Kaluna menggerakkan kelopak matanya dengan berat saat ia merasakan kecupan di payudaranya, rasa geli Kaluna rasakan saat putingnya dibelai oleh benda hangat nan kenyal yang membuat putingnya kembali mengeras."Jonathan, kamu ngapain?" bisik Kaluna kaget karena melihat bibir kekasihnya itu sudah berada di puting payudaranya mirip seperti seorang bayi yang sedang menyusu pada ibunya, "ampun ... kenapa aku kaya yang lagi menyusui gini, sih."Jonathan tertawa pelan sambil menjilat puting payudara Kaluna, "Aku baru sadar kalau payudara kamu itu bikin gemes.""Hahaha ... ya ampun, Jo, kenapa kamu jadi manja gini? Kaya balik lagi jadi Jonathan pas SMA bukan Jonathan menyebalkan yang hobinya marah-marah dan judesnya bukan main," kekeh Kaluna sambil bergerak menjadikan lengan Jonathan bantalan dan membelai lengan Jonathan yang kekar dengan pipinya. Ia suka merasakan urat Jonathan yang menonjol membelainya.Tangan Kaluna menarik selimut untuk menutup dadanya dan dengan cepat Jonathan menarik sel
7 tahun yang lalu ...."Apa itu?" tanya Gendis saat melihat Kaluna membuka kotak bekalnya."Roti bakar kacang strawberry buatan Jonathan," sahut Kaluna sambil mengambil satu dan memberikannya ke tangan Gendis, "enak ... cobain, deh."Gendis memakan roti yang Kaluna berikan, "Ehm ... iya, enak ... beruntung banget kamu tiap hari bisa makan roti buatan Jonathan," bisik Gendis sambil menghabiskan rotinya."Tenang, nanti aku bagi buat kamu," ucap Kaluna sambil mengedipkan sebelah matanya.Gendis hanya bisa tersenyum kecup melihat senyuman Kaluna, "Lun ... kamu juara kelas lagi dan tadi aku lihat di papan pengumuman nilai kamu paling tinggi."Kaluna hanya mengangguk tanpa peduli dengan berita yang Gendis sampaikan, ia lebih suka menikmati rotinya daripada mendengar prestasinya. "Lun ....""Iya, apa? Aku juara kelas lagi? Ya udah, nggak spesial juga. Walaupun aku jadi juara kelas berkali-kali juga nggak bakal bikin ayah aku bangga, Ndis," ucap Kaluna sambil mengecupi ujung-ujung jarinya ya
"Kalian ngapain?" ulang Kaluna lagi sambil menarik tangan Jonathan dan melihat Gendis bingung."Aku tunggu di parkiran, Yang," ucap Jonathan sambil mengusap pucuk rambut Kaluna dan memberikan tatapan mata 'nanti kita ngobrol' ke arah Kaluna karena wanita itu terlihat ingin membantah perkatannya.Setelah Jonathan pergi Kaluna melihat Gendis meminta penjelasan kenapa sahabatnya itu memegang tangan Jonathan. "Ngapain kamu tadi, Ndis?""Nggak kok, tadi aku cuman mau minta tolong Jonathan aja diajarin masak kata dia boleh dan tadi dia pegang tangan aku karena aku ampir jatuh jadi, dipegangin gitu tapi ...." Gendis mengerling nakal ke arah Kaluna, "dia nggak mau lepas.""Jonathan kayanya nggak gitu deh, Ndis," ucap Kaluna yang yakin seratus persen kalau Jonathan bukan pria genit. Tiga tahun berpacaran dengan Jonathan, Kaluna tidak pernah melihat Jonathan genit ke wanita lain."Nggak tahu," ucap Gendis acuh sambil mengangkat kedua bahunya, "selalu ada yang pertama untuk segalanya, kan. Mungk
Brak ... brak ... brak ....Kaluna yang sedang tidur tersentak kaget saat mendengar suara gebrakkan di pintu kamarnya. Tubuhnya terlonjak dari ranjang dan kesadaraannya seolah ditarik paksa hingga membuat kepalanya pusing akibat terbangun secara tiba-tiba."I-iya," bisik Kaluna takut sambil mencengkeram selimutnya mencoba untuk meredam rasa takunya. Spontan Kaluna mengambil ponselnya dan melirik jam yang ada di dinding, jantungnya berdebar saat menyadari kalau saat ini sudah pukul 2 subuh.Brak ... brak ... brak ....Perasaannya kalut dan rasa takut dengan cepat menjalar keseluruh tubuhnya karena dia tahu siapa yang sedang menggedor pintu kamarnya."Buka! Buka sialan! Buka kau!!!" teriak Pamungkas dengan suara menggelegar."A-ayah," bisik Kaluna ketakutan. Sial ... ini sudah jam 2 subuh Emma pasti sudah tidur dan Kaluna yakin kalau Pamungkas saat ini sedang dalam keadaan mabuk.Brak ... brak ... brak ...."Buka!!! Buka!" teriak Pamungkas menggila sambil menendang-nendang pintu kamar K
Brak ....Suara benda yang dibanting terdengar dengan jelas di telinga Kaluna, mata Kaluna yang tadinya menutup seketika itu juga terbuka dengan cepat. Saat itu juga wajah Pamungkas berubah menjadi wajah Emma yang menatapnya dengan tatapan waswas."I-Ibu? I-Ibu?" bisik Kaluna tidak percaya dengan penglihatannya. Ia mencoba meraih wajah Emma untuk memastikan keberadaan Emma, ia menjerit keras saat merasakan rasa hangat di ujung-ujung jarinya saat menyentuh pipi Emma."Ibu, Ayah! Ayah! Ayah," jerit Kaluna dengan suara pilu. Jantungnya berdebar lebih cepat dan emosinya meledak, Kaluna spontan memeluk tubuh Ibunya."Pergi! Kaluna, pergi!" teriak Emma sambil mengambil celana Kaluna dan menjejalkan ke tangan Kaluna. Matanya menatap Kaluna ketakutan sambil sesekali melirik ke arah Pamungkas yang terkapar di ujung ruangan sedang mengaduh karena tubuhnya dipukul kursi kayu oleh Emma."Bu ... ayo, ayo ... pergi," bisik Kaluna sambil berdiri dan mengambil barang-barangnya secara random. Mencoba m
"Lari Kaluna!" Kaluna menahan napasnya saat mendengar teriakkan Emma di balik pintu dan beberapa kali Kaluna mendengar suara gebrakan pintu yang terasa menyayat hatinya karena dia tahu kalau saat itu yang sedang beradu dengan pintu adalah tubuh Emma. "Ibu," teriak Kaluna keras sambil menggedor pintu rumahnya dan beberapa kali mencoba membuka pintu dengan menggerakkan gagang pintu ke atas dan ke bawah berkali-kali namun nihil, pintu rumahnya itu sudah terkunci dan berbeda dengan pintu yang ada di dalam rumah, di mana terbuat dari kayu tipis semacam tripleks. Pintu luar rumah Kaluna terbuat dari kayu jati yang sangat keras. Brak ... brak ... brak .... "Ayah! Stop! Ibu ... Ibu ... Ibu ...," teriak Kaluna sekeras mungkin hingga suaranya hampir hilang dan telapak tangannya terasa sakit dan memerah karena Kaluna terus menggedor pintunya sekeras mungkin. "Lari Kaluna! Lari!" Terdengar teriakkan perintah dari Emma meminta Kaluna untuk pergi dari sana dan menyelamatkan dirinya. "Ibu!!!" j
Kring ... kring ... kring ....Jonathan yang sedang asyik mengerjakan tugasnya di ruang tengah dengan malas beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah telepon."Iya," ucap Jonathan setelah mengangkat teleponnya."Jo, Sayang ... Mamih sama Papih nggak bisa pulang, yah ... kita di rumah sakit nungguin Eyang. Nggak apa-apa, kan? " tanya Pipit."Ah ... ya udah, nggak apa-apa," sahut Jonathan. Ia tidak berkeberatan tinggal di rumah sendirian dan lagi dia sudah besar bukan anak TK lagi. "kabari Jojo kalau ada apa-apa ya, Mih.""Iya, kamu hati-hati dan kunci pintu yang bener, kalau udah kerjain PR kamu jangan begadang," ucap Pipit yang tahu kalau anak semata wayangnya itu sangat suka begadang sambil menelepon pacarnya."Nggak usah teleponan sama Kaluna sampe subuh, nanti di sekolah juga kamu ketemu dia lagi. Emang nggak bosen apa?" goda Pipit dan langsung tertawa saat mendengar dengusan keras dari Jonathan."Tenang, Kaluna nggak bakal ilang kok besok," goda Pipit lagi."Udah ah, Mih ... Joj
"Yang, ya ampun, aku ... aku ....""Jo, aku kayanya hina banget, Jo ... aku udah nggak bagus lagi dan yang bikin aku gini adalah orang yang seharusnya sayang sama aku, ini ... ini ...." Lagi-lagi Kaluna tersedak ludahnya sendiri saat kembali membayangkan apa yang baru saja terjadi beberapa jam yang lalu.Sebuah kejadian yang membuat dirinya hancur sehancur-hancurnya, dan sialnya yang membuat itu semua terjadi adalah Pamungkas, ayahnya sendiri."Ayah ... di—""Nggak usah panggil dia ayah! Nggak ada ayah yang seperti itu kelakuannya! Bejat, jangan pernah panggil dia ayah lagi, Yang! Dia iblis!" sentak Jonathan sambil menarik handuk dan membungkus tubuh Kaluna serapat mungkin.Rasa sakit dan amarah bercampur menjadi satu hingga membuat Jonathan mengepalkan kedua tangannya. Ingin sekali Jonathan mencari Pamungkas dan menghajarnya, ia sama sekali tidak takut dengan lelaki yang menyandang gelar Ayah bagi Kaluna karena menurut Jonathan manusia macam itu tidak pantas menyandangnya! Sinting!