“Maaf, apa kita kenal?”
Jleger ....
Bagai petir disiang bolong pertanyaan Jonathan seolah menampar Kaluna dan mengempaskan rasa bahagia Kaluna yang sudah membumbung tinggi karena bisa bertemu kembali dengan lelaki yang pernah mencintai, melindungi dan menyayangi dirinya dulu.
"Hah?" Hanya ucapan itu yang keluar dari mulut Kaluna saking kagetnya.
"Apa kita kenal?" ulang Jonathan sambil menatap langsung ke mata Kaluna.
"Itu ...." Kaluna salah tingkah, ia ingin berkata kalau mereka kenal dan membeberkan bukti-bukti yang ada kalau mereka dulunya adalah sepasang kekasih.
Kaluna melihat sekelilingnya, ruangan itu mungkin sudah lebih kosong tapi, masih ada beberapa orang yang membereskan kursi dan bila Kaluna ngotot berkata kalau dia mengenal Jonathan lalu berakhir dengan adu mulut dengan Jonathan, Kaluna bisa pastikan peristiwa itu bisa menyebar dengan cepat ke semua pegawai Moon. Kaluna belum siap menjadi buah bibir di sana.
“Kalau ditanya itu dijawab, Mbak Kaluna,” ucap Jonathan sambil menyerahkan buku ke tangan Kaluna, “itu menu baru untuk bulan depan, saya minta kamu siapkan semuanya,” lanjut Jonathan.
“I-iya?” tanya Kaluna yang masih dalam mode kaget dan kebingungan karena mendapatkan respons sedingin itu dari Jonathan. Ia dengan cepat memeluk buku yang Jonathan berikan dan berusaha untuk mencerna apa yang baru saja terjadi, namun, nihil! Satu-satunya yang ada di pikirannya saat ini adalah ia diacuhkan oleh Jonathan!
Kaluna memberanikan diri untuk menatap mata Jonathan dan lagi-lagi dirinya merasa seolah sedang diremehkan oleh lelaki itu, tatapan dingin Jonathan seolah menusuknya tanpa ampun dan menghinanya, “Saya ....”
“Sampai kapan kamu mau ada di depan saya? Mending kamu ke kitchen dan siap-siap untuk servise, Mbak Kaluna,” ucap Jonathan sambil menunjuk pintu keluar. “Sekarang, Mbak Kaluna!”
Kaluna terhenyak dan meninggalkan Jonathan sambil berusaha menahan emosi dan rasa bingung yang saat ini menyelimuti dirinya, sumpah demi apa pun, itu Jonathan mantan kekasihnya!
***
"Chef ... Wagyu Steak medium rare," teriak Okhe di samping kuping Kaluna.
"Hah?" teriak Kaluna kaget sambil menoleh ke arah Okhe.
"Wagyu Steak medium rare, ready," ulang Okhe sambil menunjuk piring yang ada di depan Kaluna dengan wajah kesal karena rasanya ia sudah menyia-nyiakan waktunya untuk berjalan ke arah Kaluna karena wanita itu tidak mendengar teriakkannya sama sekali.
Kaluna yang pikirannya sedang tidak fokus akibat memikirkan Jonathan yang bersikap dingin dan seolah tidak mengenali dirinya terkesiap. "Medium rare?"
"Yes, Chef medium rare dan kamu harus cek tingkat kematangannya, Chef," ucap Okhe sambil menekankan kata cek di kalimatnya.
"Cek?" Kaluna masih belum sadar dengan situasinya.
Okhe membulatkan matanya dengan kesal karena merasa Kaluna sedang tidak fokus hari ini dan itu adalah sesuatu yang sangat gawat! Ini hari sabtu dan sebentar lagi makan malam yang akan membutuhkan tingkat konsentrasi yang sangat tinggi! "Kal—"
"Sini!" Sebuah tangan mengambil piring milik Okhe.
"Jonathan," bisik Kaluna sambil melihat orang yang mengambil piring Okhe.
Jonathan dengan cepat mengiris wagyu steak tersebut untuk melihat tingkat kematangannya. Kepalanya mengangguk puas saat melihat warna merah muda masih terlihat dibagian tengah Wagyu Steak, "Bagus, kembali ke station."
Okhe menghela napas lega dan dengan cepat kembali ke stationnya karena ia masih harus memasak beberapa daging steak lagi.
"Jo, a—"
"Kamu." Jonathan menunjuk Kaluna, "jangan jadi beban buat team kitchen! Kamu Sous Chef, tugas kamu bantu saya, bukan jadi beban!" sentak Jonathan.
"Fokus! Atau keluar dari dapur saya!" teriak Jonathan.
Teriakkan Jonathan seolah menampar Kaluna dan memaksa wanita itu untuk kembali ke realita. "Iya, Jo—"
"Panggil saya Chef Jonathan, Mbak Kaluna," desis Jonathan dengan menekankan kata Mbak Kaluna sambil meninggalkan Kaluna yang berdiri mematung.
Kaluna menggigit bagian bawahnya berusaha menahan tangisnya. Rasa sakit hati, pedih dan malu bercampur menjadi satu membuat Kaluna benar-benar luluh lantah. Kaluna memutar tubuhnya dan mengusap air mata yang mengalir di ujung pelupuk matanya.
"Fokus Kaluna! Fokus!" seru Kaluna sambil menepuk kedua pipinya sekeras mungkin agar dirinya bisa kembali fokus dan bekerja kembali dengan baik.
"Tabel 24, Dua New York Sirloin, satu Seafood Platter, dan 2 Australian Lamb Chops," teriak Jonathan membahana di ruangan dapur yang panas.
"Yes, Chef!" Semua orang termasuk Kaluna menyahut omongan Jonathan dan langsung bergerak membuat menu yang Jonathan minta.
Kali ini Kaluna benar-benar fokus dan membuang semua pikirannya mengenai Jonathan. Sesekali ia merasa kalau Jonathan memperhatikan dirinya tapi, saat Kaluna membalas tatapan Jonathan pria itu langsung membuang muka atau bahkan menatap sinis pada dirinya. Apa salahnya?
••
“Hari ini kamu kenapa? Cengo mulu kaya orang dongo?” tanya Okhe sambil memberikan air minum untuk Kaluna.
Kaluna hanya bisa tersenyum tipis dan mengambil botol minuman yang Okhe sodorkan, ia sangat bersyukur bisa melewati hari ini dengan baik walau ia benar-benar keteteran saat dirinya bekerja tadi. “Capek aja, banyak pikiran.” Tidak mungkin ia mengatakan kalau seharian ini pikirannya hanya dipenuhi dengan Jonathan, mantan sialan yang pura-pura tidak mengenali dirinya.
“Ini, mau? Mama aku bikin lemper dan aku bikin cheese cake, makan aja.” Kaluna memberikan kotak makan yang ia bawa dari rumah, “bagiin sama yang lain.”
Okhe dengan cepat mengambil kotak makanan yang disodorkan Kaluna dengan senyuman merekah, "Makasih, loh, lemper buatan mama kamu memang paling enak. Ah ... ampir lupa, kamu dicari sama Pak Raka,” sahut Okhe sambil menunjuk ke arah ruangan Raka.
"Ish ... bukannya bilang dari tadi," ucap Kaluna sambil beranjak dari sana dan melempar botol minumannya. Kakinya ia langkahkan ke kantor Raka yang ada di ujung koridor sambil sesekali melihat sekeliling mencoba mencari sosok Jonathan. Nihil.
Jonathan tidak ada di mana pun juga, mungkin lelaki itu sudah menghilang ditelan bumi atau lebih baik kembali saja dia ke New Zaeland agar Kaluna tidak memikirkannya lagi dan hatinya tenang.
Saat sampai di depan pintu ruangan Raka, Kaluna terhenti karena mendengar percakapan dua orang melalui celah pintu yang sedikit terbuka.
"Ini enak ...."
Kaluna mengintip dan sadar kalau yang berbicara adalah Jonathan dan Raka. Matanya melihat Jonathan yang sedang memakan cheese cake buatannya, tanpa sadar senyuman muncul di wajahnya.
"Iya, emang enak dan lagi lempernya juga enak. Gue mungkin mau masukin cheese cake-nya ke menu karena kalau lemper nggak masuk sama menu restoran," ucap Raka sambil mengambil sesendok cheese cake.
"Bisa ... bisa dimasukin kalau kata gue dan emang enak," ucap Jonathan lagi sambil kembali menyuap cheese cake-nya dan bahkan mengambil piring lalu menikmatinya sendirian. "Ada rasa orange di cheese cake-nya, terlihat simpel tapi gue ngerasa banyak ledakan rasa yang sesuai, enak."
Tok ... tok ....
"Maaf, Pak ... Bapak panggil saya?" tanya Kaluna sambil masuk ke dalam ruangan dan sekali lagi Kaluna sadar kalau Jonathan mengalihkan pandangannya.
"Kaluna sini masuk," panggil Raka.
"Ngapain dia di sini?" tanya Jonathan pelan berharap Kaluna tidak mendengar perkataannya.
"Lo tadi bilang cheese cake itu enak, kan?" tanya Raka dan dijawab Jonathan dengan anggukkan. "Kaluna ini yang buat ... nah, Kaluna jadi saya da—"
"Nggak enak ... seret," ucap Jonathan cepat sambil menyimpan piring dengan sedikit melempar, dengan cepat Jonathan mengambil botol minum dan meminumnya dengan serampangan, "nggak enak, kering."
Jonathan menggerakkan tangan di lehernya menirukan gerakkan lelaki yang dipenggal.
"Tadi, lo bilang enak, loh," ucap Raka bingung dengan perubahan sikap Jonathan, "kamu bilang itu enak tadi."
"Saya juga denger Chef Jonathan bilang enak," ucap Kalula yang kesal karena melihat tingkah Jonathan yang menyebalkan.
Jonathan melihat wajah Raka dan Kaluna bergantian sambil berkacak pinggang lalu menghela napas keras, "Tadi enak tapi ... dry, kering ...."
"Ini cheese cake, gimana bisa kering?" tanya Raka bingung karena dia juga mencoba kue itu dan ia rasa enak.
Raka mengambil piring bekas Jonathan sambil tersenyum simpul, "Dia bilang nggak enak dan kering tapi sisanya cuman sesendok, rada lain kurasa otaknya," ucap Raka kesal sambil melihat wajah Kaluna.
Jonathan terus terbatuk-batuk, berusaha menunjukkan kalau chesse cake milik Kaluna tidak enak sambil berjalan keluar ruangan, saat sampai di ambang pintu keluar ia berbalik dan berkata, “Mbak Kaluna kue kamu nggak enak!”
Kaluna hanya bisa memaksakan senyumannya pada Raka dan Jonathan sambil memaki di dalam hatinya, “Jelas-jelas tadi dia bilang enak, kenapa sekarang jadi nggak enak! Kupatahkan juga lehermu Jonathan!”
••
Kaluna hanya bisa meremas kain lapnya dengan gemas setelah keluar dari ruangan Raka, saat ini dia membayangkan kain itu adalah leher Jonathan, lelaki menyebalkan yang membuat dirinya hari ini uring-uringan. Dengan kesal ia berjalan hingga meja kasir, ia ingin pulang sesegera mungkin. Ia ingat kalau tadi pagi ia menyembunyikan semua barangnya di bawah meja kasir karena ia terlambat datang dan tak sempat menyimpan semuanya ke loker khusus miliknya. “Kok ....” Wajah Kaluna berubah pias karena tidak menemukan barang-barang miliknya. “Astaga ... ke mana tas aku?” tanya Kaluna sambil memasukkan kepalanya ke dalam lemari yang ada di bawah meja kasir dengan cemas. Ampun ... sial sekali ia hari ini! Dimulai harus bertemu dengan Jonathan hingga harus kehilangan semua barang miliknya. “Kema ....” “Kamu ngapain di sana?” Kaluna terdiam saat sebuah suara maskulin yang sangat ia kenal memanggilnya, “Jonathan,” bisik Kaluna pelan sambil memutar tubuhnya dan berdiri menghadapi pria tampang yang
"Aku nggak ningalin kamu!" sentak Kaluna tidak terima dengan perkataan Jonathan.Jonathan tersenyum sinis sambil terus berjalan meninggalkan Kaluna, sampai tangannya ditarik, "Apa?" tanya Jonathan kasar namun detik itu juga ia langsung merasa bersalah karena melihat mata Kaluna yang sedih."Apa?" ulang Jonathan dengan nada yang lebih lembut."Aku nggak ningalin kamu begitu aja, Jonathan." Kaluna meremas tangan Jonathan.Jonathan menghela napas sambil menepis tangan Kaluna, "Semua udah berlalu, percuma kita obrolin sekarang.""Tapi, aku nggak ninggalin kamu, aku nggak mungkin tega ninggalin kamu gitu aja," bisik Kaluna masih merasa tidak enak dengan tuduhan yang Jonathan berikan."Mau kamu ninggalin aku atau bukan, waktu udah berjalan dan sekarang kita udah nggak ada hubungan sama sekali. Semua yang terjadi dulu, lebih baik kita lupain aja, kita fokus ke masa saat ini," ucap Jonathan sambil berjalan meninggalkan Kaluna."Maksud kamu dilupain?" tanya Kaluna sambil berjalan mengikuti Jon
"Ya ampun, Jo," pekik Kaluna panik dengan cepat ia mendekati Jonathan yang sudah terduduk di trotoar di samping sepedanya. "Astaga ... Jojo maaf." Kaluna dengan cepat mengeluarkan botol minum dari tasnya."Gila kamu Kaluna! Argh ... apa ini, panas!" teriak Jonathan sambil mengipasi wajahnya yang terasa panas bukan main.Kaluna dengan cepat mengguyur wajah Jonathan dengan air lalu menyekanya dengan celemek yang selalu ia bawa di tasnya, sesekali dia meniup-niup wajah Jonathan entah untuk apa, berharap tiupannya bisa meredakan rasa panas yang Jonathan rasakan."Kaluna, ini apa?" tanya Jonathan lagi sambil mengambil celemek dari tangan Kaluna dan mengusap wajahnya, berusaha mengenyahkan rasa panas di wajahnya. "Kamu semprotin air apa?""Merica," bisik Kaluna pelan dengan wajah bersalah dan mengambil botol semprotannya lalu memasukkannya sedalam mungkin ke dalam tasnya, mencoba menghilangkan barang bukti."Bullshit!" seru Jonathan tidak percaya, "Kalau cuman merica nggak mungkin sepanas i
"Hah? Kapan? Kok bisa?" tanya Jonathan kaget, sebuah informasi baru membuat Jonathan keluar dari zona "Lelaki-Dingin-Tanpa-Hati". Kaluna menatap Jonathan sambil menahan tawanya, ia sekarang sadar kalau pria itu masih sama. Pria itu masih Jonathan yang hangat, perhatian dan sangat manis. "Ehem ...." Jonathan terbatuk lalu membenarkan posisi duduknya, "Kapan?" ulangnya dengan intonasi suara yang lebih kalem. Hampir saja Kaluna tertawa terbahak-bahak mendengar perubahan suara Jonathan, "Saat aku ninggalin kamu," bisik Kaluna sambil menatap langsung ke bola mata Jonathan, berusaha mencari sebuah pergerakan kecil yang menunjukkan kalau Jonathan masih mengingat apa yang telah mereka lakukan sehari sebelum Kaluna pergi meninggalkan Jonathan. Nihil, lelaki itu terlihat biasa saja. "Jadi, kamu ninggalin aku dulu itu karena ibu dan ayah cerai?" tanya Jonathan yang langsung dijawab anggukkan oleh Kaluna. "Ibu menggugat cerai ayah setelah kejadian itu, tapi, ayah ngamuk parah sampai harus dia
Brak!!!Kaluna menghempaskan tubuhnya ke ranjang, dia tidak peduli bila membangunkan Emma ibunya ataupun tetangganya sekalipun, ia lelah hari ini. Emosinya terkuras habis-habisan akibat bertemu dengan Jonathan mantan kekasihnya yang mampu membolak-balikkan perasaannya dengan sangat cepat hari ini.Sedetik dia bisa sangat berbahagia dan didetik berikutnya dia bisa sangat ingin menendang bokong Jonathan sangking emosinya. Sialan."Argh!!" teriak Kaluna sekencang mungkin dibalik bantal, "nyebelin banget kamu, Jo!"Kaluna menggerakkan seluruh tubuhnya seperti bayi tantrum, "Mau kamu apa? Bikin kesel terus bikin aku tersipu-sipu lalu bikin aku ngamuk!" Kring ... kring ....Kaluna mengambil tasnya dan menarik ponsel miliknya, keningnya berkerut karena mendapatkan panggilan tidak dikenal. Penasaran Kaluna mengangkat teleponnya."Halo.""Lama banget angkat teleponnya!"Mendengar suara lelaki di ujung sambungan telepon membuat Kaluna kesal, "Suka-suka lah, telepon-telepon aku. Mau aku angkat
"Jo ...." Kaluna tidak bisa melanjutkan perkataannya lagi karena mulutnya sudah dibekap oleh tangan Jonathan. Kaluna mengangguk saat melihat Jonathan menempelkan jari telunjuknya di bibir, meminta Kaluna untuk diam.Kaluna menoleh dan melihat ayahnya sedang mencari dirinya dengan tatapan membunuh sambil mengacung-ngacungkan tongkat kayu. Kuping Kaluna panas saat mendengar bahasa kebun binatang keluar dari mulut ayahnya. "Keluar nggak!" teriak Indra sambil membanting tongkatnya kesal, rasanya ia ingin mencabik anak gadisnya. "Keluar kau! Berani kamu sama Ayah! Kamu sangka kamu bisa sekolah dan makan itu karena uang siapa? Berani kau melawan, hah!"Air mata Kaluna detik itu juga meleleh dan membasahi tangan Jonathan, Jonathan yang sadar kalau kekasihnya itu menangis dan ketakutan spontan memeluk tubuh Kaluna lebih erat lagi, membenamkan wajah Kaluna ke dadanya berusaha melindunginya."Kamu masih kecil udah ngelawan! Didikan ibu kamu itu nggak ada yang benar! Masih untung kalian berdua
Kaluna berlari seperti orang kesetanan saat taksi online yang ia tumpangi berhenti di depan restoran. "Kenapa aku harus bangun kesiangan, sih!" maki Kaluna sambil melihat sekelilingnya memastikan tidak ada sepeda yang Jonathan gunakan kemarin."Nggak ada sepeda si Jonathan," bisik Kaluna sambil menghela napas lega, ia dengan cepat berjalan ke arah pos satpam untuk mengambil kunci restoran."Pak ... kunci restoran mana?" tanya Kaluna saat sudah sampai pos satpam dan melihat berbagai macam kunci yang tergantung di dinding."Wah ... tadi udah di ambil ....""Sama siapa?!" tanya Kaluna kaget bukan main, matilah dia kalau kunci restoran itu sudah diambil Jonathan. Habislah dia!"Sama Pak Raka," ucap satpam tersebut sedikit kaget karena Kaluna membentaknya."Pak Raka aja atau sama Pak Jonathan juga?" Kaluna waswas bukan main, ia benar-benar panik."Tadi, sih Pak Raka aja," ucap Satpam sambil keluar dari pos jaga dan menunjuk ke arah basement parkir restoran, "tuh mobilnya, baru kok ambilny
Seharian ini Kaluna sama sekali tidak fokus, perasaannya seolah-olah ingin terus menyeretnya pada masa lalu manis pada Jonathan padahal pikirannya sudah berkali-kali memaksanya untuk sadar kalau itu semua sudah tidak ada lagi. Kisah cintanya dengan Jonathan sudah berakhir, sudah hampa, hilang ditelan bumi! Bahkan Jonathan sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan pada dirinya lagi, yang ada lelaki itu membuat dirinya malu atau menyulut emosinya hingga titik puncak."Mbak, maaf ini stok dagingnya benar minta sebanyak ini untuk di antarkan?" tanya pegawai supplayer makanan yang selalu memasukkan bahan makanan ke Moon."Oh ... iya," jawab Kaluna tidak fokus dan asal menjawab saja tanpa melihat kertas laporan yang ada di tangannya, pikirannya benar-benar kalut.Dengan cepat pegawai itu langsung menginstruksikan agar rekan sejawatnya menurunkan muatan daging untuk di masukkan ke dalam restoran. Kaluna terus melihat ke depan seolah jiwanya tidak ada di sana, jiwanya berkelana entah ke man