Sebulan berselang, Ayla cukup kaget mendengar dari Praja bahwa Arai sama sekali belum pernah pergi berdua dengan Matari. Matari juga tampak sedikit kesal, jika ditanya perihal soal dirinya dan Arai. Setidaknya dia ingin menjalani hubungan yang normal seperti orang-orang lain.
Nggak cuma jalan pulang bareng, tapi ke tahap yang lebih seperti jalan bareng ke mall, main bareng dan sebagainya. Bahkan saat mentraktir anak-anak GWR, Matari tak diajak sama sekali. Memang benar hari itu bentrok dengan dia ekskul karate, tapi basa-basi menawarinya pun tidak. Arai benar-benar cuek dan tidak peduli.
“Udah, kita nonton bareng yuk. Kan ada Eiffel I'm in Love tuh di bioskop lagi tayang. Siapa tahu kalian bisa makin deket,” kata Ayla.
“Lu gimana sih, masa kita nemenin orang pacaran? Gue nggak ikut ah!” jawab
Sesuai yang direncanakan, Arai akhirnya menemani Matari menonton bioskop bersama teman-teman mereka yang lain. Tak disangka, teman-teman yang dikumpulkan Ayla begitu banyak. Bahkan Arai bisa melihat Marsha dan Hera di kejauhan, meski tanpa geng kesayangannya.Semua orang mengantri dengan penuh antusias. Meski sempat rusuh karena ada yang menerobos, akhirnya mereka semua mendapatkan tiket walaupun pasrah menerima dengan terpaksa di tiga deret dari depan.Ayla merasa sedikit bersalah karena orangtuanya lupa membooking-kan tiket untuk teman-temannya, hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengantri manual dan membayarkan seluruh tiket sekaligus.Kelelahan karena berganti-gantian mengantri, Matari bersandar pada Arai. Sebenarnya dengan jarak sedekat ini, Arai masih merasa deg-degan sekaligus risih. Namun, dia tak punya pilihan. Semua orang tampak lelah mengantri bahkan hanya untuk masuk ke dalam bioskop. Teman-temannya saling bersandar satu sama lain di lorong bioskop
Sebagai anak yang populer, beberapa undangan sweet seventeen senior-senior di sekolah datang ke meja Ayla setiap saat. Seperti biasa pula, Ayla selalu memamerkan undangan-undangannya dengan bangga. Mau bagaimana lagi, cuma hal itu yang bisa dibanggakannya di sekolah.Nilai akademis sudah tentu selalu tak ada yang berani menyebut-nyebutnya. Semua orang tahu, Ayla tak cukup pintar dalam bidang apapun. Bahkan untuk mengarang cerpen atau artikel, dia berani membayar Matari untuk membantu mengerjakannya.Selama ini, Matari sih oke-oke saja. Lumayan tambahan uang jajan. Lagipula Ayla tak selalu membayarnya dengan uang, kadang barang-barang, makanan-makanan mahal bahkan pulsa HP.Urusan Tarik suara di ekskul Padus (Paduan Suara) yang ditekuninya saja dia tak menonjol. Lagipula di sana dia bernyanyi bersama-sama. Suaranya tertutup oleh suara-suara yang lain. Baginya itu tak masalah asalkan bisa jadi masuk ke salah satu ekskul bergengsi di sekolahnya.Pad
Matari mendekati Arai yang sedang duduk makan soto ayam di kantin pada saat istirahat kedua. Ledekan-ledekan kecil terdengar di sana-sini karena mereka termasuk pasangan baru. Tapi karena Matari sudah terbiasa, sehingga hanya tertawa-tawa saja.“Kenapa?” tanya Arai.“Aku dapet undangan ultahnya Kak Angela. Ada nama kamu juga nih di sini?” sahut Matari.Arai mengangguk. Namun dia tak mengatakan apa-apa. Dia tetap asyik dengan soto ayamnya.Matari ingin bertanya apakah dia akan datang atau tidak. Pastinya berita ulangtahun itu sudah sampai duluan sebelum undangannya pada Arai. Apalagi Bang Luigi kan leader geng mereka.“Tapi gue nggak bisa dateng, Ri. Gue mau nemenin nyokap kontrol dokter adek gue paling kecil. Jadwal vaksin sekalian apalah-apalah,” jawab Arai.Mendengar itu, Matari jadi agak kesal pada Arai. Dia tahu Arai memang tipe yang cuek. Apalagi ini adalah pacaran pertama baginya. Kalau tida
Praja membawa selebaran informasi Pensi (Pentas Seni) yang akan diadakan oleh sekolah mereka. Beberapa nama band indie, emo dan elektrik (yang saat itu sedang sangat hits) ada di antara selebaran itu sebagai bintang tamu.Nyaris tak ada yang benar-benar dikenal Matari, sampai akhirnya nama Band mantan seniornya saat SMP, kak Nana, ada di sana, yang sudah berganti nama dengan nama Mademoiselle.“Ikut ini yuk!” serunya pada Hafis dan Beno.“Boleh, si Sora ajakin deh, suara dia kan bagus,” ujar Beno antusias.Matari sadar diri, mereka sepertinya tak berniat mengajak dirinya lagi setelah acara akustik saat Perjusami beberapa saat lalu. Mungkin karena audience-nya banyak, Beno lebih memilih Sora. Yang secara visual cantik dan katanya suaranya bagus. Meskipun Matari sama sekali belum pernah mendengar Sora menyanyi.“Emang boleh lintas kelas?” tanya Praja.“Nggak tahu, lo dapet darimana selebaran i
Senin pagi, upacara sekolah berlangsung tertib dan lancar. Matari dan teman-temannya langsung kembali ke kelas karena udara panas, sehingga tak ada yang mau berlama-lama di luar. Bahkan kipas angin yang sudah ada dua buah di kelasnya, tak cukup meredakan hawa panas yang berlangsung.Ayla masih bersemangat menceritakan pesta Ultah Kak Angela weekend kemarin pada Dinda. Dinda yang selalu menjadi pendengar setia sahabatnya, terus menerus memberi tanggapan yang justru membuat Ayla tak berhenti menceritakan apa yang terjadi.“Kok lo diem aja? Nggak dateng lo ye?” ledek Praja.“Kan gue udah bilang, Arai nggak bisa dateng anterin adeknya vaksin,” jawab Matari.“Ah, coba lo dateng, Ri! Makan annya enak-enak lho! Dan MC nya dong ada Irwansyah, ada LCB juga. Gila kan? cakep-cakep mereka aslinya! Udah gitu, dekornya keren banget. Nih liat aja foto-foto di hp gue!” kata Ayla sambil memberikan HP-nya pada Matari.Mat
Menuju ke kelas 1-9 yang bersebelahan dengan kelas 1-10, membuat Matari reflek mencari-cari sosok Davi. Namun, cowok itu tak nampak di manapun saat istirahat.“Yeeee, elo tu nyamperin Sandra, bukan nyariin Davi!” ledek Praja yang bisa membaca gerak-gerik Matari. “Gue aduin ke Arai, baru tahu rasa lo!”“Kebiasaan aja sih, hehehe, sorry, sorry!” timpal Matari. “Lagian kenapa sih lo ngajakin gue nyamperin Sora? Nggak berani apa gimana?”“Ya gue agak males sama Marsha and the gank sih, makanya gue ajakin lo. Biar gue malesnya nggak sendirian,” bisik Praja sambil terkekeh.“Hei, ngapain kalian?” sapa Sandra yang muncul dari arah kantin bersama teman sebelahnya, Yasmin.“Sora mana, San?” tanya Praja.“Oh, kirain nyari Pipit. Mereka semua masih di kantin. Tunggu aja atau SMS kek. Atau samperin sono di kantin. Cuma tadi rame banget. Ada yang a
“Ya mungkin mereka punya standar sendiri, dan bukan lo,” kata Arai sambil menyulut rokoknya di depan Matari.Matari bertambah kesal, bukannya menghibur, Arai justru merokok di depannya sambil mengucapkan kata-kata yang tajam. Dulu dia tak berani, namun sekarang, dia bahkan bisa menyulut hingga beberapa putung rokok.“Kenapa?” tanya Arai kemudian menyadari tatapan Matari yang tak suka melihatnya merokok.“Kamu sekarang kalau ngerokok di depan aku udah berani banyak ya. Padahal kamu tahu kan aku nggak suka sama asapnya?” jawab Matari.“Lho kok jadi bahas rokok sih? Kalo emang kamu marah sama Praja, ya ke Praja dong, jangan ke gue!” kata Arai.Matari cuma terdiam, kemudian entah ada keberanian dari mana datangnya, Matari menarik putung rokok itu dan menginjaknya dengan sepatunya. Arai cuma terbengong, tak menyangka Matari akan bersikap seperti itu. Apalagi, batang rokok itu masih panjang, baru dihisapnya
Meskipun nyatanya beberapa kali Matari banyak mendiamkan Arai, lama-kelamaan rasa kesal yang menggerogoti dirinya terasa semakin besar. Dia sudah SMA, bukannya dia ingin bertindak yang macam-macam dalam berpacaran, tapi paling tidak, dia ingin merasakan the real relationship seperti teman-temannya yang lain.Memikirkan untuk bermacam-macam, dia selalu ingat akan Ayahnya dan mendiang Ibunya. Kedua hal itu selalu cukup untuk menahan dirinya agar tidak bertindak lebih jauh.Saat ini dirasakannya hubungannya dengan Arai tidak membaik. Arai semakin jarang menghubunginya. Bahkan pertengkaran kemarin, tak membuat Arai datang untuk minta maaf.Entah karena menghindar, entah karena sibuk dengan geng GWR-nya, Arai sering tak terlihat di manapun. Matari kembali lebih sering pulang sendirian, jikapun ada teman, itu pastinya adalah Sandra.“Lo berantem mulu perasaan?” timpal Praja yang tak tega melihat Matari tampak suntuk ke sekolah akhir-akhir i