Didapur hotel. Seorang wanita berparas ayu, kulitnya seputih susu, rambutnya sebahu, sedang memasak makanan dengan keahlian memasak yang luar biasa. Ririn mamasak dengan penuh cinta disetiap masakan yang ia buat.
Semua orang yang berada didapur mengakui kehebatan dirinya dalam mengolah bahan pangan menjadi olahan masakan. Ririn bertugas sebagai Chef de Partie , ia bertugas mengawasi kelancaran operasional dan juga ia turut andil dalam mengolah makanan.
"Tamu hotel sangat suka sekali dengan masakan yang kau buat." Ririn dipuji langsung sama atasannya yaitu Chef Cook ( Executive Chef ).
Bibir Ririn tersenyum bahagia sekali mendengar pujian itu, dirinya sangat bangga dengan kehebatannya dalam mengolah masakan. "Terima kasih Chef."
Semua orang bertepuk-tangan untuk mengakhiri jam mereka bekerja didapur hotel ini. "Terima kasih atas kerja kalian. Pulanglah dan istirahatlah," ucap Chef kepala.
Tawa bahagia dan sorak-sorak kebahagian terdengar didapur hotel ini. Semua sangat senang sudah selesai bekerja dan akan pulang. Ririn juga tak dipungkiri rasa bahagia yang menyergap hatinya.
Apalagi saat sedang shif pagi dan pulang jam 5 sore hari. Shift pagi adalah hari paling membahagikan dalam hidup dirinya, karena malamnya ia bisa menghabiskan waktu dengan pacarnya.
Setelah Ririn mengucapkan kata perpisahan kepada teman-temannya yang bekerja didapur. Ririn beranjak keluar dengan pakaian casual yang ia kenakan, bibirnya tak henti-hentinya untuk tersenyum.
Ririn bersemangat karena ia bisa bertemu dengan kekasihnya, matanya melihat ke arah langit-langit. Ririn hanya berdoa agar tak turun hujan dan ia bisa menghabiskan waktu dengan kekasihnya.
Saking ia senang dan bersemangatnya bertemu dengan kekasihnya, Ririn berlari kecil menuju halte bus terdekat. Walaupun ia punya gaji yang lumayan besar, tak Ririn sangat berhemat.
Ririn berhemat karena ia sedang mengumpulkan uang yang banyak, agar ia bisa cepat menikah dengan kekasihnya dan hidup berdua dalam satu atap yang sama. Ririn pastikan hanya akan ada kebahagian saja.
Membayangkan kehidupan pernikahannya dengan kekasihnya saja sudah sangat membuat dirinya bahagia. "Tidak sabar." Ririn masih saja tersenyum sendiri, membuat orang disekitar merasa aneh akan Ririn yang senyum-senyum sendiri.
Ririn yang merasa kalau dirinya ditatap, ia menundukan kepalanya malu. Disaat bus yang ia tunggu sudah datang, dengan gerakan cepat Ririn berlari menuju ke bus yang menjadi tujuan dirinya pulang.
Sudah menjadi kebiasaan kalau ia naik bus akan duduk dipaling belakang, kalau ia berdiri pun ia akan paling belakang. Entah kenapa ia sangat suka saja dan tak alasan yang pasti.
Kali ini bus sedang sepi dan ia bisa duduk dibelakang. Ririn memakai earphone ke telinganya, ia mendengarkan sebuah lagu melukis senja. Ririn sangat suka dengan lagu itu, bahkan ia mendengarnya berkali-kali.
Ririn menikmati perjalanan pulangnya sambil mendengar lagu melukis senja yang ia putar berkali-kali. Bibirnya tersenyum dengan matanya yang melihat ke arah luar jendela bus, yang menampilkan hiruk-pikuk ibu kota menjelang malam.
Ririn membutuhkan waktu 30 menit, untuk sampai dihalte bus dekat rumahnya. Tapi Ririn harus berjalan jauh, agar ia bisa masuk menuju gang rumah miliknya. Ririn turun dari bus karena sudah sampai.
Wajahnya menjadi masam setelah membaca sebuah pesan. Ririn memasukan ponselnya ke dalam hand bag milknya. Ririn berjalan ditemani dengan musik yang masih menyala.
Dari halte ke rumahnya sepertinya membutuhkan waktu 20 menit berjalan. Ririn pulang balik ke rumah dan ke hotel memakan waktu hampir 1 jam lamanya. Ririn tak mengeluh itu semua.
Dirinya sangat bahagia melakukan pekerjaanya dan yang paling utama adalah gajianya besar. Membuat ia bisa mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya agar bisa membangun bahtera rumah tangga yang indah.
Ririn melepaskan earphone yang terpasang di kedua telinga dan memasukannya kembali ke hand bag yang ia pakai. Ia memasukannya karena sudah berada dirumah yang menjadi tempat ternyaman didalam hidup dirinya.
Riko membuka pagar rumah, alisnya berkerut bingung karena melihat motor milik kekasihnya, berada dipekarangan rumah miliknya. Ririn membaca kemballi pesan yang masuk diponsel.
Ririn mengira kalau ia salah membaca. Pacarnya mengatakan kepadanya tak bisa menjemput, karena sedang ada urusan yang penting sekali. Tapi yang ia dapati adalah motor ninja milik kekasihnya ini berada dirumahnya.
Kakinya bergerak cepat memasuki rumah miliknya. "Kamu sudah pulang nak." Ririn mendengar suara Ayahnya.
Niatnya ingin mencari Ayahnya, tapi ia tunda terlebih dahulu dan mendekati Ayahnya. Ririn salim kepada Ayahnya dan tak lupa juga memberikan sebuah kecupan, di pipi laki-laki yang ia cintai nomer 1 didalam hidup dirinya.
"Ayah, Miko ada disini?" tanya Ririn dengan matanya yang melihat ke penjuru rumahnya ini.
"Miko berada didalam dapur, sedang membantu menyiapkan makan malam," jawab Fahri Ayah kandung Ririn.
Ririn tanpa basa-basi langsung saja menuju ke arah dapur. Seperti yang dikatakan sama Ayahnya, kalau Miko pacarnya berada didalam dapur. Ririn melihat pacarnya sedang memasak bersama dengan kakaknya.
"Hai." Riko menyapa mereka berdua yang sedang bersama didalam dapur.
Ke dua manusia itu langsung saja terkejut mendengar sapaan dari Ririn. Matanya bingung sekali melihat wajah mereka berdua yang sepertinya terkejut dengan kehadiran dirinya.
"Mba Vanya, aku ingin bicara sama Miko dulu." Ririn yang menarik pergelangan tangan Miko dan membawanya menuju kamarnya.
Ririn sudah berada didalam kamarnya karena ingin bicara sama pacarnya. Tapi dilihat wajah kekasihnya ia sepertinya tak merasa bersalah, karena membohongi dirinya. "Jelaskan." Ririn dengan menatap kekasihnya itu.
Miko yang mendengar suara Ririn yang marah, ia mendekati kekasihnya dan memeluk pingang Ririn dengan erat. "Jelaskan apa sayang?" tanya Miko dengan kepalanya ia usapkan ke leher Ririn.
"Kenapa kamu membohongi aku? katanya ga bisa jemput aku dan malah ada dirumah ini." Ririn dengan bibir yang cemberut kesal.
"Sayang, aku sudah bilang sedang melakukan pekerjaan yang penting, jadi tak bisa menjemput kamu."
"Hal penting apa? kamu ada dirumah aku, Miko."
Miko menarik Ririn dengan lembut dan membuatnya bisa saling berhadapan dengan dirinya. Telapak tangan Miko mencubit ke dua pipi Ririn dengan pelan. "Tentu saja penting untuk masa depan kita."
"Masa depan kita?" bingung Ririn yang tak mengerti dengan apa yang dikatakana sama kekasihnya ini.
"Tadi aku memang niatnya ingin menjemput kamu dihalte. Sebelum aku ke halte, aku mampir terlebih dahulu ke rumah kamu. Tapi Mamahmu menahanku, jadi aku tak bisa pergi. Aku harus menyenangi ke dua orang tua kamu, agar restu tetap berjalan," tutur Miko.
Ririn menganggukan kepalanya mengerti, ia suda salah dan malah marah dengan sikap pacaranya ini. Miko melakukan ini untuk kebaikan hubunganya dengan Miko. Ririn menyandarkan kepalanya ke pundak Miko.
"Maaf aku marah sama kamu."
"Aku yang salah karena ga menjelaskan semuanya dipesan." Miko dengan telapak tanganya mengusap lembut puncak kepala Ririn.
"I love you."
"I love you pacar aku yang mengemaskan disaat marah ini." Miko mencubit pipi lembut Ririn.
"Sakit Miko." Ririn sambil menghidanri terus tangan Miko yang akan kembali mencubit pipinya.
Ririn dan Miko kejar-kejaran dikamar dengan ukuran 3x4 ini. Miko akhirnya bisa mengkap Ririn dan memeluk kekasihnya ini.
***
Jangan lupa follow akun IG: @intanazel
Pukul 7 pagi. Ririn sedang menatap dirinya sendiri dipantulan cermin yang ada dihadapan dirinya ini. Ia sudah mandi dan juga segar, walaupu nanti di diapur ia akan kotor lagi.Tapi Ririn sangat menyukai pekerjaan yang dirinya lakukan, ia sudah bekerja selama 5 tahun di dunia perdapuran hotel. Makanya jabatanya lumayan tinggi, karena ia sudah bekerja lama.Ririn bangga akan dirinya ini. "Awali hari ini dengan senyuman dan semangat." Ririn mengucapkan mantra kepada sendiri, agar ia semakin semangat dalam bekerja.Ririn hanya mengunakan jins panjang dan juga kaus oblong berwarna hitam dan dibalut dengan jaket kulit. Ririn selalu berpakaian casul macam ini, karena ia tak perlu berdandan cantik.Bahkan Ririn hanya memakai lipstik dan pelembab wajah saja, jika sedang bekerja. Berdandan sangat tak berguna bagi Ririn, karena ia akan berhadapan denga
Ririn selama kembali ke rumahnya, dirinya tak bisa untuk tidak memikirkan ucapan dari rekan kerjanya tersebut."Berfikirlah positif Ririn." Ia menyakinkan dirinya sendiri kalau pacarnya itu tak akan melakukan hal yang membuat ia sedih.Ririn mengirimkan pesan singkat kepada pacarnya Miko. Ririn menginginkan bertemu berdua saja dicafe yang sering dikunjungi.Ririn tak mau tau, kalau pacarnya tersebut harus datang. Jika tidak, dirinya akan marah besar dan tak akan bicara lagi sama pacaranya tersebut.Hanya dengan cara ancaman saja, agar Miko mau diajak bertemu secara berdua saja. Ririn juga sedikit merasa aneh dengan sikap pacarnya.Miko sering sekali menolak ajakan untuk keluar, padahal ia hanya mengajak untuk makan bersama saja.Tapi pria itu selalu saja mengatakan sibuk
Ririn memasuki rumahnya dengan hati yang sakit dan juga terluka. Saat ia memasuki rumahnya. sebuah tawa yang dulu menyenangkan baginya, tapi sekarang malah membuat ia marah.Ingatan dirinya tak bisa tak lepas mengingat adegan mesra yang tersaji didepan matanya sendiri. Membuat hatinya kembali berdenyut merasakan kesakitan yang amat dalam.Ririn sedang terdiam dan mematung, saat melihat Mamahnya dan kakaknya yang sedang menonton drama bersama.Kakaknya tertawa dan tersenyum bahagia, sedangkan dirinya harus menanggung rasa sakit yang menghancurkan hatinya ini.Ririn seakan ingin berteriak didepan kakaknya yang bisa tertawa dan tersenyum seperti ini. Ririn ingin bertanya kenapa kakaknya melakukan hal itu.Ririn ingin bertanya apa ia pernah melakukan hal buruk, sampai melukai hati kakaknya. Hingga mba Vanya de
Semua orang yang berada didapur mereka aneh dengan sikap Ririn yang menjaid kebih diam dan tak ceria.Wajah Ririn yang kusut dan tak semangat, membuat orang-orang bertanya ada masalah apa hingga membuat Ririn sangat berbeda sekali."Apa ada masalah?" Binnie yang mendekati Ririn yang masih memasak."Tidak ada," jawab Ririn.Binnie yang mengerti, kalau Ririn sepertinya tak ingin di ganggu sama sekali. Binnie menyampaikan kepada orang-orang yang berada didapur, kalau jangan menganggu Ririn.Sedangkan Ririn lagi memasak menu makanan, ia memasak dengan perasaan yang kacau. Pertama kalinya didalam hidupnya, kalau ia memasak makanan dengan suasan hati yang buruk.Brak."Ririn!"Kepalanya menoleh setelah mendengar kalau namanya disebutkan, ia menoleh dan mendapati kalau kepala chef yang memanggil namanya.Ririn mendekatinya pria itu yang be
Ririn dengan tubuh yang lemas, ia berjalan menuju ke rumahnya yang berada digang ujung. Wajahnya yang lusuh dan tak bersemangt sekali.Kakinya berhenti melangkah disaat ia sudah sampai dirumahnya. Matanya melihat rumahnya yang seharusnya menjadi tempat ternyaman baginya.Tapi malah menjadi tempat paling membuat ia tak nyaman. Ririn sangat malas sekali bertemu dengan orang yang sudah mengkhianati dirinya.Mau tak mau, Ririn tetap harus masuk ke dalam. Ia tak mungkin melarikan diri dan membuat ke dua orang tuanya merasa khawatir akan dirinya.Ririn membuka gerbang dan ia berdecih saat melihat, motor yang ada diperkarangan rumahnya. Ririn menatap tajam ke arah motor itu.Motor yang mana punyai Miko, sang pacar yang mengkhianati dirinya. Tangannya terkepal dengan kuat melihat motor itu.Dengan sinisya, ia mendekati motor tersebut dan menendangnya dengan kuat.BUGH BUGH BUGH.Ririn berkali-kali memukul motor milik Riko, seakan melam
Ririn mengikuti arahan dari ponsel Ayahnya, yang ia pinjam hanya untuk melacak pasangan selingkuh tersebut.Matanya kembali melihat ponsel Ayahnya karena ingin memastikan kalalu lokasi yang ia datangi adalah benar.Ririn melihat jam yang sudah menunjukan pukul 9 malam, entah apa yang dilakukan pasangan itu didalam apartement milik Miko.Ririn sangat tau jelas dimana dirinya sedang berdiri sekarang, Apartement yang mana uang mukanya berasal dari dirinya dan sekali-kali ia membayar cicilan apartement ini.Kakinya melangkah memasuki apartement untuk menuju unit apartement yang ditinggalin sama Miko. Saat ia sudah masuk ke dalam lift.Ririn melihat pantulan wajahnya, yang mengenaskan sekali. Walupun dirinya sudah mandi, tapi tetap saja wajahnya kusut dan seperti orang tak bergairah hidup.Saat ia sudah keluar dari lift, degup jantungnya sampai berdetak. Entah kenapa ia merasa hal sepert
Ririn sudah keluar dari apartement, ia sendirian berjalan dalam keadaan yang menangis tersedu-sedu. Hatinya merasakan amat kesakitan.7 tahun bukan waktu yang sebentar, sudah terlalu banyak hal yang sudah dirinya lewati bersama dengan Miko. Ririn sangat mencintai pria itu dan mempercayainya.Tapi orang yang ia cintai dan percayai malah orang yang akan menghancurkan hatinya berkali-kali lipat.Semua yang sudah ia susun tentang rumah tangga bersama dengan Miko harus pupus dan hanya menjadi tinggal kenangan yang menyakitkan.Tak akan ada lagi hari pernikahan dan impian dirinya untuk membangun rumah tangga dengan pria itu. Uang yang sudah ditabung selama ini untuk pernikahan, hanyalah sia-sia saja.Ririn berada dihalte bus sendiri saja, waktu sudah menunjukan pukul 10 malam. Hawa dingin yang menusuk tubuhnya y
"Ada apa?" tanya Binnie yang sedari tadi melihat Ririn yang terus saja memandang selembaran brosur itu."Indah kan?" Ririn yang bertanya kepada temannya itu."Iya indah sekali, terkenal dengan pantainya luar biasa," jawab Binnie yang juga ikut melihat brosur itu.Ririn masih memandangi brosur, dengan sekali-kali bibirnya tersenyum manis. Binnie melihat ekspresi wajah Ririn, yang sepertinya senang sekali hanya melihat brosur itu."Pergilah!"Ririn yang mendengar apa yang dikatakan sama teman itu, ia menoleh ke arah Binnie. Ririn hanya mengelengkan kepalanya saja, sebagai jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan sama Binnie."Kenapa?" Saat Ririn ingin menjawab pertanyaan dari temannya itu, suara intruksi terdegar dan menandakan kalau waktu jam istirahat sudah selesai. Semua chef harus kembali lagi untuk memasak.Kali ini Ririn tak melakukan kesalahan seperti kemarin, dirinya juga memasak seperti biasanya yang s
Di pagi buta seperti ini. Dirinya sudah dipaksa untuk bangun dari tidurnya dan tiba-tiba saja Roy mengatakan kalau kakaknya sedang menunggu didalam mobil sedan berwarna putih. Roy menipunya dengan mengatakan hal tersebut, membawanya pada pukul 6 pagi hari. Bahkan matahari saja belum muncul.Bahkan Ririn ingin meminta bantuan dari Ares, tapi pria itu sama sekali tak bisa dihubungi. Padahal semalam dirinya tidur bersama dengan Ayah dari anaknnya, di kamar rumah sakit. Membuat Ririn mengucapkan sumpah serapah kepada Roy, yang seenaknya saja membawa dirinya di pagi hari ini."Tersenyumlah agar cantik," ucap Roy kepada wanita itu yang sedang duduk."Apa yang elu lakukan sama gue Roy?" Ririn menatap tajam adik dari Ares.Tapi bukannya menjawab apa yang dikatakan sama Ririn, Ares malah memerintahkan kepada staff untuk melakukan hal magic kepada Ririn, yang sedang marah-marah itu."Roy!!
Pukul 8 malam hari di rumah sakit. Ririn tetap berada disamping kakaknya yang tak juga terbangun. Hati Ririn hancur melihat alat-alat yang menempel ditubuh Vanya. Ririn juga tak henti-hentinya untuk menangis.Ririn memegang dengan lembut tangan Vanya, sambil berdoa kepada Tuhan, agar membuat Vanya cepat sadar. Tapi kakaknya tak juga sadar, padahal kata dokter kakaknya akan bangun. Tapi kenapa Vanya belum juga membuka matanya.Kriet. Pintu terbuka dan membuat Ririn menoleh, mendengar suara itu."Rin. kembalilah ke kamar kamu." Roy mendekati wanita hamil tersebut."Masih ada disini?" Ririn yang kaget karena Roy masih berada dirumah sakit, dirinya mengira kalau Roy akan kembali."Hm, priamu itu memintaku untuk menemanimu," jawab Roy yang berdiri disamping Ririn.Ririn hanya menganggukan kepalanya saja. Tatapan matanya kembali melihat ke arah Vanya. "Kapan kakak
Ares mendobrak pintu berkali-kali, tapi pintu ruang bawah itu sangat kuat dan membuat Ares susah menembusnya. Oleh karena itu Ares menembakan pintu terbuka dan membuat kunci pintu hancur. Membuatnya menjadi lebih mudah masuk ke dalam ruang bawah tersebut Bibirnya menyeringai bak seorang iblis. Tatapan matanya dan aura yang Ares keluarkan berubah seketika, saat melihat orang yang dicarinya. Ares menatapnya seakan ingin membunuh langsung Miko, yang sedang duduk dengan wajah yang babak belur. Pria itu langsung saja bangun disaat melihat kedatangan Ares, dengan tangan yang membawa senjata api tersebut. Ares mendekati pria bajingan itu dan membuatnya saling berhadapan dengan pria yang sudah membuat akal sehatnya menghilang. Tapi bukannya takut dengan kedatangan Miko.
Vanya akhirnya mendapatkan pertolongan. Ambulance membawanya pergi tubuhnya menuju rumah sakit bersama dengan Ririn yang tak ingin berpisah dengan kakaknya tersebut. Sedangkan Roy menelpon rumah sakit untuk menyediakan segalanya dan tak lupa juga memberitahu Ares melalui sekretarisnya tentang apa yang terjadi hari ini. Ares sangat sibuk sekali karena jadwal hari ini begitu padat sekali dengan berbagai macam rapat. Hingga membuat kakaknya melupakan ponselnya. Roy yang mengangkat panggilan masuk dari nomer asing di ponsel milik Ares dan yang mendengar suara-suara Ririn meminta pertolongan. Tapi setelah itu panggilannya terputus dan Roy menghubungi balik tapi ponsel tersebut tidak aktif lagi. Lantas dengan cepat Roy melacak semua jaringan itu dengan berbagai cara yang dirinya ketahui, hingga ia menemukan lokasinya. Untung saja Roy biasa menemukan lokasinya dengan cepat. Jika tidak kedua bersaudara itu akan dalam bahaya, terutama Ririn
Miko semakin mendekati Ririn yang terus saja mundur-mundur. Tapi Miko mendekati wanita yang terlihat jelas kalau sedang ketakutan. "Jika saja kamu kebih nurut, pasti tak akan terjadi hal ini." Miko menyeringai sinis dan tatapan mata Miko sangat tajam, seperti pedang yang siap menghunus siapapun.Vanya berdiri dengan susah payah, walapun harus menahan rasa sakit akibat tubuhnya yang menerima hantaman keras oleh Miko. Vanya harus bangkit karena ia melihat adiknya dalam keadaan yang berbahaya, Vanya tak akan membiarkan Miko melukai Ririn dan bayinya.Vanya menarik tangan Miko agar menjauh dari adiknya. Menahannya dengan sekuat tenang, walaupun dengan tubuh yang sakit. "Lari Ririn, keluar dari apartemen ini!!" teriak Vanya kepad adiknya."Tidak, tidak. Kita harus keluar bersama!!" ucap Ririn yang melihat kakaknya terus menahan Miko."Cepatlah, tak punya banyak waktu. Keluarlah!!" teriak Vanya.
Entah keberanian dari mana membuat Ririn melakukan hal gila ini dengan bawa-bawa pisau. Tapi jika dirinya tak melakukan hal ini, pasti Ririn akan di lecehkan lagi sama Miko. Ririn tak ingin membiarkan hal itu terjadi."Baiklah sayang. Aku tak dekat-dekat dengan dirimu."Ririn sedikit tenang karena ancaman dirinya ini sangat ampuh dan membuat Miko tak akan berniat untuk melecehkan dirinya lagi. "Dimana kakak gue?" tanya Ririn kepada Miko.Arah pandangan mata Ririn berahli melihat ke arah telunjuk tersebut. Dugaan dirinya sepertinya memang benar, kalau kakaknya tersebut disembuyikan sama Miko. "Buka pintunya," perintah Ririn. Pasti pintu itu terkunci jika tidak, pasti kakaknya akan keluar dan menemui dirinya."Baiklah, tapi pisau itu jauhkan dari tangan kamu." Miko yang masih panik dengan apa yang dilakukan sama Ririn. Miko hanya menuruti apa yang dikatakan sama Ririn, tapi setelah itu ia akan me
Tubuh Vanya berada di atas ranjang, dalam keadaan tak berbusana sama sekali. Itu semua karena ulah Miko yang menyentuhnya secara paksa dan ancaman, membuat Vanya tak bisa berkutik dan melakukan apa yang dikatakan sama Miko, padahal dirinya tak ingin sama sekali disentuh oleh bajingan seperti Miko.Cairan bening keluar dari matanya, tubuhnya tak terlalu merasakan sakit walaupun Miko melakukannya dengan kasar. Perasaanya saja yang sangat terluka, akibat perbuatan dari Miko. Hiks.. hiks.. Sungguh hatinya merasakan sakit bertubi-tubi ini semua karena Miko. Pria itu sudah melukai perasaanya dan sekarang melukai tubuhnya.Vanya hanya bisa tergeletak di kasur ini saja, tubuhnya lemas dan tak bisa melakukan apapun. Lagian kamar yang Vanya tempati terkunci dari luar oleh Miko. Pria itu juga keluar dari kamar dan meninggalkannya sendiri dengan air mata yang bercucuran.Vanya hanya berharap semoga saja adiknya tidak datang ke
Pukul 8 pagi hari. Ririn sudah terbangun dari tidurnya yang nyenyaknya. Tubuhnya merasakan sakit sekali, akibat sentuhan panas tersebut. Efeknya baru dirinya rasakan pagi ini. Ares sungguh sangat luar biasa, sekaligus gila karena telah membuat tubuhnya sakit-sakit."Tubuhku yang malang." Ririn segera bangkit untuk berendam air hangat. Semoga saja mampu sedikit mengurangi rasa sakit tubuhku ini.Tak butuh waktu lama Ririn sudah keluar dari kamar mandi dengan perasaanya yang jauh lebih nyaman. Ririn berendam hanya 7 menit saja, sejujurnya mau lebih lama. Tapi dirinya ingat sedang mengandung. Ririn hanya takut saja, kalau tak baik berendam lama-lama untuk kandungannya ini.Pandangan mata Ririn melihat ke arah langit yang cerah sekali dan langitnya indah. Ririn menuju balkon kamarnya untuk menghirup udara pagi yang segar ini. "Indah sekali." bibir Ririn tersenyum manis melihat cuaca yang indah dan bagus ini.&nb
Vanya duduk kursi yang berada dibalkon kamarnya, menatap langit-langit malam yang begitu gelap dan tak ada bintang yang menghiasi langit ibu kota ini. Seperti hatinya yang gelap dan tak ada arah kehidupan lagi. Vanya bahkan dianggap tak ada dirumah ini oleh kedua orang tuanya, sedangkan orang yang dirinya cintai hanya menganggapnya sebagai pelampiasan nafsunya saja. Mata Vanya otomatis menoleh ke arah bawah saat mendengar suara orang. Vanya melihat kedua pasangan tersebut yang baru keluar dari rumah ini. Kedua pasangan itu tak lain adalah Ririn dan juga Ares. Ririn mengantarkan Ares untuk ke depan pintu, sepertinya Ares akan pulang. "Serasi sekali," ucap Vanya dengan senyuman tipis melihat adiknya yang sepertinya sudah mendapatkan kembali kehidupan asmaranya. "Semoga kalian bahagia. Aku tak akan biarkan Miko merusak kebahagian kalian." Vanya dengan matanya yang masih melihat kedua pasangan itu yang masi