Pukul 7 pagi. Ririn sedang menatap dirinya sendiri dipantulan cermin yang ada dihadapan dirinya ini. Ia sudah mandi dan juga segar, walaupu nanti di diapur ia akan kotor lagi.
Tapi Ririn sangat menyukai pekerjaan yang dirinya lakukan, ia sudah bekerja selama 5 tahun di dunia perdapuran hotel. Makanya jabatanya lumayan tinggi, karena ia sudah bekerja lama.
Ririn bangga akan dirinya ini. "Awali hari ini dengan senyuman dan semangat." Ririn mengucapkan mantra kepada sendiri, agar ia semakin semangat dalam bekerja.
Ririn hanya mengunakan jins panjang dan juga kaus oblong berwarna hitam dan dibalut dengan jaket kulit. Ririn selalu berpakaian casul macam ini, karena ia tak perlu berdandan cantik.
Bahkan Ririn hanya memakai lipstik dan pelembab wajah saja, jika sedang bekerja. Berdandan sangat tak berguna bagi Ririn, karena ia akan berhadapan dengan dapur.
Lagian juga ia mempunyai seragam dan ia harus mengunakan seragam itu. Hal itu juga membuat Ririn tak memperdulikan tampilan dirinya sendiri disaat kerja. Ririn tipkal cuek dengan penampilan.
Untung saja pacarnya sangat setia dan tak mempersalahkan penampilannya ini. Membuat Ririn semakin cinta dengan pria itu. Matanya melihat ke arah jam. Ririn bergegas untuk turun menuju lantai 1.
"Selamat pagi." Ririn menyapa ke dua orang tuanya tersebut.
"Punya putri seorang koki, tapi jarang sekali memasak untuk kita. Sekali libur kerja, malah pacaran." itu adalah suara Luna yang mana ibu kandung dari Ririn.
Ririn menatap Ayahnya, karena ibunya itu menyindirnya. Ririn dan Ayahnya malah tertawa bahagia karena sang singa rumah ini sedang merajuk sambil marah.
Fahri Ayahnya Ririn, mengisyaratkan kepada putri bungsunya untuk membuat sang singa, bisa menghilangkan rasa amarahnya itu dipagi hari ini. Ririn menganggukan kepalanya menerima perintah dari Ayahnya tersebut.
"Nyonya Luna yang cantik dan awet muda. Putrimu ini berjanji akan memasak, tapi tidak sekarang." Ririn memeluk pinggang Mamahnya dan mengecupi bertubi-tubi pipi Mamahnya ini.
"Ririn sudahlah, duduk sana!" Luna yang menyikirkan putrinya akan tak menganggunya disaat sedang memasak sarapan pagi.
"Maaf aku tak bisa sarapan pagi bersama." Ririn dengan wajah masam, karena selalu membuat ke dua orang tuanya kecewa karena selalu jarang makan bersama.
"Tamu Vvip?" Fahri bertanya kepada putri bungsunya tersebut.
"Iya," jawab Ririn.
Sejujurnya dirinya merasa tak nyaman sekali, karena Mamahanya ini sudah menyiapkan banyak sarapan dipagi hari. Tapi ia tak makan karena kesibukannya di dapur hotel.
"Pergilah bekerja sana. Cepat pergi, nanti kamu malah dimarahi kepala chef." Fahri meminta Ririn untuk cepat pergi.
"Mah." Ririn memanggil Mamanya itu, terlihat jelas dari wajah Mamah yang kecewa dengan dirinya. Apalagi Mamahnya sudah menyiapkan sarapan dengan menu kesukaan dirinya.
Ririn terdiam dan sebuah ide terlintas begitu cepat. Kakinya berjalan ke rak piring dan mengambil sebuah kotak bekal dan memasukan makanan yang Mamahnya itu masak.
"Aku akan makan dikerjaan." Ririn bicara dengan keras, agar Mamahnya itu bisa mendengar.
Fahri mengacungkan jempolnya melihat apa yang dilakukan sama putrinya tersebut. "Makanlah yang banyak putriku sayang," Fahri juga bicara keras agar istrinya mendengar dan bisa menghilangkan rasa kekesalannya tersebut.
"Mah masakanmu selalu saja enak. Mamah koki yang hebat sekali, aku harus banyak belajar dari mu." Ririn terus bicara memuji Mamahnya.
"Aku berangkat dulu. Sampai jumpa cintanya Ririn." Saat Ririn akan melangkahkan kakinya menuju ke pintu rumah. Kakinya berhenti karena ada yang kurang dirumah ini, tapi apa itu.
"Kakaknya." Ririn tak melihat kakaknya sama sekali. Ririn berjalan mundur, hingga bisa berhadapan dengan Ayahnya yang terkejut dengan ia yang berjalan mundur.
"Ada apa?' tanya Fahri yang melihat kelakukan dari anaknya ini.
"Mba Vanya dimana? kenapa tak terlihat sedari tadi?' tanya Ririn sambil menatap seluruh penjuru rumahnya ini.
"Menginap dirumah temannya."
"Teman yang mana?' tanya Ririn seakan mengintrogasi Ayahnya itu."
"Ayah lupa."
"Ayah, kamu harus menelepon Mba Vanya. Dia itu tetap anak perempuan, walaupun sudah besar. Tetap harus diingatkan agar tak sering menginap dirumah temannya itu." Ririn malah menyeramahi Ayahnya itu.
Akibat ia berceramah, kepalanya ini dipukul sama Ayahnya. Walaupun tak kuat memukulnya, tetap saja ia merasa kesakitan akibat pukulan dari Ayahnya ini. "Pergilah sana!" usir Fahri kepada anaknya ini.
Cup.
Setelah mengecupi pipi Ayahnya, Ririn bergegas berangkat. Dengan kekuatan dipagi hari, Ririn berlari kecil menuju ke halte agar semakin cepat sampai. Anggap saja sebagai olahraga dipagi hari, agar ia semakin semangat.
Dengan nafas yang tersengal-sengal Ririn sudah sampai akhirnya dihalte bus. Ririn sangat bersykur karenna bus yang akan ia naiki belum tiba. Ririn mengambil botol minum dan meneguk dengan pelan-pelan.
Ririn selagi menunggu kedatangan bus, ia mengambil ponsel dan juga erphone miliknya, lalu ia masakan di kedua telinganya. Ririn sudah menyetel musik kesukaan dirinya.
Saat ia membuka chatan dengan pacarnya. Ririn mengirim kembali sebuah chat kepada pacaranya. Hatinya merasa khawatir sekali karena pacarnya ini tak membalas chat yang ia kirim dari kemarin malam.
Ririn sudah menghubungi kekasihnya tersebut, tapi yang didapati malah suara operator yang menjawab. Ririn tak tau apa yang terjadi dengan pacarnya itu, Ririn sudah mengirim pesan kepada teman dekat pacaranya.
Agar bisa membantunya untuk mengecek keadaan dari pacarnya tersebut. Ririn yang ingin kembali menghubungi kekasihnya, tapi bus sudah datang dan membuatnya memasuki kembali ponsel miliknya.
***
Pukul 12 siang hari. Waktunya jam makan siang, semua orang menuju ke ruangan staff untuk makan bersama. Tapi Ririn tidak ikut kali ini, ia malah berbelok dan menuju ke ruang ganti staff.
Ririn membuka loker milknya dan mengambil ponselnya. Tadi ia bekerja tak berkonstrasi sekali dan melakukan kesalahan kecil, untung saja ia bisa memperbaiki kesalahannya dengan cepat.
Membuat ia tak dimarahi sama kepala koki. Ririn membuka ponselnya dan kembali melihat pesan. Ririn menghela nafasnya karena pacarnya ini sudah mengirimkan pesan balasan kepada dirinya.
Pacarnya itu tertidur pulas rupanya dan membuatnya tak bisa membalas pesan. Pasti Miko bekerja sangat keras, agar cepat bisa menutupi kekurangan untuk membayar segala hal tentang pernikahan.
Di pesan terakhir membuat bibirnya tertarik dan membentuk senyuman manis. Miko mengirim emot kiss kepadanya, membuat hatinya berbunga-bunga. Rasa khawatir meluap begitu saja hanya karena Miko mengirimkan pesan emot kiss kepadanya.
"Dari pacarmu kah?" Ririn menoleh dengan cepat saat mendengar suara itu dan ia terkejut dengan kedatangan temannya.
"Iya." jawab Ririn disertai dengan senyuman yang manis.
"Pacar kamu masih sama?" tanya Binnie.
"Tentu saja masih sama. Aku sudah menjalin hubungan selama 7 tahun lamanya."
"Jika kamu masih pacarnya? lalu siapa wanita yang bersama dengan pacar kamu, Ririn." Binnie mengerutkan keningnya bingung.
"Wanita apa maksudmu?"
"Aku pergi ke mall. Aku melihat pacar kamu dimall, tapi saat aku ingin mendekat. Malah yang aku dapati wanita itu bukan dirimu." Binnie menjelaskan semuanya kepada Ririn.
"Sepupunya itu."
"Benarkah? aku kira siapa. Cepatalah Ririn, semua orang menunggu kamu untuk makan bersama." Setelah mengatakan hal itu Binnie keluar dari ruang ganti.
"Asal kamu tau, kalau Miko tak mempunyai sepupu. Lalu siapa wanita yang dibicarakan sama Binnie?" Entah kenapa jantungnya berdegup kencang.
***
Follow juga IG: @intanazel
Ririn selama kembali ke rumahnya, dirinya tak bisa untuk tidak memikirkan ucapan dari rekan kerjanya tersebut."Berfikirlah positif Ririn." Ia menyakinkan dirinya sendiri kalau pacarnya itu tak akan melakukan hal yang membuat ia sedih.Ririn mengirimkan pesan singkat kepada pacarnya Miko. Ririn menginginkan bertemu berdua saja dicafe yang sering dikunjungi.Ririn tak mau tau, kalau pacarnya tersebut harus datang. Jika tidak, dirinya akan marah besar dan tak akan bicara lagi sama pacaranya tersebut.Hanya dengan cara ancaman saja, agar Miko mau diajak bertemu secara berdua saja. Ririn juga sedikit merasa aneh dengan sikap pacarnya.Miko sering sekali menolak ajakan untuk keluar, padahal ia hanya mengajak untuk makan bersama saja.Tapi pria itu selalu saja mengatakan sibuk
Ririn memasuki rumahnya dengan hati yang sakit dan juga terluka. Saat ia memasuki rumahnya. sebuah tawa yang dulu menyenangkan baginya, tapi sekarang malah membuat ia marah.Ingatan dirinya tak bisa tak lepas mengingat adegan mesra yang tersaji didepan matanya sendiri. Membuat hatinya kembali berdenyut merasakan kesakitan yang amat dalam.Ririn sedang terdiam dan mematung, saat melihat Mamahnya dan kakaknya yang sedang menonton drama bersama.Kakaknya tertawa dan tersenyum bahagia, sedangkan dirinya harus menanggung rasa sakit yang menghancurkan hatinya ini.Ririn seakan ingin berteriak didepan kakaknya yang bisa tertawa dan tersenyum seperti ini. Ririn ingin bertanya kenapa kakaknya melakukan hal itu.Ririn ingin bertanya apa ia pernah melakukan hal buruk, sampai melukai hati kakaknya. Hingga mba Vanya de
Semua orang yang berada didapur mereka aneh dengan sikap Ririn yang menjaid kebih diam dan tak ceria.Wajah Ririn yang kusut dan tak semangat, membuat orang-orang bertanya ada masalah apa hingga membuat Ririn sangat berbeda sekali."Apa ada masalah?" Binnie yang mendekati Ririn yang masih memasak."Tidak ada," jawab Ririn.Binnie yang mengerti, kalau Ririn sepertinya tak ingin di ganggu sama sekali. Binnie menyampaikan kepada orang-orang yang berada didapur, kalau jangan menganggu Ririn.Sedangkan Ririn lagi memasak menu makanan, ia memasak dengan perasaan yang kacau. Pertama kalinya didalam hidupnya, kalau ia memasak makanan dengan suasan hati yang buruk.Brak."Ririn!"Kepalanya menoleh setelah mendengar kalau namanya disebutkan, ia menoleh dan mendapati kalau kepala chef yang memanggil namanya.Ririn mendekatinya pria itu yang be
Ririn dengan tubuh yang lemas, ia berjalan menuju ke rumahnya yang berada digang ujung. Wajahnya yang lusuh dan tak bersemangt sekali.Kakinya berhenti melangkah disaat ia sudah sampai dirumahnya. Matanya melihat rumahnya yang seharusnya menjadi tempat ternyaman baginya.Tapi malah menjadi tempat paling membuat ia tak nyaman. Ririn sangat malas sekali bertemu dengan orang yang sudah mengkhianati dirinya.Mau tak mau, Ririn tetap harus masuk ke dalam. Ia tak mungkin melarikan diri dan membuat ke dua orang tuanya merasa khawatir akan dirinya.Ririn membuka gerbang dan ia berdecih saat melihat, motor yang ada diperkarangan rumahnya. Ririn menatap tajam ke arah motor itu.Motor yang mana punyai Miko, sang pacar yang mengkhianati dirinya. Tangannya terkepal dengan kuat melihat motor itu.Dengan sinisya, ia mendekati motor tersebut dan menendangnya dengan kuat.BUGH BUGH BUGH.Ririn berkali-kali memukul motor milik Riko, seakan melam
Ririn mengikuti arahan dari ponsel Ayahnya, yang ia pinjam hanya untuk melacak pasangan selingkuh tersebut.Matanya kembali melihat ponsel Ayahnya karena ingin memastikan kalalu lokasi yang ia datangi adalah benar.Ririn melihat jam yang sudah menunjukan pukul 9 malam, entah apa yang dilakukan pasangan itu didalam apartement milik Miko.Ririn sangat tau jelas dimana dirinya sedang berdiri sekarang, Apartement yang mana uang mukanya berasal dari dirinya dan sekali-kali ia membayar cicilan apartement ini.Kakinya melangkah memasuki apartement untuk menuju unit apartement yang ditinggalin sama Miko. Saat ia sudah masuk ke dalam lift.Ririn melihat pantulan wajahnya, yang mengenaskan sekali. Walupun dirinya sudah mandi, tapi tetap saja wajahnya kusut dan seperti orang tak bergairah hidup.Saat ia sudah keluar dari lift, degup jantungnya sampai berdetak. Entah kenapa ia merasa hal sepert
Ririn sudah keluar dari apartement, ia sendirian berjalan dalam keadaan yang menangis tersedu-sedu. Hatinya merasakan amat kesakitan.7 tahun bukan waktu yang sebentar, sudah terlalu banyak hal yang sudah dirinya lewati bersama dengan Miko. Ririn sangat mencintai pria itu dan mempercayainya.Tapi orang yang ia cintai dan percayai malah orang yang akan menghancurkan hatinya berkali-kali lipat.Semua yang sudah ia susun tentang rumah tangga bersama dengan Miko harus pupus dan hanya menjadi tinggal kenangan yang menyakitkan.Tak akan ada lagi hari pernikahan dan impian dirinya untuk membangun rumah tangga dengan pria itu. Uang yang sudah ditabung selama ini untuk pernikahan, hanyalah sia-sia saja.Ririn berada dihalte bus sendiri saja, waktu sudah menunjukan pukul 10 malam. Hawa dingin yang menusuk tubuhnya y
"Ada apa?" tanya Binnie yang sedari tadi melihat Ririn yang terus saja memandang selembaran brosur itu."Indah kan?" Ririn yang bertanya kepada temannya itu."Iya indah sekali, terkenal dengan pantainya luar biasa," jawab Binnie yang juga ikut melihat brosur itu.Ririn masih memandangi brosur, dengan sekali-kali bibirnya tersenyum manis. Binnie melihat ekspresi wajah Ririn, yang sepertinya senang sekali hanya melihat brosur itu."Pergilah!"Ririn yang mendengar apa yang dikatakan sama teman itu, ia menoleh ke arah Binnie. Ririn hanya mengelengkan kepalanya saja, sebagai jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan sama Binnie."Kenapa?" Saat Ririn ingin menjawab pertanyaan dari temannya itu, suara intruksi terdegar dan menandakan kalau waktu jam istirahat sudah selesai. Semua chef harus kembali lagi untuk memasak.Kali ini Ririn tak melakukan kesalahan seperti kemarin, dirinya juga memasak seperti biasanya yang s
Pukul 10 malam, Ririn tak bisa tidur. Dirinya sudah memutuskan akan pergi ke Hawai mengunakan uang yang dirinya tabung selama ini.Uang yang ia kira untuk modal pernikahan dan rumah tangga. Tapi takdir berkata lain, uang ini akan ia gunakan untuk menghibur dirinya yang sedang patah hati.Ririn sedang mencari tiket pesawat dari Indonesia ke Hawai. Tak lupa juga Ririn mencari hotel untuk ia tinggalin.Ririn sangat berhati-hati sekali dalam mencari tiket dan juga hotel, karena ia tak ingin ditipu dan uangnya menjadi habis.Jiwa iritnya masih mendarah daging didalam diri Ririn, membuat Ririn membanding semua harga hingga menghabiskan waktu 3 jam lamanya.Akhirnya semunya sudah selesai, ia menatap jam dan membuat matanya membulat sempuran karena sudah pukul 12 malam.Ririn bergegas menuju ranjangnya dan membaringkan tubuhnya yang lemas ini dan butih istirahat yang banyak."S
Di pagi buta seperti ini. Dirinya sudah dipaksa untuk bangun dari tidurnya dan tiba-tiba saja Roy mengatakan kalau kakaknya sedang menunggu didalam mobil sedan berwarna putih. Roy menipunya dengan mengatakan hal tersebut, membawanya pada pukul 6 pagi hari. Bahkan matahari saja belum muncul.Bahkan Ririn ingin meminta bantuan dari Ares, tapi pria itu sama sekali tak bisa dihubungi. Padahal semalam dirinya tidur bersama dengan Ayah dari anaknnya, di kamar rumah sakit. Membuat Ririn mengucapkan sumpah serapah kepada Roy, yang seenaknya saja membawa dirinya di pagi hari ini."Tersenyumlah agar cantik," ucap Roy kepada wanita itu yang sedang duduk."Apa yang elu lakukan sama gue Roy?" Ririn menatap tajam adik dari Ares.Tapi bukannya menjawab apa yang dikatakan sama Ririn, Ares malah memerintahkan kepada staff untuk melakukan hal magic kepada Ririn, yang sedang marah-marah itu."Roy!!
Pukul 8 malam hari di rumah sakit. Ririn tetap berada disamping kakaknya yang tak juga terbangun. Hati Ririn hancur melihat alat-alat yang menempel ditubuh Vanya. Ririn juga tak henti-hentinya untuk menangis.Ririn memegang dengan lembut tangan Vanya, sambil berdoa kepada Tuhan, agar membuat Vanya cepat sadar. Tapi kakaknya tak juga sadar, padahal kata dokter kakaknya akan bangun. Tapi kenapa Vanya belum juga membuka matanya.Kriet. Pintu terbuka dan membuat Ririn menoleh, mendengar suara itu."Rin. kembalilah ke kamar kamu." Roy mendekati wanita hamil tersebut."Masih ada disini?" Ririn yang kaget karena Roy masih berada dirumah sakit, dirinya mengira kalau Roy akan kembali."Hm, priamu itu memintaku untuk menemanimu," jawab Roy yang berdiri disamping Ririn.Ririn hanya menganggukan kepalanya saja. Tatapan matanya kembali melihat ke arah Vanya. "Kapan kakak
Ares mendobrak pintu berkali-kali, tapi pintu ruang bawah itu sangat kuat dan membuat Ares susah menembusnya. Oleh karena itu Ares menembakan pintu terbuka dan membuat kunci pintu hancur. Membuatnya menjadi lebih mudah masuk ke dalam ruang bawah tersebut Bibirnya menyeringai bak seorang iblis. Tatapan matanya dan aura yang Ares keluarkan berubah seketika, saat melihat orang yang dicarinya. Ares menatapnya seakan ingin membunuh langsung Miko, yang sedang duduk dengan wajah yang babak belur. Pria itu langsung saja bangun disaat melihat kedatangan Ares, dengan tangan yang membawa senjata api tersebut. Ares mendekati pria bajingan itu dan membuatnya saling berhadapan dengan pria yang sudah membuat akal sehatnya menghilang. Tapi bukannya takut dengan kedatangan Miko.
Vanya akhirnya mendapatkan pertolongan. Ambulance membawanya pergi tubuhnya menuju rumah sakit bersama dengan Ririn yang tak ingin berpisah dengan kakaknya tersebut. Sedangkan Roy menelpon rumah sakit untuk menyediakan segalanya dan tak lupa juga memberitahu Ares melalui sekretarisnya tentang apa yang terjadi hari ini. Ares sangat sibuk sekali karena jadwal hari ini begitu padat sekali dengan berbagai macam rapat. Hingga membuat kakaknya melupakan ponselnya. Roy yang mengangkat panggilan masuk dari nomer asing di ponsel milik Ares dan yang mendengar suara-suara Ririn meminta pertolongan. Tapi setelah itu panggilannya terputus dan Roy menghubungi balik tapi ponsel tersebut tidak aktif lagi. Lantas dengan cepat Roy melacak semua jaringan itu dengan berbagai cara yang dirinya ketahui, hingga ia menemukan lokasinya. Untung saja Roy biasa menemukan lokasinya dengan cepat. Jika tidak kedua bersaudara itu akan dalam bahaya, terutama Ririn
Miko semakin mendekati Ririn yang terus saja mundur-mundur. Tapi Miko mendekati wanita yang terlihat jelas kalau sedang ketakutan. "Jika saja kamu kebih nurut, pasti tak akan terjadi hal ini." Miko menyeringai sinis dan tatapan mata Miko sangat tajam, seperti pedang yang siap menghunus siapapun.Vanya berdiri dengan susah payah, walapun harus menahan rasa sakit akibat tubuhnya yang menerima hantaman keras oleh Miko. Vanya harus bangkit karena ia melihat adiknya dalam keadaan yang berbahaya, Vanya tak akan membiarkan Miko melukai Ririn dan bayinya.Vanya menarik tangan Miko agar menjauh dari adiknya. Menahannya dengan sekuat tenang, walaupun dengan tubuh yang sakit. "Lari Ririn, keluar dari apartemen ini!!" teriak Vanya kepad adiknya."Tidak, tidak. Kita harus keluar bersama!!" ucap Ririn yang melihat kakaknya terus menahan Miko."Cepatlah, tak punya banyak waktu. Keluarlah!!" teriak Vanya.
Entah keberanian dari mana membuat Ririn melakukan hal gila ini dengan bawa-bawa pisau. Tapi jika dirinya tak melakukan hal ini, pasti Ririn akan di lecehkan lagi sama Miko. Ririn tak ingin membiarkan hal itu terjadi."Baiklah sayang. Aku tak dekat-dekat dengan dirimu."Ririn sedikit tenang karena ancaman dirinya ini sangat ampuh dan membuat Miko tak akan berniat untuk melecehkan dirinya lagi. "Dimana kakak gue?" tanya Ririn kepada Miko.Arah pandangan mata Ririn berahli melihat ke arah telunjuk tersebut. Dugaan dirinya sepertinya memang benar, kalau kakaknya tersebut disembuyikan sama Miko. "Buka pintunya," perintah Ririn. Pasti pintu itu terkunci jika tidak, pasti kakaknya akan keluar dan menemui dirinya."Baiklah, tapi pisau itu jauhkan dari tangan kamu." Miko yang masih panik dengan apa yang dilakukan sama Ririn. Miko hanya menuruti apa yang dikatakan sama Ririn, tapi setelah itu ia akan me
Tubuh Vanya berada di atas ranjang, dalam keadaan tak berbusana sama sekali. Itu semua karena ulah Miko yang menyentuhnya secara paksa dan ancaman, membuat Vanya tak bisa berkutik dan melakukan apa yang dikatakan sama Miko, padahal dirinya tak ingin sama sekali disentuh oleh bajingan seperti Miko.Cairan bening keluar dari matanya, tubuhnya tak terlalu merasakan sakit walaupun Miko melakukannya dengan kasar. Perasaanya saja yang sangat terluka, akibat perbuatan dari Miko. Hiks.. hiks.. Sungguh hatinya merasakan sakit bertubi-tubi ini semua karena Miko. Pria itu sudah melukai perasaanya dan sekarang melukai tubuhnya.Vanya hanya bisa tergeletak di kasur ini saja, tubuhnya lemas dan tak bisa melakukan apapun. Lagian kamar yang Vanya tempati terkunci dari luar oleh Miko. Pria itu juga keluar dari kamar dan meninggalkannya sendiri dengan air mata yang bercucuran.Vanya hanya berharap semoga saja adiknya tidak datang ke
Pukul 8 pagi hari. Ririn sudah terbangun dari tidurnya yang nyenyaknya. Tubuhnya merasakan sakit sekali, akibat sentuhan panas tersebut. Efeknya baru dirinya rasakan pagi ini. Ares sungguh sangat luar biasa, sekaligus gila karena telah membuat tubuhnya sakit-sakit."Tubuhku yang malang." Ririn segera bangkit untuk berendam air hangat. Semoga saja mampu sedikit mengurangi rasa sakit tubuhku ini.Tak butuh waktu lama Ririn sudah keluar dari kamar mandi dengan perasaanya yang jauh lebih nyaman. Ririn berendam hanya 7 menit saja, sejujurnya mau lebih lama. Tapi dirinya ingat sedang mengandung. Ririn hanya takut saja, kalau tak baik berendam lama-lama untuk kandungannya ini.Pandangan mata Ririn melihat ke arah langit yang cerah sekali dan langitnya indah. Ririn menuju balkon kamarnya untuk menghirup udara pagi yang segar ini. "Indah sekali." bibir Ririn tersenyum manis melihat cuaca yang indah dan bagus ini.&nb
Vanya duduk kursi yang berada dibalkon kamarnya, menatap langit-langit malam yang begitu gelap dan tak ada bintang yang menghiasi langit ibu kota ini. Seperti hatinya yang gelap dan tak ada arah kehidupan lagi. Vanya bahkan dianggap tak ada dirumah ini oleh kedua orang tuanya, sedangkan orang yang dirinya cintai hanya menganggapnya sebagai pelampiasan nafsunya saja. Mata Vanya otomatis menoleh ke arah bawah saat mendengar suara orang. Vanya melihat kedua pasangan tersebut yang baru keluar dari rumah ini. Kedua pasangan itu tak lain adalah Ririn dan juga Ares. Ririn mengantarkan Ares untuk ke depan pintu, sepertinya Ares akan pulang. "Serasi sekali," ucap Vanya dengan senyuman tipis melihat adiknya yang sepertinya sudah mendapatkan kembali kehidupan asmaranya. "Semoga kalian bahagia. Aku tak akan biarkan Miko merusak kebahagian kalian." Vanya dengan matanya yang masih melihat kedua pasangan itu yang masi