“Mampus ... mampus,” maki Kaluna sambil memberikan uang kepada sopir taksi dan dengan cepat berlari seperti dikejar setan ke dalam restoran tempat ia bekerja.
“Nah ... kan, mampus udah mulai pula acaranya,” bisik Kaluna sambil melirik ke arah pojok tempat parkir, “sepeda siapa pula itu? Tumben ada sepeda di sana? Udah soksoan pola hidup sehat kurasa karyawan di sini,” lanjut Kaluna sambil membuka pintu restoran secepat mungkin.
Telinganya mendengar suara tepuk tangan di dalam ruangan yang menandakan dia sudah sangat terlambat, “Beneran mampus ini! Aku nggak ada waktu lagi buat naruh semua ini ke loker,” maki Kaluna dengan suara pelan karena takut ketahuan karyawan lain kalau dirinya terlambat.
Matanya melihat sekelilingnya dan entah ide dari mana, Kaluna langsung memasukkan semua barangnya ke bawah meja kasir, “Masuk kamu, masuk ... nanti aku ambil, aku harus cepet. Si Raka pasti udah di sana. Duh ... Gusti selamatkanlah hambamu ini dari terpaan amukan Raka yang walau ganteng tapi kalau marah udah mirip perempuan datang bulan!” Kaluna terus berkomat-kamit bak merapal mantra sambil berjalan ke arah pintu.
Dengan cepat ia memanjangkan lehernya untuk melihat sudah sampai di mana acaranya berlangsung, “Sial, udah selesai pula,” bisik Kaluna miris sambil membuka pintu ruangan dan menundukkan tubuhnya serendah mungkin.
Detik ini Kaluna bersyukur dirinya pendek hingga bisa bersembunyi dari tatapan Raka yang entah bagaimana terasa menghunjamnya. Kaluna akhirnya berdiri di belakang salah satu teman sejawatnya.
“Telat Lun?” tanya Okhe teman sejawatnya di dapur sambil menggeserkan tubuhnya, membuat Kaluna bisa terlihat oleh Raka.
Detik itu juga Kaluna ingin menancapkan salah satu pisau di dapur miliknya ke leher Okhe karena pria itu membuat dirinya terekspose, Raka pasti akan memanggilnya dan memarahinya habis-habisan karena terlambat lagi.
“Itu siapa di belakang Pak Raka?” tanya Kaluna saat ia bisa melihat ke arah depan, ia melihat seorang pria yang sedang berbalik dan berbincang dengan Raka.
“Itu Head Chef baru yang udah dipilih sama restoran pusat di Singapura,” terang Okhe sambil berjalan ke arah pintu keluar karena acara perkenalannya sudah selesai.
Kaluna hanya bisa menganggukkan kepalanya sambil mengikuti Okhe, untuk apa dia di sana? Lebih baik dia ke dapur dan melakukan prepare untuk servise karena sejam lagi restoran akan buka. Saat Kaluna selangkah lagi keluar dari pintu keluar ia mendengar suara panggilan.
“Kaluna.”
“Mampus, kan, mampus udah,” ringis Kaluna sambil menatap wajah Okhe yang saat ini seolah mengejeknya. “Jangan bilang yang manggil gue Raka,” bisik Kaluna dan ia langsung merasakan kecewa karena Okhe tersenyum dan mengucapkan kata good luck tanpa suara yang membuat Kaluna menghela napas.
“Kaluna,” panggil Raka.
Kaluna dengan mengumpulkan semua keberanian yang ia miliki langsung berbalik dan memasang senyuman ramah terbaik miliknya, “Iya, Pak Raka.”
“Sini kamu, saya kenalkan sama Head Chef baru di restoran ini dan perlu kamu tanamankan di pikiran kamu kalau Head Chef baru kita ini tidak suka orang yang ter-lam-bat.” Raka menekannya kata terlambat hingga membuat Kaluna salah tingkah.
Kaluna hanya bisa pasrah, dengan bersusah payah Kaluna menyeret kakinya untuk mendekati Raka. Ia langsung berdiri di belakang lelaki yang sedang membelakangi dirinya.
“Ini orang titisan tiang listrik atau waktu bayi kebanyakan zat besi apa, ya? Tinggi bener,” batin Kaluna sambil memperhatikan tubuh pria itu dan dia yakin seratus persen kalau dibalik seragam chef berwarna putih yang pria itu kenakan pasti terdapat tubuh yang mampu membuat semua kaum hawa tergila-gila, termasuk dirinya.
“Kaluna ini sous chef, yang menggantikan sous chef kita yang sedang cuti hamil, Kaluna kenalkan ini ....”
Lelaki itu berbalik lalu detik itu juga Kaluna dan Raka mengucapkan nama yang sama, “Jonathan.”
“Kaluna ini Jonathan,” ucap Raka yang tidak sadar dengan perasaan Kaluna, “kenapa kamu, Kaluna? Kok pias begitu mukanya? Belum makan?” tanya Raka bingung saat mendapati perubahan air muka Kaluna.
“Hah?” Kaluna mengalihkan pandangan matanya dari tatapan tajam Jonathan yang seolah menghunjam dirinya tanpa ampun. Tuhan ... dia ingat sorot mata itu, dia kenal lelaki di hadapannya itu!
“Kamu sakit atau sekarat mungkin?” tanya Raka yang kesal pada Kaluna yang terlihat pelenga-pelongo, “kamu sampai keringatan begitu.”
“Oh, nggak saya cuman ....” Kaluna menggosok-gosok kedua tangannya di paha dan bersikap senormal mungkin. “Masih untung aku nggak pingsan di tempat karena aku ketemu sama mantan pacar,” batin Kaluna.
“Jonathan,” ucap Jonathan tak acuh sambil mengalihkan pandangannya dari Kaluna seolah melihat Kaluna lebih lama akan membuat dirinya terjangkit virus yang mematikan.
“Hah?” Kaluna kaget saat melihat Jonathan yang seolah-olah tidak mengenali dirinya? Apa-apaan ini? Kenapa Jonathan pura-pura tidak mengenali dirinya? Apa dirinya berubah sebanyak itu sampai-sampai mantan pacarnya itu tidak mengenali dirinya?
“Lo yakin dia nggak budek, kan?” tanya Jonathan sambil memandang sinis pada Kaluna dan mengambil tablet miliknya.
Raka melihat Kaluna bingung, “Kaluna, kamu kenapa?” tanya Raka.
“Ah ... nggak, aku nggak apa-apa, Pak, saya cuman ....” Kaluna menggantungkan kalimatnya, “berpikir Kaluna, saya cuman apa? Nggak mungkin kamu bilang, kalau saya kaget karena mantan pacar saya pura-pura nggak kenal sama saya! Saya salah apa?” batin Kaluna sambil memandang Jonathan dan Raka bergantian.
“Haduh, udah deh ... saya banyak kerjaan, lebih baik kalian berdua ngobrol aja. Kalian coba lebih mengenali diri karena kalian akan banyak kerja di kitchen,” ucap Raka sambil pergi meninggalkan Kaluna dan Jonathan.
Sepeninggalan Raka, Kaluna masih fokus melihat wajah Jonathan. Kaluna berjuang untuk mencari hal lain yang bisa memperkuat dugaannya kalau pria di hadapannya itu ada Jonathan mantan kekasihnya, “Jojo?” Kaluna gembling dengan memanggil Jonathan dengan panggilan kesayangannya dulu.
Hening ....
Lagi, Kaluna melihat Jonathan dari ujung kaki hingga ujung rambut mencoba meyakinkan dirinya kalau lelaki di hadapannya adalah lelaki yang sama. Lelaki yang penuh dengan kelembutan, senyuman yang manis dan belaian yang selalu Kaluna ingat.
Tiba-tiba saja Jonathan menyimpan tabletnya dan menggulung lengan bajunya hingga ke siku. Ekor mata Kaluna dengan cepat melihat sesuatu yang tidak asing di lengan Jonathan, sebuah bekas luka yang tidak asing lagi bagi Kaluna. Bekas luka itu ada karena Kaluna.
"Hai, Jojo?" bisik Kaluna lagi berharap mendapatkan respons yang baik dari Jonathan.
Hening ....
Lelaki di hadapan Kaluna sama sekali tidak bergeming bahkan saat ini Kaluna hanya bisa menahan napasnya karena Jonathan hanya melihatnya dengan tatapan dingin yang sangat menusuk dan Kaluna bersumpah kalau suhu ruangan di sana seolah berubah menjadi lebih dingin.
"Jo ... jo?" ulang Kaluna takut-takut.
Terdengar helaan napas Jonathan, "Maaf, apa kita kenal?"
***
“Maaf, apa kita kenal?”Jleger ....Bagai petir disiang bolong pertanyaan Jonathan seolah menampar Kaluna dan mengempaskan rasa bahagia Kaluna yang sudah membumbung tinggi karena bisa bertemu kembali dengan lelaki yang pernah mencintai, melindungi dan menyayangi dirinya dulu."Hah?" Hanya ucapan itu yang keluar dari mulut Kaluna saking kagetnya."Apa kita kenal?" ulang Jonathan sambil menatap langsung ke mata Kaluna."Itu ...." Kaluna salah tingkah, ia ingin berkata kalau mereka kenal dan membeberkan bukti-bukti yang ada kalau mereka dulunya adalah sepasang kekasih.Kaluna melihat sekelilingnya, ruangan itu mungkin sudah lebih kosong tapi, masih ada beberapa orang yang membereskan kursi dan bila Kaluna ngotot berkata kalau dia mengenal Jonathan lalu berakhir dengan adu mulut dengan Jonathan, Kaluna bisa pastikan peristiwa itu bisa menyebar dengan cepat ke semua pegawai Moon. Kaluna belum siap menjadi buah bibir di sana.“Kalau ditanya itu dijawab, Mbak Kaluna,” ucap Jonathan sambil me
Kaluna hanya bisa meremas kain lapnya dengan gemas setelah keluar dari ruangan Raka, saat ini dia membayangkan kain itu adalah leher Jonathan, lelaki menyebalkan yang membuat dirinya hari ini uring-uringan. Dengan kesal ia berjalan hingga meja kasir, ia ingin pulang sesegera mungkin. Ia ingat kalau tadi pagi ia menyembunyikan semua barangnya di bawah meja kasir karena ia terlambat datang dan tak sempat menyimpan semuanya ke loker khusus miliknya. “Kok ....” Wajah Kaluna berubah pias karena tidak menemukan barang-barang miliknya. “Astaga ... ke mana tas aku?” tanya Kaluna sambil memasukkan kepalanya ke dalam lemari yang ada di bawah meja kasir dengan cemas. Ampun ... sial sekali ia hari ini! Dimulai harus bertemu dengan Jonathan hingga harus kehilangan semua barang miliknya. “Kema ....” “Kamu ngapain di sana?” Kaluna terdiam saat sebuah suara maskulin yang sangat ia kenal memanggilnya, “Jonathan,” bisik Kaluna pelan sambil memutar tubuhnya dan berdiri menghadapi pria tampang yang
"Aku nggak ningalin kamu!" sentak Kaluna tidak terima dengan perkataan Jonathan.Jonathan tersenyum sinis sambil terus berjalan meninggalkan Kaluna, sampai tangannya ditarik, "Apa?" tanya Jonathan kasar namun detik itu juga ia langsung merasa bersalah karena melihat mata Kaluna yang sedih."Apa?" ulang Jonathan dengan nada yang lebih lembut."Aku nggak ningalin kamu begitu aja, Jonathan." Kaluna meremas tangan Jonathan.Jonathan menghela napas sambil menepis tangan Kaluna, "Semua udah berlalu, percuma kita obrolin sekarang.""Tapi, aku nggak ninggalin kamu, aku nggak mungkin tega ninggalin kamu gitu aja," bisik Kaluna masih merasa tidak enak dengan tuduhan yang Jonathan berikan."Mau kamu ninggalin aku atau bukan, waktu udah berjalan dan sekarang kita udah nggak ada hubungan sama sekali. Semua yang terjadi dulu, lebih baik kita lupain aja, kita fokus ke masa saat ini," ucap Jonathan sambil berjalan meninggalkan Kaluna."Maksud kamu dilupain?" tanya Kaluna sambil berjalan mengikuti Jon
"Ya ampun, Jo," pekik Kaluna panik dengan cepat ia mendekati Jonathan yang sudah terduduk di trotoar di samping sepedanya. "Astaga ... Jojo maaf." Kaluna dengan cepat mengeluarkan botol minum dari tasnya."Gila kamu Kaluna! Argh ... apa ini, panas!" teriak Jonathan sambil mengipasi wajahnya yang terasa panas bukan main.Kaluna dengan cepat mengguyur wajah Jonathan dengan air lalu menyekanya dengan celemek yang selalu ia bawa di tasnya, sesekali dia meniup-niup wajah Jonathan entah untuk apa, berharap tiupannya bisa meredakan rasa panas yang Jonathan rasakan."Kaluna, ini apa?" tanya Jonathan lagi sambil mengambil celemek dari tangan Kaluna dan mengusap wajahnya, berusaha mengenyahkan rasa panas di wajahnya. "Kamu semprotin air apa?""Merica," bisik Kaluna pelan dengan wajah bersalah dan mengambil botol semprotannya lalu memasukkannya sedalam mungkin ke dalam tasnya, mencoba menghilangkan barang bukti."Bullshit!" seru Jonathan tidak percaya, "Kalau cuman merica nggak mungkin sepanas i
"Hah? Kapan? Kok bisa?" tanya Jonathan kaget, sebuah informasi baru membuat Jonathan keluar dari zona "Lelaki-Dingin-Tanpa-Hati". Kaluna menatap Jonathan sambil menahan tawanya, ia sekarang sadar kalau pria itu masih sama. Pria itu masih Jonathan yang hangat, perhatian dan sangat manis. "Ehem ...." Jonathan terbatuk lalu membenarkan posisi duduknya, "Kapan?" ulangnya dengan intonasi suara yang lebih kalem. Hampir saja Kaluna tertawa terbahak-bahak mendengar perubahan suara Jonathan, "Saat aku ninggalin kamu," bisik Kaluna sambil menatap langsung ke bola mata Jonathan, berusaha mencari sebuah pergerakan kecil yang menunjukkan kalau Jonathan masih mengingat apa yang telah mereka lakukan sehari sebelum Kaluna pergi meninggalkan Jonathan. Nihil, lelaki itu terlihat biasa saja. "Jadi, kamu ninggalin aku dulu itu karena ibu dan ayah cerai?" tanya Jonathan yang langsung dijawab anggukkan oleh Kaluna. "Ibu menggugat cerai ayah setelah kejadian itu, tapi, ayah ngamuk parah sampai harus dia
Brak!!!Kaluna menghempaskan tubuhnya ke ranjang, dia tidak peduli bila membangunkan Emma ibunya ataupun tetangganya sekalipun, ia lelah hari ini. Emosinya terkuras habis-habisan akibat bertemu dengan Jonathan mantan kekasihnya yang mampu membolak-balikkan perasaannya dengan sangat cepat hari ini.Sedetik dia bisa sangat berbahagia dan didetik berikutnya dia bisa sangat ingin menendang bokong Jonathan sangking emosinya. Sialan."Argh!!" teriak Kaluna sekencang mungkin dibalik bantal, "nyebelin banget kamu, Jo!"Kaluna menggerakkan seluruh tubuhnya seperti bayi tantrum, "Mau kamu apa? Bikin kesel terus bikin aku tersipu-sipu lalu bikin aku ngamuk!" Kring ... kring ....Kaluna mengambil tasnya dan menarik ponsel miliknya, keningnya berkerut karena mendapatkan panggilan tidak dikenal. Penasaran Kaluna mengangkat teleponnya."Halo.""Lama banget angkat teleponnya!"Mendengar suara lelaki di ujung sambungan telepon membuat Kaluna kesal, "Suka-suka lah, telepon-telepon aku. Mau aku angkat
"Jo ...." Kaluna tidak bisa melanjutkan perkataannya lagi karena mulutnya sudah dibekap oleh tangan Jonathan. Kaluna mengangguk saat melihat Jonathan menempelkan jari telunjuknya di bibir, meminta Kaluna untuk diam.Kaluna menoleh dan melihat ayahnya sedang mencari dirinya dengan tatapan membunuh sambil mengacung-ngacungkan tongkat kayu. Kuping Kaluna panas saat mendengar bahasa kebun binatang keluar dari mulut ayahnya. "Keluar nggak!" teriak Indra sambil membanting tongkatnya kesal, rasanya ia ingin mencabik anak gadisnya. "Keluar kau! Berani kamu sama Ayah! Kamu sangka kamu bisa sekolah dan makan itu karena uang siapa? Berani kau melawan, hah!"Air mata Kaluna detik itu juga meleleh dan membasahi tangan Jonathan, Jonathan yang sadar kalau kekasihnya itu menangis dan ketakutan spontan memeluk tubuh Kaluna lebih erat lagi, membenamkan wajah Kaluna ke dadanya berusaha melindunginya."Kamu masih kecil udah ngelawan! Didikan ibu kamu itu nggak ada yang benar! Masih untung kalian berdua
Kaluna berlari seperti orang kesetanan saat taksi online yang ia tumpangi berhenti di depan restoran. "Kenapa aku harus bangun kesiangan, sih!" maki Kaluna sambil melihat sekelilingnya memastikan tidak ada sepeda yang Jonathan gunakan kemarin."Nggak ada sepeda si Jonathan," bisik Kaluna sambil menghela napas lega, ia dengan cepat berjalan ke arah pos satpam untuk mengambil kunci restoran."Pak ... kunci restoran mana?" tanya Kaluna saat sudah sampai pos satpam dan melihat berbagai macam kunci yang tergantung di dinding."Wah ... tadi udah di ambil ....""Sama siapa?!" tanya Kaluna kaget bukan main, matilah dia kalau kunci restoran itu sudah diambil Jonathan. Habislah dia!"Sama Pak Raka," ucap satpam tersebut sedikit kaget karena Kaluna membentaknya."Pak Raka aja atau sama Pak Jonathan juga?" Kaluna waswas bukan main, ia benar-benar panik."Tadi, sih Pak Raka aja," ucap Satpam sambil keluar dari pos jaga dan menunjuk ke arah basement parkir restoran, "tuh mobilnya, baru kok ambilny
"Why?" tanya Jonathan kaget karena Kaluna dengan cepat menjawab pertanyaannya tanpa menunggu jeda atau apa pun juga."Ibu sama siapa, Jo, kalau aku pergi," ucap Kaluna sambil menyuar rambut hitam tebal Jonathan. "Kalau aku pergi, nanti Ibu yang jaga siapa? Kebayang nggak kalau aku pergi tiba-tiba aja Tante Frida dan Eyang Sekar bikin ulah lagi, siapa yang jaga Ibu?""Tapi kan, mereka sudah berjanji nggak bakal ganggu kamu dan keluarga kamu." Jonathan mencoba mengingatkan Kaluna kalau Sekar dan Frida sudah menandatangani surat perjanjian untuk tidak menggangu Kaluna dan Emma karena Kaluna sudah melepaskan semua hak warisnya atas kekayaan dari Pamungkas."Untuk Eyang Sekar aku yakin dia nggak bakal bikin ulah." Kaluna tiba-tiba kembali mengingat pertemuan terakhirnya dengan Sekar di mana nenek tua itu menangis sambil memeluknya dan meminta maaf atas segala kesalahan yang ia perbuat dulu. Sebuah kesalahan yang menorehkan luka sangat dalam bagi Kaluna, sebuah kesalahan yang hampir membua
"Screw you!" maki Jonathan saat Raka kembali mengangat telepon dari dirinya. Hampir pecah kepala Jonathan saat mendengar perkataan Raka yang akan memecat dirinya dan ditambah sudah hampir lima belas menit Raka mengabaikan teleponnya."Cool man," ucap Raka santai sambil menahan tawanya karena dia tahu kalau ia sudah membuat Jonathan murka."Cool? Are you fucking kidding me, Raka!!""Chill oi ... sabar, santai ....""Orang gila mana yang tetep santai saat tahu kalau dirinya dipecat dari tempat dia bekerja? Hah? Orang gila mana? Mana semua resep, bahan dan cara kerja udah lo ambil semuanya!" Jonathan bukan takut tidak berpenghasilan bila dia dipecat dari Moon.Jujur bagi Jonathan untuk kembali membuka restoran dan mencari pekerjaan lain semudah menjentikan jari, sudah banyak pemilik restoran dan hotel-hotel bintang lima yang mau memperkerjakan dirinya. Tapi, yang Jonathan kesal adalah hampir semua resep, cara masak dan fondasi Moon itu adalah hasil buah pikirannya. Anggaplah Moon adalah
"Udah bangun?" tanya Jonathan saat melihat Kaluna membuka matanya, tanpa sadar ia tertawa melihat Kaluna memicingkan matanya karena sinar matahari yang ada si belakang Jonathan."Ah ... mataharinya, Jo," rengek Kaluna manja sambil menepuk dada Jonathan, "kamu kebiasaan deh nggak pernah rapet nutup jendela." Kaluna menarik selimut lalu menutupi wajahnya. "Jangan tidur lagi, Yang," pinta Jonathan sambil menarik selimut Kaluna dan langsung tertawa keras saat melihat raut wajah marah istrinya itu, "kenapa? Ayo bangun, Yang ... ini udah jam sembilan. Malu sama matahari," kekeh Jonathan."Ngantuk, Jo ... sumpah ngantuk banget, kamu sadar nggak sih kalau kita itu baru tidur empat jam," ucap Kaluna sambil melirik Jonathan dan mengembikkan bibirnya karena masih merasa ngantuk.Sumpah tubuh Kaluna saat ini lelah bukan main, rasanya setiap sendi di tubuhnya meminta Kaluna untuk terus berada di ranjang dan kelopak matanya meminta Kaluna untuk kembali tidur tapi, sialnya Jonathan benar-benar meng
Kaluna mendesah saat jemari Jonathan menyusup ke dalam pakaian dalamnya dan mengusap bagian paling sensitif miliknya hingga tanpa sadar ia merenggangkan kedua kakinya untuk menerima sentuhan Jonathan yang selalu membuat dirinya melentingkan tubuh."Yang bisa buka?" tanya Jonathan sambil sesekali mengecupi garis leher Kaluna dengan lembut seolah itu adalah benda yang harus ia sentuh dengan sangat hati-hati.Kaluna yang limbung kerena gulungan kenikmatan yang Jonathan berikan berusaha untuk melepaskan kancing-kancing pakaiannya dengan susah payah, tanpa sadar dia mengutuki kancing-kancing bajunya yang cantik namun sulit untuk terlepas, "Susah," bisik Kaluna.Setelah Kaluna berkata ia merasakan jemari Jonathan keluar dari tubuhnya, menghentikan gerakan erotis nan manis yang membuat Kaluna merasa kecewa karena tidak lagi tergulung dalam kenikmatan yang membuat birahinya meraung. "Jo," desah Kaluna sambil menatap wajah Jonathan yang saat ini sedang menatapnya, tanpa sadar ia mendekatkan w
"Jo, ini kita mau kemana sih?" tanya Kaluna yang kesal bukan main karena sudah duduk di dalam mobil selama hampir dua jam dan sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda kalau mobil itu akan berhenti."Bentar lagi sampai kok, Nyonya ... tenang saja tempatnya bagus," ucap Bli Wayan yang hanya bisa tersenyum mendengarkan pertanyaan Kaluna yang entah sudah keberapa puluh kali diucapkan oleh wanita yang saat ini menatapnya dengan kesal."Bagus sih bagus, Bli, tapi kenapa ini kayanya jauh banget tempatnya, tepos pantat aku yang ada," gerutu Kaluna sambil menggerakkan pantatnya ke kanan dan ke kiri karena sudah mulai merasa sakit. Nasib pantat tepos."Mana yang sakit?" tanya Jonathan sambil menyelipkan tangannya ke punggung Kaluna dan bergerak turun ke arah bokong Kaluna."Aw ... Jo, sakit," pekik Kaluna sambil membulatkan matanya dan menahan tangan Jonathan, "jangan dicubit," rengek Kaluna manja."Sini aku pijitin," ucap Jonathan santai tapi sumpah demi apa pun Kaluna dapat melihat tatapan p
"Kenapa?" tanya Jonathan dari balik kacamata hitamnya yang membuat ketampanannya melonjak naik."Nggak," sahut Kaluna sambil membenarkan posisi duduknya. Saat ini mereka sudah berada di pesawat salah satu maskapai penerbangan komersil Indonesia. Sesekali Kaluna melihat ke arah jendela pesawat yang sudah terlihat awan putih yang menandakan mereka sudah berada di ketinggian yang cukup untuk melepaskan sabuk pengaman, "aku mau ke kamar mandi."Jonathan menggeleng sambil menahan tangan Kaluna, "Nggak ... kamu kenapa? Dari tadi malem kamu gelisah terus bahkan kamu tidur pun gerak mulu." "Aku mau ke kama ...." Kaluna menghentikan ucapannya saat melihat Jonathan melepaskan kacamata hitam dan menatapnya tajam, "Jo.""Duduk," perintah Jonathan dan langsung diikuti oleh Kaluna. Selama beberapa menit mereka saling diam dan tidak berkata apa pun juga, hanya terdengar suara sekitar mereka saja."I am waiting, Yang." Jonathan memecahkan kesunyian sambil melirik ke arah Kaluna, mencoba menjelaskan
"Kenapa lagi?" tanya Cakra saat melihat Karin dan keamanan hotel berada di dekatnya."Saya menemukan Bu Karin ingin membobol salah satu laci di ruangan kerja Bapak, Bapak selalu minta saya untuk menjaga laci di ruangan Bapak dan meminta tidak boleh ada yang membukanya tanpa terkecuali. Jadi, saya mohon maaf tadi saat saya lihat Bu Karin mau membuka laci dari CCTV langsung saya amankan, Pak," ucap keamanan hotel sambil melirik Karin yang terlihat marah."Saya ini istrinya, kamu nggak berhak buat memperla—""Terima kasih Pak, kamu sudah melakukan pekerjaan dengan baik. Sekarang biar saya urus dia sendiri, silakan kembali bekerja." Cakra mengabaikan perkataan Karin sambil meminta keamanan hotel pergi meninggalkan mereka."Aku duluan pulang, yah," ucap Kaluna sambil menepuk bahu Cakra, "bareng dia juga," lanjut Kaluna sambil menunjuk Gendis yang terlihat sedang mengutak atik ponselnya seolah memiliki dunianya sendiri."Kenapa ada itu lonte?" tanya Karin.Kaluna yang bersiap pergi langsung
"Kamu jangan lupa minum obat," ucap Kaluna sambil menutup pintu mobilnya dan berjalan ke arah pintu depan hotel."Iya, aku minum bentar lagi dan kamu udah konsultasi ke Dokte Fina?" tanya Jonathan melalui sambungan telepon."Udah, cerewet," jawab Kaluna sambil menahan tawanya karena sudah semenjak ia membuka matanya Jonathan terus mengingatkannya untuk konsultasi dan melakukan check up ke Dokter Fina."Bener udah? Kalau kamu bohong aku telepon Dokter Finanya," ancam Jonathan."Sono telepon, sekalian datangin hari ini," tantang Kaluna, "kamu kan emang ada janji sama Dokter Fina buat nanti sore jam lima. Aku tahu karena tadi Dokter Fina bilang kamu ubah jadwal konsultasi.""Salahin si Raka sialan ini yang maksa banget buat ketemu dan entah apa lagi yang mau dia bahas padahal dia udah aku kasih semuanya. Bahkan aku udah pilihin sous chef yang normal bukan si Rahmat Mcflurry," maki Jonathan yang kesal karena hari liburnya terganggu karena Raka."Ampun deh aku suka ngakak kalau inget si Ra
Kaluna memekik keras saat ia merasakan jemari Jonathan memasuki dirinya, bergerak dengan ahlinya hingga membuat ia menahan ledakan kenikmatan di bagian paling kecil tubuhnya yang menjalar dengan liat ke seluruh tubuh."Jo ... ah, bisa kamu pel — ah, Jo," desah Kaluna saat ia dibuat pusing karena digulung kenikmatan dari gerakan jemari Jonathan yang selali bisa melambungkan birahinya hingga ketitik tertinggi.Jonathan mencumbu bibir Kaluna untuk membungkam mulut istrinya yang terus mendesah dengan suara paling sensual yang ia dengar. Dengan ahli Jonathan mengecupi rahang Kaluna dan bergerak turun ke arah payudara Kaluna.Birahinya tercambuk sempurna saat ujung lidahnya menyentuh puting payudara Kaluna yang sudah mengeras, seolah sudah menunggu untuk Jonathan puja. Lidahnya bergerak liar nan sensual untuk memberikan kenikmatan bagi Kaluna, sesekali Jonathan menggigit dan menyesap payudara Kaluna. Memujanya.Kaluna hanya bisa menengadahkan kepalanya dan melentingkan tubuhnya saat ia mend