Ririn mengikuti arahan dari ponsel Ayahnya, yang ia pinjam hanya untuk melacak pasangan selingkuh tersebut.
Matanya kembali melihat ponsel Ayahnya karena ingin memastikan kalalu lokasi yang ia datangi adalah benar.
Ririn melihat jam yang sudah menunjukan pukul 9 malam, entah apa yang dilakukan pasangan itu didalam apartement milik Miko.
Ririn sangat tau jelas dimana dirinya sedang berdiri sekarang, Apartement yang mana uang mukanya berasal dari dirinya dan sekali-kali ia membayar cicilan apartement ini.
Kakinya melangkah memasuki apartement untuk menuju unit apartement yang ditinggalin sama Miko. Saat ia sudah masuk ke dalam lift.
Ririn melihat pantulan wajahnya, yang mengenaskan sekali. Walupun dirinya sudah mandi, tapi tetap saja wajahnya kusut dan seperti orang tak bergairah hidup.
Saat ia sudah keluar dari lift, degup jantungnya sampai berdetak. Entah kenapa ia merasa hal seperti ini.
Ia berhenti sebentar untuk menenangkan perasaanya, saat dirinya sudah merasa lumayan baik. Ririn berjalann kembali.
Ririn sedang berada di langit 22, ia sedang berjalan menuju unit apartement itu. Ririn juga sekali-kali mengecek ponsel Ayahnya, hanya ingin memastikan kalau mereka tak pergi lagi.
Langkah kakinya berhenti, saat ia mendapati kalau dirinya sudah berada didepan unit apartement milik Miko.
Tangan Ririn dengan ragu-ragu menyentuh knop pintu. Ririn dengan sedikt kekuatan hatinya, ia menekan password pintu apartement.
Ririn tau password yang digunakan sama Miko, karena disaat pertama kali Miko menempati apartement ini, disanalah ia mendampingi pria itu.
Passwordnya adalah hari jadi dirinya dengan Miko. Ting, suara berhasil yang membuka pintu. Ririn akhirnya membuka pintu itu dengan perlahan.
DEG.
Saat ia sudah berada didalam unit apartement itu, pemandangan pertama kali yang ia lihat adalah sebuah sepatu.
Benar kalau mereka berdua ada diapartement. Perasaan Ririn mulai tak enak dan air matanya perlahan kembali keluar.
Ririn perlahan masuk lebih ke dalam dan matanya terus menelusuri isi apartement ini yang terdapat makanan berserakan.
Matanya melihat sebuah film yang disetel di Tv dengan minuman yang ada dimeja. Sepertinya mereka habis nonton film bersama.
Kakinya kembali mencari ke mana Miko berada, saat ia menuju ke arah kamar Miko. Ririn mendengar suara yang aneh dari luar pintu.
Telinganya ia dekatkan lagi ke kamar pintu Miko. Suara tak terlalu terdengar jelas karena suara volume film yang besar sekali.
Ririn mengambil remote dan mematikan Tv itu. Saat Ririn sudah mematikan Tv tersebut, suara itu terdengar jelas dan membuat jantungnya berdgeup semakin cepat.
Tangannya bergetar saat menyentuh knop pintu kamar itu, air matanya sudah kembali keluar. Ada rasa didalam dirinya yang menginginkan untuk tidak membuka pintu ini.
Tapi disisi lain ada rasa ingin tau apa yang dilakukan mereka sebenarnya didalam kamar, Ririn tau ingin seberapa brengseknya pria yang ia cintai selam 7 tahun.
Hati Ririn memiilih membuka pintu kamar itu dan tubuhnya menjadi lemas. Air matanya bercucuran keluar dari mata indahnya.
Tubuhnya saking lemasnya ambruk ke lantai, matanya melihat pemandangan yang tak senonoh, yaitu mereka sedang melakukan hubungan badan diatas ranjang kamar Miko.
Ririn menangis sejadi-jadinya, saat mengetahui pria yang selalu ia cinta selama 7 tahun adalah orang yang juga akan menghancurkan perasaanya ini.
Sontak Miko dan Vanya memisahkan diri disat sedag asik memagut bibir dan menghentakan-hentaknya tubuh bagian bawah.
Miko dan Vanya benar-benar sangat terkejut sekali dengan kedatangan orang yang tak duga-duga. Miko dengan cepat memisahkan diri dari Vanya.
Miko memakaikan pakaian miliknya dan berjalan mendekati Ririn yang terduduk lemas dilantai kamarnya.
"Ririn," suara lembut Miko yang mana sudah duduk tepat dihadapan Ririn, yang mengeluarkan air matanya itu.
Ririn dengan air matanya yang lancang keluar begitu saja dan malah semakin deras. Hatinya merasakan deyut rasa sakit.
Tubuhnya kaku dan tak bisa bangkit. Tapi Ririn dengan sekuat tenaga untuk bangkit, agar ia bisa keluar dari apartement yang menjijikan ini.
Ririn menepis tangan yang menjijikan dari tanganya, Ririn dengan tubuh yang tertatih-tatih berjalan menuju pintu keluar.
"Ririn!! dengarkan aku."
Miko masih mengejar Ririn yang berjalan keluar tanpa mengatakan apapun kepadanya, ia menarik Ririn saat gadis itu sudah berada didepan pintu.
"Degarkan aku!!" Miko menarik paksa tangan Ririn dan membuat gadis itu berada didepan Tv sekarang.
Ririn yang tak mempunyai kekuatan ditarik paksa sama Miko, hanya bisa menuruti pria itu. Ririn ingin menolak, tapi tubuhnya begitu lemas dan tak berdaya.
Matanya menatap ke arah Miko yang mencoba menjelaskan kepada dirinya. "Tak perlu menjelaskan ini semua, aku sudah tau apa yang kalian lakukan selama ini."
"Jadi tak perlu mengatakan apapun, lagi."
"Ririn," suara itu berasal dari Vanya yang sudah mengenakan pakainnya.
"Apa kau mencintainya?" tanya Ririn sambil melihat wajah pria itu.
"Iya," jawab Miko dengan wajah yang tertunduk.
"Apakah selama hubungan kita, kau tak mencintai aku?"
"Aku mencintai kamu, Ririn."
"Apa rencana pernikahan ini hanya main-main saja?"
"Tidak, aku serius kepada kamu." Miko sambil mengenggam tangan Ririn dengan lembut.
"Kau egois!!" maki Ririn seraya menarik tangannya agar tak disentuh sama pria itu.
"Kenapa kalian melakukan ini kepadaku? apa salahku kepada kalian?" Ririn berdiri didekat pasangan selingkuh tersebut.
"Aku mencintainya."
Saat mendengar suara itu, Ririn menoleh dan mendapati kalau kakaknya yang mengatakan hal itu.
"Tatap aku Mba dan katakan ucapan tadi!" tegas Ririn yang melihat Vanya memalingkan wajahnya agar tak menatap dirinya.
"Katakakan Mba!!' teriak Ririn.
"Hentikan Ririn." Miko yang seakan menghalangi Ririn agar mendekati Vanya.
Ririn menatap tajam ke arah Miko yang seakan melindungi Mba Vany, padahal ia tak akan melakukan apapun kepada kakaknya sendiri.
"Miko, apa salahku? apa karena aku tak bisa melayani nafsu kamu? apa aku tak secantik Mba Vanya yang seorang model?"
"Katakan!! agar aku bisa memperbaiki diriku?" katakan jika aku mempunyai salah dan kekurangan?"
"Ririn sudah cukup." Miko yang memeluk Ririn agar wanita itu bisa tenang.
Saat Miko memeluk dirinya, matanya langsung bisa melihat ke arah Mba Vanya yang sepertinya tak suka jika ia dipeluk sama Miko.
"Jika aku mempunyai kekurangan katakan! kenapa kau malah berselingkuh dan lebih parah itu bersama dengan kakakku sendiri!!' bentak Ririn.
Ririn memukul dada bidang berkali-kali milik Miko. Lalu ia berontak minta dilepaskan.
"Kesalahan apapun yang kau lakukan selalu aku maafkan, tapi kesalahan fatal ini tak akan pernah aku memaafkan kamu dan juga kau Mba Vanya."
"Ririn." ucap Miko.
"Kalian mengira aku bodoh!! hingga tak akan bisa tau apa yang kalian lakukan kepadaku?" Ririn berucap dengan suara yang keras.
"Kita Putus Miko, kau puas Mba!! melakukan hal ini kepada adik mu sendiri!!"
"Ririn jangan seperti itu." Miko yang mengenggam kembali tangan Ririn, tapi ditepis sama Ririn.
"Kalian saling mencintai dan semoga kalian hidup bahagia!! aku tak akan pernah bersama pria yang sudah tidur dengan seorang wanita, terutama wanita itu adalah kakakku sendiri."
Mata Ririn melihat ke arah Mba Vany yang masih enggan untuk menatap dirinya, matanya kembali berahli untuk meliaht ke arah Miko.
"Terima kasih Miko." Ririn berjalan menuju pintu apartement, tapi langkahnya kembalu dihadang sama pria itu.
"Ku mohon, biarkan aku pergi." Ririn dengan mata yang masih mengeluarkan cairan bening itu.
Miko melepaskan tangan Ririn dan membuatnya bisa keluar dari apartement ini.
Ririn sudah keluar dari apartement, ia sendirian berjalan dalam keadaan yang menangis tersedu-sedu. Hatinya merasakan amat kesakitan.7 tahun bukan waktu yang sebentar, sudah terlalu banyak hal yang sudah dirinya lewati bersama dengan Miko. Ririn sangat mencintai pria itu dan mempercayainya.Tapi orang yang ia cintai dan percayai malah orang yang akan menghancurkan hatinya berkali-kali lipat.Semua yang sudah ia susun tentang rumah tangga bersama dengan Miko harus pupus dan hanya menjadi tinggal kenangan yang menyakitkan.Tak akan ada lagi hari pernikahan dan impian dirinya untuk membangun rumah tangga dengan pria itu. Uang yang sudah ditabung selama ini untuk pernikahan, hanyalah sia-sia saja.Ririn berada dihalte bus sendiri saja, waktu sudah menunjukan pukul 10 malam. Hawa dingin yang menusuk tubuhnya y
"Ada apa?" tanya Binnie yang sedari tadi melihat Ririn yang terus saja memandang selembaran brosur itu."Indah kan?" Ririn yang bertanya kepada temannya itu."Iya indah sekali, terkenal dengan pantainya luar biasa," jawab Binnie yang juga ikut melihat brosur itu.Ririn masih memandangi brosur, dengan sekali-kali bibirnya tersenyum manis. Binnie melihat ekspresi wajah Ririn, yang sepertinya senang sekali hanya melihat brosur itu."Pergilah!"Ririn yang mendengar apa yang dikatakan sama teman itu, ia menoleh ke arah Binnie. Ririn hanya mengelengkan kepalanya saja, sebagai jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan sama Binnie."Kenapa?" Saat Ririn ingin menjawab pertanyaan dari temannya itu, suara intruksi terdegar dan menandakan kalau waktu jam istirahat sudah selesai. Semua chef harus kembali lagi untuk memasak.Kali ini Ririn tak melakukan kesalahan seperti kemarin, dirinya juga memasak seperti biasanya yang s
Pukul 10 malam, Ririn tak bisa tidur. Dirinya sudah memutuskan akan pergi ke Hawai mengunakan uang yang dirinya tabung selama ini.Uang yang ia kira untuk modal pernikahan dan rumah tangga. Tapi takdir berkata lain, uang ini akan ia gunakan untuk menghibur dirinya yang sedang patah hati.Ririn sedang mencari tiket pesawat dari Indonesia ke Hawai. Tak lupa juga Ririn mencari hotel untuk ia tinggalin.Ririn sangat berhati-hati sekali dalam mencari tiket dan juga hotel, karena ia tak ingin ditipu dan uangnya menjadi habis.Jiwa iritnya masih mendarah daging didalam diri Ririn, membuat Ririn membanding semua harga hingga menghabiskan waktu 3 jam lamanya.Akhirnya semunya sudah selesai, ia menatap jam dan membuat matanya membulat sempuran karena sudah pukul 12 malam.Ririn bergegas menuju ranjangnya dan membaringkan tubuhnya yang lemas ini dan butih istirahat yang banyak."S
Ririn tersenyum setelah pulang dari acara makan-makan bersama dengan rekan kerjanya, besok ia sudah resmi menjadi pengangguran.Ia akan memberitahu ke dua orang tuanya nanti saja, setelah ia selesai berlibur. Saat bibirnya tersenyum sumringah.Ada satu hal lagi yang membuat senyumannya luntur seketika, pria yang sudah mengkhinati hatinya.Ririn berpura-pura tak melihat keberadaan Miko dan kakaknya Mba Vanya. Mereka bertengkar diluar rumah.Ia hanya berdecih sinis saja melihat kelakukan sejoli itu, mereka sangat bemesra sekali disaat Miko masih mempunyai hubungan dengan dirinya.Sekarang setelah putus dengannya, malah pasangan tersebut terus saja bertengkar. Ririn tak memperdulikan mereka.Ia lebih memilih untuk masuk ke dalam rumahnya, tapi ada suara yang memanggil namanya. Tapi Ririn mengacuhkannya.Saat ia mengacuhkan mereka, sebuah tangan mencekalnya. Hingga membuat R
Pukul 10 pagi hari. Ririn baru bangun dan ia membuka matanya perlaha-lahan. Tubuhnya sudah menjadi lebih baik.Ririn merasa ada yang aneh kepadanya, hingga ia akhirnya sadar kalau koper miliknya. Ririn bagun dari atas ranjangnya.Matanya melihat jelas kekacuan yang dialami sama kamarnya ini. Semua barang-barang yang ia ingin bawa, belum juga dikemas dengan baik.Ririn merenggangkan tubuhnya, lalu ia kembai ke lantai kamarnya. Ririn mengumpat karena jam sudah menunjukan pukul 10 pagi.Bahkan ia belum juga keluar dari kamarnya sama sekali. Tapi itun harus cepat mengemasi pakaiannya, walaupun ia harus menahan lapar sekali pun.Berjam- jam, Ririn mengemasi pakaian miliknya dan juga barang-barang yang akan ia butuhkan disana nanti.Pukul 5 sore hari. Ririn baru menyelesaikan semua kebutuhan dirinya. Ia memakan waktu lama hanya untuk berkemas.Karena ini adalah perjalanan per
Pukul 7 malam, Ririn yang sudah siap dengan semuanya. Bahkan taxi yang dirinya pesan sudah datang dan berada didepan rumahnya.Ririn sudah berpelukan kepada ke dua orang tuanya. Sejujurnya ia sedih sekali, karena baru pertama kalinya ia pergi jauh dari ke dua orang tuanya."Hati-hati kamu disana dan jangan lupa makan." suara Mamahnya yang Luna yang terus memperingati anaknya itu."Iya Mamah," jawab Ririn."Miko mana Ririn?"Pertanyaan yang dianjukan sama Mamahnya, membuat ia menjadi bingung dan tak mengerti harus menjawab seperti apa.Tapi dirinya tak boleh memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Lagi-lagi sepertinya dirinya harus berbohong sama ke dua orang tuanya ini."Lagi ada kerjaan.""Seharusnya, dia mengantarkan kepergian kamu." kali ini suara Ayahnya Ririn."Miko tak ingin berpisah dengan aku, jadi lebih bak tak menga
"Wow, bagus sekali!!!!" teriak Ririn.Ririn sudah sampai di kamar hotelnya, saat ia pertama kali masuk matanya langsung saja disuguhi pemandangan pantai Hawai.Ririn loncat-loncat saking senangnya dirinya, andai saja ia mempunyai ponsel. Pasti ia akan memfoto dirinya yang datang ke hawai ini.Tubuh Ririn menjadi diam saat, ia mengingat kalau dirinya harus menelepon orang tuanya jika sudah sampai.Tapi ia tak punya ponsel dan juga tak memiliki sim card. Mengingat hal itu membuat Ririn menjadi bingung.Jika ia tak cepat menghubungi ke dua orang tuanya, pasti ia mereka berdua akan khawatir sama dirinya."Ririn bodoh." Ririn memukul kepalanya, saking bodohnya dirinya yang melupakan barang yang penting itu.Saat Ririn duduk diatas ranjang empuk ini. Tubuhnya diam dan membeku, saat matanya pertama kali melihat telepon kabel yang berada dimeja."Apa bisa m
Ririn menelan ludahnya sendiri, ia sangat gugup saat pria asing yang dirinya ikuti itupun semakin mendekati dirinya."Maaf, saya harus pergi." Ririn berjalan ke arah samping, agar bisa menghindari pria yang ada didepannya ini.Tapi pria asing yang tidak ia ketahui namanya, malah menghalanginya lagi dan pria itu menarik dagunya dengan kasar, hingga membuatnya bisa menatap wajah pria itu.Pria itu memang tampan sekali, tapi sangat disayangkan kalau pria yang ia ikuti ini, jahat sama dirinya yang mana adalah wanita lemah."Maaf, Tuan saya harus pergi."Arrght," rintih Ririn.Tubuh mungil Ririn terdorong lagi dan membentur dinding hotel ini, ia menatap tajam ke arah pria itu, karena bersikap kasar sama dirinya."Sakit!!" bentak Ririn."Siapa kamu sebenarnya?" tanya pria itu."Saya Ririn," jawab Ririn sambil menggulurkan tangannya agar b
Di pagi buta seperti ini. Dirinya sudah dipaksa untuk bangun dari tidurnya dan tiba-tiba saja Roy mengatakan kalau kakaknya sedang menunggu didalam mobil sedan berwarna putih. Roy menipunya dengan mengatakan hal tersebut, membawanya pada pukul 6 pagi hari. Bahkan matahari saja belum muncul.Bahkan Ririn ingin meminta bantuan dari Ares, tapi pria itu sama sekali tak bisa dihubungi. Padahal semalam dirinya tidur bersama dengan Ayah dari anaknnya, di kamar rumah sakit. Membuat Ririn mengucapkan sumpah serapah kepada Roy, yang seenaknya saja membawa dirinya di pagi hari ini."Tersenyumlah agar cantik," ucap Roy kepada wanita itu yang sedang duduk."Apa yang elu lakukan sama gue Roy?" Ririn menatap tajam adik dari Ares.Tapi bukannya menjawab apa yang dikatakan sama Ririn, Ares malah memerintahkan kepada staff untuk melakukan hal magic kepada Ririn, yang sedang marah-marah itu."Roy!!
Pukul 8 malam hari di rumah sakit. Ririn tetap berada disamping kakaknya yang tak juga terbangun. Hati Ririn hancur melihat alat-alat yang menempel ditubuh Vanya. Ririn juga tak henti-hentinya untuk menangis.Ririn memegang dengan lembut tangan Vanya, sambil berdoa kepada Tuhan, agar membuat Vanya cepat sadar. Tapi kakaknya tak juga sadar, padahal kata dokter kakaknya akan bangun. Tapi kenapa Vanya belum juga membuka matanya.Kriet. Pintu terbuka dan membuat Ririn menoleh, mendengar suara itu."Rin. kembalilah ke kamar kamu." Roy mendekati wanita hamil tersebut."Masih ada disini?" Ririn yang kaget karena Roy masih berada dirumah sakit, dirinya mengira kalau Roy akan kembali."Hm, priamu itu memintaku untuk menemanimu," jawab Roy yang berdiri disamping Ririn.Ririn hanya menganggukan kepalanya saja. Tatapan matanya kembali melihat ke arah Vanya. "Kapan kakak
Ares mendobrak pintu berkali-kali, tapi pintu ruang bawah itu sangat kuat dan membuat Ares susah menembusnya. Oleh karena itu Ares menembakan pintu terbuka dan membuat kunci pintu hancur. Membuatnya menjadi lebih mudah masuk ke dalam ruang bawah tersebut Bibirnya menyeringai bak seorang iblis. Tatapan matanya dan aura yang Ares keluarkan berubah seketika, saat melihat orang yang dicarinya. Ares menatapnya seakan ingin membunuh langsung Miko, yang sedang duduk dengan wajah yang babak belur. Pria itu langsung saja bangun disaat melihat kedatangan Ares, dengan tangan yang membawa senjata api tersebut. Ares mendekati pria bajingan itu dan membuatnya saling berhadapan dengan pria yang sudah membuat akal sehatnya menghilang. Tapi bukannya takut dengan kedatangan Miko.
Vanya akhirnya mendapatkan pertolongan. Ambulance membawanya pergi tubuhnya menuju rumah sakit bersama dengan Ririn yang tak ingin berpisah dengan kakaknya tersebut. Sedangkan Roy menelpon rumah sakit untuk menyediakan segalanya dan tak lupa juga memberitahu Ares melalui sekretarisnya tentang apa yang terjadi hari ini. Ares sangat sibuk sekali karena jadwal hari ini begitu padat sekali dengan berbagai macam rapat. Hingga membuat kakaknya melupakan ponselnya. Roy yang mengangkat panggilan masuk dari nomer asing di ponsel milik Ares dan yang mendengar suara-suara Ririn meminta pertolongan. Tapi setelah itu panggilannya terputus dan Roy menghubungi balik tapi ponsel tersebut tidak aktif lagi. Lantas dengan cepat Roy melacak semua jaringan itu dengan berbagai cara yang dirinya ketahui, hingga ia menemukan lokasinya. Untung saja Roy biasa menemukan lokasinya dengan cepat. Jika tidak kedua bersaudara itu akan dalam bahaya, terutama Ririn
Miko semakin mendekati Ririn yang terus saja mundur-mundur. Tapi Miko mendekati wanita yang terlihat jelas kalau sedang ketakutan. "Jika saja kamu kebih nurut, pasti tak akan terjadi hal ini." Miko menyeringai sinis dan tatapan mata Miko sangat tajam, seperti pedang yang siap menghunus siapapun.Vanya berdiri dengan susah payah, walapun harus menahan rasa sakit akibat tubuhnya yang menerima hantaman keras oleh Miko. Vanya harus bangkit karena ia melihat adiknya dalam keadaan yang berbahaya, Vanya tak akan membiarkan Miko melukai Ririn dan bayinya.Vanya menarik tangan Miko agar menjauh dari adiknya. Menahannya dengan sekuat tenang, walaupun dengan tubuh yang sakit. "Lari Ririn, keluar dari apartemen ini!!" teriak Vanya kepad adiknya."Tidak, tidak. Kita harus keluar bersama!!" ucap Ririn yang melihat kakaknya terus menahan Miko."Cepatlah, tak punya banyak waktu. Keluarlah!!" teriak Vanya.
Entah keberanian dari mana membuat Ririn melakukan hal gila ini dengan bawa-bawa pisau. Tapi jika dirinya tak melakukan hal ini, pasti Ririn akan di lecehkan lagi sama Miko. Ririn tak ingin membiarkan hal itu terjadi."Baiklah sayang. Aku tak dekat-dekat dengan dirimu."Ririn sedikit tenang karena ancaman dirinya ini sangat ampuh dan membuat Miko tak akan berniat untuk melecehkan dirinya lagi. "Dimana kakak gue?" tanya Ririn kepada Miko.Arah pandangan mata Ririn berahli melihat ke arah telunjuk tersebut. Dugaan dirinya sepertinya memang benar, kalau kakaknya tersebut disembuyikan sama Miko. "Buka pintunya," perintah Ririn. Pasti pintu itu terkunci jika tidak, pasti kakaknya akan keluar dan menemui dirinya."Baiklah, tapi pisau itu jauhkan dari tangan kamu." Miko yang masih panik dengan apa yang dilakukan sama Ririn. Miko hanya menuruti apa yang dikatakan sama Ririn, tapi setelah itu ia akan me
Tubuh Vanya berada di atas ranjang, dalam keadaan tak berbusana sama sekali. Itu semua karena ulah Miko yang menyentuhnya secara paksa dan ancaman, membuat Vanya tak bisa berkutik dan melakukan apa yang dikatakan sama Miko, padahal dirinya tak ingin sama sekali disentuh oleh bajingan seperti Miko.Cairan bening keluar dari matanya, tubuhnya tak terlalu merasakan sakit walaupun Miko melakukannya dengan kasar. Perasaanya saja yang sangat terluka, akibat perbuatan dari Miko. Hiks.. hiks.. Sungguh hatinya merasakan sakit bertubi-tubi ini semua karena Miko. Pria itu sudah melukai perasaanya dan sekarang melukai tubuhnya.Vanya hanya bisa tergeletak di kasur ini saja, tubuhnya lemas dan tak bisa melakukan apapun. Lagian kamar yang Vanya tempati terkunci dari luar oleh Miko. Pria itu juga keluar dari kamar dan meninggalkannya sendiri dengan air mata yang bercucuran.Vanya hanya berharap semoga saja adiknya tidak datang ke
Pukul 8 pagi hari. Ririn sudah terbangun dari tidurnya yang nyenyaknya. Tubuhnya merasakan sakit sekali, akibat sentuhan panas tersebut. Efeknya baru dirinya rasakan pagi ini. Ares sungguh sangat luar biasa, sekaligus gila karena telah membuat tubuhnya sakit-sakit."Tubuhku yang malang." Ririn segera bangkit untuk berendam air hangat. Semoga saja mampu sedikit mengurangi rasa sakit tubuhku ini.Tak butuh waktu lama Ririn sudah keluar dari kamar mandi dengan perasaanya yang jauh lebih nyaman. Ririn berendam hanya 7 menit saja, sejujurnya mau lebih lama. Tapi dirinya ingat sedang mengandung. Ririn hanya takut saja, kalau tak baik berendam lama-lama untuk kandungannya ini.Pandangan mata Ririn melihat ke arah langit yang cerah sekali dan langitnya indah. Ririn menuju balkon kamarnya untuk menghirup udara pagi yang segar ini. "Indah sekali." bibir Ririn tersenyum manis melihat cuaca yang indah dan bagus ini.&nb
Vanya duduk kursi yang berada dibalkon kamarnya, menatap langit-langit malam yang begitu gelap dan tak ada bintang yang menghiasi langit ibu kota ini. Seperti hatinya yang gelap dan tak ada arah kehidupan lagi. Vanya bahkan dianggap tak ada dirumah ini oleh kedua orang tuanya, sedangkan orang yang dirinya cintai hanya menganggapnya sebagai pelampiasan nafsunya saja. Mata Vanya otomatis menoleh ke arah bawah saat mendengar suara orang. Vanya melihat kedua pasangan tersebut yang baru keluar dari rumah ini. Kedua pasangan itu tak lain adalah Ririn dan juga Ares. Ririn mengantarkan Ares untuk ke depan pintu, sepertinya Ares akan pulang. "Serasi sekali," ucap Vanya dengan senyuman tipis melihat adiknya yang sepertinya sudah mendapatkan kembali kehidupan asmaranya. "Semoga kalian bahagia. Aku tak akan biarkan Miko merusak kebahagian kalian." Vanya dengan matanya yang masih melihat kedua pasangan itu yang masi