“Argh!!!”Brak … Brak ….Bug … Bletak … Brak … Brak ….Frida bergidik setiap mendengar teriakkan dan suara-suara benda yang menghantam lantai dan dinding. Semua suara itu berasal dari dalam kamar Pamungkas yang saat ini tertutup sangat rapat.Brak!!!Tubuh Frida spontan bergidik saat mendengar suara pintu yang digebrak dengan sangat keras hingga membuat pintu kamar Pamungkas bergetar hebat hingga membuat Frida mau tidak mau suka tidak suka saling bertatapan dengan Sekar yang saat ini sedang duduk dengan tubuh yang sama-sama bergetar dan saling tatap dengan tatapan bingung.“Bangsat! Keparat! Anjing kalian semua! Anjing!” teriak Pamungkas dengan suara yang sangat keras, bahkan Frida berani bertaruh kalau suara Pamungkas pasti terdengar hingga ke rumah tetangga yang jaraknya tidak lebih dari satu jengkal.“Bu,” bisik Frida sambil mencengkeram lengan Sekar, “gimana ini? Mas Pamungkas kenapa jadi gitu?” tanya Frida kebingungan sambil terus melihat ke arah pintu kamar Pamungkas yang terus
"Kamu kemarin ke mana?" tanya Jonathan saat ia melihat Kaluna keluar dari dalam kamarnya. Emosi rasanya kemarin tiba-tiba Kaluna meninggalkan dirinya lalu sangat sulit dihubungin hingga membuat Jonathan uring-uringan sendiri dan akhirnya memutuskan untuk datang ke rumah Kaluna pagi-pagi sekali."Ibu mana?" tanya Kaluna acuh. "Ke pasar sama Om Wisnu karena mau buka toko pagi-pagi karena katanya ada pesanan," sahut Jonathan sambil berdiri dari kursinya dan berjalan ke arah Kaluna yang saat ini sedang mengucep matanya dengan muka bantal. "Bisa jawab pertanyaan aku?" tanya Jonathan yang sedikit kesal karena Kaluna mengabaikan pertanyaannya padahal sepanjang malam Jonathan uring-uringan sendiri mencari cara menghubungi Kaluna. Bahkan, ia mencoba menghubungi Emma dan Emma menjawab Kaluna belum pulang ke rumah. Jonathan yang tidak mau membuat Emma waswas akhirnya berbohong kalau Kaluna baru saja pulang dari rumahnya padahal calon istrinya itu sudah pergi dari rumahnya dua jam sebelum Jona
"Mau apa?" tanya Kaluna saat merasakan tangan Jonathan yang mulai membelai payudaranya yang masih tertutup sempurna pakaiannya. Jonathan tidak menjawab dan malah mencengkeram bokong Kaluna lalu mengangkatnya pelan yang otomatis membuat Kaluna membelitkan kakinya di pinggul Jonathan. "Mau apa?" ulang Kaluna lagi dengan suara menggoda karena sejujurnya ia tahu apa yang diinginkan pria yang akan menikahi dirinya itu beberapa minggu lagi. Tanpa banyak kata Jonathan menyusupkan tangannya ke balik pakaian Kaluna mencoba mencari sesuatu yang sedari tadi menggoda dirinya dan membuat ia tidak bisa fokus saat berbincang dengan Kaluna. Saat jemarinya bergerak dengan gerakkan yang membuat tubuh Kaluna meremang akhirnya Jonathan menemukan apa yang dia inginkan. Payudara Kaluna tanpa bra dengan puting payudara yang sudah mengeras sempurna seolah meminta untu Jonathan puja."Ah." Kaluna mendesah keras saat merasakan permukaan ibu jari Jonathan menyapu putingnya dan dalam sepersekian detik Kaluna
Jonathan memeluk tubuh Kaluna dan mengecupi pucuk rambut kekasihnya yang saat ini sedang bergelung manis di dadanya setelah percintaan liar yang baru saja ia lakukan tadi di ruang tamu keluarga rumah Kaluna. "Ngapain?" tanya Kaluna yang merasakan kecupan juga usapan tangan di pucuk kepalanya, terasa sangat hangat namun, entah kenapa membuat Kaluna ingin menggoda Jonathan dengan pertanyaan bodohnya."Ngusap anak kucing," jawab Jonathan pelan sambil kembali mengecup pucuk rambut Kaluna lagi."Meong?" bisik Kaluna dengan suara sensualnya seraya mendongkah dan menatap Jonathan yang saat ini sedang menahan tawanya dengan puppy eyes andalannya."Hahaha ... kamu mau apa? Kamu kalau kaya gini pasti ada keinginan," ucap Jonathan yang sudah sangat paham gerak-gerik Kaluna.Kaluna langsung memamerkan deretan gigi putihnya lalu mengecup pipi Jonathan manja, "Mau kamu.""Boleh, ambilah ... ambil semuanya sampai habis," bisik Jonathan diiringi tawa renyah khasnya."Jangan sampai habislah, sisain d
"Mati nggak?" Kaluna langsung mendapatkan tepukkan pelan dari Jonathan dan saat ia melihat wajah kekasihnya itu ia langsung mendapatkan sorot mata kesal."Apa?" tanya Kaluna dingin, hatinya sudah sangat dingin dan tidak peduli lagi dengan keadaan Pamungkas. Kasarnya mau lelaki itu mati di rawa-rawa sekali pun Kaluna tidak peduli sama sekali. Ia muak!"Nggak gitu juga jawabnya, Yang," bisik Jonathan sambil membelai bagian belakang badan Kaluna pelan."Ya, mau jawaban apa? Kalau nggak mati buat apa? Nyusahin hidup, dia yang ada," jawab Kaluna ketus sambil berusaha untuk tidak melihat wajah Jonathan yang saat ini melihatnya seolah dirinya adalah orang paling durhaka di muka bumi karena mendoakan kematian ayahnya."Yang, itu bapak kamu." "Bapak macem apa yang kelakuannya kaya gitu?" tanya Kaluna sambil memutar bola matanya dan akhirnya berani kembali melihat wajah Jonathan dengan tatapan sedingin es kutub utara. "Setidaknya dia masih punya ikatan darah sama kamu, sudahlah maafkan dia, Y
Kaluna berjalan di lorong rumah sakit dengan menyeret kakinya dan bahkan sejujurnya saat ini Kaluna seolah sedang di tarik oleh Jonathan agar mau berjalan saking malasnya Kaluna melangkahkan kakinya mendekati ruang ICU di rumah sakit itu."Males, Jo," bisik Kaluna sambil menolehkan kepalanya melewati bahu lalu melihat manik mata Jonathan yang saat ini sedang menatapnta seolah dirinya adalah mahluk paling hina di dunia karena menolak untuk membesuk ayah kandungnya sendiri."Yang, masuk aja. Cuman masuk, liat dan keluar," pinta Jonathan sambil mendorong lembut punggung Kaluna hingga membuat tubuh kekasihnya itu maju mendekati pintu yang menghubungkan lorong dengan pintu ICU."Kamu ngomong enak, cuman masuk, liat dan keluar. Enak kamu ngomong gitu, gampang! Sedang aku yang menjalaninya mau muntah dan enek, aku muak sama ayah aku, Jo," seru Kaluna dengan suara tertahan karena ia masih punya malu untuk berteriak-teriak di rumah sakit. "Yang." Jonathan menghela napas pelan, menghadapi Kalu
Sekar hanya bisa mengangguk pelan karena jujur memang itu gelar yang pantas disematkan untuk anak lelakinya, bahkan, kalau boleh jujur Sekar beranggapan Iblis pun malu namanya disematkan pada Pamungkas, akibat kelakuan gila anaknya itu."Aku nggak mau lama-lama," bisik Kaluna sambil memanjangkan lehernya berusaha melihat orang yang berbaring di ranjang rumah sakit di depannya."Nggak usah terlalu lama, nggak papa," bisik Sekar sambil berjalan tertatih ke arah pinggir ranjang dan mendekatkan wajahnya ke kuping Pamungkas seolah membisikkan sesuatu yang tidap Kaluna dengar."Ah ... uhm ... ah ...." Terdengar suara Pamungkas dan terlihat Pamungkas mengacung-ngacungkan kedua tangannya ke arah Kaluna. Kalun mundur beberapa langkah saat melihat Pamungkas berusaha untuk bangun dari tidurnya. Terlihat Pamungkas mencoba untuk mengangkat badannya namun ditahan oleh Sekar."Lun ... argh ... Ka-lu-na ...." Suara Pamungkas yang serak terdengar di kuping Kaluna hingga membuat bulu kuduknya merinding
Seperti ada setan yang menhasutnya tanpa sadar Kaluna menekan kedua jempolnya sekencang mungkin hingga membuat Pamungkas tak mampu bernapas dan mengeluarkan suara orang tercekik."Astaga, Kaluna ... Kaluna." Terdengar suara panik Sekar yang kaget saat melihat dan mendengar Pamungkas dicekik oleh Kaluna. Dengan cepat ia mendekati Kaluna dan berusaha untuk melepaskan cekikkan tangan Kaluna.Dirinya tersentak kaget saat ia melihat kalau tangan Kaluna saat ini dipegang dan ditahan oleh Pamungkas sendiri. Gilanya Sekar melihat keikhlasan dari Pamungkas. "Lepas, Nak ... lepas," bisik Sekar lesu."Bunuh Ayahmu ini, Nak ...." Pamungkas berkata sambil tersenyum pedih, "Ayah ikhlas ... Ayah pantas menerimanya," bisik Pamungkas sambil mencoba tersenyum di antara sakitnya cekikkan Kaluna."Ampun, Kaluna ... lepas, lepas!" jerit Sekar sambil memukul lengan Kaluna dengan membabi buta dan menahan tangisnya sendiri hingga suaranya terdengar bergetar.Kaluna tidak mendengar apa pun juga, pikirannya k