Share

Chapter 3

"Sial!" Clark langsung berjalan menuju keberadaan kursi kerjanya dan meletakkan begitu saja telepon genggam miliknya di atas meja setelah terlibat pembicaraan dengan ibunya, Sarah Hunter melalui panggilan video.

"Ada apa, Honey?" Megan yang datang ke kantor Clark secara dadakan saat waktu istirahat makan siang menatap suaminya dengan ekspresi penuh tanda tanya.

"Percobaan pertama gagal!" Ekspresi kesal terbit di wajahnya. "Sedangkan Ibu kembali menanyakan perihal seorang pewaris.”

Megan mengelus pundak Clark dengan lembut.

“Tidak perlu khawatir, kita bisa mencobanya lagi. Gadis lemah itu sudah di beli dengan harga mahal, tentu saja dia harus melakukan pekerjaannya hingga berhasil” Megan menarik sudut bibirnya ke atas, dirinya begitu memandang rendah pada Elisa.

Mendengar hal itu, Clark hanya berdecih.

"Ya, apa pun yang terjadi dia harus melahirkan pewaris!" Clark berkata dengan sangat tegas disertai intonasi yang tajam.

Melihat respon yang ditunjukkan Clark, Megan tersenyum puas. Dalam benaknya, ia merasa lega bahwa suaminya tidak ingin bercerai dengannya dan berusaha agar mereka tetap mendapatkan seorang pewaris dengan memanfaatkan gadis miskin itu.

Statusnya sebagai menantu keluarga Hunter yang kaya raya akan terjaga dan itu adalah mimpi yang tidak boleh dirusak oleh siapapun

**

Elis sedang berdiri di balkon kamarnya, menikmati angin sore yang sedikit bisa menyejukkan perasaannya. Entah mengapa tiba-tiba dia teringat dengan sepupunya dan juga bibinya.

Gadis itu menoleh mendengar suara langkah kaki mendekat padanya dan sempat tertegun menatap keberadaan Clark di sana.

“Tuan. Apa yang Anda lakukan di sini?”

Kening Clark berkerut diiringi dengan sudut bibirnya yang terangkat. “Pertanyaan seperti apa yang kamu ajukan padaku? Aku adalah pemilik tempat ini dan tidak ada yang boleh bertanya seperti itu padaku.”

Mendengar jawaban yang disampaikan Clark, Elis sempat menundukkan pandangannya hingga kemudian memberanikan diri mengangkat wajahnya ketika teringat sesuatu.

“Tuan, bolehkah saya memohon kepada Anda?” Suaranya bergetar oleh rasa takut. Akan tetapi dia merasa harus tetap mengatakan hal ini.

“Kamu tidak memiliki hak memohon atau meminta apapun padaku.” Sempat terdiam kemudian mengamati ekspresi sendu di wajah Elis. “Katakan permohonan apa yang ingin kamu ajukan padaku,” lanjutnya.

Sedikit memiliki rasa kasihan pada gadis itu.

Meskipun sangat samar tetapi binar mata Elis terlihat.

“Saya mohon, izinkan saya menghubungi bibi saya.” Setelahnya dia kembali menunduk.

“Untuk apa lagi kamu menghubunginya? Setelah mereka menjualmu seperti itu? Sangat bodoh jika kamu masih peduli dengannya.”

“Saya mengkhawatirkan sepupu saya dan juga bibi karena mereka selama ini berusaha bersikap baik pada saya.”

Clark terdiam untuk sesaat. Suara tarikan napasnya terdengar bersama dengan udara yang dia tiupkan pada wajahnya sendiri.

Tidak lama kemudian, Clark mengulurkan telepon genggamnya karena di sana dia sebenarnya sudah menyimpan kontak nomor bibinya Elis sementara kontak nomor yang ada di telepon genggam gadis itu sudah dihapus.

“Kamu memiliki waktu 2 menit saja. Pergunakan waktu itu sebaik-baiknya.” Suaranya masih begitu tegas sementara Elis langsung menghubungi kontak nomor yang ada pada telepon genggam Clark di mana di sana sudah pria itu tunjukkan nomor kontak bibinya.

Menunggu selama beberapa waktu hingga kemudian sambungan telepon terhubung.

“Halo, Bibi?” Menyapa bibinya dengan masih sempat mengarahkan tatapan pada Clark yang mengamatinya tajam.

“Kak Elis!” Suara sepupu laki-lakinya itu yang terdengar.

“Di mana Bibi? Mengapa kamu yang mengangkat telepon Kakak?” Entah mengapa mendadak perasaannya gelisah.

“Saat ini Ibu ada di rumah sakit. Ayah memukul Ibu sampai Ibu terjatuh karena uang yang dimiliki diambil oleh Ayah dan Ibu merebutnya.”

Elis menggelengkan kepalanya bersama dengan matanya yang tidak bisa menghalau air mata jatuh ke pipinya.

Membayangkan berada di posisi bibinya saat ini yang pasti akan sangat sulit.

“Ibu dibawa ke rumah sakit oleh tetangga dan saat ini Ayah menghilang entah ke mana.”

Sebelum sempat Elis membalas ucapan sepupunya, telepon genggam itu sudah direbut oleh Clark. “Waktu sudah habis.”

Elis menggelengkan kepalanya seolah-olah tidak rela. Dia masih merasakan khawatir yang luar biasa pada kondisi pipinya dan juga sepupunya.

“Tuan, tolong izinkan saya menemui Bibi di rumah sakit. Saya berutang budi padanya. Saya mohon.”

Elis sampai mengatupkan telapak tangannya di depan dada dengan ekspresi penuh permohonan yang ditanggapi Clark dengan berdecih kemudian jemarinya bergulir untuk menghubungi asisten pribadinya.

“Kirimkan uang ke rumah sakit untuk bibinya Elis dan pastikan dia mendapatkan penanganan medis yang baik.”

Tidak menunggu balasan dari seberang, Clark langsung mematikan sambungan telepon karena yakin asistennya sudah memahami permintaannya.

Dia kembali menarik napas panjang saat ekspresi sedih di mata Elis kali ini berubah menjadi binar meskipun samar.

Elis sempat terpaku beberapa saat karena tidak menyangka Clark akan membantu bibinya.

Diam-diam Elis berpikir jika Clark masih menyimpan kepedulian terhadapnya meskipun setelahnya dia menyadari jika semua itu pasti dilakukan Clark karena pria itu masih membutuhkannya.

“Persiapkan dirimu dengan baik. Patuhi apa yang sudah disarankan dokter. Setelah kamu mendapatkan periode bulananmu, hubungi aku segera dan kita lakukan proses kedua. Aku tidak ingin gagal kali ini agar kamu lekas pergi dari hidupku dan dari mansion ini.”

Setelah mengucapkannya, Clark meninggalkan Elis yang masih berdiri di balkon.

Langkah kaki membawa Clark keluar dari kamarnya Elis dan berpapasan dengan pelayan pribadi gadis itu.

“Pantau nutrisi yang masuk ke tubuhnya. Pastikan semua makanan yang dia konsumsi adalah makanan sesuai dengan anjuran dokter. Perintahkan dia agar beristirahat cukup dan laporkan padaku jika dia tidak menuruti perintahku.”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Pryono Dian
Megan ga mau hamil ya Clark
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status