Elis merasakan tubuhnya seolah terbelah setelah penyatuan yang dilakukan Clark tadi malam.
Clark beberapa kali menggelengkan kepalanya saat posisinya sudah siap. Entah, ia benar-benar berada di posisi setengah sadar saat ini. Sempat menatap wajah Elis dan bahkan mengecup bibir gadis itu lembut sebelum akhirnya menghentak dengan kuat hingga suara erangan bersautan dari kamar. Peluh keringat membasahi tubuh keduanya saat akhirnya puncak itu diraih Clark dan ia langsung terkulai dan memejamkan mata. Elis menangis tersedu. Ia tidak menyangka jika Tuan Muda Hunter akan melakukannya. Gadis itu mulai menapakkan kaki ke atas lantai dan memunguti pakaiannya. Ditatapnya wajah Clark yang terlihat begitu damai, tanpa rasa bersalah.Rasa kecewa pada diri sendiri karena tak dapat menjaga mahkotanya langsung hadir di hati Elis. Ia bangun dan berjalan dengan tertatih ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Clark akhirnya ikut terbangun, masih dengan kepala yang terasa sangat pusing.
"Di mana ini?" ucapnya saat mendapati dirinya berada di kamar asing. Menyibakkan selimut, pria itu terkejut saat melihat tubuhnya tidak terbalut oleh selembar benang pun. "Sial. Apa yang terjadi?" erangnya hingga kemudian matanya tertuju pada noda merah di atas seprei. Clark memijat kepalanya. Perlahan-lahan, sedikit kesadaran itu dia dapatkan. Semalam ia mengkonsumsi sejenis minuman beralkohol spesial yang ditawarkan pihak klub. Pintu kamar mandi terbuka dan memperlihatkan sosok Elis dalam balutan bathrobe. Clark mengamati cara jalan gadis itu yang aneh, "Apa semalam kita melakukannya?"Elis terkejut mendengar suara Clark, ia tidak menyangka pria itu telah terbangun. Dengan sigap Elis kembali menutupi tubuhnya. Masih merasa takut karena ingatan semalam, dan ia khawatir Clark akan kembali memaksanya melakukan hal itu.
"Mengapa Anda melakukannya?" suara Elis masih terdengar gemetar.
Clark menyadari hal itu, dan membuatnya bertanya-tanya apa semalam dia melakukannya dengan kasar dan menyakiti Elis hingga wanita itu begitu ketakutan.
''Aku tidak sadar," jawab Clark singkat.
"Anda telah melanggar perjanjian. Bukankah Anda berjanji bahwa kita melakukannya melalui proses bayi tabung?"
Clark terdiam beberapa saat, ia kemudian mulai mengenakan kembali pakaiannya. Selesai berpakaian, ia kembali menatap Elis dalam.
"Aku akan memberikanmu tambahan uang," suaranya terdengar santai.
Hal itu semakin membuat Elis merasa frustasi. Apa pria itu hanya menganggapnya sebagai wanita murahan? Pria itu berpikir bahwa segala sesuatunya bisa selesai hanya dengan uang?
Tangan Elis gemetar menahan rasa emosi, ia kemudian mengepalkan kedua tangannya, "Saya bukan wanita murahan, Tuan."
Mata Clark memicing tajam, merasa tak senang mendengar perkataan Elis, "Lalu, apa yang kau mau? Semua sudah terjadi."
Elis tak lagi bisa menahan air matanya kembali jatuh. Memang betul apa yang dikatakan oleh Clark, semua sudah terjadi, tidak ada lagi hal yang bisa ia lakukan untuk mengembalikan keperawanannya.
Melihat Elis yang menangis, Clark memijat keningnya. Kemudian memutuskan untuk meninggalkan Elis sendirian di kamarnya.
Di luar kamar, Clark kembali bertemu dengan pelayan pribadi Elis, "Katakan pada koki agar memasak makanan yang bisa memulihkan tenaganya."
Disampaikan dengan ekspresi datar, tetapi pelayan itu sempat mematung sebelum akhirnya melakukan perintah Tuan-nya itu. *** Setelah kejadian malam itu Elis diizinkan untuk keluar dari paviliun. Taman bunga mawar yang ada di halaman depan paviliun menjadi tempat Elis menenangkan dirinya akibat kejadian semalam. Hari ini Damian, sepupunya Clark berkunjung ke mansion. Begitu turun dari mobil pandangan Damian tertuju pada penampakan seorang gadis cantik yang sedang serius merangkai bunga di sebuah kursi rotan yang ada di taman. "Siapa gadis itu? Mengapa dia tidak memakai pakaian pelayan?" ucap Damian pada Megan yang menyambut sepupu suaminya. "Tidak perlu perdulikan dia." Damian tersenyum tipis mendengar penuturan Megan. "Wow! Dia nampak begitu muda dan cantik," lirih Damian sengaja dan masih tetap mempertahankan senyum itu di bibirnya. Matanya mengawasi Elis yang saat ini tengah berdiri dari kursi rotan itu. "Apa kau yakin jika suamimu tidak akan tergoda dengannya?" Mendengar kalimat provokasi yang disampaikan Damian, Megan seolah-olah merasa hatinya terbakar. Megan jadi teringat bahwa semalam Clark tidak tidur di kamar, dan ada yang mengatakan bahwa Clark justru bermalam di kamar Elis. Megan khawatir apabila semalam mereka bercinta, karena Clark ingin membuktikan pada Megan bahwa dirinya tidak bermasalah. "Jaga bicaramu Damian." Ucapannya dengan nada tajam sebenarnya menunjukkan perasaannya yang tidak baik-baik saja. Senyum Damian makin lebar saat merasakan cemburu dari setiap kalimat yang disampaikan Megan. Tiba-tiba pandangan Damian tertuju pada sosok Elis yang memegangi kedua sisi kepalanya dan belum sempat pria itu berpikir banyak hal dia melihat tubuh Elis limbung, terjun ke dalam kolam. "Astaga!" Seketika Damian berlari bersama dengan sosok Clark yang keluar dari arah dalam. "Apa yang terjadi!" Suara Clark menggelegar sementara langkah kakinya menggerus sepanjang lantai menuju kolam di mana saat ini Damian sudah mengangkat tubuh Elis dan membaringkannya di atas lantai. "Nona bangunlah! Jangan pejamkan matamu." Entah mengapa perasaan iba hadir di benak Damian ketika menatap Elis dengan mata terpejam hingga kemudian dia melakukan pompa jantung dengan menggunakan telapak tangannya. Tidak mendapati Elis membuka mata, Damian merundukkan tubuhnya. Bermaksud membelikan CPR lewat bibirnya tetapi tiba-tiba .... "Apa yang kau lakukan?" Clark berteriak lantang kemudian menarik keras lengan Damian. Emosi berkubang di kepala bersama dengan semburat merah menunjukkan kemarahan. "Aku hanya mencoba menolongnya, Clark. Dia dalam kondisi yang mengenaskan." Damian mengangkat telapak tangannya kemudian menggelengkan kepalanya dan membiarkan Clark merundukkan tubuhnya. Seketika Megan menutup mulutnya dengan tubuh tegang ketika Clark memberikan CPR lewat bibirnya hingga terdengar suara batuk dari bibir Elis dan wanita itu membuka kelopak matanya. "Tuan ...," lirih Elis sementara Clark langsung berdiri. *** Megan menatap Clark yang berbincang dengan salah seorang pelayan mansion. Ekspresi pria itu terlihat serius sebelum akhirnya kembali ke ruang makan untuk sarapan. “Apakah kalian bercinta?” Tiba-tiba pertanyaan itu dilontarkan Megan. Clark yang hendak memasukkan makanan ke mulutnya kemudian menghentikan gerakannya. “Jika iya, kenapa?” sinis pria itu.Rasa-rasanya Megan ingin menumpahkan makanan yang ada di piringnya ke atas lantai, “Apakah kamu tidak bisa menjaga perasaanku, Clark?”
“Perasaan apa yang mesti kujaga? Bukankah kamu juga mendapatkan hiburan di luar sana?”Megan tak dapat membalas perkataan Clark. Hubungannya dengan Clark mulai hambar setelah pria itu terlibat hubungan dengan Elis dengan dalil agar gadis itu segera hamil.
“Aku akan pulang malam.” Clark tidak menghabiskan sarapannya dan berjalan menuju teras. “Kamu sudah berjanji akan makan malam denganku di luar.” Kalimat itu disampaikan Megan dengan intonasi dinginnya. “Kalau kamu bersedia menungguku, tunggu saja kedatanganku. Kita bisa makan bersama nantinya.” Tidak ada lagi kecupan di bibir yang mengiringi langkah Clark menuju mobil. Megan menyadari sikap Clark berubah persis padanya ketika kalimat tidak sengaja yang sudah dialontarkan dan dianggap pria itu merendahkan harga dirinya. “Kamu mengada-ada, Clark,” geram Megan. Tatapannya tertuju pada salah seorang pelayan yang membawa nampan dan keluar dari dapur. Berpura-pura mengabaikannya karena sadar jika pelayan itu adalah pelayan yang tadi berbincang dengan Clark. Langkah kaki membawanya menuju dapur menemui salah satu pelayan yang selama ini sangat patuh padanya. “Apa yang dibawa pelayan tadi di atas nampan?” Matanya menyorot penuh keingintahuan. “Kaviar beluga,” balas pelayan itu. “A—pa?” Bibirnya membuka dan menutup ketika mendengar jawaban sang pelayan. Emosi langsung merebak saat nama salah satu makanan mahal itu disebutkan. “Tuan muda memerintahkan untuk diberikan pada Elis. Dia juga memerintahkan pelayan khusus mengantarkan beberapa potong gaun tidur untuknya.” Masih menunjukkan sikap berwibawa, Megan bergegas ke kamarnya. Di sana wanita itu membanting berapa barang sementara tubuhnya berputar menuju balkon. Matanya menatap benci pada jendela paviliun yang terbuka hingga desakan untuk segera menyingkirkan Elis dari tempat ini semakin besar.Clark berada di ruang kerjanya yang ada di rumah. Setelah kejadian malam itu di pavilun dia terbayang-bayang dengan Elis. Suara rintihan samar yang terdengar dari bibir Elis saat kesadarannya hanya separuh entah mengapa justru terbayang terus di beranda otaknya. "Apa yang terjadi denganku?" erangnya.Beberapa hari ini kebersamaan dengan Megan tidak lagi terasa menyenangkan. Ada satu bagian dari dirinya yang merasa tidak terpuaskan dengan Megan walaupun dia berusaha bersikap baik-baik saja pada wanita itu. "Aku tidak bisa melupakannya dan justru ingin mengulanginya kembali."**Di suatu sore, Damian datang menemui Elis di taman. Tidak lama kemudian mobil Clark datang dan dari dalam mobil, pria itu menatap Damian yang mengulurkan satu tangkai mawar merah ke arah Elis. Brakkk! Suara pintu mobil ditutup dengan begitu keras seketika membuat Damian menoleh ke belakang hingga Elis pun berdiri saat menatap murka di wajah Clark. "Enyah kau dari rumahku, Damian. Jangan pernah datan
"Apa kau yang bernama Elis Kannelis?" Seorang pria berperawakan tinggi dengan perut buncit menyeringai begitu melihat kehadiran Elis. "Ya. Nama saya Elis. Apakah Tuan mengenal saya?" Wajah Elis menunjukan raut kebingungan. Pasalnya dia sedang melayani beberapa tamu di restaurant tempatnya bekerja, hingga salah satu rekan kerjanya mengatakan ada pria yang mencarinya. Sedangkan Elis sama sekali tidak mengenal pria di hadapannya ini. "Tentu saja. Pamanmu sudah berutang banyak padaku. Dalam surat perjanjiannya, kau yang akan diserahkan padaku sebagai seorang penjamin." Mata hazel Elis memancarkan ketakutan dan gadis itu menggelengkan kepalanya. Elis tidak menyangka bahwa pamannya tega menjadikannya sebagai seorang penjamin. "Nona cantik, kau tidak bisa mengelak dari hal itu karena memang pamanmu yang sudah menjaminkan dirimu padaku. Ayo, sekarang ikut aku ke rumah bordil." "Maaf saya tidak bersedia." Elis tentu takut, dirinya tidak mau jika harus dijual ke rumah bordil. Membay
Mata tajam Clark seolah menyelidiki apa yang ada di dalam pikiran Elis saat ini. Pria itu berdeham membuyarkan lamunan Elis. "Tidak ada hubungan fisik di antara kita. Aku hanya akan memberikan benihku padamu lewat prosedur medis tanpa kita harus terikat hubungan fisik. Bayi tabung. Itu prosesnya." Mendengar ucapan Clark, Elis menghela napas lega. Itu artinya dirinya hanya akan memberikan rahimnya dan tidak perlu berhubungan langsung dengan pria itu. “Boleh saya tau, mengapa saya harus melakukan hal ini?” Rasa penasaran dalam diri Elis membuat gadis itu akhirnya bertanya pada Clark. Seingat Elis, dia pernah membaca di majalah bahwa Clark Hunter telah menikah beberapa tahun yang lalu dengan seorang model cantik. Bahkan pernikahan itu adalah pernikahan paling megah yang pernah terjadi di negara mereka. “Aku membutuhkan seorang pewaris. Dan anak yang akan kau lahirkan nanti akan menjadi anakku dan istriku. Setelah melahirkan kau bisa kembali bebas.” Tunggu dulu .... itu artinya
"Sial!" Clark langsung berjalan menuju keberadaan kursi kerjanya dan meletakkan begitu saja telepon genggam miliknya di atas meja setelah terlibat pembicaraan dengan ibunya, Sarah Hunter melalui panggilan video. "Ada apa, Honey?" Megan yang datang ke kantor Clark secara dadakan saat waktu istirahat makan siang menatap suaminya dengan ekspresi penuh tanda tanya. "Percobaan pertama gagal!" Ekspresi kesal terbit di wajahnya. "Sedangkan Ibu kembali menanyakan perihal seorang pewaris.” Megan mengelus pundak Clark dengan lembut. “Tidak perlu khawatir, kita bisa mencobanya lagi. Gadis lemah itu sudah di beli dengan harga mahal, tentu saja dia harus melakukan pekerjaannya hingga berhasil” Megan menarik sudut bibirnya ke atas, dirinya begitu memandang rendah pada Elisa. Mendengar hal itu, Clark hanya berdecih. "Ya, apa pun yang terjadi dia harus melahirkan pewaris!" Clark berkata dengan sangat tegas disertai intonasi yang tajam. Melihat respon yang ditunjukkan Clark, Megan terseny
"Mengapa bisa gagal untuk kedua kalinya? Apa yang salah dengan hal ini!?" Clark menatap tajam pada dokter pribadi yang hanya dapat menundukan kepala dengan rasa gugup. Sudah satu bulan sejak percobaan bayi tabung yang pertama, kini Clark justru harus kembali merasa kesal dan kecewa setelah mendengar pernyataan dokter. “Saya mohon maaf, Tuan. Saya tidak dapat berbuat apa pun mengenai hasil ini” Clark mengepalkan kedua tangannya dan mengusir sang dokter dari hadapannya. Clark berdecak kesal. Dia tidak menyangka bahwa rencananya untuk melahirkan pewaris dari gadis yang telah dibayarnya juga akan terasa sulit. Setelah pernyataan dokter, sore harinya, Clark yang sedang pusing memikirkan hal ini berdiri di balkon kamarnya bersama dengan Megan. "Kita sudah menghabiskan banyak uang untuk proses ini. Aku pikir sepertinya gadis itu memang bermasalah." Entah mengapa Megan merasa ada yang tidak nyaman dalam hatinya. Mengetahui jika gadis bernama Elis itu memiliki kecantikan yang c
Clark berada di ruang kerjanya yang ada di rumah. Setelah kejadian malam itu di pavilun dia terbayang-bayang dengan Elis. Suara rintihan samar yang terdengar dari bibir Elis saat kesadarannya hanya separuh entah mengapa justru terbayang terus di beranda otaknya. "Apa yang terjadi denganku?" erangnya.Beberapa hari ini kebersamaan dengan Megan tidak lagi terasa menyenangkan. Ada satu bagian dari dirinya yang merasa tidak terpuaskan dengan Megan walaupun dia berusaha bersikap baik-baik saja pada wanita itu. "Aku tidak bisa melupakannya dan justru ingin mengulanginya kembali."**Di suatu sore, Damian datang menemui Elis di taman. Tidak lama kemudian mobil Clark datang dan dari dalam mobil, pria itu menatap Damian yang mengulurkan satu tangkai mawar merah ke arah Elis. Brakkk! Suara pintu mobil ditutup dengan begitu keras seketika membuat Damian menoleh ke belakang hingga Elis pun berdiri saat menatap murka di wajah Clark. "Enyah kau dari rumahku, Damian. Jangan pernah datan
Elis merasakan tubuhnya seolah terbelah setelah penyatuan yang dilakukan Clark tadi malam. Clark beberapa kali menggelengkan kepalanya saat posisinya sudah siap. Entah, ia benar-benar berada di posisi setengah sadar saat ini. Sempat menatap wajah Elis dan bahkan mengecup bibir gadis itu lembut sebelum akhirnya menghentak dengan kuat hingga suara erangan bersautan dari kamar. Peluh keringat membasahi tubuh keduanya saat akhirnya puncak itu diraih Clark dan ia langsung terkulai dan memejamkan mata. Elis menangis tersedu. Ia tidak menyangka jika Tuan Muda Hunter akan melakukannya. Gadis itu mulai menapakkan kaki ke atas lantai dan memunguti pakaiannya. Ditatapnya wajah Clark yang terlihat begitu damai, tanpa rasa bersalah. Rasa kecewa pada diri sendiri karena tak dapat menjaga mahkotanya langsung hadir di hati Elis. Ia bangun dan berjalan dengan tertatih ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Clark akhirnya ikut terbangun, masih dengan kepala yang terasa sangat pusing.
"Mengapa bisa gagal untuk kedua kalinya? Apa yang salah dengan hal ini!?" Clark menatap tajam pada dokter pribadi yang hanya dapat menundukan kepala dengan rasa gugup. Sudah satu bulan sejak percobaan bayi tabung yang pertama, kini Clark justru harus kembali merasa kesal dan kecewa setelah mendengar pernyataan dokter. “Saya mohon maaf, Tuan. Saya tidak dapat berbuat apa pun mengenai hasil ini” Clark mengepalkan kedua tangannya dan mengusir sang dokter dari hadapannya. Clark berdecak kesal. Dia tidak menyangka bahwa rencananya untuk melahirkan pewaris dari gadis yang telah dibayarnya juga akan terasa sulit. Setelah pernyataan dokter, sore harinya, Clark yang sedang pusing memikirkan hal ini berdiri di balkon kamarnya bersama dengan Megan. "Kita sudah menghabiskan banyak uang untuk proses ini. Aku pikir sepertinya gadis itu memang bermasalah." Entah mengapa Megan merasa ada yang tidak nyaman dalam hatinya. Mengetahui jika gadis bernama Elis itu memiliki kecantikan yang c
"Sial!" Clark langsung berjalan menuju keberadaan kursi kerjanya dan meletakkan begitu saja telepon genggam miliknya di atas meja setelah terlibat pembicaraan dengan ibunya, Sarah Hunter melalui panggilan video. "Ada apa, Honey?" Megan yang datang ke kantor Clark secara dadakan saat waktu istirahat makan siang menatap suaminya dengan ekspresi penuh tanda tanya. "Percobaan pertama gagal!" Ekspresi kesal terbit di wajahnya. "Sedangkan Ibu kembali menanyakan perihal seorang pewaris.” Megan mengelus pundak Clark dengan lembut. “Tidak perlu khawatir, kita bisa mencobanya lagi. Gadis lemah itu sudah di beli dengan harga mahal, tentu saja dia harus melakukan pekerjaannya hingga berhasil” Megan menarik sudut bibirnya ke atas, dirinya begitu memandang rendah pada Elisa. Mendengar hal itu, Clark hanya berdecih. "Ya, apa pun yang terjadi dia harus melahirkan pewaris!" Clark berkata dengan sangat tegas disertai intonasi yang tajam. Melihat respon yang ditunjukkan Clark, Megan terseny
Mata tajam Clark seolah menyelidiki apa yang ada di dalam pikiran Elis saat ini. Pria itu berdeham membuyarkan lamunan Elis. "Tidak ada hubungan fisik di antara kita. Aku hanya akan memberikan benihku padamu lewat prosedur medis tanpa kita harus terikat hubungan fisik. Bayi tabung. Itu prosesnya." Mendengar ucapan Clark, Elis menghela napas lega. Itu artinya dirinya hanya akan memberikan rahimnya dan tidak perlu berhubungan langsung dengan pria itu. “Boleh saya tau, mengapa saya harus melakukan hal ini?” Rasa penasaran dalam diri Elis membuat gadis itu akhirnya bertanya pada Clark. Seingat Elis, dia pernah membaca di majalah bahwa Clark Hunter telah menikah beberapa tahun yang lalu dengan seorang model cantik. Bahkan pernikahan itu adalah pernikahan paling megah yang pernah terjadi di negara mereka. “Aku membutuhkan seorang pewaris. Dan anak yang akan kau lahirkan nanti akan menjadi anakku dan istriku. Setelah melahirkan kau bisa kembali bebas.” Tunggu dulu .... itu artinya
"Apa kau yang bernama Elis Kannelis?" Seorang pria berperawakan tinggi dengan perut buncit menyeringai begitu melihat kehadiran Elis. "Ya. Nama saya Elis. Apakah Tuan mengenal saya?" Wajah Elis menunjukan raut kebingungan. Pasalnya dia sedang melayani beberapa tamu di restaurant tempatnya bekerja, hingga salah satu rekan kerjanya mengatakan ada pria yang mencarinya. Sedangkan Elis sama sekali tidak mengenal pria di hadapannya ini. "Tentu saja. Pamanmu sudah berutang banyak padaku. Dalam surat perjanjiannya, kau yang akan diserahkan padaku sebagai seorang penjamin." Mata hazel Elis memancarkan ketakutan dan gadis itu menggelengkan kepalanya. Elis tidak menyangka bahwa pamannya tega menjadikannya sebagai seorang penjamin. "Nona cantik, kau tidak bisa mengelak dari hal itu karena memang pamanmu yang sudah menjaminkan dirimu padaku. Ayo, sekarang ikut aku ke rumah bordil." "Maaf saya tidak bersedia." Elis tentu takut, dirinya tidak mau jika harus dijual ke rumah bordil. Membay