"Apa Ibu tidak salah dengar?" tanya Sekar kaget dan menatap Pamungkas dengan tatapan marah. Apa-apaan ini! Berani sekali anak lelaki yang selalu menuri dirinya tiba-tiba membangkang! "Ibu keluar," ulang Pamungkas lagi dengan nada suara lebih tegas dan terdengar sangat memaksa bercampur letih. "Kamu gila, hah!" sentak Sekar sambil menunjuk wajah Pamungkas. "aku ini Ibumu! Aku yang melahirkan kamu, kenapa kamu malah membela anak lonte sialan itu, Pamungkas!" sentak Sekar sambil menepuk dadanya keras-keras, saking kerasnya Sekar terbatuk pelan.Mendengar Sekar batuk, Kaluna terkekeh pelan sambil berguman, "Udah tua sosoan tepuk-tepuk dada, mampus yang ada."Sekar mendelik dan melihat Kaluna dengan mata yang seolah ingin memakan Kaluna bulat-bulat. "Anak kurang ajar nggak tau aturan! Mulut kamu nggak pernah disekolahin, apa!""Lah, gimana mau disekolahin? Wong punya Bapak aja ogah biayain sekolah anaknya ampe anaknya ngemis-ngemis cuman but bayar iuran sekolah padahal cuman bayar seteng
“Mas!”“Pamungkas!” Kaluna terdiam sambil menatap kaget saat melihat Frida ditampar oleh Pamungkas yang entah bagaimana caranya bisa berjalan dengan cepat ke arah tantenya itu.Kaluna mengerjapkan matanya mencoba mengingat apa yang baru saja terjadi, ia ingat dirinya menolak untuk memaafkan Pamungkas lalu tiba-tiba Frida ngamuk dan siap untuk menerkamnya lalu entah bagaimana ceritanya tiba-tiba Pamungkas menampar Frida lalu berkata kurang ajar. Wow! Apa dia sedang bermimpi, seumur hidup baru sekarang ini dirinya dibela Pamungkas dari cercaan dan kelakuan kasar tante dan neneknya. Tanpa sadar Kaluna tersenyum tipis ada sedikit rasa senang dan puas karena dibela oleh Pamungkas, walaupun perasaan itu tidak bisa mengubah rasa bencinya pada Pamungkas yang sudah memora morandakan kehidupannya.“Mas! Kenapa Mas tampar aku?” tanya Frida sambil menyentuh pipinya yang terasa panas dan perih namun sumpah demi apa pun rasa perih di pipinya tidak seberapa dari rasa perih di dadanya. Sakit hati.
“Astaga Pamungkas!!!”“Kamu pasti bohong!” potong Frida sambil menunjuk Kaluna yang langsung disambut tawa oleh Kaluna.“Buat apa aku bohong! Itu lelaki aja udah mengakui, kan! Bahkan sampai detik ini aku masih bisa merasakan gerayangan tangan lelaki bangsat itu ditubuh aku! Kamu sangka kenapa Ibu bersikeras bercerai dengan dia dan kabur melarikan diri sejauh mungkin dari dia! Bahkan walau dia mencari Ibu, Ibu kabur sejauh-jauhnya padahal dia sudah bertahan selama tujuh belas tahun mendampingi lelaki sialan itu dengan harapan lelaki itu sadar akan kesalahannya atau salah satu dari kalian mati dan menghentikan fitnahan bangsat yang selalu kalian tunjukkan untuk ibu!” sentak Kaluna sambil menunjuk Frida dan Sekar bergantian dan tangan yang lainnya menggaruk leher juga dadanya karena pikirannya tiba-tiba memikirkan sentuhan menjijikan Pamungkas.“Tapi, saat sidang ….”“Ibu jaga nama baik aku! Nggak mungkin di sidang ibu bilang kalau lelaki bangsat itu nyaris memperkosa aku! Kebayang aku h
“Argh!!!”Brak … Brak ….Bug … Bletak … Brak … Brak ….Frida bergidik setiap mendengar teriakkan dan suara-suara benda yang menghantam lantai dan dinding. Semua suara itu berasal dari dalam kamar Pamungkas yang saat ini tertutup sangat rapat.Brak!!!Tubuh Frida spontan bergidik saat mendengar suara pintu yang digebrak dengan sangat keras hingga membuat pintu kamar Pamungkas bergetar hebat hingga membuat Frida mau tidak mau suka tidak suka saling bertatapan dengan Sekar yang saat ini sedang duduk dengan tubuh yang sama-sama bergetar dan saling tatap dengan tatapan bingung.“Bangsat! Keparat! Anjing kalian semua! Anjing!” teriak Pamungkas dengan suara yang sangat keras, bahkan Frida berani bertaruh kalau suara Pamungkas pasti terdengar hingga ke rumah tetangga yang jaraknya tidak lebih dari satu jengkal.“Bu,” bisik Frida sambil mencengkeram lengan Sekar, “gimana ini? Mas Pamungkas kenapa jadi gitu?” tanya Frida kebingungan sambil terus melihat ke arah pintu kamar Pamungkas yang terus
"Kamu kemarin ke mana?" tanya Jonathan saat ia melihat Kaluna keluar dari dalam kamarnya. Emosi rasanya kemarin tiba-tiba Kaluna meninggalkan dirinya lalu sangat sulit dihubungin hingga membuat Jonathan uring-uringan sendiri dan akhirnya memutuskan untuk datang ke rumah Kaluna pagi-pagi sekali."Ibu mana?" tanya Kaluna acuh. "Ke pasar sama Om Wisnu karena mau buka toko pagi-pagi karena katanya ada pesanan," sahut Jonathan sambil berdiri dari kursinya dan berjalan ke arah Kaluna yang saat ini sedang mengucep matanya dengan muka bantal. "Bisa jawab pertanyaan aku?" tanya Jonathan yang sedikit kesal karena Kaluna mengabaikan pertanyaannya padahal sepanjang malam Jonathan uring-uringan sendiri mencari cara menghubungi Kaluna. Bahkan, ia mencoba menghubungi Emma dan Emma menjawab Kaluna belum pulang ke rumah. Jonathan yang tidak mau membuat Emma waswas akhirnya berbohong kalau Kaluna baru saja pulang dari rumahnya padahal calon istrinya itu sudah pergi dari rumahnya dua jam sebelum Jona
"Mau apa?" tanya Kaluna saat merasakan tangan Jonathan yang mulai membelai payudaranya yang masih tertutup sempurna pakaiannya. Jonathan tidak menjawab dan malah mencengkeram bokong Kaluna lalu mengangkatnya pelan yang otomatis membuat Kaluna membelitkan kakinya di pinggul Jonathan. "Mau apa?" ulang Kaluna lagi dengan suara menggoda karena sejujurnya ia tahu apa yang diinginkan pria yang akan menikahi dirinya itu beberapa minggu lagi. Tanpa banyak kata Jonathan menyusupkan tangannya ke balik pakaian Kaluna mencoba mencari sesuatu yang sedari tadi menggoda dirinya dan membuat ia tidak bisa fokus saat berbincang dengan Kaluna. Saat jemarinya bergerak dengan gerakkan yang membuat tubuh Kaluna meremang akhirnya Jonathan menemukan apa yang dia inginkan. Payudara Kaluna tanpa bra dengan puting payudara yang sudah mengeras sempurna seolah meminta untu Jonathan puja."Ah." Kaluna mendesah keras saat merasakan permukaan ibu jari Jonathan menyapu putingnya dan dalam sepersekian detik Kaluna
Jonathan memeluk tubuh Kaluna dan mengecupi pucuk rambut kekasihnya yang saat ini sedang bergelung manis di dadanya setelah percintaan liar yang baru saja ia lakukan tadi di ruang tamu keluarga rumah Kaluna. "Ngapain?" tanya Kaluna yang merasakan kecupan juga usapan tangan di pucuk kepalanya, terasa sangat hangat namun, entah kenapa membuat Kaluna ingin menggoda Jonathan dengan pertanyaan bodohnya."Ngusap anak kucing," jawab Jonathan pelan sambil kembali mengecup pucuk rambut Kaluna lagi."Meong?" bisik Kaluna dengan suara sensualnya seraya mendongkah dan menatap Jonathan yang saat ini sedang menahan tawanya dengan puppy eyes andalannya."Hahaha ... kamu mau apa? Kamu kalau kaya gini pasti ada keinginan," ucap Jonathan yang sudah sangat paham gerak-gerik Kaluna.Kaluna langsung memamerkan deretan gigi putihnya lalu mengecup pipi Jonathan manja, "Mau kamu.""Boleh, ambilah ... ambil semuanya sampai habis," bisik Jonathan diiringi tawa renyah khasnya."Jangan sampai habislah, sisain d
"Mati nggak?" Kaluna langsung mendapatkan tepukkan pelan dari Jonathan dan saat ia melihat wajah kekasihnya itu ia langsung mendapatkan sorot mata kesal."Apa?" tanya Kaluna dingin, hatinya sudah sangat dingin dan tidak peduli lagi dengan keadaan Pamungkas. Kasarnya mau lelaki itu mati di rawa-rawa sekali pun Kaluna tidak peduli sama sekali. Ia muak!"Nggak gitu juga jawabnya, Yang," bisik Jonathan sambil membelai bagian belakang badan Kaluna pelan."Ya, mau jawaban apa? Kalau nggak mati buat apa? Nyusahin hidup, dia yang ada," jawab Kaluna ketus sambil berusaha untuk tidak melihat wajah Jonathan yang saat ini melihatnya seolah dirinya adalah orang paling durhaka di muka bumi karena mendoakan kematian ayahnya."Yang, itu bapak kamu." "Bapak macem apa yang kelakuannya kaya gitu?" tanya Kaluna sambil memutar bola matanya dan akhirnya berani kembali melihat wajah Jonathan dengan tatapan sedingin es kutub utara. "Setidaknya dia masih punya ikatan darah sama kamu, sudahlah maafkan dia, Y