"Ya Allah ... capek Mas, izin ke kamar ya," pamit Ruma setelah membantu membereskan sisa acara tadi. Padahal cuma bantuin dikit, tapi berada sekali punggungnya. "Kamu sih, dibilangin nggak usah masih suka maksa. Udah istirahat saja."Kalau Ruma sudah mengeluh, Raja yang khawatir. Istrinya itu kadang bandel, tapi ya namanya juga perempuan aktif, mana bisa diem. "Hem ... tadi nggak berasa Mas, sekarang baru terasa," ucap Ruma beranjak. Raja ikut mengekor istrinya ke dalam. Suasana rumah juga sudah sepi, semua tamu dan keluarga dekat sudah pulang sejak tadi. "Sayang, aku pijitin ya," kata pria itu perhatian. Bukan satu dua kali, Raja memang sering melakukan hal semacamnya saat istrinya mengeluh lelah. Ya walaupun ujung-ujungnya tetap bonus adegan panas. "Hmm ... beneran pijat atau minta bonus." Ruma sadar, wanita itu kemarin menundanya. Dia bahkan berjanji sendiri setelah acara bakalan nyenengin suaminya. Tapi, terkadang ekspektasi tak sesuai realita. Ruma terlihat kelelahan malam
Empat purnama tak terasa berlalu dengan cepat, Ruma kini tengah menanti hari-hari kelahiran anak kedua. Perempuan itu juga sudah menyelesaikan waktu magangnya. Jadi, bisa mempunyai banyak waktu di rumah menanti launching anak kedua."Aku berangkat ya, nanti kalau ada apa-apa kabari. Jangan belanja sendirian, nanti malam saja aku temani setelah pulang," pesan Raja tak membiarkan istrinya beraktivitas di luar tanpa dirinya. "Iya Mas, tapi kalau misalnya siang berubah pikiran, terus ditemani Bik Sumi gimana? Kan nggak sendirian juga." Tidak ingin terlalu banyak merepotkan, asal Raja mengizinkan, Rumah tidak mengapa berbelanja sendirian."Duh ... bumil ngeyel ya. Ya sudah, nanti pakai supir saja. Hati-hati ya, ingat selalu berkabar di mana pun berada." Raja mode posesif, bukan apa-apa, dia khawatir mengingat istrinya hamil besar. "Siap Mas, kamu juga hati-hati berangkat kerjanya," balas Ruma mengiyakan. Ruma menyalim takzim suaminya. Raja membalasnya dengan kecupan sayang di keningnya,
Ruma langsung mengiyakan, HPL memang masih akhir bulan, tetapi benar tanda-tandanya baby boy mau launching. "Bisa jalan?" tanya Raja khawatir. Ruma mengangguk, walau dengan wajah menahan sakit, cukup aman untuk berjalan sampai ke mobil. "Ayo sayang, hati-hati!" Abi Zayyan dan juga Ummi Marsha juga langsung ikut ke rumah sakit. Sementara Bik Sumi pulang dengan taksi membawa belanjaan mereka. "Tambah kerasa ya?" tanya Raja sembari mengemudi perjalanan ke rumah sakit. "Iya Mas, lumayan," jawab Ruma memejam. Mengatur nafas, dan sesekali merilekskan tubuhnya saat tengah nyeri. Ini bukan pertama kali bagi Ruma, tetapi sakitnya tentu sama saja satu rasa. Namanya orang mau melahirkan, di mana-mana pasti luar biasa. "Lancar-lancar ya sayang, bantu Buna," ucap Raja sembari mengelus perut istrinya. Begitu sampai di rumah sakit, Ruma langsung disambut hangat oleh tim medis. Perempuan itu langsung dibawa ke ruang bersalin. Setelah dicek ternyata memang sudah pembukaan tiga. Masih lumayan
Ruma dan Raja sepakat mencari pengasuh untuk baby Maher. Tentu saja untuk meringankan pekerjaan istrinya. Apalagi sekarang Ruma tengah masa pemulihan pasca melahirkan. Sudah pasti repot harus membagi waktu untuk dirinya dan juga bayinya."Mas, nanti aku jadwal kontrol. Sekalian ke rumah sakit ya.""Iya, nanti aku antar. Jam berapa sayang?""Siang lah, kamu hari ini berangkat?""Cutiku udah habis, siang ya, nanti aku anterin dulu kalau pagi. Aku langsung pulang beres dari rumah sakit."Waktu Raja memang sangat sibuk. Dia hanya cuti beberapa hari menemani istrinya di rumah sakit dan di rumah. Selebihnya kembali sibuk di rumah sakit. "Iya, nggak pa-pa, ada suster Anna yang bantuin." Untungnya sesama dokter, jadi lebih tahu kesibukan masing-masing. Tidak menuntut untuk dimengerti sendirian. Saling memaklumi karena kehidupannya memang bukan sepenuhnya milik pasangannya. Harus terbagi dengan banyak orang yang membutuhkan.Setiap libur, Raja selalu meluangkan waktunya full di rumah. Karena
"Sayang, lama banget, itu MUA-nya udah datang." Raja sampai menyusul ke kamar mandi sebab istrinya tak kunjung keluar. "Suruh nunggu Mas, aku sedikit mual." Ruma keluar kamar mandi dengan wajah sedikit pucat. "Loh, kamu sakit?" Dari semalam Ruma memang kurang enak badan. Sedikit masuk angin dan kurang istirahat lebih tepatnya. Jadi, berefek paginya. Padahal hari ini ada acara aqiqahan baby Maher. Malah mendadak tidak enak badan begini. "Nggak Mas, aku cuma agak mual dikit."Semalam baby Maher banyak rewelnya, tumben sekali bayi mungil itu meminta perhatian lebih. Ruma tidak bisa tidur nyenyak gegara putranya terlihat tidak seperti biasanya. Dia takut sendiri dan sedikit trauma kalau sampai ada apa-apa dengan bayinya. "Masuk angin sih ini. Minum obat ya, aku ambilin. Udah makan kan?""Nggak Mas, nggak usah. Ini udah agak mendingan kok," tolak Ruma merasa lebih baik. Pria itu beranjak mengambilkan minum hangat. Menganjurkan istrinya rehat sejenak. Acaranya masih nanti agak siangan,
Mas Raja yang menggoda, Ruma yang tidak suka. Suaminya ini kenapa malah dicie ciein, apa dia tidak bertanya-tanya kenapa Rina dan ibunya Rasya datang ke rumah. "Rum, maaf mengagetkan kamu pagi-pagi. Kebetulan sekali kalau Dokter Raja juga ada di rumah."Iya, Ruma memang kaget, ada hal penting apa sampai Rina dan mantan ibu mertuanya datang ke rumah. Sepertinya Mas Rasya juga, tetapi kenapa pria itu tidak turun dari mobil. "Iya, silahkan masuk Rin, Tante," ucap Ruma menyambutnya dengan hangat. Yang berlalu biarlah berlalu, yang penting sekarang Ruma mempunyai keluarga yang menyayanginya penuh syukur. "Terima kasih banyak, Rum," jawab Rina dan Tante Maria masuk. Lalu mengambil duduk setelah dipersilahkan. Kedatangan kedua orang di masa lalu Ruma tentu bukan tanpa alasan. Mereka merasa perlu bersilaturahmi untuk melegakan hatinya. Tentu saja karena memang ada suatu hal yang tidak melegakan hatinya. "Sebelumnya, maaf jika kedatangan kami membuat kamu dan keluarga tidak nyaman. Sudah
Raja terjaga setelah mendengar deringan alarm ponselnya memekik. Pria itu merasakan kepalanya sedikit pening. Tidak biasanya ia terbangun dengan keadaan begini. Walau ia merasakan stamina tubuhnya begitu berbeda.Pria itu merasa asing menatap sekitar. Jelas sekali ini bukan kamarnya. Lalu di mana? Ia menoleh memastikan keadaan. Netranya hampir melompat dari tempatnya kala mendapati bahu seputih susu terpampang di depannya."Astaghfirullahalazim ...," ucap pria tampan itu shock seketika. Ia langsung memandang dirinya sendiri dengan perasaan tak terduga.Hatinya bergemuruh kala mendapati pakaiannya, dan juga pakaian gadis yang kini masih lelap di bawah selimutnya itu berserakan di lantai kamar.Raja bergegas turun dari ranjang. Memungut pakaiannya dengan kasar, lalu beranjak ke kamar mandi. Sungguh ini tidak benar. Apa yang telah terjadi. Mengapa dia bisa satu kamar dengan seorang gadis.Bukan hanya itu, dia telah melanggar norma agama yang seharusnya tidak boleh dilakukan tanpa adanya
Ruma berjalan cepat meninggalkan kamar enam kosong enam. Dia tidak mendengarkan seruan Raja yang tiba-tiba mendapatkan panggilan darurat dari rumah sakit.Pria itu ingin sekali mengejar wanita yang telah menghabiskan satu malam bersamanya. Setidaknya duduk tenang tanpa ketegangan. Menyelesaikan masalah yang baru saja terjadi. Namun, waktu seakan tak memberikan restu untuk keduanya.Raja langsung bertolak ke rumah sakit. Meninggalkan kerumitan hatinya yang tengah melanda. Jelas saja dia merasa hidupnya telah berubah dalam semalam.Sementara Ruma pulang ke rumah dengan suasana hati yang sangat tidak nyaman. Beruntung dia masuk shif siang. Jadi, tidak harus dikejar deadline untuk pemeriksaan.Wanita itu pulang dengan taksi. Sepanjang perjalanan, pikirannya menerawang jauh tentang kejadian semalam. Dia agak lupa setelah kedatangannya bersama Rasya ke sebuah jamuan makan.Hatinya bergejolak hebat mengingat itu semua. Lalu, kenapa Rasya meninggalkannya pada seorang pria asing. Apakah dia se
Mas Raja yang menggoda, Ruma yang tidak suka. Suaminya ini kenapa malah dicie ciein, apa dia tidak bertanya-tanya kenapa Rina dan ibunya Rasya datang ke rumah. "Rum, maaf mengagetkan kamu pagi-pagi. Kebetulan sekali kalau Dokter Raja juga ada di rumah."Iya, Ruma memang kaget, ada hal penting apa sampai Rina dan mantan ibu mertuanya datang ke rumah. Sepertinya Mas Rasya juga, tetapi kenapa pria itu tidak turun dari mobil. "Iya, silahkan masuk Rin, Tante," ucap Ruma menyambutnya dengan hangat. Yang berlalu biarlah berlalu, yang penting sekarang Ruma mempunyai keluarga yang menyayanginya penuh syukur. "Terima kasih banyak, Rum," jawab Rina dan Tante Maria masuk. Lalu mengambil duduk setelah dipersilahkan. Kedatangan kedua orang di masa lalu Ruma tentu bukan tanpa alasan. Mereka merasa perlu bersilaturahmi untuk melegakan hatinya. Tentu saja karena memang ada suatu hal yang tidak melegakan hatinya. "Sebelumnya, maaf jika kedatangan kami membuat kamu dan keluarga tidak nyaman. Sudah
"Sayang, lama banget, itu MUA-nya udah datang." Raja sampai menyusul ke kamar mandi sebab istrinya tak kunjung keluar. "Suruh nunggu Mas, aku sedikit mual." Ruma keluar kamar mandi dengan wajah sedikit pucat. "Loh, kamu sakit?" Dari semalam Ruma memang kurang enak badan. Sedikit masuk angin dan kurang istirahat lebih tepatnya. Jadi, berefek paginya. Padahal hari ini ada acara aqiqahan baby Maher. Malah mendadak tidak enak badan begini. "Nggak Mas, aku cuma agak mual dikit."Semalam baby Maher banyak rewelnya, tumben sekali bayi mungil itu meminta perhatian lebih. Ruma tidak bisa tidur nyenyak gegara putranya terlihat tidak seperti biasanya. Dia takut sendiri dan sedikit trauma kalau sampai ada apa-apa dengan bayinya. "Masuk angin sih ini. Minum obat ya, aku ambilin. Udah makan kan?""Nggak Mas, nggak usah. Ini udah agak mendingan kok," tolak Ruma merasa lebih baik. Pria itu beranjak mengambilkan minum hangat. Menganjurkan istrinya rehat sejenak. Acaranya masih nanti agak siangan,
Ruma dan Raja sepakat mencari pengasuh untuk baby Maher. Tentu saja untuk meringankan pekerjaan istrinya. Apalagi sekarang Ruma tengah masa pemulihan pasca melahirkan. Sudah pasti repot harus membagi waktu untuk dirinya dan juga bayinya."Mas, nanti aku jadwal kontrol. Sekalian ke rumah sakit ya.""Iya, nanti aku antar. Jam berapa sayang?""Siang lah, kamu hari ini berangkat?""Cutiku udah habis, siang ya, nanti aku anterin dulu kalau pagi. Aku langsung pulang beres dari rumah sakit."Waktu Raja memang sangat sibuk. Dia hanya cuti beberapa hari menemani istrinya di rumah sakit dan di rumah. Selebihnya kembali sibuk di rumah sakit. "Iya, nggak pa-pa, ada suster Anna yang bantuin." Untungnya sesama dokter, jadi lebih tahu kesibukan masing-masing. Tidak menuntut untuk dimengerti sendirian. Saling memaklumi karena kehidupannya memang bukan sepenuhnya milik pasangannya. Harus terbagi dengan banyak orang yang membutuhkan.Setiap libur, Raja selalu meluangkan waktunya full di rumah. Karena
Ruma langsung mengiyakan, HPL memang masih akhir bulan, tetapi benar tanda-tandanya baby boy mau launching. "Bisa jalan?" tanya Raja khawatir. Ruma mengangguk, walau dengan wajah menahan sakit, cukup aman untuk berjalan sampai ke mobil. "Ayo sayang, hati-hati!" Abi Zayyan dan juga Ummi Marsha juga langsung ikut ke rumah sakit. Sementara Bik Sumi pulang dengan taksi membawa belanjaan mereka. "Tambah kerasa ya?" tanya Raja sembari mengemudi perjalanan ke rumah sakit. "Iya Mas, lumayan," jawab Ruma memejam. Mengatur nafas, dan sesekali merilekskan tubuhnya saat tengah nyeri. Ini bukan pertama kali bagi Ruma, tetapi sakitnya tentu sama saja satu rasa. Namanya orang mau melahirkan, di mana-mana pasti luar biasa. "Lancar-lancar ya sayang, bantu Buna," ucap Raja sembari mengelus perut istrinya. Begitu sampai di rumah sakit, Ruma langsung disambut hangat oleh tim medis. Perempuan itu langsung dibawa ke ruang bersalin. Setelah dicek ternyata memang sudah pembukaan tiga. Masih lumayan
Empat purnama tak terasa berlalu dengan cepat, Ruma kini tengah menanti hari-hari kelahiran anak kedua. Perempuan itu juga sudah menyelesaikan waktu magangnya. Jadi, bisa mempunyai banyak waktu di rumah menanti launching anak kedua."Aku berangkat ya, nanti kalau ada apa-apa kabari. Jangan belanja sendirian, nanti malam saja aku temani setelah pulang," pesan Raja tak membiarkan istrinya beraktivitas di luar tanpa dirinya. "Iya Mas, tapi kalau misalnya siang berubah pikiran, terus ditemani Bik Sumi gimana? Kan nggak sendirian juga." Tidak ingin terlalu banyak merepotkan, asal Raja mengizinkan, Rumah tidak mengapa berbelanja sendirian."Duh ... bumil ngeyel ya. Ya sudah, nanti pakai supir saja. Hati-hati ya, ingat selalu berkabar di mana pun berada." Raja mode posesif, bukan apa-apa, dia khawatir mengingat istrinya hamil besar. "Siap Mas, kamu juga hati-hati berangkat kerjanya," balas Ruma mengiyakan. Ruma menyalim takzim suaminya. Raja membalasnya dengan kecupan sayang di keningnya,
"Ya Allah ... capek Mas, izin ke kamar ya," pamit Ruma setelah membantu membereskan sisa acara tadi. Padahal cuma bantuin dikit, tapi berada sekali punggungnya. "Kamu sih, dibilangin nggak usah masih suka maksa. Udah istirahat saja."Kalau Ruma sudah mengeluh, Raja yang khawatir. Istrinya itu kadang bandel, tapi ya namanya juga perempuan aktif, mana bisa diem. "Hem ... tadi nggak berasa Mas, sekarang baru terasa," ucap Ruma beranjak. Raja ikut mengekor istrinya ke dalam. Suasana rumah juga sudah sepi, semua tamu dan keluarga dekat sudah pulang sejak tadi. "Sayang, aku pijitin ya," kata pria itu perhatian. Bukan satu dua kali, Raja memang sering melakukan hal semacamnya saat istrinya mengeluh lelah. Ya walaupun ujung-ujungnya tetap bonus adegan panas. "Hmm ... beneran pijat atau minta bonus." Ruma sadar, wanita itu kemarin menundanya. Dia bahkan berjanji sendiri setelah acara bakalan nyenengin suaminya. Tapi, terkadang ekspektasi tak sesuai realita. Ruma terlihat kelelahan malam
"Tidur sayang, aku tahu kamu capek. Aku nggak akan ganggu," kata Raja pengertian. "Baiknya suami aku. Terima kasih Mas," ucap Ruma merasa merdeka. Dia benar-benar tengah lelah. Beruntung punya Mas suami yang super pengertian, jadi tidak ada drama yang berkepanjangan."Ini beneran kan? Nggak ada mode dendam?" tanya Ruma menatap serius. "Astaghfirullah ... kamu capek kan? Tidur sayang, sebelum aku berubah pikiran," jawab Ruma gemas sendiri. "Oke sayang, besok dobel deh karena malam ini udah baik. I love you," kata wanita itu tersenyum lega. Mengecup pipi suaminya lalu menarik selimut rapat-rapat."Love you more," balas Raja tersenyum sembari mengelus kepalanya lembut. Dia benar-benar meloloskan Ruma malam ini. Tak perlu menunggu lama, wanita itu lelap menemukan kenyamanannya. "Bobok yang nyenyak," ucap pria itu menarik selimut, lalu menciumnya dengan sayang. Raja mana tega eksekusi istrinya mode maksa. Apalagi fisik Ruma tengah mode lelah plus hamil muda. Jadi, menyala sabarnya.Sem
Berita kehamilan Ruma begitu menggembirakan untuk keduanya. Namun, Ruma dan Raja sepakat tidak membagi kabar bahagia ini dulu dengan keluarga besar. Namanya juga baru trimester pertama dan masih rentan, jadi sabar menahan diri untuk berbagi kabar menyenangkan ini. Raja juga khawatir kalau di luar sana ada saja orang yang mungkin tidak berkenan dengan hubungan mereka.Setelah berjalan empat bulan, Ruma baru berani speak up, tepatnya saat hendak menjalani acara empat bulanan. Kedua orang tua Raja dan juga kedua orang tua Ruma sampai terheran-heran ketika diberi tahu kabar bahagia ini."Kapan acaranya, Ja? Kok baru ngabarin?" Ummi Marsha jelas kaget sekaligus senang mengetahui menantunya tengah hamil. Raja sengaja menemui ibunya setelah dinas hari ini. Sebenarnya dia sudah tidak sabar membagi moment ini. Alhamdulillah sampai juga di acara empat bulanan. "Besok Ummi, Ruma juga sekarang masih dinas. Memang rencananya meminta libur sehari saja untuk acara besok.""Masya Allah alhamdulillah
"Sayang, kalau mau ada yang dibeli pesan dari rumah aja. Misal butuhnya sekarang, atau udah mau butuh banget buat besok.""Iya Mas, santai aja. Sekarang kan serba mudah. Orang belanja sayuran segar aja bisa dari rumah. Cuma ya itu, yang mahal kan waktunya. Aku pingin jalan berduanya.""Duh ... kapan ya, besok sore gimana? Nggak mau janji juga, semoga nggak ada pasien mendadak.""Aamiin ... ngabarin aja Mas, tapi semoga bisa ya. Eh gimana kalau malam sabtu.""Kalau malam sabtu malah sudah berencana bad minton sama temen-temen. Boleh kan yank.""Duh ... aku ditinggal gitu sendirian di rumah." Rumah merengut, nggak enak banget malam-malam sendirian di rumah."Boleh ikut kok, ada banyak teman-teman juga. Mungkin pada bawa pasangannya juga.""Beneran boleh ikut?""Iya boleh."Waktu berdua itu sangat berharga bagi mereka. Semenjak kepergian Sama, Rumah memang anti kesepian. Dia juga terlihat lebih manja dengan suaminya. Beruntung mempunyai suami yang pengertian, sama-sama bucin, jadi tidak