Dania tak bisa tidur, sudah beberapa kali ia mencoba untuk terlelap, namun entah kenapa hatinya malah terasa gundah yang membuat ia tak bisa lelap ke alam mimpi.
Dania membuka kedua mata, ia merubah posisi dari terlentang menjadi menghadap ke arah Hadi. Wanita itu memperhatikan wajah suaminya yang sedang tidur lelap. Wajah Hadi terlihat tenang seolah tak ada masalah apapun. Namun, entah kenapa hati Dania merasa seperti ada sesuatu yang tidak ia ketahui dari pria itu. Terlebih lagi, ucapan Hadi tadi sore, kembali terngiang di telinganya. Dania masih merasa heran, kenapa Hadi bisa sampai melontarkan kata-kata kasar padanya, bahkan sampai membawa-bawa kedua orang tuanya. Meski pria itu sudah meminta maaf, namun Dania tetap teringat dan terngiang kalimat kasar dari suaminya. “Kamu belum tidur?” Suara itu cukup mengejutkan Dania. Padahal ia sedang memperhatikan pria itu, tapi Dania hampir tak menyadari kalau Hadi telah membuka kedua matanya. “Eh, Mas ….” “Kenapa belum tidur?” Hadi memotong ucapan Dania. Tangan pria itu terulur ke arah sang istri. Hadi mengusap pelan kepala istrinya dan membelai rambut indah wanita itu. “Kamu pasti capek dan banyak pikiran karena pekerjaan. Sekarang, kamu istirahat ya, tidur!” Hadi menyentuh kelopak mata Dania. Pria itu menutupkan kelopak mata kiri dan kanan milik Dania sampai kedua bola mata indah itu tertutup rapat. “Tidur ya!” titahnya sekali lagi dengan suara berat tetapi terdengar lembut. Hati Dania kembali melunak saat mendengar dan mendapat perlakuan seperti itu dari suaminya. Hadi memang orang baik, mungkin tadi pria itu hanya terbawa emosi sampai berkata kasar. “Tidur yang nyenyak!” Hadi mengusap lembut pipi mulus istrinya. Dania mengangguk dengan perlahan. Wanita itu menurut, ia mencoba terlelap ke alam mimpi setelah merasa pikirannya sedikit tenang dan merasa nyaman atas perlakuan suaminya. Dania berhasil melewati malam itu dengan hati tenang setelah mendapat perlakuan manis dari suaminya. Pagi ini ia bangun dengan hati yang tenang, seperti biasa wanita itu juga mempersiapkan pakaian untuk suaminya. Hadi mandi terlebih dahulu, pria itu langsung memakai baju yang telah disediakan Dania. “Aku berangkat dulu ya,” ucapnya yang terlihat sudah bersiap, bahkan ia sudah memegang kunci mobilnya. “Kok buru-buru banget, Mas? Gak sarapan dulu?” tanya Dania secara baik-baik. “Emmm … aku sarapan di toko aja, soalnya ada beberapa pekerjaan yang harus segera aku selesaikan. Aku berangkat dulu ya.” Hadi mengusap kepala Dania, setelah itu ia keluar dari kamar dan akan langsung berangkat tanpa menunggu istrinya berbicara lagi. Dania membuang nafas kasar, mungkin benar Hadi sedang banyak pekerjaan. Wanita itu lebih memilih untuk masuk ke dalam kamar mandi, karena ia juga harus bersiap untuk berangkat ke kantor. Dania akan membuka baju yang dikenakannya, namun ia terdiam sejenak saat melihat kemeja Hadi yang menggantung di dalam kamar mandi. Itu adalah kemeja yang dikenakan semalam. Dania jadi teringat sesuatu, wanita itu mengambil kemeja tersebut dan mencium kemeja kotor milik suaminya. Lagi-lagi Dania mencium aroma yang sama dengan semalam. Ia yakin itu bukan aroma parfum Hadi, melainkan parfum wanita. Pikiran Dania kembali berisik, ia dihantam berbagai pertanyaan dari dirinya sendiri. Parfum siapa yang menempel pada kemeja suaminya? Dania kembali mencium lebih dalam lagi aroma parfum dari kemeja tersebut untuk semakin meyakinkan. Aromanya semakin kuat, terutama di bagian depan kemeja. Dania memejamkan mata, ia langsung terbayang seorang wanita memeluk suaminya dari depan. “Astaghfirullah.” Dania segera membuka matanya kembali, ia tak ingin melihat bayangan itu lagi walaupun hanya sekedar halusinasinya saja. “Aku yakin aku gak salah, ini aroma parfum perempuan,” gumam Dania dengan hati yang terasa dicubit. Walaupun belum tahu kejelasannya, namun ia tetap saja merasa sakit. Terdengar suara ketukan pintu dari luar yang membuat Dania buru-buru keluar dari kamar mandi. Bahkan, ia sampai lupa menyimpan kemeja Hadi kembali. “Ada apa, Mbok?” tanya Dania seraya membuka pintu kamarnya. Mbok Darmi sudah berdiri di depan pintu. “Maaf, Non. Saya mau ambil baju kotor, hari ini jadwal mencuci baju,” jawab mbok Darmi dengan wajah menunduk. “Oh iya, ini kemeja mas Hadi juga kotor. Tapi ….” Dania terdiam dengan wajah sendu. “Kenapa, Non?” Mbok Darmi mengangkat wajah, wanita paruh baya itu menatap ke arah majikannya. “Baju Mas Hadi kok kayak wangi parfum perempuan ya, Mbok?” Dania memegang kemeja Hadi dengan tangan gemetar. “Yang bener, Non?” Mbok Darmi langsung mengambil kemeja itu dan menciumnya. “Bener, iki aroma parfum perempuan. Ndak mungkin Tuan pake parfum aroma bunga begini. Tapi bunga opo yo? Bunga bangke iki kayakne,” cerocos mbok Darmi dengan wajah yang langsung berubah kesal. Wanita paruh baya itu beberapa kali mencium kemeja tersebut untuk meyakinkan kalau ia tidak salah cium.Sejak tadi pagi, Dania terus kepikiran soal aroma parfum wanita yang menempel pada kemeja suaminya. Namun, wanita itu harus memaksakan diri untuk tetap fokus ketika mengobati pasien. Terlebih lagi saat ini sedang musim DBD dan banyak kalangan anak-anak yang terkena penyakit tersebut. Bahkan, delapan puluh persen pengidap DBD di rumah sakit tempat Dania bekerja adalah dari kalangan anak-anak. Saat jam makan siang, Dania menghubungi seseorang yang ia butuhkan saat ini. Dania merasa ia tak bisa lagi menahan semuanya sendiri, Dania membutuhkan seseorang yang bisa mendengarkan ceritanya. “Aku ke sana sekarang ya, Tante,” ucapnya pada seseorang di seberang telepon. Dania tak memiliki banyak waktu, oleh karena itu ia harus buru-buru. Wanita itu membuka jas dokternya dan membawa mobil dengan cepat. Dania datang ke sebuah cafe, di sana sudah ada seorang wanita yang menunggunya. “Mami …” panggilnya seraya berjalan mendekat ke arah wanita tersebut. Itu adalah tante Pradita, seorang wa
Suasana dingin malam ini, seolah tak terasa saat kedua insan saling menukar kehangatan di tengah kegiatan malam. Dania Regita, seorang wanita berusia dua puluh delapan tahun merasa bahagia karena menikah dengan seorang pria yang menjadi kekasihnya semenjak mereka masih berkuliah. Ya, Dania dan Hadi Prayoga memutuskan untuk menikah walaupun mereka masih duduk di bangku kuliah. Pernikahan yang penuh cinta itu kini telah berjalan tujuh tahun. Namun, diantara keduanya masih belum dikarunia anak. Dania yang berprofesi sebagai dokter spesialis anak, lebih sering menghabiskan waktunya di rumah sakit. Tapi, meski begitu wanita yang memiliki rambut sebahu dengan kulit putih bersih itu tetap berusaha menjadi istri yang baik bagi suaminya. Selain cantik, Dania juga memiliki hati yang baik. Ia tidak pernah berburuk sangka kepada siapapun, jika tidak ada bukti yang akurat. Dania juga merasa bersyukur, di tujuh tahun pernikahan mereka, ia dan Hadi masih sama-sama saling me
Seperti hari-hari sebelumnya, Dania berangkat ke rumah sakit tempatnya bekerja setelah berpamitan kepada sang suami. Sementara Hadi akan pergi ke toko. Di rumah yang berukuran cukup luas itu, kini hanya ada mbok Darmi seorang. Karena Dania dan Hadi belum dikarunia seorang anak meski pernikahan mereka sudah berjalan selama tujuh tahun. Dania tetap santai meski kadang ada ucapan orang lain yang kurang enak di dengar mengenai keturunan. Namun, baginya selama Hadi baik-baik saja dan tidak menuntut hal itu, bukan masalah besar untuknya. “Pagi!” ucapnya menyapa dua rekan kerja yang sama-sama berprofesi sebagai seorang dokter. “Pagi, Dania. Eh, kamu udah tau belum?” celetuk seorang dokter wanita yang bernama Almira, bisa dibilang Almira ini adalah teman dekat Dania ketika di rumah sakit. “Tahu apa?” Dania balik bertanya sambil mengerutkan keningnya. “Itu loh, artis yang selingkuh. Padahal istrinya cantik, baik, wanita karir, eh suaminya selingkuh sama perempuan spea
Dania tak ingin banyak pikiran dan berburuk sangka. Ia percaya penuh kepada suaminya. Mungkin Hadi tak ingin Dania datang ke rumah itu, karena merasa kepercayaan Dania padanya berkurang. Wanita cantik berambut sebahu itu menghela nafas perlahan, ia mengikuti suaminya untuk masuk ke dalam kamar. Terlihat, Hadi baru keluar dari kamar mandi. Kulit putihnya mengeluarkan aroma mawar dari sabun yang ia kenakan saat mandi. Rambut hitamnya masih meneteskan beberapa bulur air yang membuat wajah tampannya terlihat begitu fresh. Setiap kali melihat Hadi, perasaan Dania seperti saat mereka masih berpacaran semasa kuliah. Karena tidak banyak yang berubah dari pria itu. Hanya tubuhnya saja yang sedikit berisi, karena semasa kuliah, tubuh Hadi tidak kekar seperti sekarang. “Setelah ini mau makan, Mas?” tanya Dania secara baik-baik, bahkan wanita itu mengulas senyum pada bibir manisnya. “Tidak usah, aku sudah makan di luar sebelum pulang,” jawab Hadi sambil berpakaian. En
Langkah kaki Dania semakin mendekat, tangannya ia ulurkan untuk mengambil ponsel tersebut. Satu jengkal lagi tangan kanannya menyentuh benda canggih itu, namun tiba-tiba saja sebuah tangan kekar mendahuluinya. Refleks Dania menoleh ke arah Hadi yang kini telah berdiri di sampingnya. “Mas ….” Dania membeku sejenak, ia menatap wajah Hadi yang terlihat panik. Pria itu segera mematikan ponsel tersebut dan memasukkannya ke dalam saku celana dengan cepat. “Itu hp siapa, Mas? Itu hp kamu ya?” Dania mengeluarkan pertanyaan dengan kedua mata yang masih menatap intens ke arah suaminya. “Iya, ini hp aku,” jawab Hadi, pria itu menarik nafas dengan perlahan wajah tegangnya berubah tenang. “Sejak kapan kamu punya hp lagi? Kok kamu gak ngasih tahu aku?” Layaknya seorang istri yang ingin mengetahui tentang suaminya. Dania kembali melemparkan pertanyaan. “Emmm … ini belum lama sih, baru beberapa hari. Karena hp aku yang lama sudah lemot, jadi aku beli hp yang baru. Ini khusus pe
Dania pulang dari rumah sakit dengan rasa sedikit kecewa. Karena ia datang menjenguk mertuanya sekaligus ingin bertemu dengan suaminya. Namun, ternyata Hadi tidak ada di sana. Yang membuat Dania kepikiran ialah, kemana perginya Hadi? Bahkan, sampai Resti juga tidak mengetahuinya. Dania tiba di rumah sekitar pukul sembilan malam, karena perjalanan dari Gresik ke Surabaya cukup lumayan. “Selamat datang Tuan Putri!” sambut mbok Darmi seraya membuka pintu lebar-lebar untuk majikannya. “Terima kasih, Mbok. Oh iya, Mas Hadi belum datang ya? Kok mobilnya gak ada?” tanya Dania seraya menoleh ke arah garasi mobil. Di sana hanya ada mobilnya yang baru saja ia parkiran. “Belum, Non. Mungkin Tuan lagi sibuk,” jawab mbok Darmi dengan wajah menunduk. Wanita paruh baya itu seolah tak ingin melihat wajah sendu Dania yang membuatnya ikut merasa pilu. “Sibuk? Sibuk apa ya?” Dania berpikir sejenak. Jika dibilang sibuk, lebih sibuk dirinya di rumah sakit, karena pekerjaan Hadi han