"Astaghfirullahalazim ...," ucap wanita itu langsung berdiri. Sudah macam melihat hantu saja. Kaget tak terkira melihat pria itu tiba-tiba ada di depannya.
Hidup lagi capek-capeknya malah bertemu lagi dan lagi dengan orang satu ini. Kenapa pria itu berkeliaran di sini malam-malam begini. Apakah Dokter itu juga tengah jaga malam."Maaf, saya sedang nugas," ujar wanita itu jelas menghindarinya."Jangan khawatir, saya yang bertanggung jawab di rumah sakit ini. Tolong ikut saya sebentar," ujar pria itu dingin. Wajahnya lempeng tanpa senyum sedikit pun. Memberikan kesan tak nyaman seketika.Mau tidak mau akhirnya Ruma mengikuti langkah Dokter itu. Suasana lorong rumah sakit sangatlah sepi. Hanya satu dua orang petugas nampak berlalu lalang.Mereka menuju lift, hingga sampai di lantai 4. Ruangan Raja ada di sana.Perempuan itu terus mengikutinya, padahal dia harus membuat morning report pagi ini. Kenapa malah terjebak di ruang Dokter begini."Ada apa, Dok?" tanya Ruma langsung saja. Dia merasa tak enak, dan sedikit takut. Ya, dia takut pria ini akan macam-macam lagi. Walau kelihatannya lebih jinak, bahkan dia tidak bisa membayangkan sehebat apa malam kemarin, hingga ia sulit berjalan."Tentu saja mengenai kemarin malam. Kenapa kamu bisa naik ke tempat tidurku?" tanya Raja dingin. Wajahnya menampakkan kekesalan yang mendalam. Sorot matanya tajam. Seolah dia sangat marah dengan kejadian itu.Terang saja Raja marah, wanita itu telah menodai dirinya. Hal yang Raja jaga selama ini. Dia pria sejati dan penuh tanggung jawab, serta beradab tinggi. Tahu betul itu perbuatan terlarang. Jadi, sudah barang tentu dia menghindari pergaulan semacamnya."Sungguh saya tidak mengerti apa yang Anda katakan. Saya benar-benar tak bisa mengingat apa pun," jelas Ruma benar adanya. Dia yakin sekali, ada yang menjebaknya malam itu. Apakah suaminya yang sengaja melempar dirinya untuk pria lain?Ruma hanya ingat, dia datang menikmati jamuan bersama suaminya di sebuah restoran. Kebetulan malam itu memang malam aniversary mereka. Setelahnya dia tidak begitu ingat. Dan Ruma mencurigai ini ulah suaminya. Namun, saat dia konfirmasi. Rasya seolah tidak tahu hal apa pun dan malah meninggalkannya."Ck, bagaimana mungkin kamu bersikap tenang begini, bukankah itu yang pertama bagimu? Apakah kamu sengaja menjeratku? Kalau iya, selamat kamu berhasil. Dan aku mengutuk kejadian malam itu.""Jangan berlebihan Tuan, aku tidak pernah berniat menjerat Anda sedikit pun. Ya, walaupun itu yang pertama, aku tidak akan meminta pertanggungjawaban darimu. Mari kita lupakan perihal malam kemarin," kata Ruma tak ingin memperpanjang masalah dari segala sumber masalah."Bagaimana bisa sesuatu yang berharga terlupakan begitu saja. Apakah kamu tahu konsekuensinya perbuatan itu. Banyak hati yang menjadi korban. Bukan hanya itu, kamu telah menodaiku," kata pria itu membuat Ruma tercengang.Bagaimana bisa dia mengatakan menodai, bukankah seharusnya Ruma yang berkata demikian. Kesuciannya dirampas dalam semalam oleh pria asing. Sungguh makhluk satu ini aneh sekali. Apakah dia sadar, kalau omongannya itu sangat menggelikan."Ya, aku tahu konsekuensinya. Jangan merasa yang paling dirugikan, aku seorang perempuan, akulah yang pertama dirugikan," ucap Ruma memang benar begitu."Kalau kamu merasa rugi, lantas kenapa semudah itu mengatakan melupakan. Bukankah seharusnya kamu meminta pertanggungjawaban."Raja semakin yakin kalau itu hanya trik dan permainannya. Terlihat perempuan itu begitu tenang. Padahal dia baru saja kehilangan sesuatu yang paling berharga kemarin malam. Raja yang seorang pria saja merasa sangat tidak terima."Aku tidak akan melakukan itu, bukankah Anda mau menikah?"Rupanya rumor itu santer terdengar oleh rungunya. Menyebar cepat dari satu telinga, ke pendengaran lainnya."Ya, dan gegara kejadian kemarin malam, aku berhutang penjelasan pada semua orang. Kamu harus bertanggung jawab," ucap Raja memendam kesal.Pria itu akan mencari tahu sendiri. Kenapa wanita yang tengah koas di rumah sakitnya bisa terjebak satu ranjang yang sama."Maksudnya?" tanya Ruma tak paham."Kalau calon istriku sampai tidak mau menerima kekuranganku sebab malam itu, kamu harus menggantikannya," ucap Raja sungguh-sungguh."Tidak mungkin," kata Ruma cepat."Kenapa? Bukankah ini yang kamu inginkan, menjerat pria sebagai atasanmu.""Jangan terlalu percaya diri, aku bahkan baru tahu kalau Anda yang berwewenang di sini. Seharusnya calon istrimu tetap menerimamu, apalagi tidak akan ada bekasnya bagi seorang lelaki," ucap Ruma sendu.Ya, seonggok daging bernama hati itu terasa berdenyut nyeri. Dia yang akan menerima bekasnya, bahkan lahir batin. Kalau suaminya setelah ini akan membuangnya, Ruma akan menerimanya dengan lapang dada. Toh dia pernah menikah, orang mengira juga pasti sudah tidak perawan lagi. Dia tidak harus mempermasalahkan dengan statusnya dan juga keadaannya."Aku tidak yakin dengan hal itu. Dan kamu harus bertanggung jawab jika memang pernikahanku gagal gegara insiden itu.""Maaf, aku tidak bisa. Aku punya suami," kata Ruma membuat Raja tercengang.Ruma harus mengaku saja, daripada dituntut pertanggungjawaban oleh pria aneh di depannya.Mendengar penjelasan Ruma, Raja makin dibuat tak percaya. Bagaimana ceritanya dia bisa bermalam dengan gadis berstatus suami orang.""Kami dari keluarga baik-baik, perbuatan itu sangat memalukan. Sesungguhnya aku marah, tapi bagaimana bisa kamu yang berstatus istri orang bisa naik ke ranjang orang lain.""Ini sama sekali bukan urusan Anda Tuan, sudah aku katakan, mari kita lupakan kejadian kemarin malam tanpa harus ada yang merasa dirugikan," ucap Ruma tak punya pilihan.Ruma hendak meninggalkan ruangan itu. Namun, langkahnya terhenti mendengarkan perkataan yang sama sekali tidak Ruma pikirkan sebelumnya."Maaf saya permisi," ujarnya bergegas."Bagaimana kalau kamu hamil setelah ini?" tanya Raja walau tidak ada hak atas anak itu jika nanti benar tumbuh di rahimnya."Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.""Bukankah itu sangat mungkin. Kita melewati tanpa pengamanan apa pun. Bisa saja bukan.""Kamu tidak harus pusing memikirkan apa yang bukan menjadi tanggung jawabmu," kata Ruma dengn gemuruh sesak."Kamu yakin?" tanya Raja menyorot dingin. Pria yang biasanya terlihat begitu berwibawa dan bijak itu terlihat begitu semrawut."Ya, bayi ini akan menjadi milik suamiku jika aku hamil.""Katakan padaku bila nanti hasilnya positif. Walaupun dia milik suamimu, dia tetap anakku," katanya tenang.Batin Raja menangis, berharap peristiwa malam panas itu tidak akan memberikan bekas yang akan mempersulit kehidupannya nanti."Lupakan, sepertinya itu tidak akan pernah terjadi. Karena memang pada kenyataannya, mari asing kembali," kata Ruma tak tahu harus mengatakan apa. Mungkin memang jalan hidupnya begini. Haruskah dia mengatakan padanya kalau benar janin itu tumbuh?"Tidak, tidak! Tidak boleh terjadi. Ya Tuhan ... jangan sampai Engkau titipkan zuriat di rahimku daripada selain milik suamiku," batin Ruma memohon. Sesungguhnya dia dalam masalah.Sejak pertemuan sengit itu, Ruma dan Raja berusaha menutup rapat-rapat peristiwa panas malam itu. Raja berusaha menepis rasa bersalahnya, sedang Ruma berusaha melanjutkan hidup dengan suami dinginnya. Sementara ini masih aman, karena pria berstatus suaminya itu masih anti dirinya, dingin, dan hampir tidak peduli. Sedang Raja berusaha mencari tahu apa yang telah terjadi malam itu. "Permisi, selamat sore, saya salah satu pengguna kamar enam kosong enam kemarin. Kalau boleh tahu itu pesanan atas nama siapa ya? Saya juga mau minta rekaman CCTV hari kemarin." "Sore, mohon maaf Bapak, aturan dari kami tidak boleh memberikan identitas pengunjung terhadap orang lain. Harap dijadikan maklum," ucap pegawai resepsionis itu mengatupkan kedua tangannya. Sebenarnya Raja sudah menduga ini akan terjadi. Tetapi apa salahnya mencoba. Dia benar-benar sangat penasaran dengan kejadian malam itu. "Kalau begitu, bolehkah saya melihat rekaman CCTV-nya?" ucap Raja penuh harap. Resepsionis pun menghubungi
"Bagus lah kalau tahu diri, hanya mengingatkan saja. Ini tetap kamarku, dan kamu bisa kembali lagi ke kamarmu setelah mami pulang," ucap Rasnya selalu seenaknya. Seakan tidak pernah menganggap Ruma sedikit pun. Gadis itu tidak menjawab lagi. Sebenarnya dia sangat lelah dan butuh istirahat segera. Namun, rasanya tidak pantas kalau tidak menemui mertuanya yang sudah menyempatkan ke rumahnya. Apalagi beliau orangnya juga sangat baik. "Temui mami, berbaik hatilah kamu dan jangan sampai beliau tahu tentang hubungan kita," kata Rasya mewanti-wanti. Dia selalu mengajarkan Ruma untuk berbohong pada ibunya. Bersikap seolah hubungan mereka normal seperti pasangan lainnya. Padahal tidak sama sekali, semua hanya pencitraan di depan keluarganya saja. Ruma keluar kamar setelah beres mandi. Dia menemui mertuanya yang sudah datang sejak setengah jam lalu. "Assalamu'alaikum Mi," sapa Ruma santun. Seperti biasa, menyalim takzim beliau. "Kamu apa kabar Rum, baru saja pulang ya?""Baik Mi, iya, Mami
"Kamu akan dapat masalah setelah ini," kata Raja menatap serius.Ruma tahu itu dan seharusnya dia memang bersikap profesional. Dia tidak boleh mencampuradukkan urusan pekerjaan dengan hal pribadi. Apalagi untuk kemaslahatan pasien."Sakit, Mas," rengek Rina terdengar begitu manja saat Ruma kembali masuk. Saat ini dia tidak sendiri, melainkan ada Raja juga yang ikut membantu. Atau lebih tepatnya memantau seraya menganalisa pasien.Perempuan itu menghela napas kasar. Mencoba mengabaikan perasaannya yang tak berarti ini. Ruma tahu dia belum dicintai, tapi bisakah dua manusia ini berperikemanusiaan sedikit saja untuk tidak mengumbar kemesraan di depannya."Biusnya hanya sebentar dan kamu tidak harus lihat. Tenang saja, Ruma akan melakukannya dengan baik," kata Raja membuat pekerjaan Ruma setidaknya lebih berarti."Iya, kamu bisa terus menatapku agar teralihkan," hibur Rasya menangkup pipinya."Tenang, Ruma, selesaikan tugasmu dengan baik. Setelah ini, kamu boleh melakukan apa pun sesuka ha
Raja menatap tubuh itu berlalu begitu saja. Mengabaikan rasa penasarannya yang sebenarnya sama sekali bukan urusannya.Wanita itu sempat menengok sekilas, lalu beranjak dengan motornya. Dia tidak begitu peduli penilaian Dokter Raja terhadap dirinya seperti apa. Seharusnya malam ini dia mematuhi perkataan suaminya. Membeli makanan yang enak-enak untuk mertuanya, lalu bersandiwara Rasya akan pulang terlambat karena lembur. Tetapi malam ini Ruma tidak ingin berbohong. Dia hanya memesan makanan tetapi tidak kunjung pulang. Ruma malah menyusul teman-temannya yang saat ini tengah makan di luar. Bukan maksud hati tak patuh, dia hanya sedang lelah. Butuh healing untuk mengembalikan moodnya yang tengah hancur seharian ini. Apalagi besok dia mau menghadapi ujian, tentu butuh fisik yang sehat, serta hati dan pikiran yang baik. "Sorry telat, udah pada pesen?" tanya Ruma langsung bergabung di meja yang sama. Tempat favorit bersama teman-temannya memanjakan perut. "Baru kok, maaf aku kira kamu
"Makasih," ucap Ruma lalu meminumnya. Dia memang haus dan lumayan capek. Beruntung ada Dokter Raja yang menolongnya malam ini. Raja hanya mengangguk mengiyakan. kembali fokus menatap depan dengan posisi masih duduk menyamping di belakang jok kemudi. Kedua kakinya keluar dari mobil. Sementara Ruma berdiri menyenderkan tubuhnya di badan mobil bagian samping. "Dokter baru pulang?" tanya Ruma berbasa-basi. Bingung dan canggung untuk melanjutkan obrolan. "Iya, kenapa tidak meminta jemput suamimu saja. Ini kan sudah malam juga. Apa kamu sudah memberi kabar?" tanya Raja hati-hati. Pria itu tidak bermaksud hendak ikut campur. Suasana sudah malam sedang dia tidak tega meninggalkan Ruma sendirian di jalan. Entahlah, hatinya mendadak sepeduli itu. "Belum." Ruma menggeleng. Sedetik kemudian wajahnya berubah menjadi sendu. Mana suaminya peduli, dia bahkan tidak mau tahu urusan Ruma sedang apa dan lagi apa. "Dokter kalau mau pulang, pulang saja. Sebentar lagi mungkin taksiku datang," ujar Ruma
Raja terus mengamati sampai Ruma masuk bersama seorang wanita. Sementara wajah Rasya terlihat begitu kesal. Pria itu semakin penasaran dengan apa yang tengah terjadi. Namun, tak gegabah menyapa Rasya lantaran tak punya alasan yang tepat maksud keberadaannya di sana. Setelah beberapa menit berlalu, Rasya memutuskan masuk. Namun, langkahnya terhenti saat prasangkanya merasakan ada seseorang di luar sana yang seperti tengah mengamati pergerakannya. Raja sendiri langsung beranjak cepat begitu melihat Rasya menoleh. Dia perlu tahu lebih dulu tanpa melibatkan siapa pun. "Kaya ada orang," gumam Rasya berjalan mendekat. Sekilas seperti melihat bayangan orang lain, tetapi tak begitu jelas. Ia yang hendak masuk malah penasaran untuk melihat dulu siapa dibalik pepohonan hias itu. Sementara Raja yang berada di tempat persembunyiannya pun harap-harap cemas sembari menyiapkan prakata barang kali ditemukan oleh Rasya. Dia berpikir keras untuk mencari alasan yang tepat. "Rasya, ngapain k
"Ruma! Rasya!" seru Raja menyebut namanya. Terlihat jelas perempuan itu diantar Rasya. Raja bahkan melihat langsung keluar dari mobilnya. Tentu hal itu sangat mencurigakan. Bukankah Ruma punya suami, dan Rasya juga sudah menikah? Kali ini Raja harus menyapanya. Mumpung dalam kawasan tempat kerjanya."Dokter?" sapa Ruma kikuk sendiri. Menormalkan ekspresi kejutnya yang tiba-tiba. Pagi-pagi sudah bertemu dengan Dokter Raja. Apa kabar hari ini. "Raja!" sahut Rasya balas memanggilnya."Kalian kok bisa bareng?" tanya Dokter Raja biasa saja. Berusaha menyembunyikan rasa kepo yang sudah menggunung sejak kemarin. Selebihnya dia memang menaruh curiga. Pasti akan mencari tahu setelah ini. Entahlah, mendadak ia begitu tertarik dengan urusan mereka. Apakah itu semua gegara Ruma. "Kebetulan bertemu di jalan, aku kasihan saja melihatnya sepertinya buru-buru sedang menunggu taksi, jadi kuajak bareng," jelas Rasya beralasan. Tersenyum yang bagi Rasya jelas kurang menyakinkan. "Owh ...." Raja meng
Ruma langsung berdiri begitu saja meraih Vina. Dia mensejajarkan tubuhnya kaget saat menyadari kesalahan yang baru saja diperbuat."Dokter Raja!" seru gadis itu terkesiap langsung melepas tangannya. Wajahnya merona malu sekaligus pucat seketika. Bagaimana bisa dia menarik orang yang salah. Dan sialnya, Dokter Raja yang kebetulan melintas. Kenapa bisa kebetulan sekali. Apakah semesta sedang mempermainkannya.Terus Vina ke mana? Kenapa Ruma sampai tidak sadar begini.Raja yang kebetulan baru saja keluar dari lift kaget saat tiba-tiba seseorang menarik jasnya begitu saja. Dia hampir saja terjerembab kalau tidak sigap mempertahankan diri. Untung tubuhnya cukup kuat ketimbang tarikan Ruma yang mungkin tidak disengaja itu. Entahlah.Pria itu balas menatap Ruma datar, ada apa dengan perempuan ini. Sepertinya salah fokus sampai menarik-narik dirinya begini. "Maaf Dok, saya nggak sengaja," ucap Ruma kikuk. Wajahnya merah padam tak karuan."Ya ... kamu lagi banyak pikiran ya?" tebak Dokter Raja
Mas Raja yang menggoda, Ruma yang tidak suka. Suaminya ini kenapa malah dicie ciein, apa dia tidak bertanya-tanya kenapa Rina dan ibunya Rasya datang ke rumah. "Rum, maaf mengagetkan kamu pagi-pagi. Kebetulan sekali kalau Dokter Raja juga ada di rumah."Iya, Ruma memang kaget, ada hal penting apa sampai Rina dan mantan ibu mertuanya datang ke rumah. Sepertinya Mas Rasya juga, tetapi kenapa pria itu tidak turun dari mobil. "Iya, silahkan masuk Rin, Tante," ucap Ruma menyambutnya dengan hangat. Yang berlalu biarlah berlalu, yang penting sekarang Ruma mempunyai keluarga yang menyayanginya penuh syukur. "Terima kasih banyak, Rum," jawab Rina dan Tante Maria masuk. Lalu mengambil duduk setelah dipersilahkan. Kedatangan kedua orang di masa lalu Ruma tentu bukan tanpa alasan. Mereka merasa perlu bersilaturahmi untuk melegakan hatinya. Tentu saja karena memang ada suatu hal yang tidak melegakan hatinya. "Sebelumnya, maaf jika kedatangan kami membuat kamu dan keluarga tidak nyaman. Sudah
"Sayang, lama banget, itu MUA-nya udah datang." Raja sampai menyusul ke kamar mandi sebab istrinya tak kunjung keluar. "Suruh nunggu Mas, aku sedikit mual." Ruma keluar kamar mandi dengan wajah sedikit pucat. "Loh, kamu sakit?" Dari semalam Ruma memang kurang enak badan. Sedikit masuk angin dan kurang istirahat lebih tepatnya. Jadi, berefek paginya. Padahal hari ini ada acara aqiqahan baby Maher. Malah mendadak tidak enak badan begini. "Nggak Mas, aku cuma agak mual dikit."Semalam baby Maher banyak rewelnya, tumben sekali bayi mungil itu meminta perhatian lebih. Ruma tidak bisa tidur nyenyak gegara putranya terlihat tidak seperti biasanya. Dia takut sendiri dan sedikit trauma kalau sampai ada apa-apa dengan bayinya. "Masuk angin sih ini. Minum obat ya, aku ambilin. Udah makan kan?""Nggak Mas, nggak usah. Ini udah agak mendingan kok," tolak Ruma merasa lebih baik. Pria itu beranjak mengambilkan minum hangat. Menganjurkan istrinya rehat sejenak. Acaranya masih nanti agak siangan,
Ruma dan Raja sepakat mencari pengasuh untuk baby Maher. Tentu saja untuk meringankan pekerjaan istrinya. Apalagi sekarang Ruma tengah masa pemulihan pasca melahirkan. Sudah pasti repot harus membagi waktu untuk dirinya dan juga bayinya."Mas, nanti aku jadwal kontrol. Sekalian ke rumah sakit ya.""Iya, nanti aku antar. Jam berapa sayang?""Siang lah, kamu hari ini berangkat?""Cutiku udah habis, siang ya, nanti aku anterin dulu kalau pagi. Aku langsung pulang beres dari rumah sakit."Waktu Raja memang sangat sibuk. Dia hanya cuti beberapa hari menemani istrinya di rumah sakit dan di rumah. Selebihnya kembali sibuk di rumah sakit. "Iya, nggak pa-pa, ada suster Anna yang bantuin." Untungnya sesama dokter, jadi lebih tahu kesibukan masing-masing. Tidak menuntut untuk dimengerti sendirian. Saling memaklumi karena kehidupannya memang bukan sepenuhnya milik pasangannya. Harus terbagi dengan banyak orang yang membutuhkan.Setiap libur, Raja selalu meluangkan waktunya full di rumah. Karena
Ruma langsung mengiyakan, HPL memang masih akhir bulan, tetapi benar tanda-tandanya baby boy mau launching. "Bisa jalan?" tanya Raja khawatir. Ruma mengangguk, walau dengan wajah menahan sakit, cukup aman untuk berjalan sampai ke mobil. "Ayo sayang, hati-hati!" Abi Zayyan dan juga Ummi Marsha juga langsung ikut ke rumah sakit. Sementara Bik Sumi pulang dengan taksi membawa belanjaan mereka. "Tambah kerasa ya?" tanya Raja sembari mengemudi perjalanan ke rumah sakit. "Iya Mas, lumayan," jawab Ruma memejam. Mengatur nafas, dan sesekali merilekskan tubuhnya saat tengah nyeri. Ini bukan pertama kali bagi Ruma, tetapi sakitnya tentu sama saja satu rasa. Namanya orang mau melahirkan, di mana-mana pasti luar biasa. "Lancar-lancar ya sayang, bantu Buna," ucap Raja sembari mengelus perut istrinya. Begitu sampai di rumah sakit, Ruma langsung disambut hangat oleh tim medis. Perempuan itu langsung dibawa ke ruang bersalin. Setelah dicek ternyata memang sudah pembukaan tiga. Masih lumayan
Empat purnama tak terasa berlalu dengan cepat, Ruma kini tengah menanti hari-hari kelahiran anak kedua. Perempuan itu juga sudah menyelesaikan waktu magangnya. Jadi, bisa mempunyai banyak waktu di rumah menanti launching anak kedua."Aku berangkat ya, nanti kalau ada apa-apa kabari. Jangan belanja sendirian, nanti malam saja aku temani setelah pulang," pesan Raja tak membiarkan istrinya beraktivitas di luar tanpa dirinya. "Iya Mas, tapi kalau misalnya siang berubah pikiran, terus ditemani Bik Sumi gimana? Kan nggak sendirian juga." Tidak ingin terlalu banyak merepotkan, asal Raja mengizinkan, Rumah tidak mengapa berbelanja sendirian."Duh ... bumil ngeyel ya. Ya sudah, nanti pakai supir saja. Hati-hati ya, ingat selalu berkabar di mana pun berada." Raja mode posesif, bukan apa-apa, dia khawatir mengingat istrinya hamil besar. "Siap Mas, kamu juga hati-hati berangkat kerjanya," balas Ruma mengiyakan. Ruma menyalim takzim suaminya. Raja membalasnya dengan kecupan sayang di keningnya,
"Ya Allah ... capek Mas, izin ke kamar ya," pamit Ruma setelah membantu membereskan sisa acara tadi. Padahal cuma bantuin dikit, tapi berada sekali punggungnya. "Kamu sih, dibilangin nggak usah masih suka maksa. Udah istirahat saja."Kalau Ruma sudah mengeluh, Raja yang khawatir. Istrinya itu kadang bandel, tapi ya namanya juga perempuan aktif, mana bisa diem. "Hem ... tadi nggak berasa Mas, sekarang baru terasa," ucap Ruma beranjak. Raja ikut mengekor istrinya ke dalam. Suasana rumah juga sudah sepi, semua tamu dan keluarga dekat sudah pulang sejak tadi. "Sayang, aku pijitin ya," kata pria itu perhatian. Bukan satu dua kali, Raja memang sering melakukan hal semacamnya saat istrinya mengeluh lelah. Ya walaupun ujung-ujungnya tetap bonus adegan panas. "Hmm ... beneran pijat atau minta bonus." Ruma sadar, wanita itu kemarin menundanya. Dia bahkan berjanji sendiri setelah acara bakalan nyenengin suaminya. Tapi, terkadang ekspektasi tak sesuai realita. Ruma terlihat kelelahan malam
"Tidur sayang, aku tahu kamu capek. Aku nggak akan ganggu," kata Raja pengertian. "Baiknya suami aku. Terima kasih Mas," ucap Ruma merasa merdeka. Dia benar-benar tengah lelah. Beruntung punya Mas suami yang super pengertian, jadi tidak ada drama yang berkepanjangan."Ini beneran kan? Nggak ada mode dendam?" tanya Ruma menatap serius. "Astaghfirullah ... kamu capek kan? Tidur sayang, sebelum aku berubah pikiran," jawab Ruma gemas sendiri. "Oke sayang, besok dobel deh karena malam ini udah baik. I love you," kata wanita itu tersenyum lega. Mengecup pipi suaminya lalu menarik selimut rapat-rapat."Love you more," balas Raja tersenyum sembari mengelus kepalanya lembut. Dia benar-benar meloloskan Ruma malam ini. Tak perlu menunggu lama, wanita itu lelap menemukan kenyamanannya. "Bobok yang nyenyak," ucap pria itu menarik selimut, lalu menciumnya dengan sayang. Raja mana tega eksekusi istrinya mode maksa. Apalagi fisik Ruma tengah mode lelah plus hamil muda. Jadi, menyala sabarnya.Sem
Berita kehamilan Ruma begitu menggembirakan untuk keduanya. Namun, Ruma dan Raja sepakat tidak membagi kabar bahagia ini dulu dengan keluarga besar. Namanya juga baru trimester pertama dan masih rentan, jadi sabar menahan diri untuk berbagi kabar menyenangkan ini. Raja juga khawatir kalau di luar sana ada saja orang yang mungkin tidak berkenan dengan hubungan mereka.Setelah berjalan empat bulan, Ruma baru berani speak up, tepatnya saat hendak menjalani acara empat bulanan. Kedua orang tua Raja dan juga kedua orang tua Ruma sampai terheran-heran ketika diberi tahu kabar bahagia ini."Kapan acaranya, Ja? Kok baru ngabarin?" Ummi Marsha jelas kaget sekaligus senang mengetahui menantunya tengah hamil. Raja sengaja menemui ibunya setelah dinas hari ini. Sebenarnya dia sudah tidak sabar membagi moment ini. Alhamdulillah sampai juga di acara empat bulanan. "Besok Ummi, Ruma juga sekarang masih dinas. Memang rencananya meminta libur sehari saja untuk acara besok.""Masya Allah alhamdulillah
"Sayang, kalau mau ada yang dibeli pesan dari rumah aja. Misal butuhnya sekarang, atau udah mau butuh banget buat besok.""Iya Mas, santai aja. Sekarang kan serba mudah. Orang belanja sayuran segar aja bisa dari rumah. Cuma ya itu, yang mahal kan waktunya. Aku pingin jalan berduanya.""Duh ... kapan ya, besok sore gimana? Nggak mau janji juga, semoga nggak ada pasien mendadak.""Aamiin ... ngabarin aja Mas, tapi semoga bisa ya. Eh gimana kalau malam sabtu.""Kalau malam sabtu malah sudah berencana bad minton sama temen-temen. Boleh kan yank.""Duh ... aku ditinggal gitu sendirian di rumah." Rumah merengut, nggak enak banget malam-malam sendirian di rumah."Boleh ikut kok, ada banyak teman-teman juga. Mungkin pada bawa pasangannya juga.""Beneran boleh ikut?""Iya boleh."Waktu berdua itu sangat berharga bagi mereka. Semenjak kepergian Sama, Rumah memang anti kesepian. Dia juga terlihat lebih manja dengan suaminya. Beruntung mempunyai suami yang pengertian, sama-sama bucin, jadi tidak