Praja membawa selebaran informasi Pensi (Pentas Seni) yang akan diadakan oleh sekolah mereka. Beberapa nama band indie, emo dan elektrik (yang saat itu sedang sangat hits) ada di antara selebaran itu sebagai bintang tamu.
Nyaris tak ada yang benar-benar dikenal Matari, sampai akhirnya nama Band mantan seniornya saat SMP, kak Nana, ada di sana, yang sudah berganti nama dengan nama Mademoiselle.
“Ikut ini yuk!” serunya pada Hafis dan Beno.
“Boleh, si Sora ajakin deh, suara dia kan bagus,” ujar Beno antusias.
Matari sadar diri, mereka sepertinya tak berniat mengajak dirinya lagi setelah acara akustik saat Perjusami beberapa saat lalu. Mungkin karena audience-nya banyak, Beno lebih memilih Sora. Yang secara visual cantik dan katanya suaranya bagus. Meskipun Matari sama sekali belum pernah mendengar Sora menyanyi.
“Emang boleh lintas kelas?” tanya Praja.
“Nggak tahu, lo dapet darimana selebaran i
Senin pagi, upacara sekolah berlangsung tertib dan lancar. Matari dan teman-temannya langsung kembali ke kelas karena udara panas, sehingga tak ada yang mau berlama-lama di luar. Bahkan kipas angin yang sudah ada dua buah di kelasnya, tak cukup meredakan hawa panas yang berlangsung.Ayla masih bersemangat menceritakan pesta Ultah Kak Angela weekend kemarin pada Dinda. Dinda yang selalu menjadi pendengar setia sahabatnya, terus menerus memberi tanggapan yang justru membuat Ayla tak berhenti menceritakan apa yang terjadi.“Kok lo diem aja? Nggak dateng lo ye?” ledek Praja.“Kan gue udah bilang, Arai nggak bisa dateng anterin adeknya vaksin,” jawab Matari.“Ah, coba lo dateng, Ri! Makan annya enak-enak lho! Dan MC nya dong ada Irwansyah, ada LCB juga. Gila kan? cakep-cakep mereka aslinya! Udah gitu, dekornya keren banget. Nih liat aja foto-foto di hp gue!” kata Ayla sambil memberikan HP-nya pada Matari.Mat
Menuju ke kelas 1-9 yang bersebelahan dengan kelas 1-10, membuat Matari reflek mencari-cari sosok Davi. Namun, cowok itu tak nampak di manapun saat istirahat.“Yeeee, elo tu nyamperin Sandra, bukan nyariin Davi!” ledek Praja yang bisa membaca gerak-gerik Matari. “Gue aduin ke Arai, baru tahu rasa lo!”“Kebiasaan aja sih, hehehe, sorry, sorry!” timpal Matari. “Lagian kenapa sih lo ngajakin gue nyamperin Sora? Nggak berani apa gimana?”“Ya gue agak males sama Marsha and the gank sih, makanya gue ajakin lo. Biar gue malesnya nggak sendirian,” bisik Praja sambil terkekeh.“Hei, ngapain kalian?” sapa Sandra yang muncul dari arah kantin bersama teman sebelahnya, Yasmin.“Sora mana, San?” tanya Praja.“Oh, kirain nyari Pipit. Mereka semua masih di kantin. Tunggu aja atau SMS kek. Atau samperin sono di kantin. Cuma tadi rame banget. Ada yang a
“Ya mungkin mereka punya standar sendiri, dan bukan lo,” kata Arai sambil menyulut rokoknya di depan Matari.Matari bertambah kesal, bukannya menghibur, Arai justru merokok di depannya sambil mengucapkan kata-kata yang tajam. Dulu dia tak berani, namun sekarang, dia bahkan bisa menyulut hingga beberapa putung rokok.“Kenapa?” tanya Arai kemudian menyadari tatapan Matari yang tak suka melihatnya merokok.“Kamu sekarang kalau ngerokok di depan aku udah berani banyak ya. Padahal kamu tahu kan aku nggak suka sama asapnya?” jawab Matari.“Lho kok jadi bahas rokok sih? Kalo emang kamu marah sama Praja, ya ke Praja dong, jangan ke gue!” kata Arai.Matari cuma terdiam, kemudian entah ada keberanian dari mana datangnya, Matari menarik putung rokok itu dan menginjaknya dengan sepatunya. Arai cuma terbengong, tak menyangka Matari akan bersikap seperti itu. Apalagi, batang rokok itu masih panjang, baru dihisapnya
Meskipun nyatanya beberapa kali Matari banyak mendiamkan Arai, lama-kelamaan rasa kesal yang menggerogoti dirinya terasa semakin besar. Dia sudah SMA, bukannya dia ingin bertindak yang macam-macam dalam berpacaran, tapi paling tidak, dia ingin merasakan the real relationship seperti teman-temannya yang lain.Memikirkan untuk bermacam-macam, dia selalu ingat akan Ayahnya dan mendiang Ibunya. Kedua hal itu selalu cukup untuk menahan dirinya agar tidak bertindak lebih jauh.Saat ini dirasakannya hubungannya dengan Arai tidak membaik. Arai semakin jarang menghubunginya. Bahkan pertengkaran kemarin, tak membuat Arai datang untuk minta maaf.Entah karena menghindar, entah karena sibuk dengan geng GWR-nya, Arai sering tak terlihat di manapun. Matari kembali lebih sering pulang sendirian, jikapun ada teman, itu pastinya adalah Sandra.“Lo berantem mulu perasaan?” timpal Praja yang tak tega melihat Matari tampak suntuk ke sekolah akhir-akhir i
Davi sedang mengecek HP-nya untuk melihat apakah ada balasan SMS dari Pauline. Semangat untuk PDKT ke Pauline semakin besar. Berbagai macam cara dilakukannya. Salah satunya, Davi berencana mengajak Pauline makan steak di warung steak kaki lima baru di daerah Radio Dalam yang sedang hits di mana-mana.Davi sudah banyak mencari tahu soal Pauline. Bahkan soal Pauline yang hobi wisata kuliner. Hal yang sama sekali tidak cocok dengan karakteristik fisiknya yang cantik dan kalem. Hal itu pulalah yang membuatnya bersemangat mendekati Pauline karena penasaran. Apalagi si ketua kelas itu luar biasa baik dan ramah pada siapapun. Sifatnya mirip dengan Pipit.Davi sudah lama menyerah dengan Pipit, mengingat dia semakin populer di kalangan para senior. Dia akhirnya memutuskan untuk tetap berteman baik tanpa menyampaikan perasaannya sedikitpun pada Pipit.Dia berharap, kali ini, dia berhasil mendekati Pauline sesuai harapannya yang baru kali ini. Minimal Davi bisa
Hari Rabu yang ditunggu datang. Choki sudah mengganti atasan kemeja seragamnya dengan kaos. Tongkrongan mereka di warung Rambo agak sepi. Tak seperti biasanya, yang selalu ramai.“Pada ke mana? Sepi amat!” tanya Choki sambil menyerahkan selembar uang 10 ribuan rupiah pada Rambo.“Nggak tahu. Udah seminggu ini sepi. Pada persiapan audisi band denger-denger. Lo juga kan?” sahut Rambo sambil memberikan satu batang rokok baru pada Choki tanpa kembaliannya.Rambo tahu, Choki akan mengambil beberapa batang rokok baru lagi atau makanan, sehingga biasanya mereka akan kalkulasi ulang saat Choki mau pulang.“Iya, nih gue lagi nunggu Arai. Tuh dia! Rai, makan di sini dulu ya. Baru kita cabut ke studio,” kata Choki saat melihat Arai muncul sambil membawa tas ranselnya dengan ogah-ogahan.“Mau apa? Nyokap gue ada nasi teri bungkus, ada nasi orek tempe, macem-macem tuh, belum banyak yang beli nasi bungkusnya,&rdquo
Davi baru saja hendak duduk di area tunggu, saat Ayla mendekat ke arahnya.“Dav, udah kelar audisi? Lagi senggang nggak?” bisik Ayla.“Ehhhh, senggang sih. Tapi bentar lagi gue balik. Lagi nungguin Pito beberes sama anak-anak tuh di teras. Kenapa, La?” sahut Davi setengah berbisik.“Oh, oke. Jadi gini, gue mau minta tolong. Ini kan udah gerimis. Terus si Matari lagi nangis. Boleh nggak, gue tumpangin dia di mobil lo dulu sampe tenang. Gue mau nyari Arai dulu nih. Tadi dia kabur begitu aja,” jawab Ayla. “Nggak lama kok, paling cari warung rokok di sekitaran sini! Choki kan belom kelar, dia pasti nungguin Choki juga.”Davi melihat arlojinya yang menunjukkan pukul 4 lewat 15 menit. Pauline harus dia jemput setelah magrib, masih keburu sih kalau jalan jam 5. Semoga saja nggak macet.“Boleh aja,” kata Davi sambil mengangguk.“Ya udah, lo masuk dulu gih ke mobil, buat stand by
Pito mengetuk jendela penumpang dengan hati-hati. Buih-buih hujan menempel di tangannya. Hujan sudah mulai mereda, namun Pito pasrah karena mendapatinya dirinya basah karena gerimis.Dia terkaget-kaget, saat Davi membuka jendela mobilnya, Pito melihat Matari duduk di samping Davi dengan mata sembab.“Eh, elo, Ri. Mmm, aduh jadi lupa gue mau ngomong apa. Itu, Dav, lo boleh cabut. Pengumuman masih 2 minggu lagi kok. Makasih ya udah gantiin Edo. Kata Edo, nanti lo mau ditraktir!” kata Pito.“Lo udah mau cabut?” tanya Davi.“Udah, nih gue mau cabut bareng anak-anak. Kita tadi mikir kalau bakalan dikasih tahu pengumuman lolos enggaknya sekaligus. Eh ternyata enggak. Nunggu ngabisin dulu seluruh band yang audisi selama 2 minggu, baru deh pengumuman,” jawab Pito.“Oh, gitu. Sorry, kayanya gue nggak bisa nebengin pulang. Lo kalo mau duluan, duluan aja gimana?” kata Davi sambil memberi isyarat bahwa ada Matari