Ruma berjalan cepat meninggalkan kamar enam kosong enam. Dia tidak mendengarkan seruan Raja yang tiba-tiba mendapatkan panggilan darurat dari rumah sakit.
Pria itu ingin sekali mengejar wanita yang telah menghabiskan satu malam bersamanya. Setidaknya duduk tenang tanpa ketegangan. Menyelesaikan masalah yang baru saja terjadi. Namun, waktu seakan tak memberikan restu untuk keduanya.Raja langsung bertolak ke rumah sakit. Meninggalkan kerumitan hatinya yang tengah melanda. Jelas saja dia merasa hidupnya telah berubah dalam semalam.Sementara Ruma pulang ke rumah dengan suasana hati yang sangat tidak nyaman. Beruntung dia masuk shif siang. Jadi, tidak harus dikejar deadline untuk pemeriksaan.Wanita itu pulang dengan taksi. Sepanjang perjalanan, pikirannya menerawang jauh tentang kejadian semalam. Dia agak lupa setelah kedatangannya bersama Rasya ke sebuah jamuan makan.Hatinya bergejolak hebat mengingat itu semua. Lalu, kenapa Rasya meninggalkannya pada seorang pria asing. Apakah dia sengaja lantaran saking tidak cintanya dengannya.Pikiran Ruma kacau, kalau memang itu benar. Suaminya ini tipe pria yang sangat durjana."Sudah sampai Mbak," seru seorang driver menginterupsi. Membuyarkan lamunan sesaat Ruma."Terima kasih Pak," jawab wanita itu bergegas turun usai melakukan pembayaran.Perempuan itu masuk dengan gumaman salam. Jam segini biasanya Rasya sudah berangkat kerja. Suasana rumah juga nampak sepi. Ia menuju kamarnya dengan langkah pelan. Masih tertutup rapat seperti saat kemarin dia meninggalkan."Dari mana saja kamu? Jam segini baru pulang? Sudah tidak punya aturan ya. Seharusnya kamu melakukan tugasmu pagi ini," kata seorang pria mengagetkannya. Suaranya menggelegar mengisi seluruh ruangan.Ruma kaget bukan kepalang mendapati Rasya masih ada di rumah. Terlebih di kamarnya yang jelas tidak pernah pria itu singgahi. Kapan pria itu menyelinap masuk. Sudah jelas pintunya terkunci rapih."Kenapa kamu di sini?" tanya Ruma dingin.Apakah pria itu pura-pura bodoh hingga lupa akan semalam. Sekarang berlagak tidak tahu apa pun dan seolah tak peduli dengan keadaannya. Pria itu bahkan meninggalkannya begitu saja."Ada yang salah? Ini rumahku, bagian mana pun tak masalah aku masuki. Termasuk kamar ini. Dari mana kamu?" tandas pria itu menyorotnya tajam."Ck, seharusnya aku yang bertanya padamu, Mas, kenapa kamu meninggalkan aku semalam?" balas Ruma kesal. Membalas tatapan itu dengan dingin.Suasana hatinya sedang buruk, ditambah sambutan yang begitu ketus oleh suaminya tanpa perasaan. Seolah Ruma memang tidak lah penting sedikit pun baginya."Siapkan aku sarapan, kamu kan tahu aku terbiasa makan di rumah," kata pria itu dingin. Lalu keluar begitu saja tanpa bertanya lagi.Ruma menghela napas sepenuh dada. Ingin sekali menolak dan mengatakan tidak. Namun, Ruma malas berdebat. Ia juga lumayan lapar. Padahal tubuhnya lelah dan terasa sakit semua. Pegal di sana sini.Wanita itu kembali keluar dengan langkah pelan. Mencoba menormalkan langkahnya. Lekas menyiapkan sarapan dengan bahan yang sudah ada. Roti panggang telur keju menjadi pilihannya.Ruma menyiapkan di meja makan. Tak lupa kopi hitam kesukaannya. Baru mengetuk pintu kamar yang tidak boleh wanita itu masuki sesuka hati tanpa seizin pemiliknya."Mas, sarapannya udah siap," ujar Ruma menginterupsi. Berusaha melupakan sengketa rasa yang telah terjadi."Ya," sahut Rasya dari dalam. Keluar dengan tangan sibuk melakukan panggilan. Yang entah dengan siapa. Namun, wajahnya terlihat begitu sumringah."Kamu tidak sarapan?" tanya Rasya begitu mendapati istrinya tidak bergabung di antara kursi yang kosong. Meninggalkannya begitu saja."Kamu duluan saja Mas, aku belum lapar," sahut Ruma melanjutkan langkahnya."Ruma!" panggil pria itu menyeru. Menghentikan langkahnya kembali.Perempuan itu memutar tubuhnya dengan wajah tanda tanya."Ada apa, Mas?" tanya Ruma datar."Kenapa jalan kamu aneh begitu?" tanya pria itu rupanya baru saja memperhatikannya.Sejenak wanita itu terdiam, mencari alasan klise yang paling tepat."Tidak apa Mas, ini kakiku sedikit sakit, jadi agak susah," jawab perempuan itu berdusta. Tidak mungkin juga dia harus berkata jujur tentang semalam. Walaupun dia agak mencurigai suaminya. Ke mana sesungguhnya pria itu pergi semalam.Dia datang bersamanya, seharusnya dia juga pulang bersamanya. Namun, pada kenyataannya ia malah terdampar di kamar pria asing. Siapah pria itu?Ruma tidak berani bertanya. Takut Rasya malah akan mengungkitnya semakin jauh. Sedang dia benar-benar tidak mempunyai jawaban atas malam itu. Haruskah dia mendatangi hotel itu kembali. Barang kali ada bukti yang tertinggal di sana. Sungguh dia sangat penasaran. Siapa yang telah membawanya ke sana."Owh .... " Rasya hanya ber-oh panjang seraya manggut-manggut. Kembali menikmati sarapannya.Ruma melanjutkan langkahnya ke kamar. Dia mengunci rapat dari dalam. Lalu melempar tubuhnya ke pembaringan. Penat sekali rasanya. Ia kembali tertidur begitu saja.Perempuan itu terjaga selepas waktu dhuhur. Dengan malas menarik diri dari pembaringan. Kalau tidak sadar akan pekerjaannya. Dia malas sekali untuk beranjak dari kamar.Perempuan itu baru mau beranjak ke kamar mandi tetiba vibrasi handphonenya berbunyi. Ia menyambar ponselnya yang sedari tadi teronggok begitu saja di nakas. Nama salah satu sahabatnya terpampang jelas di sana."Hallo Vin, ada apa?" sapa Ruma dari sebrang telepon."Lo udah berangkat apa masih di rumah. Tas tensimeter kita kayaknya ketuker," ujar Vina setelah membuka isinya. Dia paham betul miliknya walaupun sama."Eh, iya kah, nanti ditukar balik. Aku baru bangun tidur," kata Ruma sedikit curhat.Kedua wanita satu profesi itu mengakhiri panggilannya.Sementara di tempat yang berbeda. Raja baru saja melakukan penanganan medis pada pasien kecelakaan beruntun. Pagi ini rumah sakitnya begitu hectic menerima banyak pasien dengan luka beragam.Pria itu baru saja selesai dari ruang OK. Menangani pasien yang sudah dijadwalkan siang ini. Setelahnya kembali ke ruangan pribadinya. Menurut jadwal, dia mengakhiri kegiatannya sore ini."Abi, ada apa?" tanya Raja mendapati ayahnya sudah menunggu di ruangannya."Semalam ke mana? Kenapa tidak datang ke rumah, ummimu menunggu sampai larut malam?" tanya pria itu meminta jawaban putranya."Maaf Abi, Raja lupa memberitahu kalau ada seminar. Bagaimana kalau Raja ganti sore ini saja," ujar pria itu mengingat sudah tidak ada jam praktik lagi untuk hari ini."Jangan membuat janji kalau tidak bisa menepati. Serius sedikit Raja, waktunya sudah dekat.""Insya Allah Abi, setelah urusan Raja selesai," ujar pria itu menyanggupi.Raja rencananya sore ini akan mendatangi hotel itu kembali. Dia harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia harus mengumpulkan bukti atas kekejaman ini. Raja merasa sangat dirugikan atas peristiwa semalam."Baiklah, kami tunggu di rumah," ujar pria itu meninggalkan ruangan putranya.Mereka bekerja di tempat yang sama. Berkontribusi di wilayah yang sama. Namun, tidak setiap hari ketemu juga. Raja tidak lagi tinggal bersama ayah ibunya semenjak mempunyai hunian sendiri. Pria itu memilih mandiri.Pria itu baru saja keluar dari lift saat tak sengaja tatapan matanya bertemu dengan seorang gadis yang baru saja memasuki lobby rumah sakit. Mengenakan scrub koas seragam dengan rekan lainnya yang tengah berjalan ke arah lift."Sore Dok," sapa Vina mengangguk ramah.Wanita di sampingnya tak kalah terkejut melihat pria semalam ada di tempat yang sama."Dok, jangan bilang pria itu tugas di sini juga," batin Ruma menatap dengan galau. Dia mengingat jelas pria yang baru saja lewat itu adalah pria satu malamnya.Ruma langsung menundukkan pandangan dan melangkah cepat sembari menarik Vina. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan pria itu lagi di rumah sakit. Jujur, Ruma takut kalau masalah semalam ada yang tahu. Apalagi dia punya suami, dan tengah memperjuangkan cintanya."Apaan sih, Rum, narik-narik. Ada Dokter Raja tuh. Kesempatan nyapa dulu," protes Vina kesal."Kamu kenal?" tanya Ruma polos. Dia sudah hampir dua bulan di rumah sakit ini, tetapi tak begitu paham dengan dokter tadi.Jelas saja dia kenal, bahkan hampir semua staf dan dokter di rumah sakit tahu pria itu siapa."Ya ampun Ruma, seluruh penghuni rumah sakit ini juga tahu kali siapa tuh orang. Kamu ke mana saja. Dokter sekeren Raja sampai tidak kenotice. Ish ish ish."Vina menggeleng takjub. Ke mana saja selama ini sahabatnya itu. "Siapa emang? Senior ya?" tanya Ruma sungguh tak paham dengan pria yang semalam menghabiskan malam panas dengannya. Harap-harap cemas dan berdoa semoga tidak bersenggolan dengannya lagi."Beneran nggak
"Astaghfirullahalazim ...," ucap wanita itu langsung berdiri. Sudah macam melihat hantu saja. Kaget tak terkira melihat pria itu tiba-tiba ada di depannya.Hidup lagi capek-capeknya malah bertemu lagi dan lagi dengan orang satu ini. Kenapa pria itu berkeliaran di sini malam-malam begini. Apakah Dokter itu juga tengah jaga malam."Maaf, saya sedang nugas," ujar wanita itu jelas menghindarinya."Jangan khawatir, saya yang bertanggung jawab di rumah sakit ini. Tolong ikut saya sebentar," ujar pria itu dingin. Wajahnya lempeng tanpa senyum sedikit pun. Memberikan kesan tak nyaman seketika.Mau tidak mau akhirnya Ruma mengikuti langkah Dokter itu. Suasana lorong rumah sakit sangatlah sepi. Hanya satu dua orang petugas nampak berlalu lalang.Mereka menuju lift, hingga sampai di lantai 4. Ruangan Raja ada di sana.Perempuan itu terus mengikutinya, padahal dia harus membuat morning report pagi ini. Kenapa malah terjebak di ruang Dokter begini."Ada apa, Dok?" tanya Ruma langsung saja. Dia mer
Sejak pertemuan sengit itu, Ruma dan Raja berusaha menutup rapat-rapat peristiwa panas malam itu. Raja berusaha menepis rasa bersalahnya, sedang Ruma berusaha melanjutkan hidup dengan suami dinginnya. Sementara ini masih aman, karena pria berstatus suaminya itu masih anti dirinya, dingin, dan hampir tidak peduli. Sedang Raja berusaha mencari tahu apa yang telah terjadi malam itu. "Permisi, selamat sore, saya salah satu pengguna kamar enam kosong enam kemarin. Kalau boleh tahu itu pesanan atas nama siapa ya? Saya juga mau minta rekaman CCTV hari kemarin." "Sore, mohon maaf Bapak, aturan dari kami tidak boleh memberikan identitas pengunjung terhadap orang lain. Harap dijadikan maklum," ucap pegawai resepsionis itu mengatupkan kedua tangannya. Sebenarnya Raja sudah menduga ini akan terjadi. Tetapi apa salahnya mencoba. Dia benar-benar sangat penasaran dengan kejadian malam itu. "Kalau begitu, bolehkah saya melihat rekaman CCTV-nya?" ucap Raja penuh harap. Resepsionis pun menghubungi
"Bagus lah kalau tahu diri, hanya mengingatkan saja. Ini tetap kamarku, dan kamu bisa kembali lagi ke kamarmu setelah mami pulang," ucap Rasnya selalu seenaknya. Seakan tidak pernah menganggap Ruma sedikit pun. Gadis itu tidak menjawab lagi. Sebenarnya dia sangat lelah dan butuh istirahat segera. Namun, rasanya tidak pantas kalau tidak menemui mertuanya yang sudah menyempatkan ke rumahnya. Apalagi beliau orangnya juga sangat baik. "Temui mami, berbaik hatilah kamu dan jangan sampai beliau tahu tentang hubungan kita," kata Rasya mewanti-wanti. Dia selalu mengajarkan Ruma untuk berbohong pada ibunya. Bersikap seolah hubungan mereka normal seperti pasangan lainnya. Padahal tidak sama sekali, semua hanya pencitraan di depan keluarganya saja. Ruma keluar kamar setelah beres mandi. Dia menemui mertuanya yang sudah datang sejak setengah jam lalu. "Assalamu'alaikum Mi," sapa Ruma santun. Seperti biasa, menyalim takzim beliau. "Kamu apa kabar Rum, baru saja pulang ya?""Baik Mi, iya, Mami
"Kamu akan dapat masalah setelah ini," kata Raja menatap serius.Ruma tahu itu dan seharusnya dia memang bersikap profesional. Dia tidak boleh mencampuradukkan urusan pekerjaan dengan hal pribadi. Apalagi untuk kemaslahatan pasien."Sakit, Mas," rengek Rina terdengar begitu manja saat Ruma kembali masuk. Saat ini dia tidak sendiri, melainkan ada Raja juga yang ikut membantu. Atau lebih tepatnya memantau seraya menganalisa pasien.Perempuan itu menghela napas kasar. Mencoba mengabaikan perasaannya yang tak berarti ini. Ruma tahu dia belum dicintai, tapi bisakah dua manusia ini berperikemanusiaan sedikit saja untuk tidak mengumbar kemesraan di depannya."Biusnya hanya sebentar dan kamu tidak harus lihat. Tenang saja, Ruma akan melakukannya dengan baik," kata Raja membuat pekerjaan Ruma setidaknya lebih berarti."Iya, kamu bisa terus menatapku agar teralihkan," hibur Rasya menangkup pipinya."Tenang, Ruma, selesaikan tugasmu dengan baik. Setelah ini, kamu boleh melakukan apa pun sesuka ha
Raja menatap tubuh itu berlalu begitu saja. Mengabaikan rasa penasarannya yang sebenarnya sama sekali bukan urusannya.Wanita itu sempat menengok sekilas, lalu beranjak dengan motornya. Dia tidak begitu peduli penilaian Dokter Raja terhadap dirinya seperti apa. Seharusnya malam ini dia mematuhi perkataan suaminya. Membeli makanan yang enak-enak untuk mertuanya, lalu bersandiwara Rasya akan pulang terlambat karena lembur. Tetapi malam ini Ruma tidak ingin berbohong. Dia hanya memesan makanan tetapi tidak kunjung pulang. Ruma malah menyusul teman-temannya yang saat ini tengah makan di luar. Bukan maksud hati tak patuh, dia hanya sedang lelah. Butuh healing untuk mengembalikan moodnya yang tengah hancur seharian ini. Apalagi besok dia mau menghadapi ujian, tentu butuh fisik yang sehat, serta hati dan pikiran yang baik. "Sorry telat, udah pada pesen?" tanya Ruma langsung bergabung di meja yang sama. Tempat favorit bersama teman-temannya memanjakan perut. "Baru kok, maaf aku kira kamu
"Makasih," ucap Ruma lalu meminumnya. Dia memang haus dan lumayan capek. Beruntung ada Dokter Raja yang menolongnya malam ini. Raja hanya mengangguk mengiyakan. kembali fokus menatap depan dengan posisi masih duduk menyamping di belakang jok kemudi. Kedua kakinya keluar dari mobil. Sementara Ruma berdiri menyenderkan tubuhnya di badan mobil bagian samping. "Dokter baru pulang?" tanya Ruma berbasa-basi. Bingung dan canggung untuk melanjutkan obrolan. "Iya, kenapa tidak meminta jemput suamimu saja. Ini kan sudah malam juga. Apa kamu sudah memberi kabar?" tanya Raja hati-hati. Pria itu tidak bermaksud hendak ikut campur. Suasana sudah malam sedang dia tidak tega meninggalkan Ruma sendirian di jalan. Entahlah, hatinya mendadak sepeduli itu. "Belum." Ruma menggeleng. Sedetik kemudian wajahnya berubah menjadi sendu. Mana suaminya peduli, dia bahkan tidak mau tahu urusan Ruma sedang apa dan lagi apa. "Dokter kalau mau pulang, pulang saja. Sebentar lagi mungkin taksiku datang," ujar Ruma
Raja terus mengamati sampai Ruma masuk bersama seorang wanita. Sementara wajah Rasya terlihat begitu kesal. Pria itu semakin penasaran dengan apa yang tengah terjadi. Namun, tak gegabah menyapa Rasya lantaran tak punya alasan yang tepat maksud keberadaannya di sana. Setelah beberapa menit berlalu, Rasya memutuskan masuk. Namun, langkahnya terhenti saat prasangkanya merasakan ada seseorang di luar sana yang seperti tengah mengamati pergerakannya. Raja sendiri langsung beranjak cepat begitu melihat Rasya menoleh. Dia perlu tahu lebih dulu tanpa melibatkan siapa pun. "Kaya ada orang," gumam Rasya berjalan mendekat. Sekilas seperti melihat bayangan orang lain, tetapi tak begitu jelas. Ia yang hendak masuk malah penasaran untuk melihat dulu siapa dibalik pepohonan hias itu. Sementara Raja yang berada di tempat persembunyiannya pun harap-harap cemas sembari menyiapkan prakata barang kali ditemukan oleh Rasya. Dia berpikir keras untuk mencari alasan yang tepat. "Rasya, ngapain k
Mas Raja yang menggoda, Ruma yang tidak suka. Suaminya ini kenapa malah dicie ciein, apa dia tidak bertanya-tanya kenapa Rina dan ibunya Rasya datang ke rumah. "Rum, maaf mengagetkan kamu pagi-pagi. Kebetulan sekali kalau Dokter Raja juga ada di rumah."Iya, Ruma memang kaget, ada hal penting apa sampai Rina dan mantan ibu mertuanya datang ke rumah. Sepertinya Mas Rasya juga, tetapi kenapa pria itu tidak turun dari mobil. "Iya, silahkan masuk Rin, Tante," ucap Ruma menyambutnya dengan hangat. Yang berlalu biarlah berlalu, yang penting sekarang Ruma mempunyai keluarga yang menyayanginya penuh syukur. "Terima kasih banyak, Rum," jawab Rina dan Tante Maria masuk. Lalu mengambil duduk setelah dipersilahkan. Kedatangan kedua orang di masa lalu Ruma tentu bukan tanpa alasan. Mereka merasa perlu bersilaturahmi untuk melegakan hatinya. Tentu saja karena memang ada suatu hal yang tidak melegakan hatinya. "Sebelumnya, maaf jika kedatangan kami membuat kamu dan keluarga tidak nyaman. Sudah
"Sayang, lama banget, itu MUA-nya udah datang." Raja sampai menyusul ke kamar mandi sebab istrinya tak kunjung keluar. "Suruh nunggu Mas, aku sedikit mual." Ruma keluar kamar mandi dengan wajah sedikit pucat. "Loh, kamu sakit?" Dari semalam Ruma memang kurang enak badan. Sedikit masuk angin dan kurang istirahat lebih tepatnya. Jadi, berefek paginya. Padahal hari ini ada acara aqiqahan baby Maher. Malah mendadak tidak enak badan begini. "Nggak Mas, aku cuma agak mual dikit."Semalam baby Maher banyak rewelnya, tumben sekali bayi mungil itu meminta perhatian lebih. Ruma tidak bisa tidur nyenyak gegara putranya terlihat tidak seperti biasanya. Dia takut sendiri dan sedikit trauma kalau sampai ada apa-apa dengan bayinya. "Masuk angin sih ini. Minum obat ya, aku ambilin. Udah makan kan?""Nggak Mas, nggak usah. Ini udah agak mendingan kok," tolak Ruma merasa lebih baik. Pria itu beranjak mengambilkan minum hangat. Menganjurkan istrinya rehat sejenak. Acaranya masih nanti agak siangan,
Ruma dan Raja sepakat mencari pengasuh untuk baby Maher. Tentu saja untuk meringankan pekerjaan istrinya. Apalagi sekarang Ruma tengah masa pemulihan pasca melahirkan. Sudah pasti repot harus membagi waktu untuk dirinya dan juga bayinya."Mas, nanti aku jadwal kontrol. Sekalian ke rumah sakit ya.""Iya, nanti aku antar. Jam berapa sayang?""Siang lah, kamu hari ini berangkat?""Cutiku udah habis, siang ya, nanti aku anterin dulu kalau pagi. Aku langsung pulang beres dari rumah sakit."Waktu Raja memang sangat sibuk. Dia hanya cuti beberapa hari menemani istrinya di rumah sakit dan di rumah. Selebihnya kembali sibuk di rumah sakit. "Iya, nggak pa-pa, ada suster Anna yang bantuin." Untungnya sesama dokter, jadi lebih tahu kesibukan masing-masing. Tidak menuntut untuk dimengerti sendirian. Saling memaklumi karena kehidupannya memang bukan sepenuhnya milik pasangannya. Harus terbagi dengan banyak orang yang membutuhkan.Setiap libur, Raja selalu meluangkan waktunya full di rumah. Karena
Ruma langsung mengiyakan, HPL memang masih akhir bulan, tetapi benar tanda-tandanya baby boy mau launching. "Bisa jalan?" tanya Raja khawatir. Ruma mengangguk, walau dengan wajah menahan sakit, cukup aman untuk berjalan sampai ke mobil. "Ayo sayang, hati-hati!" Abi Zayyan dan juga Ummi Marsha juga langsung ikut ke rumah sakit. Sementara Bik Sumi pulang dengan taksi membawa belanjaan mereka. "Tambah kerasa ya?" tanya Raja sembari mengemudi perjalanan ke rumah sakit. "Iya Mas, lumayan," jawab Ruma memejam. Mengatur nafas, dan sesekali merilekskan tubuhnya saat tengah nyeri. Ini bukan pertama kali bagi Ruma, tetapi sakitnya tentu sama saja satu rasa. Namanya orang mau melahirkan, di mana-mana pasti luar biasa. "Lancar-lancar ya sayang, bantu Buna," ucap Raja sembari mengelus perut istrinya. Begitu sampai di rumah sakit, Ruma langsung disambut hangat oleh tim medis. Perempuan itu langsung dibawa ke ruang bersalin. Setelah dicek ternyata memang sudah pembukaan tiga. Masih lumayan
Empat purnama tak terasa berlalu dengan cepat, Ruma kini tengah menanti hari-hari kelahiran anak kedua. Perempuan itu juga sudah menyelesaikan waktu magangnya. Jadi, bisa mempunyai banyak waktu di rumah menanti launching anak kedua."Aku berangkat ya, nanti kalau ada apa-apa kabari. Jangan belanja sendirian, nanti malam saja aku temani setelah pulang," pesan Raja tak membiarkan istrinya beraktivitas di luar tanpa dirinya. "Iya Mas, tapi kalau misalnya siang berubah pikiran, terus ditemani Bik Sumi gimana? Kan nggak sendirian juga." Tidak ingin terlalu banyak merepotkan, asal Raja mengizinkan, Rumah tidak mengapa berbelanja sendirian."Duh ... bumil ngeyel ya. Ya sudah, nanti pakai supir saja. Hati-hati ya, ingat selalu berkabar di mana pun berada." Raja mode posesif, bukan apa-apa, dia khawatir mengingat istrinya hamil besar. "Siap Mas, kamu juga hati-hati berangkat kerjanya," balas Ruma mengiyakan. Ruma menyalim takzim suaminya. Raja membalasnya dengan kecupan sayang di keningnya,
"Ya Allah ... capek Mas, izin ke kamar ya," pamit Ruma setelah membantu membereskan sisa acara tadi. Padahal cuma bantuin dikit, tapi berada sekali punggungnya. "Kamu sih, dibilangin nggak usah masih suka maksa. Udah istirahat saja."Kalau Ruma sudah mengeluh, Raja yang khawatir. Istrinya itu kadang bandel, tapi ya namanya juga perempuan aktif, mana bisa diem. "Hem ... tadi nggak berasa Mas, sekarang baru terasa," ucap Ruma beranjak. Raja ikut mengekor istrinya ke dalam. Suasana rumah juga sudah sepi, semua tamu dan keluarga dekat sudah pulang sejak tadi. "Sayang, aku pijitin ya," kata pria itu perhatian. Bukan satu dua kali, Raja memang sering melakukan hal semacamnya saat istrinya mengeluh lelah. Ya walaupun ujung-ujungnya tetap bonus adegan panas. "Hmm ... beneran pijat atau minta bonus." Ruma sadar, wanita itu kemarin menundanya. Dia bahkan berjanji sendiri setelah acara bakalan nyenengin suaminya. Tapi, terkadang ekspektasi tak sesuai realita. Ruma terlihat kelelahan malam
"Tidur sayang, aku tahu kamu capek. Aku nggak akan ganggu," kata Raja pengertian. "Baiknya suami aku. Terima kasih Mas," ucap Ruma merasa merdeka. Dia benar-benar tengah lelah. Beruntung punya Mas suami yang super pengertian, jadi tidak ada drama yang berkepanjangan."Ini beneran kan? Nggak ada mode dendam?" tanya Ruma menatap serius. "Astaghfirullah ... kamu capek kan? Tidur sayang, sebelum aku berubah pikiran," jawab Ruma gemas sendiri. "Oke sayang, besok dobel deh karena malam ini udah baik. I love you," kata wanita itu tersenyum lega. Mengecup pipi suaminya lalu menarik selimut rapat-rapat."Love you more," balas Raja tersenyum sembari mengelus kepalanya lembut. Dia benar-benar meloloskan Ruma malam ini. Tak perlu menunggu lama, wanita itu lelap menemukan kenyamanannya. "Bobok yang nyenyak," ucap pria itu menarik selimut, lalu menciumnya dengan sayang. Raja mana tega eksekusi istrinya mode maksa. Apalagi fisik Ruma tengah mode lelah plus hamil muda. Jadi, menyala sabarnya.Sem
Berita kehamilan Ruma begitu menggembirakan untuk keduanya. Namun, Ruma dan Raja sepakat tidak membagi kabar bahagia ini dulu dengan keluarga besar. Namanya juga baru trimester pertama dan masih rentan, jadi sabar menahan diri untuk berbagi kabar menyenangkan ini. Raja juga khawatir kalau di luar sana ada saja orang yang mungkin tidak berkenan dengan hubungan mereka.Setelah berjalan empat bulan, Ruma baru berani speak up, tepatnya saat hendak menjalani acara empat bulanan. Kedua orang tua Raja dan juga kedua orang tua Ruma sampai terheran-heran ketika diberi tahu kabar bahagia ini."Kapan acaranya, Ja? Kok baru ngabarin?" Ummi Marsha jelas kaget sekaligus senang mengetahui menantunya tengah hamil. Raja sengaja menemui ibunya setelah dinas hari ini. Sebenarnya dia sudah tidak sabar membagi moment ini. Alhamdulillah sampai juga di acara empat bulanan. "Besok Ummi, Ruma juga sekarang masih dinas. Memang rencananya meminta libur sehari saja untuk acara besok.""Masya Allah alhamdulillah
"Sayang, kalau mau ada yang dibeli pesan dari rumah aja. Misal butuhnya sekarang, atau udah mau butuh banget buat besok.""Iya Mas, santai aja. Sekarang kan serba mudah. Orang belanja sayuran segar aja bisa dari rumah. Cuma ya itu, yang mahal kan waktunya. Aku pingin jalan berduanya.""Duh ... kapan ya, besok sore gimana? Nggak mau janji juga, semoga nggak ada pasien mendadak.""Aamiin ... ngabarin aja Mas, tapi semoga bisa ya. Eh gimana kalau malam sabtu.""Kalau malam sabtu malah sudah berencana bad minton sama temen-temen. Boleh kan yank.""Duh ... aku ditinggal gitu sendirian di rumah." Rumah merengut, nggak enak banget malam-malam sendirian di rumah."Boleh ikut kok, ada banyak teman-teman juga. Mungkin pada bawa pasangannya juga.""Beneran boleh ikut?""Iya boleh."Waktu berdua itu sangat berharga bagi mereka. Semenjak kepergian Sama, Rumah memang anti kesepian. Dia juga terlihat lebih manja dengan suaminya. Beruntung mempunyai suami yang pengertian, sama-sama bucin, jadi tidak