Langkah kaki Dania semakin mendekat, tangannya ia ulurkan untuk mengambil ponsel tersebut.
Satu jengkal lagi tangan kanannya menyentuh benda canggih itu, namun tiba-tiba saja sebuah tangan kekar mendahuluinya. Refleks Dania menoleh ke arah Hadi yang kini telah berdiri di sampingnya. “Mas ….” Dania membeku sejenak, ia menatap wajah Hadi yang terlihat panik. Pria itu segera mematikan ponsel tersebut dan memasukkannya ke dalam saku celana dengan cepat. “Itu hp siapa, Mas? Itu hp kamu ya?” Dania mengeluarkan pertanyaan dengan kedua mata yang masih menatap intens ke arah suaminya. “Iya, ini hp aku,” jawab Hadi, pria itu menarik nafas dengan perlahan wajah tegangnya berubah tenang. “Sejak kapan kamu punya hp lagi? Kok kamu gak ngasih tahu aku?” Layaknya seorang istri yang ingin mengetahui tentang suaminya. Dania kembali melemparkan pertanyaan. “Emmm … ini belum lama sih, baru beberapa hari. Karena hp aku yang lama sudah lemot, jadi aku beli hp yang baru. Ini khusus pekerjaan saja kok, kamu tidak usah curiga. Aku berangkat dulu.” Hadi mengusap pipi Dania sebelum ia kembali melangkah untuk keluar dari kamar. Pria itu meninggalkan Dania tanpa menunggu istrinya kembali berbicara. Padahal, lidah Dania sudah gatal ingin kembali melemparkan berbagai pertanyaan untuk suaminya. Namun, Hadi terlihat begitu buru-buru. Dania paham, mungkin Hadi buru-buru karena ingin segera menemui ibunya di rumah sakit. Dania berusaha menetralkan kembali pikirannya. Wanita itu menarik nafas dan membuangnya secara perlahan. Tak ingin terus bergelut dengan pikirannya sendiri, akhirnya Dania memutuskan untuk berangkat ke rumah sakit. Banyak pasien yang sedang menunggu dirinya. *** Dania menjalankan tugasnya seperti biasa, ia memeriksa dan mengatasi beberapa anak yang sedang sakit. Salah satu alasan Dania mengambil spesialis anak ialah, karena dirinya menyukai anak kecil. “Dokter cantik!” begitu panggilan anak-anak yang menjadi pasien di rumah sakit tersebut ketika menyapanya. Dania selalu menebar senyuman pada setiap anak-anak yang sedang terbaring di atas brankar pasien. Karena menurutnya, selain mengobati penyakit di tubuh anak-anak itu, Dania juga berusaha mengobati mental dan pikiran anak-anak yang mungkin saja sedang tidak baik-baik saja karena penyakit yang diderita. “Pasien DBD semakin hari semakin meningkat, Dok,” ucap seorang perawat yang mendampinginya ketika bertugas. “Iya, DBD sedang menyebar di Surabaya dan Gresik. Rumah sakit ini sebagai rumah sakit terbesar di Surabaya, bisa saja akan kebanjiran pasien DBD, terutama dari kalangan anak-anak. Jadi, kita juga harus siap siaga dan bekerja sebaik mungkin untuk menolong mereka,” balas Dania dengan tegas. Ya, begitulah Dania jika sedang bekerja dan menangani berbagai penyakit serius dari kalangan anak-anak. Wanita lemah lembut itu akan mendadak berubah tegas. *** Pukul empat sore, Dania mencoba menghubungi Hardi meskipun jam kerjanya belum selesai. Namun, ia menyempatkan diri untuk menghubungi suaminya terlebih dahulu walaupun hanya sekedar lewat pesan. Dania: Mas, kamu dimana? Dania terdiam sejenak, ia menatap layar ponselnya untuk menunggu balasan pesan dari sang suami. Setelah hampir sepuluh menit, ponselnya baru menerima notifikasi pesan masuk. Dania segera membukanya dengan penuh semangat, karena ia yakin pesan itu dari suaminya. Mas Hadi: Aku di rumah sakit, jenguk Ibu. Dania merasa lega setelah mendapat kabar dari suaminya. Mertuanya memang dirawat di rumah sakit yang berbeda, yaitu di daerah Gresik. Karena rumah keluarganya Hardi ada di Gresik. Pukul lima sore, Dania selesai bertugas, ia belum menerima pesan apapun lagi dari suaminya. Dania juga mencoba menghubungi Hadi, namun entah kenapa nomor teleponnya sama sekali tidak bisa dihubungi. “Halo, Mbok! Mas Hadi sudah pulang belum ya?” tanya Dania pada sebrang telepon. “Dalem, Non. Tuan sama sekali belum datang, Non. Dari pagi sampai saat ini Mbok dewekan bae. Nggak ada siapa-siapa, nggak ada duda juga yang nyamperin Mbok,” jelas mbok Darmi yang memang selalu memberikan guyonan di setiap kalimatnya. “Oh gitu, ya udah, terima kasih ya, Bi. Oh iya, kayaknya saya pulang agak malaman ya,” ucap Dania lagi sebelum memutuskan panggilan telepon itu. “Nggih, Non.” Dania menutup panggilan teleponnya dengan sang ART, setelah itu ia menjalankan mobilnya dan menuju ke sebuah tempat. Dania menyempatkan sholat Maghrib terlebih dahulu sebelum ia tiba di sebuah rumah sakit yang terletak di daerah Gresik. Sampai saat ini Hadi masih belum ada kabar, tapi Dania yakin suaminya ada di rumah sakit. Mungkin hp Hadi lowbat, karena ia juga belum punya nomor suaminya yang satu lagi. Wajar saja Hadi terus menemani ibunya, karena pria itu adalah satu-satunya anak lelaki. Dania memahami itu, oleh karenanya ia memilih untuk menyusul suaminya secara langsung sekaligus menjenguk sang mertua. Setelah tiba di rumah sakit itu, Dania langsung mencari ruangan yang ditempati oleh mertuanya. Dania masuk ke sebuah ruang rawat inap, setelah ia meminta izin terlebih dahulu. “Assalamualaikum,” ucapnya seraya membuka pintu ruangan tersebut. “Waalaikumsalam,” jawab seorang wanita yang berusia sekitar sembilan belas tahun, itu adalah adik bungsu Hadi. “Resti, gimana keadaan Ibu?” Dania mendekat ke arah wanita paruh baya yang sedang terbaring di atas brankar pasien. “Mbak Dania, ibu masih belum stabil,” jawab gadis itu dengan wajah sendu. Dania mencium tangan mertuanya yang sedang terkena stroke ringan. “Ibu cepat sehat ya!” Dania mengusap punggung tangan wanita yang mulai mengkerut, wanita tersebut hanya mengangguk sebagai respon. Dania mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan itu, di sana tidak ada orang lain, selain Resti dan mertuanya. Lalu, kemana perginya Hadi? Bukanlah tadi sore pria itu ada di sana. Apa Hadi sudah pulang? “Emmm … Resti, Mas Hadi kemana ya? Apa sudah pulang?” tanya Dania dengan hati-hati. Ia juga harus menjaga ucapan, karena walaupun mertuanya sedang tidak bisa bicara, tetapi telinganya masih mendengar. “Mas Hadi? Mas Hadi udah pergi sejak tadi siang, Mbak,” jawab Resti yang membuat Dania cukup terkejut. “Sejak tadi siang? Bukannya pas jam empat sore Mas Hadi ada di sini?” tanya Dania lagi dengan dahi mengerut. “Nggak ada, Mbak. Dari sore sampai sekarang, aku cuma berdua sama Ibu. Mbak yang lain juga cuma datang tadi pagi doang,” jelas Resti yang membuat hati Dania seketika menjadi gundah gulana. Pikirannya kembali dihantam banyak pertanyaan. Kenapa Hadi bohong padanya? Lalu, kemana perginya pria itu saat ini? Apa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Hadi?Dania pulang dari rumah sakit dengan rasa sedikit kecewa. Karena ia datang menjenguk mertuanya sekaligus ingin bertemu dengan suaminya. Namun, ternyata Hadi tidak ada di sana. Yang membuat Dania kepikiran ialah, kemana perginya Hadi? Bahkan, sampai Resti juga tidak mengetahuinya. Dania tiba di rumah sekitar pukul sembilan malam, karena perjalanan dari Gresik ke Surabaya cukup lumayan. “Selamat datang Tuan Putri!” sambut mbok Darmi seraya membuka pintu lebar-lebar untuk majikannya. “Terima kasih, Mbok. Oh iya, Mas Hadi belum datang ya? Kok mobilnya gak ada?” tanya Dania seraya menoleh ke arah garasi mobil. Di sana hanya ada mobilnya yang baru saja ia parkiran. “Belum, Non. Mungkin Tuan lagi sibuk,” jawab mbok Darmi dengan wajah menunduk. Wanita paruh baya itu seolah tak ingin melihat wajah sendu Dania yang membuatnya ikut merasa pilu. “Sibuk? Sibuk apa ya?” Dania berpikir sejenak. Jika dibilang sibuk, lebih sibuk dirinya di rumah sakit, karena pekerjaan Hadi han
Dania tak bisa tidur, sudah beberapa kali ia mencoba untuk terlelap, namun entah kenapa hatinya malah terasa gundah yang membuat ia tak bisa lelap ke alam mimpi. Dania membuka kedua mata, ia merubah posisi dari terlentang menjadi menghadap ke arah Hadi. Wanita itu memperhatikan wajah suaminya yang sedang tidur lelap. Wajah Hadi terlihat tenang seolah tak ada masalah apapun. Namun, entah kenapa hati Dania merasa seperti ada sesuatu yang tidak ia ketahui dari pria itu. Terlebih lagi, ucapan Hadi tadi sore, kembali terngiang di telinganya. Dania masih merasa heran, kenapa Hadi bisa sampai melontarkan kata-kata kasar padanya, bahkan sampai membawa-bawa kedua orang tuanya. Meski pria itu sudah meminta maaf, namun Dania tetap teringat dan terngiang kalimat kasar dari suaminya. “Kamu belum tidur?” Suara itu cukup mengejutkan Dania. Padahal ia sedang memperhatikan pria itu, tapi Dania hampir tak menyadari kalau Hadi telah membuka kedua matanya. “Eh, Mas ….” “Kenapa belum tidur?” Ha
Sejak tadi pagi, Dania terus kepikiran soal aroma parfum wanita yang menempel pada kemeja suaminya. Namun, wanita itu harus memaksakan diri untuk tetap fokus ketika mengobati pasien. Terlebih lagi saat ini sedang musim DBD dan banyak kalangan anak-anak yang terkena penyakit tersebut. Bahkan, delapan puluh persen pengidap DBD di rumah sakit tempat Dania bekerja adalah dari kalangan anak-anak. Saat jam makan siang, Dania menghubungi seseorang yang ia butuhkan saat ini. Dania merasa ia tak bisa lagi menahan semuanya sendiri, Dania membutuhkan seseorang yang bisa mendengarkan ceritanya. “Aku ke sana sekarang ya, Tante,” ucapnya pada seseorang di seberang telepon. Dania tak memiliki banyak waktu, oleh karena itu ia harus buru-buru. Wanita itu membuka jas dokternya dan membawa mobil dengan cepat. Dania datang ke sebuah cafe, di sana sudah ada seorang wanita yang menunggunya. “Mami …” panggilnya seraya berjalan mendekat ke arah wanita tersebut. Itu adalah tante Pradita, seorang wa
“Aku tau kamu punya uang, Dania. Dua juta bukanlah nominal yang banyak buat kamu. Kenapa kamu sulit sekali untuk memberikan kepada suamimu sendiri?” Hadi terdengar ngotot dan memaksa. “Tapi buat apa dulu, Mas?” Dania masih ingin mengetahui alasan suaminya meminta uang sebanyak itu. “Aku mau renovasi toko. Kamu jangan banyak tanya lagi, kirim uangnya sekarang, karena aku mau beli alat-alat untuk renovasi,” jelas Hadi yang membuat Dania terdiam sejenak. “Beneran, Mas buat renovasi toko?” Dania menatap serius ke arah suaminya. “Sejak kapan aku bohong sama kamu dan sejak kapan kamu tidak percaya sama aku? Dania, bukankah dari sejak pertama kali menikah, kita sudah komitmen untuk saling percaya? Apa kamu lupa itu?” tutur Hadi lagi panjang lebar yang membuat Dania seolah tak dapat lagi membantah. “Iya, Mas.” Akhirnya wanita itu menunduk patuh. “Ya sudah, sekarang kamu kirim uang dua juta ke rekening aku. Kamu tenang saja, semua yang aku lakukan juga untuk keluarga kita dan semua yang
Dania membuka WhatsApp di hp Hadi, fokusnya langsung kepada pesan teratas dari kontak yang bernama Imron. “Imron siapa ya?” gumam Dania dengan wajah bingung. Namun, jari jempolnya segera mengklik pesan dari kontak tersebut. (Makasih ya, Mas transferannya)Dania mengerutkan kening, ia tidak bisa membaca pesan teratas karena telah dihapus. Ia juga mengecek foto profil kontak tersebut. Itu hanya foto pemandangan saja, tidak ada gambar orang atau apapun. Dania berusaha menebak, ia rasa tidak ada teman Hadi yang bernama Imron. Terus kenapa orang itu bilang terima kasih atas transferan. Berarti Hadi telah melakukan transaksi untuk orang tersebut. Dania kembali dipukul banyak pertanyaan, transaksi untuk apa dan nominalnya berapa? Padahal, tadi sore pria itu meminta uang dua juta untuk renovasi toko, lalu uang apa yang Hadi kirim untuk orang bernama Imron itu? Dania terdiam cukup lama, sampai ia teringat sesuatu. Di hp itu juga ada m-banking, Dania berniat untuk mengeceknya. Ia
Dania menjalankan mobilnya dengan cepat, ia ingin mengetahui keberadaan Hadi. Kemana perginya Hadi dari semalam? Tidak mungkin pria itu pergi tanpa tujuan. Jika tujuannya baik, kenapa juga Hadi sampai tidak izin padanya. Saat ini, Dania tak tahu dimana keberadaan suaminya. Karena Hadi juga tak dapat ia hubungi. Wanita itu sengaja berangkat lebih pagi, karena ia akan datang ke sebuah tempat sebelum ia ke rumah sakit. Dania datang ke toko terlebih dahulu. Meskipun jaraknya cukup jauh, tapi ia tetap pergi ke tempat itu untuk mencari keberadaan Hadi. Setelah tiba di toko, Dania segera turun dari mobil dan berjalan dengan cepat. Toko oleh-oleh khas Surabaya miliknya itu baru buka sebagian. Dania yakin yang berada di sana baru sebagian karyawan saja. “Selamat pagi, Bu!” sapa seorang karyawan wanita yang menyambut kedatangannya di depan pintu. Mereka tahu itu adalah pemilik toko tersebut. Oleh karenanya mereka memberikan sambutan hangat. “Pagi, apa Bapak ada di sini?” tanya Dan
Dania memutuskan untuk pulang ke rumah, karena ia juga merasa lelah setelah seharian bekerja di rumah sakit. Terlebih lagi, hari ini ada beberapa pasien kritis yang ditanganinya. Termasuk anak yang bernama Disa. Sepertinya anak itu akan menginap beberapa hari di rumah sakit, karena kondisinya yang memungkinkan harus tetap rawat inap. Dania tiba di rumah sebelum adzan maghrib berkumandang. Wanita itu segera membersihkan diri dan mengambil wudhu. Ia menunaikan sholat Maghrib seorang diri. Karena sekalipun Hadi ada di sana, pria itu tidak pernah mau diajak sholat berjamaah oleh Dania. Ia juga tidak terlalu mempermasalahkan itu, Dania tak ingin terlalu mengatur suaminya, karena Hadi juga bukan anak kecil. Pria itu sudah bisa berpikir sendiri. Hanya saja, mungkin Hadi belum mendapat hidayah sehingga pria itu jarang mendekatkan diri kepada sang kuasa. Sekitar pukul delapan malam, Hadi baru tiba di rumah. Dania segera menyambut kedatangan suaminya seperti biasa. Ia juga menawari Ha
Tangan Dania bergetar hebat, bahkan ponsel Hadi yang berada di dalam genggamannya hampir terjatuh. Dadanya terasa sesak, ia takut ada kenyataan besar yang menghantamnya setelah ini. Dania takut ada sesuatu diantara Hadi dan juga Lila. Dania akan sangat hancur jika Hadi berani menduakan Dania dengan sepupunya sendiri. Seorang sepupu perempuan yang dulu pernah ia berikan tumpangan hidup di rumahnya itu. Ya, Lila adalah sepupu perempuan Dania, wanita itu juga pernah tinggal di rumahnya beberapa bulan ketika Lila baru lulus sekolah dan bekerja menjadi seorang SPG di daerah Surabaya. Dania meremas ponsel yang digenggamnya. Tak lama kemudian terdengar suara gumaman dari arah ranjang yang membuatnya langsung menoleh. Hadi menggeliat dan berganti posisi. Dania mengambil ponselnya, dengan cepat ia memfoto layar ponsel Hadi yang masih menampilkan bukti transfer ke ATM atas nama Lila. Setelah itu, ia segera mengembalikan ponsel Hadi ke dalam tas, karena takut pemiliknya bangun.
Dania ingin memberikan banyak pertanyaan untuk Disa, namun sepertinya anak itu terlihat ngantuk karena telah minum obat juga. Dania tak ingin mengganggu pasiennya dengan pertanyaan yang mungkin tidak penting. Akhirnya, Dania membiarkan Disa beristirahat karena ia juga harus memeriksa pasien yang lain. Anehnya, dari kemarin Dania tidak bertemu dengan orang tua Disa. Entah mungkin karena kedua orang tua anak itu sedang sibuk atau bagaimana. “Disa istirahat saja ya,” ucap Dania sebelum keluar dari ruangan itu. “Dokter cantik mau kemana?” tanya Disa yang masih menatap ke arah Dania. “Dokter mau memeriksa pasien yang lain,” jawab Dania yang diiringi dengan senyum manis. “Pasien dokter banyak ya?” tanya anak itu yang terdengar lebih ceria. “Iya, pasien dokter kebanyakan anak-anak seperti Disa.” Lagi-lagi Dania menjawab diiringi dengan senyuman. “Wah, asik dong aku kalau keluar pasti banyak teman. Aku bosen disini terus, Dok. Aku mau keluar,” ucap anak itu dengan wajah yang berubah
Tangan Dania bergetar hebat, bahkan ponsel Hadi yang berada di dalam genggamannya hampir terjatuh. Dadanya terasa sesak, ia takut ada kenyataan besar yang menghantamnya setelah ini. Dania takut ada sesuatu diantara Hadi dan juga Lila. Dania akan sangat hancur jika Hadi berani menduakan Dania dengan sepupunya sendiri. Seorang sepupu perempuan yang dulu pernah ia berikan tumpangan hidup di rumahnya itu. Ya, Lila adalah sepupu perempuan Dania, wanita itu juga pernah tinggal di rumahnya beberapa bulan ketika Lila baru lulus sekolah dan bekerja menjadi seorang SPG di daerah Surabaya. Dania meremas ponsel yang digenggamnya. Tak lama kemudian terdengar suara gumaman dari arah ranjang yang membuatnya langsung menoleh. Hadi menggeliat dan berganti posisi. Dania mengambil ponselnya, dengan cepat ia memfoto layar ponsel Hadi yang masih menampilkan bukti transfer ke ATM atas nama Lila. Setelah itu, ia segera mengembalikan ponsel Hadi ke dalam tas, karena takut pemiliknya bangun.
Dania memutuskan untuk pulang ke rumah, karena ia juga merasa lelah setelah seharian bekerja di rumah sakit. Terlebih lagi, hari ini ada beberapa pasien kritis yang ditanganinya. Termasuk anak yang bernama Disa. Sepertinya anak itu akan menginap beberapa hari di rumah sakit, karena kondisinya yang memungkinkan harus tetap rawat inap. Dania tiba di rumah sebelum adzan maghrib berkumandang. Wanita itu segera membersihkan diri dan mengambil wudhu. Ia menunaikan sholat Maghrib seorang diri. Karena sekalipun Hadi ada di sana, pria itu tidak pernah mau diajak sholat berjamaah oleh Dania. Ia juga tidak terlalu mempermasalahkan itu, Dania tak ingin terlalu mengatur suaminya, karena Hadi juga bukan anak kecil. Pria itu sudah bisa berpikir sendiri. Hanya saja, mungkin Hadi belum mendapat hidayah sehingga pria itu jarang mendekatkan diri kepada sang kuasa. Sekitar pukul delapan malam, Hadi baru tiba di rumah. Dania segera menyambut kedatangan suaminya seperti biasa. Ia juga menawari Ha
Dania menjalankan mobilnya dengan cepat, ia ingin mengetahui keberadaan Hadi. Kemana perginya Hadi dari semalam? Tidak mungkin pria itu pergi tanpa tujuan. Jika tujuannya baik, kenapa juga Hadi sampai tidak izin padanya. Saat ini, Dania tak tahu dimana keberadaan suaminya. Karena Hadi juga tak dapat ia hubungi. Wanita itu sengaja berangkat lebih pagi, karena ia akan datang ke sebuah tempat sebelum ia ke rumah sakit. Dania datang ke toko terlebih dahulu. Meskipun jaraknya cukup jauh, tapi ia tetap pergi ke tempat itu untuk mencari keberadaan Hadi. Setelah tiba di toko, Dania segera turun dari mobil dan berjalan dengan cepat. Toko oleh-oleh khas Surabaya miliknya itu baru buka sebagian. Dania yakin yang berada di sana baru sebagian karyawan saja. “Selamat pagi, Bu!” sapa seorang karyawan wanita yang menyambut kedatangannya di depan pintu. Mereka tahu itu adalah pemilik toko tersebut. Oleh karenanya mereka memberikan sambutan hangat. “Pagi, apa Bapak ada di sini?” tanya Dan
Dania membuka WhatsApp di hp Hadi, fokusnya langsung kepada pesan teratas dari kontak yang bernama Imron. “Imron siapa ya?” gumam Dania dengan wajah bingung. Namun, jari jempolnya segera mengklik pesan dari kontak tersebut. (Makasih ya, Mas transferannya)Dania mengerutkan kening, ia tidak bisa membaca pesan teratas karena telah dihapus. Ia juga mengecek foto profil kontak tersebut. Itu hanya foto pemandangan saja, tidak ada gambar orang atau apapun. Dania berusaha menebak, ia rasa tidak ada teman Hadi yang bernama Imron. Terus kenapa orang itu bilang terima kasih atas transferan. Berarti Hadi telah melakukan transaksi untuk orang tersebut. Dania kembali dipukul banyak pertanyaan, transaksi untuk apa dan nominalnya berapa? Padahal, tadi sore pria itu meminta uang dua juta untuk renovasi toko, lalu uang apa yang Hadi kirim untuk orang bernama Imron itu? Dania terdiam cukup lama, sampai ia teringat sesuatu. Di hp itu juga ada m-banking, Dania berniat untuk mengeceknya. Ia
“Aku tau kamu punya uang, Dania. Dua juta bukanlah nominal yang banyak buat kamu. Kenapa kamu sulit sekali untuk memberikan kepada suamimu sendiri?” Hadi terdengar ngotot dan memaksa. “Tapi buat apa dulu, Mas?” Dania masih ingin mengetahui alasan suaminya meminta uang sebanyak itu. “Aku mau renovasi toko. Kamu jangan banyak tanya lagi, kirim uangnya sekarang, karena aku mau beli alat-alat untuk renovasi,” jelas Hadi yang membuat Dania terdiam sejenak. “Beneran, Mas buat renovasi toko?” Dania menatap serius ke arah suaminya. “Sejak kapan aku bohong sama kamu dan sejak kapan kamu tidak percaya sama aku? Dania, bukankah dari sejak pertama kali menikah, kita sudah komitmen untuk saling percaya? Apa kamu lupa itu?” tutur Hadi lagi panjang lebar yang membuat Dania seolah tak dapat lagi membantah. “Iya, Mas.” Akhirnya wanita itu menunduk patuh. “Ya sudah, sekarang kamu kirim uang dua juta ke rekening aku. Kamu tenang saja, semua yang aku lakukan juga untuk keluarga kita dan semua yang
Sejak tadi pagi, Dania terus kepikiran soal aroma parfum wanita yang menempel pada kemeja suaminya. Namun, wanita itu harus memaksakan diri untuk tetap fokus ketika mengobati pasien. Terlebih lagi saat ini sedang musim DBD dan banyak kalangan anak-anak yang terkena penyakit tersebut. Bahkan, delapan puluh persen pengidap DBD di rumah sakit tempat Dania bekerja adalah dari kalangan anak-anak. Saat jam makan siang, Dania menghubungi seseorang yang ia butuhkan saat ini. Dania merasa ia tak bisa lagi menahan semuanya sendiri, Dania membutuhkan seseorang yang bisa mendengarkan ceritanya. “Aku ke sana sekarang ya, Tante,” ucapnya pada seseorang di seberang telepon. Dania tak memiliki banyak waktu, oleh karena itu ia harus buru-buru. Wanita itu membuka jas dokternya dan membawa mobil dengan cepat. Dania datang ke sebuah cafe, di sana sudah ada seorang wanita yang menunggunya. “Mami …” panggilnya seraya berjalan mendekat ke arah wanita tersebut. Itu adalah tante Pradita, seorang wa
Dania tak bisa tidur, sudah beberapa kali ia mencoba untuk terlelap, namun entah kenapa hatinya malah terasa gundah yang membuat ia tak bisa lelap ke alam mimpi. Dania membuka kedua mata, ia merubah posisi dari terlentang menjadi menghadap ke arah Hadi. Wanita itu memperhatikan wajah suaminya yang sedang tidur lelap. Wajah Hadi terlihat tenang seolah tak ada masalah apapun. Namun, entah kenapa hati Dania merasa seperti ada sesuatu yang tidak ia ketahui dari pria itu. Terlebih lagi, ucapan Hadi tadi sore, kembali terngiang di telinganya. Dania masih merasa heran, kenapa Hadi bisa sampai melontarkan kata-kata kasar padanya, bahkan sampai membawa-bawa kedua orang tuanya. Meski pria itu sudah meminta maaf, namun Dania tetap teringat dan terngiang kalimat kasar dari suaminya. “Kamu belum tidur?” Suara itu cukup mengejutkan Dania. Padahal ia sedang memperhatikan pria itu, tapi Dania hampir tak menyadari kalau Hadi telah membuka kedua matanya. “Eh, Mas ….” “Kenapa belum tidur?” Ha
Dania pulang dari rumah sakit dengan rasa sedikit kecewa. Karena ia datang menjenguk mertuanya sekaligus ingin bertemu dengan suaminya. Namun, ternyata Hadi tidak ada di sana. Yang membuat Dania kepikiran ialah, kemana perginya Hadi? Bahkan, sampai Resti juga tidak mengetahuinya. Dania tiba di rumah sekitar pukul sembilan malam, karena perjalanan dari Gresik ke Surabaya cukup lumayan. “Selamat datang Tuan Putri!” sambut mbok Darmi seraya membuka pintu lebar-lebar untuk majikannya. “Terima kasih, Mbok. Oh iya, Mas Hadi belum datang ya? Kok mobilnya gak ada?” tanya Dania seraya menoleh ke arah garasi mobil. Di sana hanya ada mobilnya yang baru saja ia parkiran. “Belum, Non. Mungkin Tuan lagi sibuk,” jawab mbok Darmi dengan wajah menunduk. Wanita paruh baya itu seolah tak ingin melihat wajah sendu Dania yang membuatnya ikut merasa pilu. “Sibuk? Sibuk apa ya?” Dania berpikir sejenak. Jika dibilang sibuk, lebih sibuk dirinya di rumah sakit, karena pekerjaan Hadi han