"Ya ampun, Jo," pekik Kaluna panik dengan cepat ia mendekati Jonathan yang sudah terduduk di trotoar di samping sepedanya. "Astaga ... Jojo maaf." Kaluna dengan cepat mengeluarkan botol minum dari tasnya.
"Gila kamu Kaluna! Argh ... apa ini, panas!" teriak Jonathan sambil mengipasi wajahnya yang terasa panas bukan main.
Kaluna dengan cepat mengguyur wajah Jonathan dengan air lalu menyekanya dengan celemek yang selalu ia bawa di tasnya, sesekali dia meniup-niup wajah Jonathan entah untuk apa, berharap tiupannya bisa meredakan rasa panas yang Jonathan rasakan.
"Kaluna, ini apa?" tanya Jonathan lagi sambil mengambil celemek dari tangan Kaluna dan mengusap wajahnya, berusaha mengenyahkan rasa panas di wajahnya. "Kamu semprotin air apa?"
"Merica," bisik Kaluna pelan dengan wajah bersalah dan mengambil botol semprotannya lalu memasukkannya sedalam mungkin ke dalam tasnya, mencoba menghilangkan barang bukti.
"Bullshit!" seru Jonathan tidak percaya, "Kalau cuman merica nggak mungkin sepanas ini, Kaluna!"
"Sama cabe burung 5 biji, cabe merah 5 biji dan aku kasih minyak kayu putih terus aku gerus dan campur," bisik Kaluna sepelan mungkin berharap Jonathan tidak mendengarnya.
"Gila kamu Kaluna!" teriak Jonathan kaget dengan apa saja bahan racikan dari semprotan yang Kaluna pakai. "Kamu mau bikin orang buta, hah?" tanya Jonathan sambil merebut botol minuman dari tangan Kaluna dan mengguyur wajahnya berusaha untuk menghilangkan rasa panas yang berangsur-angsur menghilang.
"Ya, maaf," bisik Kaluna dengan wajah polos sambil mengipasi wajah Jonathan, "salah kamu ikutin aku! Bukannya kamu tadi udah pulang?"
Jonathan berdecap kesal, "Gila kamu, sumpah ini masih panas! Ada air lagi?" tanya Jonathan sambil melemparkan botol minuman ke arah Kaluna.
"Ih, nggak usah lempar-lempar," gerutu Kaluna kesal sambil mengambil botol minumannya dan memasukkan ke tasnya, "nggak ada lagi airnya, kalau mau kita bisa beli di sana," ucap Kaluna sambil menunjuk ke minimarket 24 jam yang sudah sangat dekat.
"Aku nggak bisa jalan, penglihatan aku masih nggak bener," ucap Jonathan sambil berusaha berdiri dan meraba-raba di mana sepedanya.
Kaluna dengan sigap merangkul pinggang Jonathan bermaksud untuk memapah Jonathan. "Sini aku bantuin," ucap Kaluna yang merasa bersalah.
"Ayo," ucap Kaluna sambil mendorong tubuh Jonathan yang membuat tubuh mereka mau tidak mau saling bergesekkan.
"Nggak usah, aku bisa sendiri," tolak Jonathan sambil mendorong badan Kaluna hingga wanita itu sedikit terhuyung ke samping.
"Aduh ...," seru Kaluna kesal karena niat baiknya ditolak oleh Jonathan. "Ini monyet satu, emang bagusnya aku tendang aja ampe nyungsep di gorong-gorong!" maki Kaluna di dalam hati.
"Terserah kamu, aku tunggu di mini market," ucap Kaluna sambil menepuk-nepuk pahanya dan berjalan melewati Jonathan dengan mengentakkan kakinya.
Brak!
Dengan cepat Kaluna menolehkan kepalanya melewati bahunya dan kaget saat mendapati Jonathan jatuh bersama sepedanya.
"Nah ... kan, kerasa! Keras kepala sih, kepala batu." Kaluna berlari ke arah Jonathan sambil melihat tubuh lelaki yang pernah menjadi kekasihnya itu, melihat apakah ada luka atau cedera, "dari dulu nggak rubah, susah bener dikasih tau! Omongan aku kaya yang masuk dari kuping kiri keluar dari kuping kanan, dah macam angin aja," cerocos Kaluna tanpa jeda saat memarahi Jonathan.
Cara Kaluna memarahi Jonathan bahkan tidak berubah sama sekali, rasanya 7 tahun perpisahan mereka seolah tidak pernah ada.
"Ayo, berdiri ... udah kaya anak kecil aja sampe bisa jatuh segala," ucap Kaluna sambil membantu Jonathan sambil memeriksa lutut lelaki itu.
"Cerewet," bisik Jonathan sambil melihat seluruh tubuhnya dan saat yakin kalau tidak ada luka sama sekali Jonathan bernapas lega.
"Apa?" tanya Jonathan saat menyadari Kaluna sedang memperhatikan dirinya, "udah sana jalan,” usir Jonathan.
Kaluna mengepalkan kedua tangannya sambil memuntahkan semua kata-kata makian yang ia tahu di dalam hatinya, rasa kesalnya sudah mencapai batas maksimum. Ia sadar kalau terlalu lama bernapas di dekat Jonathan dia akan kembali meledak atau bahkan dia bisa saja melemparkan sepeda yang saat ini sedang Jonathan tuntun. "Sabar Kaluna!" desis Kaluna di dalam hati.
"Bisa jalan nggak?" tanya Kaluna yang mencoba menahan emosinya karena dia sadar kalau kesulitan Jonathan bermuara dari dirinya.
"Aku bukan orang lumpuh, Kaluna, aku bisa jalan," ucap Jonathan dingin sambil berjalan dengan mendorong sepedanya.
"Ampuni aku Gusti!!! Kenapa aku dulu bisa suka dan cinta sama cowok gila ini! Dan kenapa ini cowo walau nyebelin masih keliatan ganteng? Kayanya dikasih baju terbuat dari karung goni juga masih ganteng," gerutu Kaluna di dalam hati sambil berjalan beriringan dengan Jonathan.
Setelah mereka berjalan dan Kaluna membelikan dua botol air mineral, mereka duduk di salah satu kursi yang disediakan minimarket. Kaluna terdiam melihat Jonathan yang membasuh wajahnya.
Entah karena Kaluna terlalu emosi atau sambungan otaknya sudah terputus tapi, melihat Jonathan yang sedang mencuci mukanya seolah sedang melihat salah satu model yang ada dilayar kaca. Tubuh Kaluna menegang saat melihat guratan-guratan halus urat di tangan Jonathan yang terlihat setiap lelaki itu menggerakkan tangannya.
Tanpa sadar Kaluna menahan napasnya sendiri mengingat di mana tangan itu pernah menyentuhnya, "Sadar Kaluna!" maki Kaluna di dalam hati sambil mengalihkan pandangannya.
Sesekali Kaluna mencuri-curi pandang ke arah wajah Jonathan yang entah kenapa terlihat lebih tampan daripada terakhir kali mereka bertemu, wajahnya lebih tegas, kulit lelaki itu masih bersih, rambutnya yang berantakkan malah menambah daya tariknya, rahangnya terlihat lebih maskulin dan sumpah demi apa pun juga guratan halus di tangan Jonathan membuat Kaluna kembali merinding. Satu kata untuk Jonathan, lelaki itu tampan.
"Mulut kamu nggak bisa nutup? Nggak takut ada nyamuk masuk?" tanya Jonathan membuyarkan lamunan Kaluna.
Perkataan Jonathan sontak membuat Kaluna menutup mulutnya, ia bahkan tidak sadar kalau saat ini mulutnya terbuka. Memalukan.
"Udah nutup," ucap Kaluna sambil melipat tangannya di dada lalu membuang mukanya, berusaha untuk mengenyahkan semua daya tarik Jonathan yang masih mematikan untuk dirinya.
"Gimana kabar ibu?" tanya Jonathan tiba-tiba memecahkan keheningan.
"Baik, dia baik ... bahkan dia lebih bahagia sekarang," ucap Kaluna sambil mengalihkan pandangannya melihat wajah Jonathan.
"Syukurlah ayah kamu udah sadar," ucap Jonathan yang tahu dengan apa yang terjadi di keluarga Kaluna.
Kaluna tersenyum simpul sambil menengadahkan kepalanya ke langit, "Orang tua aku cerai, Jonathan."
••
"Hah? Kapan? Kok bisa?" tanya Jonathan kaget, sebuah informasi baru membuat Jonathan keluar dari zona "Lelaki-Dingin-Tanpa-Hati". Kaluna menatap Jonathan sambil menahan tawanya, ia sekarang sadar kalau pria itu masih sama. Pria itu masih Jonathan yang hangat, perhatian dan sangat manis. "Ehem ...." Jonathan terbatuk lalu membenarkan posisi duduknya, "Kapan?" ulangnya dengan intonasi suara yang lebih kalem. Hampir saja Kaluna tertawa terbahak-bahak mendengar perubahan suara Jonathan, "Saat aku ninggalin kamu," bisik Kaluna sambil menatap langsung ke bola mata Jonathan, berusaha mencari sebuah pergerakan kecil yang menunjukkan kalau Jonathan masih mengingat apa yang telah mereka lakukan sehari sebelum Kaluna pergi meninggalkan Jonathan. Nihil, lelaki itu terlihat biasa saja. "Jadi, kamu ninggalin aku dulu itu karena ibu dan ayah cerai?" tanya Jonathan yang langsung dijawab anggukkan oleh Kaluna. "Ibu menggugat cerai ayah setelah kejadian itu, tapi, ayah ngamuk parah sampai harus dia
Brak!!!Kaluna menghempaskan tubuhnya ke ranjang, dia tidak peduli bila membangunkan Emma ibunya ataupun tetangganya sekalipun, ia lelah hari ini. Emosinya terkuras habis-habisan akibat bertemu dengan Jonathan mantan kekasihnya yang mampu membolak-balikkan perasaannya dengan sangat cepat hari ini.Sedetik dia bisa sangat berbahagia dan didetik berikutnya dia bisa sangat ingin menendang bokong Jonathan sangking emosinya. Sialan."Argh!!" teriak Kaluna sekencang mungkin dibalik bantal, "nyebelin banget kamu, Jo!"Kaluna menggerakkan seluruh tubuhnya seperti bayi tantrum, "Mau kamu apa? Bikin kesel terus bikin aku tersipu-sipu lalu bikin aku ngamuk!" Kring ... kring ....Kaluna mengambil tasnya dan menarik ponsel miliknya, keningnya berkerut karena mendapatkan panggilan tidak dikenal. Penasaran Kaluna mengangkat teleponnya."Halo.""Lama banget angkat teleponnya!"Mendengar suara lelaki di ujung sambungan telepon membuat Kaluna kesal, "Suka-suka lah, telepon-telepon aku. Mau aku angkat
"Jo ...." Kaluna tidak bisa melanjutkan perkataannya lagi karena mulutnya sudah dibekap oleh tangan Jonathan. Kaluna mengangguk saat melihat Jonathan menempelkan jari telunjuknya di bibir, meminta Kaluna untuk diam.Kaluna menoleh dan melihat ayahnya sedang mencari dirinya dengan tatapan membunuh sambil mengacung-ngacungkan tongkat kayu. Kuping Kaluna panas saat mendengar bahasa kebun binatang keluar dari mulut ayahnya. "Keluar nggak!" teriak Indra sambil membanting tongkatnya kesal, rasanya ia ingin mencabik anak gadisnya. "Keluar kau! Berani kamu sama Ayah! Kamu sangka kamu bisa sekolah dan makan itu karena uang siapa? Berani kau melawan, hah!"Air mata Kaluna detik itu juga meleleh dan membasahi tangan Jonathan, Jonathan yang sadar kalau kekasihnya itu menangis dan ketakutan spontan memeluk tubuh Kaluna lebih erat lagi, membenamkan wajah Kaluna ke dadanya berusaha melindunginya."Kamu masih kecil udah ngelawan! Didikan ibu kamu itu nggak ada yang benar! Masih untung kalian berdua
Kaluna berlari seperti orang kesetanan saat taksi online yang ia tumpangi berhenti di depan restoran. "Kenapa aku harus bangun kesiangan, sih!" maki Kaluna sambil melihat sekelilingnya memastikan tidak ada sepeda yang Jonathan gunakan kemarin."Nggak ada sepeda si Jonathan," bisik Kaluna sambil menghela napas lega, ia dengan cepat berjalan ke arah pos satpam untuk mengambil kunci restoran."Pak ... kunci restoran mana?" tanya Kaluna saat sudah sampai pos satpam dan melihat berbagai macam kunci yang tergantung di dinding."Wah ... tadi udah di ambil ....""Sama siapa?!" tanya Kaluna kaget bukan main, matilah dia kalau kunci restoran itu sudah diambil Jonathan. Habislah dia!"Sama Pak Raka," ucap satpam tersebut sedikit kaget karena Kaluna membentaknya."Pak Raka aja atau sama Pak Jonathan juga?" Kaluna waswas bukan main, ia benar-benar panik."Tadi, sih Pak Raka aja," ucap Satpam sambil keluar dari pos jaga dan menunjuk ke arah basement parkir restoran, "tuh mobilnya, baru kok ambilny
Seharian ini Kaluna sama sekali tidak fokus, perasaannya seolah-olah ingin terus menyeretnya pada masa lalu manis pada Jonathan padahal pikirannya sudah berkali-kali memaksanya untuk sadar kalau itu semua sudah tidak ada lagi. Kisah cintanya dengan Jonathan sudah berakhir, sudah hampa, hilang ditelan bumi! Bahkan Jonathan sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan pada dirinya lagi, yang ada lelaki itu membuat dirinya malu atau menyulut emosinya hingga titik puncak."Mbak, maaf ini stok dagingnya benar minta sebanyak ini untuk di antarkan?" tanya pegawai supplayer makanan yang selalu memasukkan bahan makanan ke Moon."Oh ... iya," jawab Kaluna tidak fokus dan asal menjawab saja tanpa melihat kertas laporan yang ada di tangannya, pikirannya benar-benar kalut.Dengan cepat pegawai itu langsung menginstruksikan agar rekan sejawatnya menurunkan muatan daging untuk di masukkan ke dalam restoran. Kaluna terus melihat ke depan seolah jiwanya tidak ada di sana, jiwanya berkelana entah ke man
"Gue yang suruh."Raka yang awalnya berwajah marah sedikit demi sedikit melunak, "Lo yang suruh? Buat apa?" tanya Raka sambil menatap Jonathan bingung, "otak lo nggak lagi ketabrak meteor, kan, sampai-sampai mesen daging segitu banyak?"Jonathan mengangkat kedua bahunya, lalu melihat sekeliling, "Nggak ada yang perlu di tonton, semua balik kerja."Tanpa diminta dua kali semua orang di restoran kembali bekerja seperti biasa walapun ada beberapa yang masih berbisik-bisik menggosip di belakang. "Heh, lo masih waras, kan? Nggak sakit kan? Ini kelebihan 20 kilo, Jonathan, bukan satu atau dua," ucap Raka sambil mengacungkan kertas ke arah Jonathan.Jonathan menyerahkan kertas yang ia pegang ke Raka, "Itu tanda tangan aku, jadi, artinya aku yang suruh Kaluna buat beli sebanyak itu.""Buat apa?" tanya Raka bingung, "masalahnya ini hanya satu jenis daging, Jonathan, bukan berbagai macam daging.""Iya, nggak papa, emang kita butuh jenis daging itu," ucap Jonathan santai sambil berjalan dan berd
Suara teriakkan beradu dengan suara dentingan perlengkapan dapur terdengar memekakkan telinga. Hawa panas dengan cepat terasa bagi siapa pun yang masuk ke dalam area dapur yang saat ini sedang melakukan servise di jam sibuknya. "Shrim," teriak salah satu chef station khusus seafood sambil berjalan membawa piring ke arah Kaluna.Kaluna mengambil sendok untuk memeriksa makanan yang akan disajikan ke para tamu, sesekali ia mencicipi dan menambahkan seasoning bila dirasa masakannya kurang pas rasanya. Hari ini dia bekerja sesigap dan secekatan mungkin, ia sadar kalau saat ini memikirkan Jonathan berlarut-larut tidak akan membuat hidupnya berjalan lancar."Permisi ... ada komplain," ucap salah satu pelayan sambil membawa piring lalu meletakkannya di depan Jonathan.Jonathan menyerngit lalu melihat potongan steak, "Kenapa?""Tamu pesan well done dan ini." Pelayan itu menunjuk daging yang terlihat masih merah dibagian dalamnya."Astaga." Jonathan menekan-nekan steaknya, "kasih compliment dan
"Loh, kenapa udah pulang?" tanya Emma yang kaget karena Kaluna sudah mengenakan baju tidur dan duduk di ruang keluarga padahal waktu masih menunjukkan pukul 7 malam."Ibu," ucap Kaluna sambil berlari untuk memeluk Emma dan menangis di dada Emma."Lah ... hei, kenapa ini? Kamu kenapa?" tanya Emma makin bingung karena Kaluna memeluknya dan menangis, "kamu sakit, Nak?"Kaluna menggeleng sambil mengikuti Emma yang membawanya ke kursi, ia terus memeluk Emma sambil menangis, "Nggak ... Kaluna cuman kesel, dongkol, benci," ucap Kaluna dengan suara terbata-bata akibat menangis."Benci ama siapa? Siapa yang bikin kamu kesel?" tanya Emma seraya mengusap-usap punggung manja Kaluna. Anak gadisnya ini memang keras kepala dan terlihat kuat tapi, sesungguhnya sangat manja dan selalu overthinking dengan semua masalahnya hingga terkadang membuat Emma kesal."Aku mau keluar aja dari kerjaan aku," isak Kaluna sambil menangis lebih keras lagi bahkan terkesan dibuat-buat."Lah ... kenapa? Kamu kemarin pas