kenapa hatinya malah terasa gundah yang membuat ia tak bisa lelap ke alam mimpi. Dania membuka kedua mata, ia merubah posisi dari terlentang menjadi menghadap ke arah Hadi. Wanita itu memperhatikan wajah suaminya yang sedang tidur lelap. Wajah Hadi terlihat tenang seolah tak ada masalah apapun. Namun, entah kenapa hati Dania merasa seperti ada sesuatu yang tidak ia ketahui dari pria itu. Terlebih lagi, ucapan Hadi tadi sore, kembali terngiang di telinganya. Dania masih merasa heran, kenapa Hadi bisa sampai melontarkan kata-kata kasar padanya, bahkan sampai membawa-bawa kedua orang tuanya. Meski pria itu sudah meminta maaf, namun Dania tetap teringat dan terngiang kalimat kasar dari suaminya. “Kamu belum tidur?” Suara itu cukup mengejutkan Dania. Padahal ia sedang memperhatikan pria itu, tapi Dania hampir tak menyadari kalau Hadi telah membuka kedua matanya. “Eh, Mas ….” “Kenapa belum tidur?” Ha
Dania pulang dari rumah sakit dengan rasa sedikit kecewa. Karena ia datang menjenguk mertuanya sekaligus ingin bertemu dengan suaminya. Namun, ternyata Hadi tidak ada di sana. Yang membuat Dania kepikiran ialah, kemana perginya Hadi? Bahkan, sampai Resti juga tidak mengetahuinya. Dania tiba di rumah sekitar pukul sembilan malam, karena perjalanan dari Gresik ke Surabaya cukup lumayan. “Selamat datang Tuan Putri!” sambut mbok Darmi seraya membuka pintu lebar-lebar untuk majikannya. “Terima kasih, Mbok. Oh iya, Mas Hadi belum datang ya? Kok mobilnya gak ada?” tanya Dania seraya menoleh ke arah garasi mobil. Di sana hanya ada mobilnya yang baru saja ia parkiran. “Belum, Non. Mungkin Tuan lagi sibuk,” jawab mbok Darmi dengan wajah menunduk. Wanita paruh baya itu seolah tak ingin melihat wajah sendu Dania yang membuatnya ikut merasa pilu. “Sibuk? Sibuk apa ya?” Dania berpikir sejenak. Jika dibilang sibuk, lebih sibuk dirinya di rumah sakit, karena pekerjaan Hadi han