Semua orang yang berada didapur mereka aneh dengan sikap Ririn yang menjaid kebih diam dan tak ceria.
Wajah Ririn yang kusut dan tak semangat, membuat orang-orang bertanya ada masalah apa hingga membuat Ririn sangat berbeda sekali.
"Apa ada masalah?" Binnie yang mendekati Ririn yang masih memasak.
"Tidak ada," jawab Ririn.
Binnie yang mengerti, kalau Ririn sepertinya tak ingin di ganggu sama sekali. Binnie menyampaikan kepada orang-orang yang berada didapur, kalau jangan menganggu Ririn.
Sedangkan Ririn lagi memasak menu makanan, ia memasak dengan perasaan yang kacau. Pertama kalinya didalam hidupnya, kalau ia memasak makanan dengan suasan hati yang buruk.
Brak.
"Ririn!"
Kepalanya menoleh setelah mendengar kalau namanya disebutkan, ia menoleh dan mendapati kalau kepala chef yang memanggil namanya.
Ririn mendekatinya pria itu yang berstatus kepala chef. "Iya chef," jawab Ririn dengan suara yang serak.
"Sebenarnya ada apa dengan mu?"
"Apa ada masalah?" tanya balik Ririn.
"Tamu Vvip protes kau memasak terlalu asin. Kau harusnya tau Ririn, ini adalah hotel bintang lima yang menyajikan segalanya dengan kelezatan dan kemewahan. Tapi apa yang kau masak ini!" bentak kepala chef.
Ririn hanya diam dan tak melawan sama sekali, membuat kepala chef menjadi semakin marah karena ia seperti diacuhkan sama Ririn.
"Siapa yang memasak makanan ini!!!!"
Suara dari luar begitu mengelegar, membuat orang-orang yang berada didapur menoleh ke arah pintu dapur dan melihat manager hotel-lah yang masuk.
Brak!! "Siapa yang membuat masakan ini!!" bentaknya laginya dengan suara yang semakin kuat.
Orang-orang yang berada didapur menundukan kepalanya karena ada atasan mereka yang datang.
"Saya." Ririn maju ke arah manager itu, walaupuan ia sudah dihalangai sama kepala chef.
"Kau!!" manager itu menunjuk wajah Ririn dengan jarinya.
"Gegara masakan bodoh mu itu!! tamu Vvip menjadi marah dan kecewa, kau seharusnya tau kalau tamu Vvip itu sangat penting!!" bentaknya tepat diwajah Ririn.
"Maaf." Ririn hanya menjawab seperti itu saja, tanpa berkata apapun lagi.
"Gegara masakan sampah mu itu, kau sudah membuat orang penting yang akan melakukan kerja sama menjadi berfikir buruk dan berdampak kerugian yang besar bagi hotel dan reputasi hotel bintang lima ini!!"
"Bukan kau saja yang akan kena masalah, tapi saya juga akan melakukan kena masalah!!"
"Saya minta maaf dan tak akan mengulangi kesalahan saya lagi," jawab Ririn dengan kepala yang tertunduk.
"Tenanglah, saya yang akan menganti memasak dan menghidangkannya langsung ke tamu Vvip," ucap kepala chef kepada Manager hotel itu yang murka tersebut.
"Kau pecatlah dia!! karena tak becus berkerja," kata Manager itu.
"Sepertinya tak harus seperti itu," jawab Kepala Chef yang berusaha menenggahi masalah yang sedang terjadi.
"Ririn hanya baru pertama kalinya melakukan kesalahan ini saja, jadi tak perlu segala memecatnya. Saya yang akan bicara sama tamu Vvip," timpal kepala chef sambil sekilas melihat ke arah Ririn.
"Seterah, tapi kau harus pastikan kalau tak ada masalah yang akan terjadi lagi!!"
"Saya akan pastikan kalau ini yang terakhir kalinya," jawab kepala chef.
Setelah mendengar apa yang dikatakan sama kepala chef, manager hotel itu pergi dan keluar dari dapur hotel.
Ririn hanya diam saja, mulutnya terlalu kelu untuk membalas apa yang dikatakan sama Manager itu.
"Maaf chef," ucap Ririn sambil menundukan kepalanya dalam-dalam ke arah kepala chef.
"Istirahatlah, matamu merah," balas kepala chef sambil menepuk bahu Ririn.
Ririn masih menundukan kepalanya sampai kepaal chefnya pergi keluar dari dapur, karena akan bicara sama tamu Vvip itu.
"Ririn mari ke ruangan staff." itu suara Binnie yang sudah merangkul pundak Ririn agar berdiri tegap dan menundkan lagi.
Ririn masuk dengan tubuh yang dituntun sama Binnie yang membawanya ke ruangan staff. Ririn duduk dibangku dengan tubuhnya yang lunglai.
"Minumlah." Binnie yang menyerahkan botol minum air.
"Terima kasih," balas Ririn.
"Istirahatlah, aku keluar dulu untuk bekerja lagi."
"Iya terima kasih Binnie," timpal Ririn menatap mata Binnie yang berjalan keluar dari ruangan ini.
Hari ini semuanya menjadi kacau dan kacau. Tanpa terduga air matanya kembali keluar dari kelopak matanya yang sudah bengkak.
Ririn menangis selama 30 menit, hingga tubuh dan matanya menjadi kelelahan dan akhirnya Ririn tertidur pulas dibangku.
***
Mata Ririn terbuka perlahan-lahan, kepalanya berdenyut sakit. "Awa," rintih Ririn yang memeganggi kepalanya.
Tubuhnya menjadi sakit semua, karena ia tertidur diatas kursi. Ririn mengusap matanya dengan lembut.
Mata Riri melihat ke arah jam yang membaut ia terkejut, karena sudah menjukan pukul 6 malam. Pasti teman-temanya yang lain sudah pulang.
"Duduklah."
Ririn terlonjak kaget karena ia melihat ada kepala chef yang sedang menatap dirinya, Ririn dengan cepat menundukan kepalanya untuk menghormati kepala chef.
"Kau baik-baik saja?"
"Iya chef, terima kasih," jawab Ririn yang memjiat pelipisnya yang merasakan kesakitan.
"Minumlah dulu."
Ririn mengambilnya dari tangan kepala chefnya itu, ia membuka botolnya dan meminunya untuk menghilangkan dahaganya.
"Jujurlah apa ada masalah?" tanyanya dengan suara yang lembut.
Ririn terdiam dan menundukan kepalanya lagi, ia hanya menganggukan kepalanya saja. Sebagai jawaban dari pertanyaan kepala chefnya.
"Apa itu? masalah keluarga?"
"Bukan Chef," jawab Ririn.
"Lalu apa?" tanya Chef yang berjenis kelamin laki-laki itu.
"Percintaan?" tanya kepala chef lagi.
Ririn lagi-lagi hanya menganggukan kepalanya, sebagai jawaban. Tangannya dengan kasar mengusap matanya karena mengeluarkan air mata lagi
"Tinggal saja jika pria itu membuat masalah dan jangan menangisi pria seperti itu. Oh iya apa apa dia selingkuh?"
"Iya chef," jawabnya.
"Kau itu terlalu baik dan hebat sekali, jangan karena pria pengkhinat itu hidupmu menjadi berakhir dengan kacau seperti itu. Tinggalkan saja!!"
"Kau cantik, pintar, baik, mempunyai bakat yang luar biasa dibidang kuliner. kau harus meninggalkan pria pengkhianat itu, pasti dia akan menyesal!!" kepala chef yang bicara dengan nada yang mengebu-ngebu.
Ririn perlahan mendongkan kepalanya dan melihat kepala chefnya. "Apa aku memang seperti yang chef katakan?" tanya Ririn.
"Ya kau hebat Ririn, jangan membuat hidupmu hancur hanya karena pria pengkhianat itu."
"7 tahun aku bersama chef, itu bukan waktu yang sebentar. Tapi kenapa pria itu malah mengkhinati aku. Apa salahku?" Ririn yang mengungkapkan isi hatinya.
"Dia yang salah, kau tak salah apapun. Pria pengkhianat itu yang tak bersyukur memiliki dirimu."
"Padahal kita sudah merencanakan pernikahan." Ririn dengan matanya yang kembali mengeluarkan cairan bening itu.
"Jangan menikah dengan orang seperti itu, kau harus bersyukur pengkhianat itu kedoknya sudah terbuka sebelum pernikahan terjadi."
Ririn mengusap air matanya karena kepala chef yang meminta, kepala chef mengatakan kalau ia boleh menangis tapi jangan terlalu lama.
"Seperti ini, jangan menangis."
"Terima kasih chef,"
"Aku tak melakukan apapun, jadi jangan berterima kasih. Aku seumuran sama Ayahmu Ririn, jadi kau sudah ku anggap anak sendiri."
"Terima kasih sekali lagi."
"Pulanglah sudah malam dan istirahatlah. Kau bisa mengambil cuti, jika tubuhmu belum fit."
"Tidak, besok saja akan kembali bekerja dan maaf akan insiden hari ini."
"Baiklah. Cepat ganti baju dan pulang."
"Iya chef."
Ririn bangkit dan berjalan menuju ke loker kerjanya dan menganti pakaiannya diruang ganti. Saat Ririn keluar dari ruang ganti.
Ririn keluar dari ruag staff dan berjalan menuju ke luar dengan jalan yang melewati dapur hotel. Ririn melilhat kepala chef masih ada didapur.
Ririn mendekatinya dan menundukan kepalanya, ia juga menyampaikan akan kembali pulang dan Ririn mengucapkan terima kasih lagi.
Setelah itu Ririn menuju ke arah pintu, tapi langkah kakinya terhenti saat ia mendengar namanya dipanggil sama kepala chefnya.
"Iya chef," jawab Ririn yang sudah memutarkan tubuhnya agar bisa chef.
"Siapa wanita yang menganggu hubunganmu?"
Ririn terdiam dengan mata yang melihat ke arah wajah chef. "Kakakku."
Mendengar itu kepala chef menjadi terdiam dan melihat ke arah anak buahnya itu. Dirinya tak menduga akan jawaban dari Ririn yang membuat ia terkejut.
"Semangatlah Ririn."
"Terima kasih chef, selamat malam dan sampai jumpa."
Ririn pun keluar dari dapur hotel, untuk menunjuk kembali ke rumahnya, yang sudah menjadi tempat tak nyaman lagi bagi dirinya ini.
Ririn dengan tubuh yang lemas, ia berjalan menuju ke rumahnya yang berada digang ujung. Wajahnya yang lusuh dan tak bersemangt sekali.Kakinya berhenti melangkah disaat ia sudah sampai dirumahnya. Matanya melihat rumahnya yang seharusnya menjadi tempat ternyaman baginya.Tapi malah menjadi tempat paling membuat ia tak nyaman. Ririn sangat malas sekali bertemu dengan orang yang sudah mengkhianati dirinya.Mau tak mau, Ririn tetap harus masuk ke dalam. Ia tak mungkin melarikan diri dan membuat ke dua orang tuanya merasa khawatir akan dirinya.Ririn membuka gerbang dan ia berdecih saat melihat, motor yang ada diperkarangan rumahnya. Ririn menatap tajam ke arah motor itu.Motor yang mana punyai Miko, sang pacar yang mengkhianati dirinya. Tangannya terkepal dengan kuat melihat motor itu.Dengan sinisya, ia mendekati motor tersebut dan menendangnya dengan kuat.BUGH BUGH BUGH.Ririn berkali-kali memukul motor milik Riko, seakan melam
Ririn mengikuti arahan dari ponsel Ayahnya, yang ia pinjam hanya untuk melacak pasangan selingkuh tersebut.Matanya kembali melihat ponsel Ayahnya karena ingin memastikan kalalu lokasi yang ia datangi adalah benar.Ririn melihat jam yang sudah menunjukan pukul 9 malam, entah apa yang dilakukan pasangan itu didalam apartement milik Miko.Ririn sangat tau jelas dimana dirinya sedang berdiri sekarang, Apartement yang mana uang mukanya berasal dari dirinya dan sekali-kali ia membayar cicilan apartement ini.Kakinya melangkah memasuki apartement untuk menuju unit apartement yang ditinggalin sama Miko. Saat ia sudah masuk ke dalam lift.Ririn melihat pantulan wajahnya, yang mengenaskan sekali. Walupun dirinya sudah mandi, tapi tetap saja wajahnya kusut dan seperti orang tak bergairah hidup.Saat ia sudah keluar dari lift, degup jantungnya sampai berdetak. Entah kenapa ia merasa hal sepert
Ririn sudah keluar dari apartement, ia sendirian berjalan dalam keadaan yang menangis tersedu-sedu. Hatinya merasakan amat kesakitan.7 tahun bukan waktu yang sebentar, sudah terlalu banyak hal yang sudah dirinya lewati bersama dengan Miko. Ririn sangat mencintai pria itu dan mempercayainya.Tapi orang yang ia cintai dan percayai malah orang yang akan menghancurkan hatinya berkali-kali lipat.Semua yang sudah ia susun tentang rumah tangga bersama dengan Miko harus pupus dan hanya menjadi tinggal kenangan yang menyakitkan.Tak akan ada lagi hari pernikahan dan impian dirinya untuk membangun rumah tangga dengan pria itu. Uang yang sudah ditabung selama ini untuk pernikahan, hanyalah sia-sia saja.Ririn berada dihalte bus sendiri saja, waktu sudah menunjukan pukul 10 malam. Hawa dingin yang menusuk tubuhnya y
"Ada apa?" tanya Binnie yang sedari tadi melihat Ririn yang terus saja memandang selembaran brosur itu."Indah kan?" Ririn yang bertanya kepada temannya itu."Iya indah sekali, terkenal dengan pantainya luar biasa," jawab Binnie yang juga ikut melihat brosur itu.Ririn masih memandangi brosur, dengan sekali-kali bibirnya tersenyum manis. Binnie melihat ekspresi wajah Ririn, yang sepertinya senang sekali hanya melihat brosur itu."Pergilah!"Ririn yang mendengar apa yang dikatakan sama teman itu, ia menoleh ke arah Binnie. Ririn hanya mengelengkan kepalanya saja, sebagai jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan sama Binnie."Kenapa?" Saat Ririn ingin menjawab pertanyaan dari temannya itu, suara intruksi terdegar dan menandakan kalau waktu jam istirahat sudah selesai. Semua chef harus kembali lagi untuk memasak.Kali ini Ririn tak melakukan kesalahan seperti kemarin, dirinya juga memasak seperti biasanya yang s
Pukul 10 malam, Ririn tak bisa tidur. Dirinya sudah memutuskan akan pergi ke Hawai mengunakan uang yang dirinya tabung selama ini.Uang yang ia kira untuk modal pernikahan dan rumah tangga. Tapi takdir berkata lain, uang ini akan ia gunakan untuk menghibur dirinya yang sedang patah hati.Ririn sedang mencari tiket pesawat dari Indonesia ke Hawai. Tak lupa juga Ririn mencari hotel untuk ia tinggalin.Ririn sangat berhati-hati sekali dalam mencari tiket dan juga hotel, karena ia tak ingin ditipu dan uangnya menjadi habis.Jiwa iritnya masih mendarah daging didalam diri Ririn, membuat Ririn membanding semua harga hingga menghabiskan waktu 3 jam lamanya.Akhirnya semunya sudah selesai, ia menatap jam dan membuat matanya membulat sempuran karena sudah pukul 12 malam.Ririn bergegas menuju ranjangnya dan membaringkan tubuhnya yang lemas ini dan butih istirahat yang banyak."S
Ririn tersenyum setelah pulang dari acara makan-makan bersama dengan rekan kerjanya, besok ia sudah resmi menjadi pengangguran.Ia akan memberitahu ke dua orang tuanya nanti saja, setelah ia selesai berlibur. Saat bibirnya tersenyum sumringah.Ada satu hal lagi yang membuat senyumannya luntur seketika, pria yang sudah mengkhinati hatinya.Ririn berpura-pura tak melihat keberadaan Miko dan kakaknya Mba Vanya. Mereka bertengkar diluar rumah.Ia hanya berdecih sinis saja melihat kelakukan sejoli itu, mereka sangat bemesra sekali disaat Miko masih mempunyai hubungan dengan dirinya.Sekarang setelah putus dengannya, malah pasangan tersebut terus saja bertengkar. Ririn tak memperdulikan mereka.Ia lebih memilih untuk masuk ke dalam rumahnya, tapi ada suara yang memanggil namanya. Tapi Ririn mengacuhkannya.Saat ia mengacuhkan mereka, sebuah tangan mencekalnya. Hingga membuat R
Pukul 10 pagi hari. Ririn baru bangun dan ia membuka matanya perlaha-lahan. Tubuhnya sudah menjadi lebih baik.Ririn merasa ada yang aneh kepadanya, hingga ia akhirnya sadar kalau koper miliknya. Ririn bagun dari atas ranjangnya.Matanya melihat jelas kekacuan yang dialami sama kamarnya ini. Semua barang-barang yang ia ingin bawa, belum juga dikemas dengan baik.Ririn merenggangkan tubuhnya, lalu ia kembai ke lantai kamarnya. Ririn mengumpat karena jam sudah menunjukan pukul 10 pagi.Bahkan ia belum juga keluar dari kamarnya sama sekali. Tapi itun harus cepat mengemasi pakaiannya, walaupun ia harus menahan lapar sekali pun.Berjam- jam, Ririn mengemasi pakaian miliknya dan juga barang-barang yang akan ia butuhkan disana nanti.Pukul 5 sore hari. Ririn baru menyelesaikan semua kebutuhan dirinya. Ia memakan waktu lama hanya untuk berkemas.Karena ini adalah perjalanan per
Pukul 7 malam, Ririn yang sudah siap dengan semuanya. Bahkan taxi yang dirinya pesan sudah datang dan berada didepan rumahnya.Ririn sudah berpelukan kepada ke dua orang tuanya. Sejujurnya ia sedih sekali, karena baru pertama kalinya ia pergi jauh dari ke dua orang tuanya."Hati-hati kamu disana dan jangan lupa makan." suara Mamahnya yang Luna yang terus memperingati anaknya itu."Iya Mamah," jawab Ririn."Miko mana Ririn?"Pertanyaan yang dianjukan sama Mamahnya, membuat ia menjadi bingung dan tak mengerti harus menjawab seperti apa.Tapi dirinya tak boleh memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Lagi-lagi sepertinya dirinya harus berbohong sama ke dua orang tuanya ini."Lagi ada kerjaan.""Seharusnya, dia mengantarkan kepergian kamu." kali ini suara Ayahnya Ririn."Miko tak ingin berpisah dengan aku, jadi lebih bak tak menga
Di pagi buta seperti ini. Dirinya sudah dipaksa untuk bangun dari tidurnya dan tiba-tiba saja Roy mengatakan kalau kakaknya sedang menunggu didalam mobil sedan berwarna putih. Roy menipunya dengan mengatakan hal tersebut, membawanya pada pukul 6 pagi hari. Bahkan matahari saja belum muncul.Bahkan Ririn ingin meminta bantuan dari Ares, tapi pria itu sama sekali tak bisa dihubungi. Padahal semalam dirinya tidur bersama dengan Ayah dari anaknnya, di kamar rumah sakit. Membuat Ririn mengucapkan sumpah serapah kepada Roy, yang seenaknya saja membawa dirinya di pagi hari ini."Tersenyumlah agar cantik," ucap Roy kepada wanita itu yang sedang duduk."Apa yang elu lakukan sama gue Roy?" Ririn menatap tajam adik dari Ares.Tapi bukannya menjawab apa yang dikatakan sama Ririn, Ares malah memerintahkan kepada staff untuk melakukan hal magic kepada Ririn, yang sedang marah-marah itu."Roy!!
Pukul 8 malam hari di rumah sakit. Ririn tetap berada disamping kakaknya yang tak juga terbangun. Hati Ririn hancur melihat alat-alat yang menempel ditubuh Vanya. Ririn juga tak henti-hentinya untuk menangis.Ririn memegang dengan lembut tangan Vanya, sambil berdoa kepada Tuhan, agar membuat Vanya cepat sadar. Tapi kakaknya tak juga sadar, padahal kata dokter kakaknya akan bangun. Tapi kenapa Vanya belum juga membuka matanya.Kriet. Pintu terbuka dan membuat Ririn menoleh, mendengar suara itu."Rin. kembalilah ke kamar kamu." Roy mendekati wanita hamil tersebut."Masih ada disini?" Ririn yang kaget karena Roy masih berada dirumah sakit, dirinya mengira kalau Roy akan kembali."Hm, priamu itu memintaku untuk menemanimu," jawab Roy yang berdiri disamping Ririn.Ririn hanya menganggukan kepalanya saja. Tatapan matanya kembali melihat ke arah Vanya. "Kapan kakak
Ares mendobrak pintu berkali-kali, tapi pintu ruang bawah itu sangat kuat dan membuat Ares susah menembusnya. Oleh karena itu Ares menembakan pintu terbuka dan membuat kunci pintu hancur. Membuatnya menjadi lebih mudah masuk ke dalam ruang bawah tersebut Bibirnya menyeringai bak seorang iblis. Tatapan matanya dan aura yang Ares keluarkan berubah seketika, saat melihat orang yang dicarinya. Ares menatapnya seakan ingin membunuh langsung Miko, yang sedang duduk dengan wajah yang babak belur. Pria itu langsung saja bangun disaat melihat kedatangan Ares, dengan tangan yang membawa senjata api tersebut. Ares mendekati pria bajingan itu dan membuatnya saling berhadapan dengan pria yang sudah membuat akal sehatnya menghilang. Tapi bukannya takut dengan kedatangan Miko.
Vanya akhirnya mendapatkan pertolongan. Ambulance membawanya pergi tubuhnya menuju rumah sakit bersama dengan Ririn yang tak ingin berpisah dengan kakaknya tersebut. Sedangkan Roy menelpon rumah sakit untuk menyediakan segalanya dan tak lupa juga memberitahu Ares melalui sekretarisnya tentang apa yang terjadi hari ini. Ares sangat sibuk sekali karena jadwal hari ini begitu padat sekali dengan berbagai macam rapat. Hingga membuat kakaknya melupakan ponselnya. Roy yang mengangkat panggilan masuk dari nomer asing di ponsel milik Ares dan yang mendengar suara-suara Ririn meminta pertolongan. Tapi setelah itu panggilannya terputus dan Roy menghubungi balik tapi ponsel tersebut tidak aktif lagi. Lantas dengan cepat Roy melacak semua jaringan itu dengan berbagai cara yang dirinya ketahui, hingga ia menemukan lokasinya. Untung saja Roy biasa menemukan lokasinya dengan cepat. Jika tidak kedua bersaudara itu akan dalam bahaya, terutama Ririn
Miko semakin mendekati Ririn yang terus saja mundur-mundur. Tapi Miko mendekati wanita yang terlihat jelas kalau sedang ketakutan. "Jika saja kamu kebih nurut, pasti tak akan terjadi hal ini." Miko menyeringai sinis dan tatapan mata Miko sangat tajam, seperti pedang yang siap menghunus siapapun.Vanya berdiri dengan susah payah, walapun harus menahan rasa sakit akibat tubuhnya yang menerima hantaman keras oleh Miko. Vanya harus bangkit karena ia melihat adiknya dalam keadaan yang berbahaya, Vanya tak akan membiarkan Miko melukai Ririn dan bayinya.Vanya menarik tangan Miko agar menjauh dari adiknya. Menahannya dengan sekuat tenang, walaupun dengan tubuh yang sakit. "Lari Ririn, keluar dari apartemen ini!!" teriak Vanya kepad adiknya."Tidak, tidak. Kita harus keluar bersama!!" ucap Ririn yang melihat kakaknya terus menahan Miko."Cepatlah, tak punya banyak waktu. Keluarlah!!" teriak Vanya.
Entah keberanian dari mana membuat Ririn melakukan hal gila ini dengan bawa-bawa pisau. Tapi jika dirinya tak melakukan hal ini, pasti Ririn akan di lecehkan lagi sama Miko. Ririn tak ingin membiarkan hal itu terjadi."Baiklah sayang. Aku tak dekat-dekat dengan dirimu."Ririn sedikit tenang karena ancaman dirinya ini sangat ampuh dan membuat Miko tak akan berniat untuk melecehkan dirinya lagi. "Dimana kakak gue?" tanya Ririn kepada Miko.Arah pandangan mata Ririn berahli melihat ke arah telunjuk tersebut. Dugaan dirinya sepertinya memang benar, kalau kakaknya tersebut disembuyikan sama Miko. "Buka pintunya," perintah Ririn. Pasti pintu itu terkunci jika tidak, pasti kakaknya akan keluar dan menemui dirinya."Baiklah, tapi pisau itu jauhkan dari tangan kamu." Miko yang masih panik dengan apa yang dilakukan sama Ririn. Miko hanya menuruti apa yang dikatakan sama Ririn, tapi setelah itu ia akan me
Tubuh Vanya berada di atas ranjang, dalam keadaan tak berbusana sama sekali. Itu semua karena ulah Miko yang menyentuhnya secara paksa dan ancaman, membuat Vanya tak bisa berkutik dan melakukan apa yang dikatakan sama Miko, padahal dirinya tak ingin sama sekali disentuh oleh bajingan seperti Miko.Cairan bening keluar dari matanya, tubuhnya tak terlalu merasakan sakit walaupun Miko melakukannya dengan kasar. Perasaanya saja yang sangat terluka, akibat perbuatan dari Miko. Hiks.. hiks.. Sungguh hatinya merasakan sakit bertubi-tubi ini semua karena Miko. Pria itu sudah melukai perasaanya dan sekarang melukai tubuhnya.Vanya hanya bisa tergeletak di kasur ini saja, tubuhnya lemas dan tak bisa melakukan apapun. Lagian kamar yang Vanya tempati terkunci dari luar oleh Miko. Pria itu juga keluar dari kamar dan meninggalkannya sendiri dengan air mata yang bercucuran.Vanya hanya berharap semoga saja adiknya tidak datang ke
Pukul 8 pagi hari. Ririn sudah terbangun dari tidurnya yang nyenyaknya. Tubuhnya merasakan sakit sekali, akibat sentuhan panas tersebut. Efeknya baru dirinya rasakan pagi ini. Ares sungguh sangat luar biasa, sekaligus gila karena telah membuat tubuhnya sakit-sakit."Tubuhku yang malang." Ririn segera bangkit untuk berendam air hangat. Semoga saja mampu sedikit mengurangi rasa sakit tubuhku ini.Tak butuh waktu lama Ririn sudah keluar dari kamar mandi dengan perasaanya yang jauh lebih nyaman. Ririn berendam hanya 7 menit saja, sejujurnya mau lebih lama. Tapi dirinya ingat sedang mengandung. Ririn hanya takut saja, kalau tak baik berendam lama-lama untuk kandungannya ini.Pandangan mata Ririn melihat ke arah langit yang cerah sekali dan langitnya indah. Ririn menuju balkon kamarnya untuk menghirup udara pagi yang segar ini. "Indah sekali." bibir Ririn tersenyum manis melihat cuaca yang indah dan bagus ini.&nb
Vanya duduk kursi yang berada dibalkon kamarnya, menatap langit-langit malam yang begitu gelap dan tak ada bintang yang menghiasi langit ibu kota ini. Seperti hatinya yang gelap dan tak ada arah kehidupan lagi. Vanya bahkan dianggap tak ada dirumah ini oleh kedua orang tuanya, sedangkan orang yang dirinya cintai hanya menganggapnya sebagai pelampiasan nafsunya saja. Mata Vanya otomatis menoleh ke arah bawah saat mendengar suara orang. Vanya melihat kedua pasangan tersebut yang baru keluar dari rumah ini. Kedua pasangan itu tak lain adalah Ririn dan juga Ares. Ririn mengantarkan Ares untuk ke depan pintu, sepertinya Ares akan pulang. "Serasi sekali," ucap Vanya dengan senyuman tipis melihat adiknya yang sepertinya sudah mendapatkan kembali kehidupan asmaranya. "Semoga kalian bahagia. Aku tak akan biarkan Miko merusak kebahagian kalian." Vanya dengan matanya yang masih melihat kedua pasangan itu yang masi