"Jo ...." Kaluna tidak bisa melanjutkan perkataannya lagi karena mulutnya sudah dibekap oleh tangan Jonathan. Kaluna mengangguk saat melihat Jonathan menempelkan jari telunjuknya di bibir, meminta Kaluna untuk diam.Kaluna menoleh dan melihat ayahnya sedang mencari dirinya dengan tatapan membunuh sambil mengacung-ngacungkan tongkat kayu. Kuping Kaluna panas saat mendengar bahasa kebun binatang keluar dari mulut ayahnya. "Keluar nggak!" teriak Indra sambil membanting tongkatnya kesal, rasanya ia ingin mencabik anak gadisnya. "Keluar kau! Berani kamu sama Ayah! Kamu sangka kamu bisa sekolah dan makan itu karena uang siapa? Berani kau melawan, hah!"Air mata Kaluna detik itu juga meleleh dan membasahi tangan Jonathan, Jonathan yang sadar kalau kekasihnya itu menangis dan ketakutan spontan memeluk tubuh Kaluna lebih erat lagi, membenamkan wajah Kaluna ke dadanya berusaha melindunginya."Kamu masih kecil udah ngelawan! Didikan ibu kamu itu nggak ada yang benar! Masih untung kalian berdua
Kaluna berlari seperti orang kesetanan saat taksi online yang ia tumpangi berhenti di depan restoran. "Kenapa aku harus bangun kesiangan, sih!" maki Kaluna sambil melihat sekelilingnya memastikan tidak ada sepeda yang Jonathan gunakan kemarin."Nggak ada sepeda si Jonathan," bisik Kaluna sambil menghela napas lega, ia dengan cepat berjalan ke arah pos satpam untuk mengambil kunci restoran."Pak ... kunci restoran mana?" tanya Kaluna saat sudah sampai pos satpam dan melihat berbagai macam kunci yang tergantung di dinding."Wah ... tadi udah di ambil ....""Sama siapa?!" tanya Kaluna kaget bukan main, matilah dia kalau kunci restoran itu sudah diambil Jonathan. Habislah dia!"Sama Pak Raka," ucap satpam tersebut sedikit kaget karena Kaluna membentaknya."Pak Raka aja atau sama Pak Jonathan juga?" Kaluna waswas bukan main, ia benar-benar panik."Tadi, sih Pak Raka aja," ucap Satpam sambil keluar dari pos jaga dan menunjuk ke arah basement parkir restoran, "tuh mobilnya, baru kok ambilny
Seharian ini Kaluna sama sekali tidak fokus, perasaannya seolah-olah ingin terus menyeretnya pada masa lalu manis pada Jonathan padahal pikirannya sudah berkali-kali memaksanya untuk sadar kalau itu semua sudah tidak ada lagi. Kisah cintanya dengan Jonathan sudah berakhir, sudah hampa, hilang ditelan bumi! Bahkan Jonathan sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan pada dirinya lagi, yang ada lelaki itu membuat dirinya malu atau menyulut emosinya hingga titik puncak."Mbak, maaf ini stok dagingnya benar minta sebanyak ini untuk di antarkan?" tanya pegawai supplayer makanan yang selalu memasukkan bahan makanan ke Moon."Oh ... iya," jawab Kaluna tidak fokus dan asal menjawab saja tanpa melihat kertas laporan yang ada di tangannya, pikirannya benar-benar kalut.Dengan cepat pegawai itu langsung menginstruksikan agar rekan sejawatnya menurunkan muatan daging untuk di masukkan ke dalam restoran. Kaluna terus melihat ke depan seolah jiwanya tidak ada di sana, jiwanya berkelana entah ke man
"Gue yang suruh."Raka yang awalnya berwajah marah sedikit demi sedikit melunak, "Lo yang suruh? Buat apa?" tanya Raka sambil menatap Jonathan bingung, "otak lo nggak lagi ketabrak meteor, kan, sampai-sampai mesen daging segitu banyak?"Jonathan mengangkat kedua bahunya, lalu melihat sekeliling, "Nggak ada yang perlu di tonton, semua balik kerja."Tanpa diminta dua kali semua orang di restoran kembali bekerja seperti biasa walapun ada beberapa yang masih berbisik-bisik menggosip di belakang. "Heh, lo masih waras, kan? Nggak sakit kan? Ini kelebihan 20 kilo, Jonathan, bukan satu atau dua," ucap Raka sambil mengacungkan kertas ke arah Jonathan.Jonathan menyerahkan kertas yang ia pegang ke Raka, "Itu tanda tangan aku, jadi, artinya aku yang suruh Kaluna buat beli sebanyak itu.""Buat apa?" tanya Raka bingung, "masalahnya ini hanya satu jenis daging, Jonathan, bukan berbagai macam daging.""Iya, nggak papa, emang kita butuh jenis daging itu," ucap Jonathan santai sambil berjalan dan berd
Suara teriakkan beradu dengan suara dentingan perlengkapan dapur terdengar memekakkan telinga. Hawa panas dengan cepat terasa bagi siapa pun yang masuk ke dalam area dapur yang saat ini sedang melakukan servise di jam sibuknya. "Shrim," teriak salah satu chef station khusus seafood sambil berjalan membawa piring ke arah Kaluna.Kaluna mengambil sendok untuk memeriksa makanan yang akan disajikan ke para tamu, sesekali ia mencicipi dan menambahkan seasoning bila dirasa masakannya kurang pas rasanya. Hari ini dia bekerja sesigap dan secekatan mungkin, ia sadar kalau saat ini memikirkan Jonathan berlarut-larut tidak akan membuat hidupnya berjalan lancar."Permisi ... ada komplain," ucap salah satu pelayan sambil membawa piring lalu meletakkannya di depan Jonathan.Jonathan menyerngit lalu melihat potongan steak, "Kenapa?""Tamu pesan well done dan ini." Pelayan itu menunjuk daging yang terlihat masih merah dibagian dalamnya."Astaga." Jonathan menekan-nekan steaknya, "kasih compliment dan
"Loh, kenapa udah pulang?" tanya Emma yang kaget karena Kaluna sudah mengenakan baju tidur dan duduk di ruang keluarga padahal waktu masih menunjukkan pukul 7 malam."Ibu," ucap Kaluna sambil berlari untuk memeluk Emma dan menangis di dada Emma."Lah ... hei, kenapa ini? Kamu kenapa?" tanya Emma makin bingung karena Kaluna memeluknya dan menangis, "kamu sakit, Nak?"Kaluna menggeleng sambil mengikuti Emma yang membawanya ke kursi, ia terus memeluk Emma sambil menangis, "Nggak ... Kaluna cuman kesel, dongkol, benci," ucap Kaluna dengan suara terbata-bata akibat menangis."Benci ama siapa? Siapa yang bikin kamu kesel?" tanya Emma seraya mengusap-usap punggung manja Kaluna. Anak gadisnya ini memang keras kepala dan terlihat kuat tapi, sesungguhnya sangat manja dan selalu overthinking dengan semua masalahnya hingga terkadang membuat Emma kesal."Aku mau keluar aja dari kerjaan aku," isak Kaluna sambil menangis lebih keras lagi bahkan terkesan dibuat-buat."Lah ... kenapa? Kamu kemarin pas
"Wah ... tumben bangun pagi," goda Emma saat mendapatkan ciuman selamat pagi di pipinya."Iya, Kaluna mau makan yang banyak, biar bisa menimbun energi karena menghadapi si Curut itu butuh energi yang sangat besar," ucap Kaluna sambil duduk dan memasukkan roti sebanyak mungkin ke mulutnya."Itu beneran namanya Curut?" tanya Emma sangsi karena orang tua mana yang memberikan nama anaknya Curut."Iya, panggil aja curut," jawab Kaluna sambil meminum susunya hingga tandas dan dengan cepat berdiri, ia ingin buru-buru pergi ke tempat kerja, "Bu aku pergi, yah.""Eh ... nggak bareng sama Ibu? Ibu mau sekalian ke pasar," ucap Emma sambil mengambil piring dari meja makan."Ketemu di depan, Bu, aku juga nunggu ojek online dulu," bisik Kaluna sambul berjalan ke arah pintu. Kaluna terus berjalan sambil melihat layar ponselnya karena dia fokus untuk memesan ojek online."Mau bareng?"Langkah Kaluna terhenti saat mendengar sebuah suara maskulin yang ia kenal, tapi, mana mungkin orang itu ada di sana?
"Bagian mana yang mau kamu cekik? Atau kamu apa tadi?" tanya Jonathan sambil mengangkat sebelah alisnya dan menggerakkan tangan Kaluna disetiap inci lehernya, "patahin?"Kaluna hanya bisa menelan ludahnya sendiri, rasa malu Kaluna akibat ucapan Emma seketika hilang saat ujung-ujung telapak tangannya mengelus kulit leher Jonathan yang halus, hangat, berurat dan sensual.Pikiran Kaluna langsung kalut dan tanpa sadar jempolnya mengusal leher Jonathan yang sialnya itu membuat gairah Kaluna meloncat naik ke titik paling tinggi. Dengan segala macam daya dan upaya Kaluna mencoba bersikap tenang namun sulit.Pesona Jonathan seolah menyedotnya tanpa ampun, menenggelamkannya dalam sebuat ledakkan gairah yang membangunkan semua sisi memori tentang apa yang pernah mereka lakukan dulu. Pikiran Kaluna berkelana saat membayangkan dulu bibirnya pernah ada di ceruk leher Jonathan, hidungnya saat ini seolah mencium kembali aroma tubuh khas Jonathan yang ia sukai. Tuhan! Tolong Kaluna, dia bisa gila bil