Share

Bab 3

Author: Asri Faris
last update Last Updated: 2024-02-05 14:04:24

Ruma langsung menundukkan pandangan dan melangkah cepat sembari menarik Vina. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan pria itu lagi di rumah sakit. Jujur, Ruma takut kalau masalah semalam ada yang tahu. Apalagi dia punya suami, dan tengah memperjuangkan cintanya.

"Apaan sih, Rum, narik-narik. Ada Dokter Raja tuh. Kesempatan nyapa dulu," protes Vina kesal.

"Kamu kenal?" tanya Ruma polos. Dia sudah hampir dua bulan di rumah sakit ini, tetapi tak begitu paham dengan dokter tadi.

Jelas saja dia kenal, bahkan hampir semua staf dan dokter di rumah sakit tahu pria itu siapa.

"Ya ampun Ruma, seluruh penghuni rumah sakit ini juga tahu kali siapa tuh orang. Kamu ke mana saja. Dokter sekeren Raja sampai tidak kenotice. Ish ish ish."

Vina menggeleng takjub. Ke mana saja selama ini sahabatnya itu.

"Siapa emang? Senior ya?" tanya Ruma sungguh tak paham dengan pria yang semalam menghabiskan malam panas dengannya. Harap-harap cemas dan berdoa semoga tidak bersenggolan dengannya lagi.

"Beneran nggak tahu?" tanya Vina gemas.

"Iya, emang harus tahu gitu?"

"Bener-bener nih orang ya." Vina menggeleng gemas.

"Dia itu Dokter Raja, wakil direktur rumah sakit ini, sekaligus anak dari pemilik rumah sakit Islam Sehati."

"Apa? Wakil dirut RS ini?" tanya Ruma shock seketika. Dia takut kejadian semalam akan membuat masalah di kemudian hari. Apalagi dengan orang penting seperti Dokter Raja.

"Biasa aja kali kagetnya, ganteng kan, sayang denger-denger udah mau married," jelas Vina yang hanya ditangepi 'oh' saja oleh Ruma.

Ada rasa bersalah di hatinya saat mengetahui pria itu akan menikah. Semoga kejadian semalam tidak meninggalkan jejak apa pun. Dirinya juga punya suami, jadi tidak harus merasa terlalu dipusingkan. Walaupun jelas itu tidak benar. Bagaimana ia mempertanggung jawabkan semua itu padanya.

Perempuan itu melanjutkan langkahnya dengan wajah gusar. Mendadak ia tak tenang sama sekali.

Seperti biasa Ruma dan Vina mengisi daftar kehadiran. Lalu bertugas dengan personel lima sekawan di stase mayor. Kebetulan shif sore kali ini Ruma di pos poli IGD dilanjut jaga malam.

Dari kelima orang di kelompoknya, Ruma kebagian menjalani tugas jaga ICCU di departemen Kardiologi (jantung).

"Untunglah malam ini kebagian di sini," batin Ruma sedikit bisa tenang. Bisa santai sejenak karena kebetulan tidak ada pasien, atau belum ada pasien lebih tepatnya. Hanya jaga bed kosong, alias pasien nihil.

Wanita itu mendadak kepikiran tentang omongan Vina, dan sedikit merasa waswas akan statusnya. Bagaimana kalau orang tuanya tahu, dan bahkan keluarga suaminya jug tahu. Walaupun sekarang hubungannya dengan suami masih entah. Tentu hal itu akan menyebabkan masalah dari segala masalah yang ada.

Ia tengah melamun santai dengan banyak pikiran saat tiba-tiba telfon di ruang ICCU berdering. Dan seperti biasa, teriakan perawat lebih nyaring daripada bunyi telepon yang masuk.

“KOAS! Angkat telfonnnya!” seru seorang perawat mengalahkan deringan telfon.

Ruma langsung bergegas mengangkat telponnya.

"Hallo, dengan Ruang ICCU. Saya Ruma, Koas Kardiologi di sini. Ada yg bisa dibantu?" sapa wanita itu dengan hati berdebar.

Kenapa mendadak deg degan. Efek tadi melamun, terus kaget oleh teriakan perawat dan bunyi telfon, jadilah sedikit termor.

"Hallo Dek, tolong sampaikan pada perawatnya, pasien baru dari ruangan akan masuk ke ICCU dengan diagnosa chest pain ec. STEMI. Mohon dipersiapkan ya. Terima kasih," ucap seorang dari sebrang telfon.

"Siap kak. Baik, laksanakan," balas Ruma sigap.

Ruma langsung bergegas melapor pada kakak perawat yang bertugas. Kemudian mereka bergegas mempersiapkan bed dan memastikan kesiapan alat penunjang lainnya.

Menyiapkan monitor, oksigen, EKG, dan obat-obatan emergency bila memang diperlukan. Ruma ikut membantu, meski lebih banyak memantau. Kebetulan Ruma jaga malam di Kardiologi ini sendirian, jadi agak segan dengan kakak perawat yang tengah bertugas.

Sementara di luar, bunyi brankar terdengar dengan jelas semakin mendekati ruangan ICCU, dan diikuti dengan teriakan pasien.

“Aduh, sakit Dok … dada saya sakit sekali. Tolong saya dokter!” teriak pasien gusar. Menekan dadanya sendiri sembari uring-uringan.

“Dok, tolong bapak saya!” Teriak seorang anak laki-laki sekitar dua belas tahun diikuti isak tangis disamping bed.

"Adek tunggu di sini, jangan ikut masuk," kata Ruma pada anak remaja yang masih sesenggukan.

Anak itu menurut dengan terpaksa. Hanya bisa menangis sembari menunggu ayahnya diperiksa.

Brankar didorong masuk ke ruangan, pasien segera dipindahkan ke bed ICCU. Langsung dipasang masker oksigen, tak lupa oximetry juga dipasang, dan elektroda ditempel di dada pasien lalu dihubungankan dengan monitor, dan pemantauan dimulai.

Saat ini Ruma bersama dua dokter residen kardiologi yang bertugas. Keduanya kebetulan sudah Ruma kenal setelah bertugas di stase hampir dua bulan. Walaupun tidak dekat sama sekali. Hanya kenal saja. Mereka dokter residen dan Ruma koas, atau dokter muda lebih kerennya.

Dokter Iwan dan Dokter Luna melakukan diskusi dan mulai memberikan terapi pada pasien. Sementara Ruma masih melihat jerit kesakitan pasien. Kasihan sekali, Ruma tak tahan melihatnya kesakitan bapak itu. Sejenak ia sampai lupa masalahnya saat ini.

"Dek, kamu koas jaga Kardio sekarang?" tanya Dokter dengan name tag dr. Iwan.

"Iya Dok," jawab Ruma mengiyakan.

"Follow ketat pasien ini!" titahnya serius.

"Siap Dok," jawab Ruma sigap. Setia berdiri di samping pasien dan memonitor keadaannya.

Pasien mulai terlihat berkurang nyeri dadanya. Namun, dia masih terlihat gelisah dan terasa sesak napas. Dari jauh Ruma melihat anak remaja tadi yang menunggu di luar hanya menempel mengintip di depan pintu kaca ICCU sembari menangisi ayahnya.

Tak lama kemudian, seorang bapak dan ibu dari pasien datang. Karena ruangan intensif, tidak sembarang orang bisa masuk, kecuali jam besuk. Namun, mereka sangat memohon diikuti tangisan, akhirnya perawat mengizinkannya.

"Dokter, saya mohon, izinkan saya masuk. Saya mau lihat anak saya," ucap seorang ibu paruh baya dengan tangis.

Sementara Ruma hanya melihat orang tua dari pasien menangis. Karena Ruma memang ditugaskan untuk follow ketat pasien, jadi tetap stay di samping bed. Otomatis bisa mendengar tangisan itu lebih dekat dan mendengar kalimat yg disampaikan pasien kepada orang tuanya.

"Titip anakku, Ma," kata pasien dengan napas berat.

Seketika itu Ruma ikut berkaca-kaca. Refleks mengingat kedua orang tuanya di rumah yang begitu menyayanginya. Walaupun Ruma hanya anak angkat, tetapi beliau begitu menyayanginya.

Keadaan pasien semakin parah, nyeri dada kembali dirasakan lagi. Alarm monitor mulai menyala dengan kencang. Gambaran monitor menunjukkan serangan kembali terjadi. Seketika itu juga jantung pasien berhenti. Diiringi isak tangis orangtuanya semakin kencang.

Dokter langsung melakukan consent untuk bantuan hidup berupa pijat jantung (RJPO). Residen memulai tindakan pijat jantung. 10 siklus RJPO telah terlewati, belum ada tanda perbaikan.

Ruma tentu saja ikut membantu, bergantian dengan residen untuk melakukan RJPO. Tanpa Ruma sadari seragam yang dikenakan sampai basah. Keringat bercucuran bersamaan dengan keadaan genting. Pinggul dan tangan mulai pegal, akhirnya switch position dengan residen untuk bergantian.

"Dok," panggil Ruma lirih. Terlihat semrawut, tetapi mencoba untuk fokus.

Setelah hampir empat puluh lima menitan Ruma dan residen mencoba, RJPO dan obat-obatan emergency tidak membuahkan hasil. Pasien dinyatakan meninggal di depan keluarganya.

Badan Ruma gemetar melihat sang anak menangis kencang dan berteriak memanggil ayahnya.

Kepergian pasien sesaat setelah orang tuanya datang, seolah meminta izin berpamitan.

Ruma menghela napas sepenuh dada. Kematian kembali wanita itu saksikan.

Ruma kira jaga malam kali ini mudah. Ternyata berat! Namun, pasti selalu ada hikmah yang terselip dari sebuah peristiwa.

Ruma keluar dari ruangan, rehat sejenak sebelum membuat laporan. Ia yang tengah duduk sembari mengatur napasnya kaget seketika begitu ada seorang yang menyapanya.

"Bisa kita bicara sebentar," ucapnya membuat perempuan itu seketika menoleh. Belum juga stabil jantung dan rasa lelah yang melanda. Ia dikagetkan dengan kedatangan orang yang tak terduga.

Comments (14)
goodnovel comment avatar
Lela
dokter raja
goodnovel comment avatar
ramadhaniyulia
Raja kah yg datang??
goodnovel comment avatar
Desti Ratnawati
jadi inget ma Sky & disya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 4

    "Astaghfirullahalazim ...," ucap wanita itu langsung berdiri. Sudah macam melihat hantu saja. Kaget tak terkira melihat pria itu tiba-tiba ada di depannya.Hidup lagi capek-capeknya malah bertemu lagi dan lagi dengan orang satu ini. Kenapa pria itu berkeliaran di sini malam-malam begini. Apakah Dokter itu juga tengah jaga malam."Maaf, saya sedang nugas," ujar wanita itu jelas menghindarinya."Jangan khawatir, saya yang bertanggung jawab di rumah sakit ini. Tolong ikut saya sebentar," ujar pria itu dingin. Wajahnya lempeng tanpa senyum sedikit pun. Memberikan kesan tak nyaman seketika.Mau tidak mau akhirnya Ruma mengikuti langkah Dokter itu. Suasana lorong rumah sakit sangatlah sepi. Hanya satu dua orang petugas nampak berlalu lalang.Mereka menuju lift, hingga sampai di lantai 4. Ruangan Raja ada di sana.Perempuan itu terus mengikutinya, padahal dia harus membuat morning report pagi ini. Kenapa malah terjebak di ruang Dokter begini."Ada apa, Dok?" tanya Ruma langsung saja. Dia mer

    Last Updated : 2024-02-05
  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 5

    Sejak pertemuan sengit itu, Ruma dan Raja berusaha menutup rapat-rapat peristiwa panas malam itu. Raja berusaha menepis rasa bersalahnya, sedang Ruma berusaha melanjutkan hidup dengan suami dinginnya. Sementara ini masih aman, karena pria berstatus suaminya itu masih anti dirinya, dingin, dan hampir tidak peduli. Sedang Raja berusaha mencari tahu apa yang telah terjadi malam itu. "Permisi, selamat sore, saya salah satu pengguna kamar enam kosong enam kemarin. Kalau boleh tahu itu pesanan atas nama siapa ya? Saya juga mau minta rekaman CCTV hari kemarin." "Sore, mohon maaf Bapak, aturan dari kami tidak boleh memberikan identitas pengunjung terhadap orang lain. Harap dijadikan maklum," ucap pegawai resepsionis itu mengatupkan kedua tangannya. Sebenarnya Raja sudah menduga ini akan terjadi. Tetapi apa salahnya mencoba. Dia benar-benar sangat penasaran dengan kejadian malam itu. "Kalau begitu, bolehkah saya melihat rekaman CCTV-nya?" ucap Raja penuh harap. Resepsionis pun menghubungi

    Last Updated : 2024-02-05
  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 6

    "Bagus lah kalau tahu diri, hanya mengingatkan saja. Ini tetap kamarku, dan kamu bisa kembali lagi ke kamarmu setelah mami pulang," ucap Rasnya selalu seenaknya. Seakan tidak pernah menganggap Ruma sedikit pun. Gadis itu tidak menjawab lagi. Sebenarnya dia sangat lelah dan butuh istirahat segera. Namun, rasanya tidak pantas kalau tidak menemui mertuanya yang sudah menyempatkan ke rumahnya. Apalagi beliau orangnya juga sangat baik. "Temui mami, berbaik hatilah kamu dan jangan sampai beliau tahu tentang hubungan kita," kata Rasya mewanti-wanti. Dia selalu mengajarkan Ruma untuk berbohong pada ibunya. Bersikap seolah hubungan mereka normal seperti pasangan lainnya. Padahal tidak sama sekali, semua hanya pencitraan di depan keluarganya saja. Ruma keluar kamar setelah beres mandi. Dia menemui mertuanya yang sudah datang sejak setengah jam lalu. "Assalamu'alaikum Mi," sapa Ruma santun. Seperti biasa, menyalim takzim beliau. "Kamu apa kabar Rum, baru saja pulang ya?""Baik Mi, iya, Mami

    Last Updated : 2024-02-16
  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 7

    "Kamu akan dapat masalah setelah ini," kata Raja menatap serius.Ruma tahu itu dan seharusnya dia memang bersikap profesional. Dia tidak boleh mencampuradukkan urusan pekerjaan dengan hal pribadi. Apalagi untuk kemaslahatan pasien."Sakit, Mas," rengek Rina terdengar begitu manja saat Ruma kembali masuk. Saat ini dia tidak sendiri, melainkan ada Raja juga yang ikut membantu. Atau lebih tepatnya memantau seraya menganalisa pasien.Perempuan itu menghela napas kasar. Mencoba mengabaikan perasaannya yang tak berarti ini. Ruma tahu dia belum dicintai, tapi bisakah dua manusia ini berperikemanusiaan sedikit saja untuk tidak mengumbar kemesraan di depannya."Biusnya hanya sebentar dan kamu tidak harus lihat. Tenang saja, Ruma akan melakukannya dengan baik," kata Raja membuat pekerjaan Ruma setidaknya lebih berarti."Iya, kamu bisa terus menatapku agar teralihkan," hibur Rasya menangkup pipinya."Tenang, Ruma, selesaikan tugasmu dengan baik. Setelah ini, kamu boleh melakukan apa pun sesuka ha

    Last Updated : 2024-02-19
  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 8

    Raja menatap tubuh itu berlalu begitu saja. Mengabaikan rasa penasarannya yang sebenarnya sama sekali bukan urusannya.Wanita itu sempat menengok sekilas, lalu beranjak dengan motornya. Dia tidak begitu peduli penilaian Dokter Raja terhadap dirinya seperti apa. Seharusnya malam ini dia mematuhi perkataan suaminya. Membeli makanan yang enak-enak untuk mertuanya, lalu bersandiwara Rasya akan pulang terlambat karena lembur. Tetapi malam ini Ruma tidak ingin berbohong. Dia hanya memesan makanan tetapi tidak kunjung pulang. Ruma malah menyusul teman-temannya yang saat ini tengah makan di luar. Bukan maksud hati tak patuh, dia hanya sedang lelah. Butuh healing untuk mengembalikan moodnya yang tengah hancur seharian ini. Apalagi besok dia mau menghadapi ujian, tentu butuh fisik yang sehat, serta hati dan pikiran yang baik. "Sorry telat, udah pada pesen?" tanya Ruma langsung bergabung di meja yang sama. Tempat favorit bersama teman-temannya memanjakan perut. "Baru kok, maaf aku kira kamu

    Last Updated : 2024-02-21
  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 9

    "Makasih," ucap Ruma lalu meminumnya. Dia memang haus dan lumayan capek. Beruntung ada Dokter Raja yang menolongnya malam ini. Raja hanya mengangguk mengiyakan. kembali fokus menatap depan dengan posisi masih duduk menyamping di belakang jok kemudi. Kedua kakinya keluar dari mobil. Sementara Ruma berdiri menyenderkan tubuhnya di badan mobil bagian samping. "Dokter baru pulang?" tanya Ruma berbasa-basi. Bingung dan canggung untuk melanjutkan obrolan. "Iya, kenapa tidak meminta jemput suamimu saja. Ini kan sudah malam juga. Apa kamu sudah memberi kabar?" tanya Raja hati-hati. Pria itu tidak bermaksud hendak ikut campur. Suasana sudah malam sedang dia tidak tega meninggalkan Ruma sendirian di jalan. Entahlah, hatinya mendadak sepeduli itu. "Belum." Ruma menggeleng. Sedetik kemudian wajahnya berubah menjadi sendu. Mana suaminya peduli, dia bahkan tidak mau tahu urusan Ruma sedang apa dan lagi apa. "Dokter kalau mau pulang, pulang saja. Sebentar lagi mungkin taksiku datang," ujar Ruma

    Last Updated : 2024-02-23
  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 10

    Raja terus mengamati sampai Ruma masuk bersama seorang wanita. Sementara wajah Rasya terlihat begitu kesal. Pria itu semakin penasaran dengan apa yang tengah terjadi. Namun, tak gegabah menyapa Rasya lantaran tak punya alasan yang tepat maksud keberadaannya di sana. Setelah beberapa menit berlalu, Rasya memutuskan masuk. Namun, langkahnya terhenti saat prasangkanya merasakan ada seseorang di luar sana yang seperti tengah mengamati pergerakannya. Raja sendiri langsung beranjak cepat begitu melihat Rasya menoleh. Dia perlu tahu lebih dulu tanpa melibatkan siapa pun. "Kaya ada orang," gumam Rasya berjalan mendekat. Sekilas seperti melihat bayangan orang lain, tetapi tak begitu jelas. Ia yang hendak masuk malah penasaran untuk melihat dulu siapa dibalik pepohonan hias itu. Sementara Raja yang berada di tempat persembunyiannya pun harap-harap cemas sembari menyiapkan prakata barang kali ditemukan oleh Rasya. Dia berpikir keras untuk mencari alasan yang tepat. "Rasya, ngapain k

    Last Updated : 2024-02-26
  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 11

    "Ruma! Rasya!" seru Raja menyebut namanya. Terlihat jelas perempuan itu diantar Rasya. Raja bahkan melihat langsung keluar dari mobilnya. Tentu hal itu sangat mencurigakan. Bukankah Ruma punya suami, dan Rasya juga sudah menikah? Kali ini Raja harus menyapanya. Mumpung dalam kawasan tempat kerjanya."Dokter?" sapa Ruma kikuk sendiri. Menormalkan ekspresi kejutnya yang tiba-tiba. Pagi-pagi sudah bertemu dengan Dokter Raja. Apa kabar hari ini. "Raja!" sahut Rasya balas memanggilnya."Kalian kok bisa bareng?" tanya Dokter Raja biasa saja. Berusaha menyembunyikan rasa kepo yang sudah menggunung sejak kemarin. Selebihnya dia memang menaruh curiga. Pasti akan mencari tahu setelah ini. Entahlah, mendadak ia begitu tertarik dengan urusan mereka. Apakah itu semua gegara Ruma. "Kebetulan bertemu di jalan, aku kasihan saja melihatnya sepertinya buru-buru sedang menunggu taksi, jadi kuajak bareng," jelas Rasya beralasan. Tersenyum yang bagi Rasya jelas kurang menyakinkan. "Owh ...." Raja meng

    Last Updated : 2024-02-27

Latest chapter

  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 112

    Mas Raja yang menggoda, Ruma yang tidak suka. Suaminya ini kenapa malah dicie ciein, apa dia tidak bertanya-tanya kenapa Rina dan ibunya Rasya datang ke rumah. "Rum, maaf mengagetkan kamu pagi-pagi. Kebetulan sekali kalau Dokter Raja juga ada di rumah."Iya, Ruma memang kaget, ada hal penting apa sampai Rina dan mantan ibu mertuanya datang ke rumah. Sepertinya Mas Rasya juga, tetapi kenapa pria itu tidak turun dari mobil. "Iya, silahkan masuk Rin, Tante," ucap Ruma menyambutnya dengan hangat. Yang berlalu biarlah berlalu, yang penting sekarang Ruma mempunyai keluarga yang menyayanginya penuh syukur. "Terima kasih banyak, Rum," jawab Rina dan Tante Maria masuk. Lalu mengambil duduk setelah dipersilahkan. Kedatangan kedua orang di masa lalu Ruma tentu bukan tanpa alasan. Mereka merasa perlu bersilaturahmi untuk melegakan hatinya. Tentu saja karena memang ada suatu hal yang tidak melegakan hatinya. "Sebelumnya, maaf jika kedatangan kami membuat kamu dan keluarga tidak nyaman. Sudah

  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 111

    "Sayang, lama banget, itu MUA-nya udah datang." Raja sampai menyusul ke kamar mandi sebab istrinya tak kunjung keluar. "Suruh nunggu Mas, aku sedikit mual." Ruma keluar kamar mandi dengan wajah sedikit pucat. "Loh, kamu sakit?" Dari semalam Ruma memang kurang enak badan. Sedikit masuk angin dan kurang istirahat lebih tepatnya. Jadi, berefek paginya. Padahal hari ini ada acara aqiqahan baby Maher. Malah mendadak tidak enak badan begini. "Nggak Mas, aku cuma agak mual dikit."Semalam baby Maher banyak rewelnya, tumben sekali bayi mungil itu meminta perhatian lebih. Ruma tidak bisa tidur nyenyak gegara putranya terlihat tidak seperti biasanya. Dia takut sendiri dan sedikit trauma kalau sampai ada apa-apa dengan bayinya. "Masuk angin sih ini. Minum obat ya, aku ambilin. Udah makan kan?""Nggak Mas, nggak usah. Ini udah agak mendingan kok," tolak Ruma merasa lebih baik. Pria itu beranjak mengambilkan minum hangat. Menganjurkan istrinya rehat sejenak. Acaranya masih nanti agak siangan,

  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 110

    Ruma dan Raja sepakat mencari pengasuh untuk baby Maher. Tentu saja untuk meringankan pekerjaan istrinya. Apalagi sekarang Ruma tengah masa pemulihan pasca melahirkan. Sudah pasti repot harus membagi waktu untuk dirinya dan juga bayinya."Mas, nanti aku jadwal kontrol. Sekalian ke rumah sakit ya.""Iya, nanti aku antar. Jam berapa sayang?""Siang lah, kamu hari ini berangkat?""Cutiku udah habis, siang ya, nanti aku anterin dulu kalau pagi. Aku langsung pulang beres dari rumah sakit."Waktu Raja memang sangat sibuk. Dia hanya cuti beberapa hari menemani istrinya di rumah sakit dan di rumah. Selebihnya kembali sibuk di rumah sakit. "Iya, nggak pa-pa, ada suster Anna yang bantuin." Untungnya sesama dokter, jadi lebih tahu kesibukan masing-masing. Tidak menuntut untuk dimengerti sendirian. Saling memaklumi karena kehidupannya memang bukan sepenuhnya milik pasangannya. Harus terbagi dengan banyak orang yang membutuhkan.Setiap libur, Raja selalu meluangkan waktunya full di rumah. Karena

  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 109

    Ruma langsung mengiyakan, HPL memang masih akhir bulan, tetapi benar tanda-tandanya baby boy mau launching. "Bisa jalan?" tanya Raja khawatir. Ruma mengangguk, walau dengan wajah menahan sakit, cukup aman untuk berjalan sampai ke mobil. "Ayo sayang, hati-hati!" Abi Zayyan dan juga Ummi Marsha juga langsung ikut ke rumah sakit. Sementara Bik Sumi pulang dengan taksi membawa belanjaan mereka. "Tambah kerasa ya?" tanya Raja sembari mengemudi perjalanan ke rumah sakit. "Iya Mas, lumayan," jawab Ruma memejam. Mengatur nafas, dan sesekali merilekskan tubuhnya saat tengah nyeri. Ini bukan pertama kali bagi Ruma, tetapi sakitnya tentu sama saja satu rasa. Namanya orang mau melahirkan, di mana-mana pasti luar biasa. "Lancar-lancar ya sayang, bantu Buna," ucap Raja sembari mengelus perut istrinya. Begitu sampai di rumah sakit, Ruma langsung disambut hangat oleh tim medis. Perempuan itu langsung dibawa ke ruang bersalin. Setelah dicek ternyata memang sudah pembukaan tiga. Masih lumayan

  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 108

    Empat purnama tak terasa berlalu dengan cepat, Ruma kini tengah menanti hari-hari kelahiran anak kedua. Perempuan itu juga sudah menyelesaikan waktu magangnya. Jadi, bisa mempunyai banyak waktu di rumah menanti launching anak kedua."Aku berangkat ya, nanti kalau ada apa-apa kabari. Jangan belanja sendirian, nanti malam saja aku temani setelah pulang," pesan Raja tak membiarkan istrinya beraktivitas di luar tanpa dirinya. "Iya Mas, tapi kalau misalnya siang berubah pikiran, terus ditemani Bik Sumi gimana? Kan nggak sendirian juga." Tidak ingin terlalu banyak merepotkan, asal Raja mengizinkan, Rumah tidak mengapa berbelanja sendirian."Duh ... bumil ngeyel ya. Ya sudah, nanti pakai supir saja. Hati-hati ya, ingat selalu berkabar di mana pun berada." Raja mode posesif, bukan apa-apa, dia khawatir mengingat istrinya hamil besar. "Siap Mas, kamu juga hati-hati berangkat kerjanya," balas Ruma mengiyakan. Ruma menyalim takzim suaminya. Raja membalasnya dengan kecupan sayang di keningnya,

  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 107

    "Ya Allah ... capek Mas, izin ke kamar ya," pamit Ruma setelah membantu membereskan sisa acara tadi. Padahal cuma bantuin dikit, tapi berada sekali punggungnya. "Kamu sih, dibilangin nggak usah masih suka maksa. Udah istirahat saja."Kalau Ruma sudah mengeluh, Raja yang khawatir. Istrinya itu kadang bandel, tapi ya namanya juga perempuan aktif, mana bisa diem. "Hem ... tadi nggak berasa Mas, sekarang baru terasa," ucap Ruma beranjak. Raja ikut mengekor istrinya ke dalam. Suasana rumah juga sudah sepi, semua tamu dan keluarga dekat sudah pulang sejak tadi. "Sayang, aku pijitin ya," kata pria itu perhatian. Bukan satu dua kali, Raja memang sering melakukan hal semacamnya saat istrinya mengeluh lelah. Ya walaupun ujung-ujungnya tetap bonus adegan panas. "Hmm ... beneran pijat atau minta bonus." Ruma sadar, wanita itu kemarin menundanya. Dia bahkan berjanji sendiri setelah acara bakalan nyenengin suaminya. Tapi, terkadang ekspektasi tak sesuai realita. Ruma terlihat kelelahan malam

  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 106

    "Tidur sayang, aku tahu kamu capek. Aku nggak akan ganggu," kata Raja pengertian. "Baiknya suami aku. Terima kasih Mas," ucap Ruma merasa merdeka. Dia benar-benar tengah lelah. Beruntung punya Mas suami yang super pengertian, jadi tidak ada drama yang berkepanjangan."Ini beneran kan? Nggak ada mode dendam?" tanya Ruma menatap serius. "Astaghfirullah ... kamu capek kan? Tidur sayang, sebelum aku berubah pikiran," jawab Ruma gemas sendiri. "Oke sayang, besok dobel deh karena malam ini udah baik. I love you," kata wanita itu tersenyum lega. Mengecup pipi suaminya lalu menarik selimut rapat-rapat."Love you more," balas Raja tersenyum sembari mengelus kepalanya lembut. Dia benar-benar meloloskan Ruma malam ini. Tak perlu menunggu lama, wanita itu lelap menemukan kenyamanannya. "Bobok yang nyenyak," ucap pria itu menarik selimut, lalu menciumnya dengan sayang. Raja mana tega eksekusi istrinya mode maksa. Apalagi fisik Ruma tengah mode lelah plus hamil muda. Jadi, menyala sabarnya.Sem

  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 105

    Berita kehamilan Ruma begitu menggembirakan untuk keduanya. Namun, Ruma dan Raja sepakat tidak membagi kabar bahagia ini dulu dengan keluarga besar. Namanya juga baru trimester pertama dan masih rentan, jadi sabar menahan diri untuk berbagi kabar menyenangkan ini. Raja juga khawatir kalau di luar sana ada saja orang yang mungkin tidak berkenan dengan hubungan mereka.Setelah berjalan empat bulan, Ruma baru berani speak up, tepatnya saat hendak menjalani acara empat bulanan. Kedua orang tua Raja dan juga kedua orang tua Ruma sampai terheran-heran ketika diberi tahu kabar bahagia ini."Kapan acaranya, Ja? Kok baru ngabarin?" Ummi Marsha jelas kaget sekaligus senang mengetahui menantunya tengah hamil. Raja sengaja menemui ibunya setelah dinas hari ini. Sebenarnya dia sudah tidak sabar membagi moment ini. Alhamdulillah sampai juga di acara empat bulanan. "Besok Ummi, Ruma juga sekarang masih dinas. Memang rencananya meminta libur sehari saja untuk acara besok.""Masya Allah alhamdulillah

  • Sentuhan Panas Dokter Dingin   Bab 104

    "Sayang, kalau mau ada yang dibeli pesan dari rumah aja. Misal butuhnya sekarang, atau udah mau butuh banget buat besok.""Iya Mas, santai aja. Sekarang kan serba mudah. Orang belanja sayuran segar aja bisa dari rumah. Cuma ya itu, yang mahal kan waktunya. Aku pingin jalan berduanya.""Duh ... kapan ya, besok sore gimana? Nggak mau janji juga, semoga nggak ada pasien mendadak.""Aamiin ... ngabarin aja Mas, tapi semoga bisa ya. Eh gimana kalau malam sabtu.""Kalau malam sabtu malah sudah berencana bad minton sama temen-temen. Boleh kan yank.""Duh ... aku ditinggal gitu sendirian di rumah." Rumah merengut, nggak enak banget malam-malam sendirian di rumah."Boleh ikut kok, ada banyak teman-teman juga. Mungkin pada bawa pasangannya juga.""Beneran boleh ikut?""Iya boleh."Waktu berdua itu sangat berharga bagi mereka. Semenjak kepergian Sama, Rumah memang anti kesepian. Dia juga terlihat lebih manja dengan suaminya. Beruntung mempunyai suami yang pengertian, sama-sama bucin, jadi tidak

DMCA.com Protection Status