Ririn selama kembali ke rumahnya, dirinya tak bisa untuk tidak memikirkan ucapan dari rekan kerjanya tersebut.
"Berfikirlah positif Ririn." Ia menyakinkan dirinya sendiri kalau pacarnya itu tak akan melakukan hal yang membuat ia sedih.
Ririn mengirimkan pesan singkat kepada pacarnya Miko. Ririn menginginkan bertemu berdua saja dicafe yang sering dikunjungi.
Ririn tak mau tau, kalau pacarnya tersebut harus datang. Jika tidak, dirinya akan marah besar dan tak akan bicara lagi sama pacaranya tersebut.
Hanya dengan cara ancaman saja, agar Miko mau diajak bertemu secara berdua saja. Ririn juga sedikit merasa aneh dengan sikap pacarnya.
Miko sering sekali menolak ajakan untuk keluar, padahal ia hanya mengajak untuk makan bersama saja.
Tapi pria itu selalu saja mengatakan sibuk, memang Miko bekerja menjadi sebuah manager diperusahaan ternama dinegeri ini.
Ririn tau kalau pekerjaan menjadi manager pasti sibuk, tapi Miko selalu saja mengatakan sibuk dan sibuk.
Padahal Ririn yakin pekerjaan menjadi manager tak selalu sibuk bukan, pasti ada waktu untuk bertemu pacarnya.
Mengingat kesibukan pacarnya itu saja sudah membuat dirinya merasa kesal, tapi ia menahan itu semua selama 4 tahun pacaran.
Miko mengatakan kepadanya, kalau ia bekerja keras demi pernikahan kita dan juga anak-anak kita dimasa depan.
Karena perkataan itu juga membuat Ririn menahan kekesalan tersebut selama 4 tahun, itu semua demi masa depan yang akan datang.
***
Ririn sudah berada dicafe king yang sering didatangi dirinya dan juga Miko. Ia melihat jam yang sudah menunjukan waktu pukul 7 malam.
Pacarnya tersebut belum juga datang, yang lebih parahnya lagi tak ada balasan pesan yang diberikan sama Miko.
Ririn akan menunggu pria itu, ia menginginkan Miko agar menemui dirinya. Ia tak ingin hatinya menjadi gusar disaat pulang kembali ke rumah.
Ucapan temannya tersebut, membuat ia menjadi tak tenang. Makannya ia ingin sebuah jawaban yang dikeluarkan langsung dari mulut kekasihnya tersebut.
Selagi menunggu kedatangan pacarnya itu, ia memesan Latte kepada pelayan cafe ini. Ririn duduk didekat dinding kaca cafe.
Jika ia datang ke cafe King ini, ia selalu duduk didekat dinding kaca ini. Walapun ada orang yang menepati. Ririn akan menunggu sampai orang itu pergi dan baru ia bisa tempati.
Entahlah kenapa ia melakukan hal itu, tapi ia hanya suka saja. Karena ia bisa melihat orang yang berlalu-lalang dan membuat hatinya menjadi lebih tenang.
"Minumannya." Pelayan itu menaruh secangkir Latte dimeja dann tak lupa juga Ririn mengucapkan kata terima kasih kepada pelayan itu.
Ririn meminumnya dengan perlahan karena secangkir Latte ini masih panas. Matanya kembali melihat jam.
Waktu dengan cepat sudah berlalu, Ririn masih menunggu kedatangan Miko yang tak kunjung datang juga.
Ririn kembali membuka ponselnya untuk melihat pesan yang ia kirim sudah terbaca sama Miko atau belum. Tapi pesan yang ia kirim belum juga dibaca sama kekasihnya tersebut.
30 menit sudah berlalu. Ririn yang sudah merasa jengah, ia menghubungi saja salah satu teman kerja Miko yang ia kenal. Riko akan bertanya kepada teman Miko saja.
Tak membutuhkan waktu lama, setelah ia mengirimkan pesan kepada temannya Miko. Teman dari pacarnya itu, mengatakan kalau Miko sudah pulang dan tak ada acara lembur.
Ririn menjadi lemas sekali, mendengar apa yang dikatakan sama teman dari Miko. Kekasihnya itu benar-benar tega dengan dirinya.
Ririn kembali melihat jam yang sudah menunjukan pukul 20.00 waktu Jakarta. Ia harus kembali ke rumahnya.
Karena hari esok ia harus kembali untuk bekerja, jadi ia tak boleh kelelahan. Ririn keluar dari cafe dengan raut wajah yang sedih.
Dari Cafe, Ririn berjalan kaki untuk sampai ke rumahnya. Tubuh lelah dan juga hatinya yang tak nyaman.
Membuat energinya terkuras habis, hingga membuat ia menjadi lelah seperti ini. Sambil berjalan pulang, Ririn tak henti-hentinya untuk mengecek ponselnya.
Siapa tau saja Miko membalas pesannya dan sedang berada dicafe sekarang, tapi hasilnya semua hanyalah, hayalan dirinya saja.
Miko tak kunjung membalas pesan dari dirinya dan membuat hatinya merasakan kesedihan. Ririn dengan kesal mematikan ponselnya, agar ia tak mengecek lagi ponsel untuk melihat balasan pesan dari Miko.
Ririn tak peduli jika Miko berada dicafe sekarang, kekasihnya tersebuat harus tau, bagaimana rasanya tak enak menunggu seseorang.
"Menyebalkan," gerutu Ririn sambil menendang batu yang ada dijalan.
Ririn berhenti melangkah dan ia berada didepan gerbang rumahnya yang sederhana. Sungguh saking kesalnnya ia, hingga tak menyadari kalau sudah sampai dirumahnya dengan cepat.
Ririn memasuki gerbang rumahnya sendiri, ia tersentak kaget karena mendengar suara motor pacarnya yang sangat ia kenal.
Bibirnya menjadi tersenyum manis, pasti pacarnya itu akan meminta maaf sama dirinya. Permintaan maaf tak akan mudah untuk Miko.
Karena hari ini, kekasihnya sudah melakukan hal yang membuat hatinya menjadi sedih, kesal dan juga kecewa.
Saat Ririn ingin melihat sekilas pacarnya, hal yang paling dirinya tak terduga adalah ada kakaknya Mba Vanya.
Mba Vanya turun dari motor kekasihnya, Ririn mengintip dibalik pagar rumahnya yang tinggi. Entah kenapa perasaan menjadi tak nyaman sekali.
Ririn dengan sigap langsung bersembunyi disaat Mba Vanya akan masuk. Jantungnya berdegup kencang dan ia tak tau kenapa jantungnya berdegup cepat seperti ini.
Deg.
Deg.
Ririn mendengar dan melihat jelas. Disaat Mba Vanya akan masuk ke dalam rumah, ada sebuah tangan yang memeluk Mba Vanya dari belakang.
Ririn sekan berhenti bernafas, air matanya keluar. Telapak tangan miliknya membekap mulutnya sendiri.
Mata Ririn melihat jelas kakaknya dan juga pacarnya sendiri. Mereka saling berpelukan seperti seorang kekasih saja.
Pelukan itu tak berlangsung tak lama. Ririn melihat kakaknya sendiri sudah masuk dan Miko sudah pergi dengan motor ninjanya tersebut.
Tubuhnya terduduk dibawah rerumputan, tangannya menyentuh dadanya yang merasa kesakitan yang amat mendalam.
HIKS HIKS.. HIKS HIKS.
Ririn menangis terseduh-seduh. Tentu saja ia merasakan kesakitan karena pacarnya memeluk wanita lain.
Pasti wanita di mana pun didunia ini, akan merasa sedih jika pacar yang ia cintai, memeluk wanita yang bukan dari keluarga sang pria.
Kelopak mata indahnya masih saja mengeluarkan cairan bening, pipinya besah dan juga lembab. Telapak tangannya yang meremas pakaiannya.
"Miko." Ririn menyebutkan nama kekasihnya tersebut.
Miko ada waktu bersama dengan kakaknya, bahkan mengantarkan Mba Vanya untuk pulang. Tapi kenapa jika bersama dengan dirinya.
Pria itu selalu saja mengatakan sibuk dan sibuk. Hiks.. "Kenapa Miko?" Ririn berkali-kali mengulang pertanyaan itu.
Ririn rasanya tak ingin kembali ke rumah dan ingin pergi ke tempat dimana ia bisa menangis sepuasnya.
Saat Ririn masih menangis, ia mendengar suara pintu rumahnya akan terbuka. Ririn dengan gerakan cepat menghapus air matanya mengunakan baju yang ia kenakan.
"Siapa disana? Itu kamu Ririn" kenapa duduk dibawah?" suara itu berasal dari Ayahnya.
Ririn bangkit dan tangannya yang masih mengusap matanya agar tak ketahuan sama Ayahnya, kalau ia menangis tadi.
"Iya Ayah ini Ririn." jawab Ririn.
Karena lampu dihalaman depan redup, jadi Ayahnya tak bisa melihat jelas dirinya. Ririn merasa bersyukur akan hal itu.
"Masuklah ke dalam cepat. udara malam sangat dingin."
"Iya Ayah," jawab Ririn sambil merangkul tangannya ke lengan Ayahnya dan menyandarkan kepalanya ini ke pundak sang Ayah.
"Apa ada masalah? tanya Fahri.
"Tidak," bohong Ririn.
Ririn memasuki rumahnya dengan hati yang sakit dan juga terluka. Saat ia memasuki rumahnya. sebuah tawa yang dulu menyenangkan baginya, tapi sekarang malah membuat ia marah.Ingatan dirinya tak bisa tak lepas mengingat adegan mesra yang tersaji didepan matanya sendiri. Membuat hatinya kembali berdenyut merasakan kesakitan yang amat dalam.Ririn sedang terdiam dan mematung, saat melihat Mamahnya dan kakaknya yang sedang menonton drama bersama.Kakaknya tertawa dan tersenyum bahagia, sedangkan dirinya harus menanggung rasa sakit yang menghancurkan hatinya ini.Ririn seakan ingin berteriak didepan kakaknya yang bisa tertawa dan tersenyum seperti ini. Ririn ingin bertanya kenapa kakaknya melakukan hal itu.Ririn ingin bertanya apa ia pernah melakukan hal buruk, sampai melukai hati kakaknya. Hingga mba Vanya de
Semua orang yang berada didapur mereka aneh dengan sikap Ririn yang menjaid kebih diam dan tak ceria.Wajah Ririn yang kusut dan tak semangat, membuat orang-orang bertanya ada masalah apa hingga membuat Ririn sangat berbeda sekali."Apa ada masalah?" Binnie yang mendekati Ririn yang masih memasak."Tidak ada," jawab Ririn.Binnie yang mengerti, kalau Ririn sepertinya tak ingin di ganggu sama sekali. Binnie menyampaikan kepada orang-orang yang berada didapur, kalau jangan menganggu Ririn.Sedangkan Ririn lagi memasak menu makanan, ia memasak dengan perasaan yang kacau. Pertama kalinya didalam hidupnya, kalau ia memasak makanan dengan suasan hati yang buruk.Brak."Ririn!"Kepalanya menoleh setelah mendengar kalau namanya disebutkan, ia menoleh dan mendapati kalau kepala chef yang memanggil namanya.Ririn mendekatinya pria itu yang be
Ririn dengan tubuh yang lemas, ia berjalan menuju ke rumahnya yang berada digang ujung. Wajahnya yang lusuh dan tak bersemangt sekali.Kakinya berhenti melangkah disaat ia sudah sampai dirumahnya. Matanya melihat rumahnya yang seharusnya menjadi tempat ternyaman baginya.Tapi malah menjadi tempat paling membuat ia tak nyaman. Ririn sangat malas sekali bertemu dengan orang yang sudah mengkhianati dirinya.Mau tak mau, Ririn tetap harus masuk ke dalam. Ia tak mungkin melarikan diri dan membuat ke dua orang tuanya merasa khawatir akan dirinya.Ririn membuka gerbang dan ia berdecih saat melihat, motor yang ada diperkarangan rumahnya. Ririn menatap tajam ke arah motor itu.Motor yang mana punyai Miko, sang pacar yang mengkhianati dirinya. Tangannya terkepal dengan kuat melihat motor itu.Dengan sinisya, ia mendekati motor tersebut dan menendangnya dengan kuat.BUGH BUGH BUGH.Ririn berkali-kali memukul motor milik Riko, seakan melam
Ririn mengikuti arahan dari ponsel Ayahnya, yang ia pinjam hanya untuk melacak pasangan selingkuh tersebut.Matanya kembali melihat ponsel Ayahnya karena ingin memastikan kalalu lokasi yang ia datangi adalah benar.Ririn melihat jam yang sudah menunjukan pukul 9 malam, entah apa yang dilakukan pasangan itu didalam apartement milik Miko.Ririn sangat tau jelas dimana dirinya sedang berdiri sekarang, Apartement yang mana uang mukanya berasal dari dirinya dan sekali-kali ia membayar cicilan apartement ini.Kakinya melangkah memasuki apartement untuk menuju unit apartement yang ditinggalin sama Miko. Saat ia sudah masuk ke dalam lift.Ririn melihat pantulan wajahnya, yang mengenaskan sekali. Walupun dirinya sudah mandi, tapi tetap saja wajahnya kusut dan seperti orang tak bergairah hidup.Saat ia sudah keluar dari lift, degup jantungnya sampai berdetak. Entah kenapa ia merasa hal sepert
Ririn sudah keluar dari apartement, ia sendirian berjalan dalam keadaan yang menangis tersedu-sedu. Hatinya merasakan amat kesakitan.7 tahun bukan waktu yang sebentar, sudah terlalu banyak hal yang sudah dirinya lewati bersama dengan Miko. Ririn sangat mencintai pria itu dan mempercayainya.Tapi orang yang ia cintai dan percayai malah orang yang akan menghancurkan hatinya berkali-kali lipat.Semua yang sudah ia susun tentang rumah tangga bersama dengan Miko harus pupus dan hanya menjadi tinggal kenangan yang menyakitkan.Tak akan ada lagi hari pernikahan dan impian dirinya untuk membangun rumah tangga dengan pria itu. Uang yang sudah ditabung selama ini untuk pernikahan, hanyalah sia-sia saja.Ririn berada dihalte bus sendiri saja, waktu sudah menunjukan pukul 10 malam. Hawa dingin yang menusuk tubuhnya y
"Ada apa?" tanya Binnie yang sedari tadi melihat Ririn yang terus saja memandang selembaran brosur itu."Indah kan?" Ririn yang bertanya kepada temannya itu."Iya indah sekali, terkenal dengan pantainya luar biasa," jawab Binnie yang juga ikut melihat brosur itu.Ririn masih memandangi brosur, dengan sekali-kali bibirnya tersenyum manis. Binnie melihat ekspresi wajah Ririn, yang sepertinya senang sekali hanya melihat brosur itu."Pergilah!"Ririn yang mendengar apa yang dikatakan sama teman itu, ia menoleh ke arah Binnie. Ririn hanya mengelengkan kepalanya saja, sebagai jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan sama Binnie."Kenapa?" Saat Ririn ingin menjawab pertanyaan dari temannya itu, suara intruksi terdegar dan menandakan kalau waktu jam istirahat sudah selesai. Semua chef harus kembali lagi untuk memasak.Kali ini Ririn tak melakukan kesalahan seperti kemarin, dirinya juga memasak seperti biasanya yang s
Pukul 10 malam, Ririn tak bisa tidur. Dirinya sudah memutuskan akan pergi ke Hawai mengunakan uang yang dirinya tabung selama ini.Uang yang ia kira untuk modal pernikahan dan rumah tangga. Tapi takdir berkata lain, uang ini akan ia gunakan untuk menghibur dirinya yang sedang patah hati.Ririn sedang mencari tiket pesawat dari Indonesia ke Hawai. Tak lupa juga Ririn mencari hotel untuk ia tinggalin.Ririn sangat berhati-hati sekali dalam mencari tiket dan juga hotel, karena ia tak ingin ditipu dan uangnya menjadi habis.Jiwa iritnya masih mendarah daging didalam diri Ririn, membuat Ririn membanding semua harga hingga menghabiskan waktu 3 jam lamanya.Akhirnya semunya sudah selesai, ia menatap jam dan membuat matanya membulat sempuran karena sudah pukul 12 malam.Ririn bergegas menuju ranjangnya dan membaringkan tubuhnya yang lemas ini dan butih istirahat yang banyak."S
Ririn tersenyum setelah pulang dari acara makan-makan bersama dengan rekan kerjanya, besok ia sudah resmi menjadi pengangguran.Ia akan memberitahu ke dua orang tuanya nanti saja, setelah ia selesai berlibur. Saat bibirnya tersenyum sumringah.Ada satu hal lagi yang membuat senyumannya luntur seketika, pria yang sudah mengkhinati hatinya.Ririn berpura-pura tak melihat keberadaan Miko dan kakaknya Mba Vanya. Mereka bertengkar diluar rumah.Ia hanya berdecih sinis saja melihat kelakukan sejoli itu, mereka sangat bemesra sekali disaat Miko masih mempunyai hubungan dengan dirinya.Sekarang setelah putus dengannya, malah pasangan tersebut terus saja bertengkar. Ririn tak memperdulikan mereka.Ia lebih memilih untuk masuk ke dalam rumahnya, tapi ada suara yang memanggil namanya. Tapi Ririn mengacuhkannya.Saat ia mengacuhkan mereka, sebuah tangan mencekalnya. Hingga membuat R
Di pagi buta seperti ini. Dirinya sudah dipaksa untuk bangun dari tidurnya dan tiba-tiba saja Roy mengatakan kalau kakaknya sedang menunggu didalam mobil sedan berwarna putih. Roy menipunya dengan mengatakan hal tersebut, membawanya pada pukul 6 pagi hari. Bahkan matahari saja belum muncul.Bahkan Ririn ingin meminta bantuan dari Ares, tapi pria itu sama sekali tak bisa dihubungi. Padahal semalam dirinya tidur bersama dengan Ayah dari anaknnya, di kamar rumah sakit. Membuat Ririn mengucapkan sumpah serapah kepada Roy, yang seenaknya saja membawa dirinya di pagi hari ini."Tersenyumlah agar cantik," ucap Roy kepada wanita itu yang sedang duduk."Apa yang elu lakukan sama gue Roy?" Ririn menatap tajam adik dari Ares.Tapi bukannya menjawab apa yang dikatakan sama Ririn, Ares malah memerintahkan kepada staff untuk melakukan hal magic kepada Ririn, yang sedang marah-marah itu."Roy!!
Pukul 8 malam hari di rumah sakit. Ririn tetap berada disamping kakaknya yang tak juga terbangun. Hati Ririn hancur melihat alat-alat yang menempel ditubuh Vanya. Ririn juga tak henti-hentinya untuk menangis.Ririn memegang dengan lembut tangan Vanya, sambil berdoa kepada Tuhan, agar membuat Vanya cepat sadar. Tapi kakaknya tak juga sadar, padahal kata dokter kakaknya akan bangun. Tapi kenapa Vanya belum juga membuka matanya.Kriet. Pintu terbuka dan membuat Ririn menoleh, mendengar suara itu."Rin. kembalilah ke kamar kamu." Roy mendekati wanita hamil tersebut."Masih ada disini?" Ririn yang kaget karena Roy masih berada dirumah sakit, dirinya mengira kalau Roy akan kembali."Hm, priamu itu memintaku untuk menemanimu," jawab Roy yang berdiri disamping Ririn.Ririn hanya menganggukan kepalanya saja. Tatapan matanya kembali melihat ke arah Vanya. "Kapan kakak
Ares mendobrak pintu berkali-kali, tapi pintu ruang bawah itu sangat kuat dan membuat Ares susah menembusnya. Oleh karena itu Ares menembakan pintu terbuka dan membuat kunci pintu hancur. Membuatnya menjadi lebih mudah masuk ke dalam ruang bawah tersebut Bibirnya menyeringai bak seorang iblis. Tatapan matanya dan aura yang Ares keluarkan berubah seketika, saat melihat orang yang dicarinya. Ares menatapnya seakan ingin membunuh langsung Miko, yang sedang duduk dengan wajah yang babak belur. Pria itu langsung saja bangun disaat melihat kedatangan Ares, dengan tangan yang membawa senjata api tersebut. Ares mendekati pria bajingan itu dan membuatnya saling berhadapan dengan pria yang sudah membuat akal sehatnya menghilang. Tapi bukannya takut dengan kedatangan Miko.
Vanya akhirnya mendapatkan pertolongan. Ambulance membawanya pergi tubuhnya menuju rumah sakit bersama dengan Ririn yang tak ingin berpisah dengan kakaknya tersebut. Sedangkan Roy menelpon rumah sakit untuk menyediakan segalanya dan tak lupa juga memberitahu Ares melalui sekretarisnya tentang apa yang terjadi hari ini. Ares sangat sibuk sekali karena jadwal hari ini begitu padat sekali dengan berbagai macam rapat. Hingga membuat kakaknya melupakan ponselnya. Roy yang mengangkat panggilan masuk dari nomer asing di ponsel milik Ares dan yang mendengar suara-suara Ririn meminta pertolongan. Tapi setelah itu panggilannya terputus dan Roy menghubungi balik tapi ponsel tersebut tidak aktif lagi. Lantas dengan cepat Roy melacak semua jaringan itu dengan berbagai cara yang dirinya ketahui, hingga ia menemukan lokasinya. Untung saja Roy biasa menemukan lokasinya dengan cepat. Jika tidak kedua bersaudara itu akan dalam bahaya, terutama Ririn
Miko semakin mendekati Ririn yang terus saja mundur-mundur. Tapi Miko mendekati wanita yang terlihat jelas kalau sedang ketakutan. "Jika saja kamu kebih nurut, pasti tak akan terjadi hal ini." Miko menyeringai sinis dan tatapan mata Miko sangat tajam, seperti pedang yang siap menghunus siapapun.Vanya berdiri dengan susah payah, walapun harus menahan rasa sakit akibat tubuhnya yang menerima hantaman keras oleh Miko. Vanya harus bangkit karena ia melihat adiknya dalam keadaan yang berbahaya, Vanya tak akan membiarkan Miko melukai Ririn dan bayinya.Vanya menarik tangan Miko agar menjauh dari adiknya. Menahannya dengan sekuat tenang, walaupun dengan tubuh yang sakit. "Lari Ririn, keluar dari apartemen ini!!" teriak Vanya kepad adiknya."Tidak, tidak. Kita harus keluar bersama!!" ucap Ririn yang melihat kakaknya terus menahan Miko."Cepatlah, tak punya banyak waktu. Keluarlah!!" teriak Vanya.
Entah keberanian dari mana membuat Ririn melakukan hal gila ini dengan bawa-bawa pisau. Tapi jika dirinya tak melakukan hal ini, pasti Ririn akan di lecehkan lagi sama Miko. Ririn tak ingin membiarkan hal itu terjadi."Baiklah sayang. Aku tak dekat-dekat dengan dirimu."Ririn sedikit tenang karena ancaman dirinya ini sangat ampuh dan membuat Miko tak akan berniat untuk melecehkan dirinya lagi. "Dimana kakak gue?" tanya Ririn kepada Miko.Arah pandangan mata Ririn berahli melihat ke arah telunjuk tersebut. Dugaan dirinya sepertinya memang benar, kalau kakaknya tersebut disembuyikan sama Miko. "Buka pintunya," perintah Ririn. Pasti pintu itu terkunci jika tidak, pasti kakaknya akan keluar dan menemui dirinya."Baiklah, tapi pisau itu jauhkan dari tangan kamu." Miko yang masih panik dengan apa yang dilakukan sama Ririn. Miko hanya menuruti apa yang dikatakan sama Ririn, tapi setelah itu ia akan me
Tubuh Vanya berada di atas ranjang, dalam keadaan tak berbusana sama sekali. Itu semua karena ulah Miko yang menyentuhnya secara paksa dan ancaman, membuat Vanya tak bisa berkutik dan melakukan apa yang dikatakan sama Miko, padahal dirinya tak ingin sama sekali disentuh oleh bajingan seperti Miko.Cairan bening keluar dari matanya, tubuhnya tak terlalu merasakan sakit walaupun Miko melakukannya dengan kasar. Perasaanya saja yang sangat terluka, akibat perbuatan dari Miko. Hiks.. hiks.. Sungguh hatinya merasakan sakit bertubi-tubi ini semua karena Miko. Pria itu sudah melukai perasaanya dan sekarang melukai tubuhnya.Vanya hanya bisa tergeletak di kasur ini saja, tubuhnya lemas dan tak bisa melakukan apapun. Lagian kamar yang Vanya tempati terkunci dari luar oleh Miko. Pria itu juga keluar dari kamar dan meninggalkannya sendiri dengan air mata yang bercucuran.Vanya hanya berharap semoga saja adiknya tidak datang ke
Pukul 8 pagi hari. Ririn sudah terbangun dari tidurnya yang nyenyaknya. Tubuhnya merasakan sakit sekali, akibat sentuhan panas tersebut. Efeknya baru dirinya rasakan pagi ini. Ares sungguh sangat luar biasa, sekaligus gila karena telah membuat tubuhnya sakit-sakit."Tubuhku yang malang." Ririn segera bangkit untuk berendam air hangat. Semoga saja mampu sedikit mengurangi rasa sakit tubuhku ini.Tak butuh waktu lama Ririn sudah keluar dari kamar mandi dengan perasaanya yang jauh lebih nyaman. Ririn berendam hanya 7 menit saja, sejujurnya mau lebih lama. Tapi dirinya ingat sedang mengandung. Ririn hanya takut saja, kalau tak baik berendam lama-lama untuk kandungannya ini.Pandangan mata Ririn melihat ke arah langit yang cerah sekali dan langitnya indah. Ririn menuju balkon kamarnya untuk menghirup udara pagi yang segar ini. "Indah sekali." bibir Ririn tersenyum manis melihat cuaca yang indah dan bagus ini.&nb
Vanya duduk kursi yang berada dibalkon kamarnya, menatap langit-langit malam yang begitu gelap dan tak ada bintang yang menghiasi langit ibu kota ini. Seperti hatinya yang gelap dan tak ada arah kehidupan lagi. Vanya bahkan dianggap tak ada dirumah ini oleh kedua orang tuanya, sedangkan orang yang dirinya cintai hanya menganggapnya sebagai pelampiasan nafsunya saja. Mata Vanya otomatis menoleh ke arah bawah saat mendengar suara orang. Vanya melihat kedua pasangan tersebut yang baru keluar dari rumah ini. Kedua pasangan itu tak lain adalah Ririn dan juga Ares. Ririn mengantarkan Ares untuk ke depan pintu, sepertinya Ares akan pulang. "Serasi sekali," ucap Vanya dengan senyuman tipis melihat adiknya yang sepertinya sudah mendapatkan kembali kehidupan asmaranya. "Semoga kalian bahagia. Aku tak akan biarkan Miko merusak kebahagian kalian." Vanya dengan matanya yang masih melihat kedua pasangan itu yang masi