2. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi
Adek pengen pelmen
Part 2
Penulis : Lusia Sudarti
***
"Ma, adek lapar sudah belum masaknya?" tanya anakku yang seketika langsung membuyarkan lamunan ini.
"Iya, sayang, sebentar lagi ya," bujukku sambil kuusap pucuk kepalanya. Kulihat wajahnya sedikit pucat, mungkin terlalu lapar.
"Kasihan sekali kamu, nak," sekuat tenaga kutahan air mata yang hampir lolos.
"Adek duduk disini ya," pintaku kepadanya, aku melangkah menuju kesamping bermaksud untuk mengambil kelapa.
"Iya, Ma," jawabnya, lalu duduk dikursi teras samping.
"Mama mau kemana?" tanyanya saat melihat aku bangkit.
"Enggak kemana-mana sayang, Mama mau ngupas kelapa," jawabku sambil mengambil sebuah kelapa yang berada dibawah pohonnya yang terletak disamping rumah.
"Adek mau airnya Ma, boleh?" tanyanya seraya tersenyum cerah.
'Ahh sayang, senyummu itu semangat buat Mama," aku membatin.
"Iya, sayang tapi apa masih manis, kan kelapanya hampir tua," jelasku.
"Enggak apa-apa, Ma, adek suka, kalo ada kentosnya(isi dalam kelapa jika telah tumbuh) juga ya Ma?" katanya manja, dengan kedua bola mata berbinar.
"Ya sudah, Mama buka dulu ya, adek jangan deket-deket nanti kena," ujarku kepada Nayla, kemudian ia beranjak dan duduk dikursi.
Aku tersenyum menatapnya yang dengan sabar menantiku mengupas kelapa.
Tak lama kemudian aku selesai mengupas kulit luarnya dan kulit dalam.
Lalu setelah selesai semua aku pun memarutnya.
"Ehh mau bikin apa nih, kayaknya sibuk banget?" aku menoleh ke sumber suara, aku kaget melihat Dewi yang telah berdiri didepan rumahku, entah mau kemana dia, atau hanya sekedar kepo mencampuri urusanku.
"Bikin apa aja, yang penting bisa dimakan?" jawabku sekenanya, lalu fokus kembali mengupas kelapa, aku tak mau meladeninya, dari pada aku sakit hati.
"Kasiannya, kerja terus tetapi makan aja masih kesusahan," ia berdiri dengan angkuh dan tersenyum sinis kepadaku.
Aku berhenti mengupas kelapa dan menatapnya dengan hati geram.
"Apa mau kamu sebenarnya, dan apa pedulimu tentang kehidupan keluargaku? Bisa gak kamu berhenti ikut campur urusan keluargaku, urus aja keluargamu sendiri!" aku berdiri dan menatapnya, hatiku bergejolak dadaku bergemuruh.
"Santai, gak usah nyolot," sambungnya, dengan kedua tangan terlipat didada.
"Pergi kamu dari rumahku, gak usah kau pancing emosiku Wi," usirku.
"Tanpa kamu usir, aku pun akan pulang, takut ketularan miskin kayak kamu," dengan sikap congkaknya ia berlalu dari depan rumahku, berjalan dengan gemulai seolah mencari perhatian.
Hatiku benar-benar sakit mendengar hinaannya, dongkol, kecewa dan entahlah, tak dapat kulukiskan dengan kata-kata.
Sejenak aku hanya mampu mengusap dada.
'Astahfirrullahal azdim," lirihku dalam hati sembari menatap kepergiannya, tak terasa bulir bening menetes dari kelopak mataku.
Kuhapus jejak yang mengalir, agar Nayla tak mengetahuinya.
Kembali aku meneruskan mengupas kelapa yang kutaruh dibawah.
Dewi telah mengacaukan suasana hatiku.
Nayla memperhatikanku yang kembali mengupas kelapa.
"Mama mau bikin bubul ya."
"Enggak sayang."
Kelapa parut kuberi sedikit garam dan kuberi sedikit gula yang tersisa.
Kemudian kuaduk bersama nasi yang kebetulan masih hangat.
Kutaruh diatas meja makan.
Nayla yang sedari tadi menunggu kelihatan tak sabar untuk memakannya.
"Hooleee! Adek boleh nyicip Ma?" ia tampak girang.
Aku mengangguk dan tersenyum melihatnya begitu ceria.
"Ini buat adek," ucapku sambil memberikan sepiring kecil nasi kelapa.
"Adek cuci tangan dulu, Ma!" katanya sambil berlari untuk mencuci tangan.
Aku begitu bangga, usianya 4 tahun tapi ia begitu cerdas dan paling menonjol diantara teman-teman sebayanya.
"Eemm, enak sekali ya, Ma," ucapnya sambil mengunyah nasi kelapa dan ada yang loncat keluar dari mulutnya yang penuh.
Mendengar celotehnya aku tersenyum, tapi batinku menangis.
Begitu juga kedua anakku yang lain, setelah pulang sekolah mereka langsung menyantap nasi kelapa tadi.
"Ma, kita makan nasi yang dicampur kelapa ya?" Rani membawa piring yang telah ia isi dengan nasi kelapa, begitu pula dengan Indra.
"Iya, hanya itulah yang kita punya," ujarku kepada mereka.
"Iya Ma."
Tanpa bertanya lebih detail lagi atau pun protes. Mereka menghabiskan nasi kelapa parut dipiring masing-masing.
Di dalam kesedihanku, aku bersyukur karena Allah memberikan anak-anak yang baik.
"Ma, nanti kita makan bareng lagi ya," kata si sulung.
Aku tersentak mendengar ucapan Rani..
"Iya, Ma, kan selu," sambung Nayla si bungsu.
"Tunggu Papa pulang ya, Ma," katanya lagi.
"Iya, sayang, nanti kita makan bareng lagi," jawabku.
"Holee! Kita tunggu Papa pulang, telus makan baleng," celotehnya riang.
Aku hanya tersenyum mendengarnya.
"Nanti kalo dapat duit beli nasi Padang ya, Ma," rengek Rani si sulung.
"Indra juga mau, Ma," sambung anakku yang kedua.
"Adek mau beli telpon-telponan lagi ya Ma, kalo dapat duit."
"Iya, sayang. Kita berdoa ya, semoga kita dapat rejeki dari pekerjaan Papa," jawabku lembut sambil mengusap pucuk rambutnya.
"Aamiin," jawab mereka kompak.
Tok!
Tok!
Tok!
"Assalamu'alaikum!"
Terdengar pintu samping diketuk dari luar.
"Waalaikumsalam, itu Papa pulang!" seruku.
Dan semua langsung heboh.
"Papa pulaang!" seru mereka lalu berhambur ke arah dapur membuka pintu.
"Papa dapat duit?" tanya Nayla.
"Belum sayang, Papa belum dapat uang," jawab Suamiku.
"Yaa ... kilain Papa dapat duit, adek mau beli pelmen bola mata," jawabnya lesu.
"Sabar ya, sayang, besok papa cari lagi," hiburnya, lalu digendongnya si bungsu.
"Tapi nanti beli pelmen bola mata kalo dapat duit pokoknya," sungutnya sambil cemberut.
"Iya, sayang, Papa janji. Sekarang adek turun dulu ya, Papa mau mandi."
"Iya, Pa," jawabnya sambil turun dari gendongan.
Aku hanya terdiam mendengar mereka ngobrol, sambil menyiapkan air hangat untuk mandi.
"Mam, makan pake apa anak-anak?" tanyanya sambil duduk istirahat menunggu air hangat.
"Tadi Mama parutin kelapa Pap, Mama kasih garam dan ada sisa gula sedikit," jawabku pilu.
"Sabar ya Mam, maafin Papa. Tadi Papa kasbon juga belum dapat."
Aku hanya mengangguk lemah, sedih sekali rasanya mendengar ucapan dari Suamiku, hatiku betul-betul merasa iba melihatnya.
Jika di amati, ia terlihat begitu kurus.
'Sabar, sabar, mungkin ini jalan menuju Roma, istilah pepatah," gumamku.
Sesaat suasana menjadi hening, perasaan berkecamuk.
Entahlah...
Harus bagaimana lagi?
Pasrah saja dengan kehidupan ini!
Yang penting sudah berusaha, hasilnya itu rizqi dari Yang Maha Kuasa, entah besar atau pun kecil, kita harus pandai bersyukur.
"Tadi juga coba cari pinjaman tapi belum ada. Mama juga coba tanya sisa kerjaan kita ke Mbak Siska.
Eeh malah marah-marah, ya sudah berarti belum rizqi kita Pa."
"Semua habis jadi Mama bikin nasi kelapa. Alhamdulillah mereka makan dengan lahap," lanjutku.
Suamiku terdiam, lalu menghela napas.
"Ya udah sabar aja. Papa yakin Allah itu tidak tidur, semoga hari esok lebih baik dari hari ini," tuturnya.
"Aamiiin," jawabku.
Bersambung
3. SEMANGKUK KELAPA PARUT UNTUK LAUK NASI Part 3 Dikasih Uang Tante Cantik Penulis : Lusia Sudarti *** Suamiku terdiam, lalu menghela Napas. "Ya udah, sabar aja. Papa yakin Allah itu tidak tidur, semoga hari Esok lebih baik dari hari ini," tuturnya. "Aamiiin," jawabku. Namaku Suci, usia 37 tahun dan suami bernama Imam, usia 41 tahun. Kami dikaruniai 3 orang anak. 1 laki-laki dan 2 perempuan. Si sulung bernama Maharani dipanggil Rani, yang ke 2 Mahendra di panggil Indra dan yang bungsu, Nayla Sukma. Kami dari keluarga kurang mampu, meskipun memiliki pekerjaan, tetapi kurang mencukupi. Suamiku bekerja sebagai mekanik freelance yang masih belajar. Dan kadang aku yang jadi helpernya karena tak mampu untuk menggaji orang. Di sela-sela waktu, aku bekerja sambil mengasuh anak, hingga suatu hari aku memutuskan untuk mencoba belajar menulis novel. Karena masih baru pertama kali terjun ke bidang penulisan masih banyak yang acak-acakan. Sebut saja aku penulis receh. Aku juga bukan ana
4. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Aku KETAHUAN CEMBURU Part 4 Penulis : Lusia Sudarti *** Aku pun masih kesal sama kelakuannya. Ku hirup nafas dalam-dalam untuk menghalau emosi, Astagfirrullohal 'adzim ada-ada aja," lirihku dalam hati. "Kenapa Mam kok narik nafas gitu?" suara suamiku mengejutkan. "Pake kenapa! Emang nggak denger tadi si Janda bilang apa?" ketusku. "He...he...he... ada yang cemburu nih," ledeknya. Pipiku menghangat sedikit malu, ketahuan cemburu. "Iissh! Siapa yang cemburu? Amit-amit deh," elakku sambil membuang muka takut diledek lagi. "Tuh, kan wajah Mama merah kayak kepiting goreng," lanjutnya ngeledekku seraya di tangkup pipiku dengan kedua tangannya. Alis yang sebelah dinaikkan sambil menatap kedalam mataku. Ah, tatapan itu masih sama saat aku jatuh cinta. "Mam, hei kok malah bengong?" ia membuyarkan lamunanku. "Aku tergagap. Enggak kok, Mama hanya bingung keadaan kita," jawabku berbohong. "Sabar, Yank, mungkin inilah ujian terberat kita," t
5. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Storing Penulis: Lusia Sudarti Part 5*** Ia pun membuka mulut lalu memakannya. Ia memandangku, seraya membuka mulutnya.Kini aku bergantian setelah suami, aku menikmati makan berdua dengannya. "Cieee Mama pacalan ya sama Papa," teriak si bungsuku sembari tertawa. Kami pun ikut tertawa mendengarnya. Drrtt! drrtt! drrtt! Terdengar suara gawai bergetar, aku melihat ada nomor tanpa nama. Klik! Ku usap layar benda pipih berwarna hitam itu. (Haloo dengan siapa ya.) tanyaku setelah tersambung. (Halo Mbak, ini dengan Dedi. Masnya ada Mbak.) tanya orang yang bernama Dedi diseberang telfon. (Ada Mas, ada yang bisa dibantu.) jawabku. (Gini Mbak, kebetulan mobil saya mogok nih, saya mau minta bantuan Mas Iman. Kira-kira bisa enggak ya?) tanyanya kemudian. (Sebentar ya Mas, Suami saya sedang sholat.) jawabku. (Oh iy Mbak. Saya tunggu kabarnya Mbak.) ucapnya lagi. (Ok Mas, biar nanti di telfon balik.) Klik! Telfon terputus. Setelah sua
6. SEMANGKUK KELAPA PARUT UNTUK LAUK NASI Bertemu tetangga julid Penulis:Lusia Sudarti Part 6 *** Anak-anakku pun ikut belanja, membeli bahan pangan untuk 2 minggu kedepan. Mereka saling bercanda dan tertawa. 'Yaa Allah, betapa bahagianya hatiku. Melihat mereka, terima kasih atas ni'mat Mu Yaa Allah," lirihku dalam hati. Di jalan kami berpapasan dengan tetangga julid. "Eeh mau belanja nih? Dapat utangan dari mana?" sinisnya ia melihat plastik belanjaanku. "Paling-paling juga dapat maling," sahut Marni yang tak kalah lemes mulutnya, orang sok kaya. Pamer gelang besar yang melingkar di tangannya. "Eh Mbak-Mbak genit yang terhormat! Nggak usah deh ngurusi rumah tangga orang! Urus aja rumah tangga kalian. Sudah baikkah rumah tangga kalian sendiri?" balasku tak kalah pedas. "Yah walau pun aku ngutang! Toh nggak ngutang ke kamu! Walau pun Aku maling, emang duit kalian yang ku maling? Nggak kan?" sambungku dengan santai. "Halah nggak usah sok lah! Baru juga bisa belanja segitu,
7. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Bantu Angkat Deksel Penulis:Lusia Sudarti Part 7 *** "Oh ya? Benarkah Ma?" desaknya sembari menatapku. "Iya Pa, tadi bikin malu di jalan. Yang sombong lah, yang uang dapat ngutang lah dan yang paling bikin jengkel, katanya uang dapat maling. Ya jelas kalo Mama marah!" jawabku kesal. "Oh gitu! Emang mereka kelewatan kok. Mama sudah bener," hiburnya.Pagi ini kita akan menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai di daerah Tanjung. Jaraknya yang lumayan jauh mengharuskan untuk berangkat pagi-pagi. Semua sudah siap di meja. Cukup sampai Sore. Nasi di megicom.Bekel untuk kami sudah kubungkus. Untuk Nayla juga sudah kutaruh di tas bekel Nayla. "Mbak, Mas. Mama sama Papa berangkat dulu ya? Baik-baik di rumah! Jangan kemana-mana pulang dari sekolah! Bantu beres-beres ya?" pesanku kekedua anak yang sekolah. "Iya Ma," jawab mereka serempak. "Ya udah Mama sama Papa berangkat dulu ya!" pamitku. "Iya Ma, Pa hati-hati sama Adek," jawab mereka.
8. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi. Papa Belum Pulang Penulis: Lusia Sudarti Part 8 *** "Adek capek ikut kerja," jawabku. "Oh gitu," jawab Rani sambil manggut-manggut. "Papa belum pulang ya Ma?" sambung Indra. "Belum selesai dong, kan belum lama Papa berangkat," sahutku."Sudah malam ayo kalian tidur. Besok kesiangan sekolahnya," aku menyuruh mereka agar segera tidur. "Iya Ma," jawab mereka. Aku belum mengantuk, aku pun kembali menulis dan berpindah keluar duduk di teras samping untuk mencari inspirasi.Sebelumnya aku membuka sosial media facebook untuk melihat perkembangan dari pembaca mau pun followersku. 'Heem belum ada peningkatan dari pembaca-pembacaku.Tapi tak apalah, yang penting aku bisa menyalurkan hobi menulisku." 'Mungkin hanya masalah waktu saja, atau tulisan-tulisanku yang kurang menarik," gumamku dalam hati, ada rasa sedih yang menyelimuti relung hati. Aku pun membalas komen-komen yang enggak seberapa. Setelah itu baru melanjutkan ke aplikasi untuk m
9. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi. Bos Pelit, Sedang Anakku Kelaparan Penulis: Lusia Sudarti Part 9 *** "Oh ya Ma, ini gaji Papa!" ia menyodorkan uang 500 ribu rupiah. "Alhamdulillah Pa, rejeki kita!" ucapku sambil menerimanya. "Alhamdulillah," ia bersyukur atas semua anugrah Illahi. "Oh iya Pa, setelah ini Mama mau bayar kontrakan, lampu, juga bayar sedikit-sedikit hutang diwarung," aku menjelaskan. "Iya Ma, atur aja ya? Persediaan beras masih banyak kan ... ," tanyanya kemudian. "Alhamdulillah masih Pa, kurang-kurang sedikit kalo masalah lauk, bisa cari sayuran dibelakang. Yang penting ada beras, semua perlengkapan sekolah sudah ada," jelasku. "Iya Ma, ya sudah, siapa tau pekerjaan kita cepet selesai dan nggak ada kendala lagi," sahutnya. "Amiin!" aku tengadahkan tangan untuk berdoa. *****Hari berganti, dan ini akhir tahun, itu tandanya nanti malam pergantian tahun baru.Sedangkan pekerjaanku dan Suami semakin banyak. Tapi belum ada yang selesai. Selesai yang
10. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi. Ada Yang Mengintai Penulis:Lusia Sudarti Part 10 ***"Sabar ya Ma, kita masih di Sayang Allah. Mungkin dengan ujian ini, kita bisa lebih mendekatkan diri kepadanya," Suami memberi wejangan. "Mama selalu sabar Pa, selaluu sabar. Demi Papa dan Anak-anak," senyumku mengembang. Keesokan harinya, saat kami berangkat. Bos mobil menghentikan perjalanan kami. "Mas, sudah selesai mobilnya?" tanyanya. "Iya sudah bos," jawab Suami datar. "Oh iya, ini Mas uangnya, terima kasih banyak ya Mas? Kurangnya saya minta, kalo lebih buat Nayla!" sambungnya lagi sembari menyodorkan sejumlah uang. "Iya makasih bos," suamiku berbasa-basi. "Sama-sama Mas, oh iya masih kerja di yang jauh?" tanyanya. "Iya bos, belum selesai, ya udah saya pamit dulu, masih jauh perjalanan!" Suamiku berpamitan. "Iya Mas, silahkan!" ia memberi jalan buat kami. Lalu kami melanjutkan perjalanan. "Ma, apa bannya kempes ya?" ia menunduk untuk memastikan kalo beneran kempes. "
60. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Tahun Penuh Kebahagiaan Penulis: Lusia Sudarti Part 60 (part terakhir) "Terima kasih untuk cintamu, untuk Papa Sayang!" Suamiku mengecup pucuk kepalaku, nampak sekali Suamiku begitu bahagia dari caranya menatapku ..."Terimakasih juga atas cinta yang Papa berikan buat Mama Pa! Mama begitu bahagia bisa menjadi bagian dari hidup Papa." "Tetaplah disamping Papa Ma ..." "Sudah larut, tidurlah Pa, sini Mama usap kepala Papa," aku menepuk kedua pahaku, memintanya untuk merebahkan kepalanya di pangkuanku. 'Malam belum terlalu larut saat aku bermimpi, hingga Suamiku membangunkan aku, kini ia terlelap begitu damai dalam pangkuanku! Tuhan ... aku bersyukur atas jodoh yang Engkau tetapkan untukku, yang menemani hidupku di dunia ini, amiinn ..." 🌺🌺🌺🌺🌺🌺Aku memang tidak cantik, tetapi tidak pula jelek, wajahku manis semanis madu. Wkwkwk. Tahun ini adalah tahun penuh kebahagiaan buat keluarga kami.Selama memasuki bulan diawal tahun ini, hid
59. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Bermimpi Penulis : Lusia Sudarti Part 59Tak berapa lama, dari jauh terlihat sorot lampu yang menyinari area lokasi dan menerangi mobil dimana aku seorang diri di dalamnya. Sebetulnya di belakang mobil, masih banyak mobil yang antri seperti kami."Ma ..." Tok! Tok! Tok! Aku segera membuka pintu mobil, Suamiku tersenyum manis kepadaku yang duduk dijok stir. "Enggak ada apa-apa kan Ma ...?" tanya-nya sembari naik kedalam mobil. "Iya Pa, tapi tetap aja takut hehehe!" aku terkekeh sembari beralih tempat duduk. "Enggak akan ada yang menggigit, paling juga ada yang mau menculik!" Seloroh Suamiku sambil membuka plastik dan mengeluarkan dua bungkus nasi. "Ini Ma nasinya!" ia menyerahkan satu bungkus nasi dan aku meraihnya.Aku rasanya tak sabar untuk menyantap nasi yang aromanya begitu menggoda indera penciuman. Setelah mencuci tangan dan membaca doa makan, aku dan Suamiku segera menyantap makanan kami dengan lahap. "Alhamdulilah Ya Alla
58. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Berangkat Kerja Penulis : Lusia Sudarti Part 58"Terus gimana dengan sekolah Ma?" tanya Rani memecah keheningan "Untuk sementara Mama mau cari tukang ojeg," ucapku kemudian. Mereka semua terdiam mendengar ucapanku.Aku merenungi kehidupanku sekarang! Entahlah semoga ini awal yang baik untuk kami. Doa dan harapan yang tak pernah bosan dan putus kupanjatkan. "Ma, sudah sampai nih!" ujar Suamiku sambil menyentuh punggung tanganku. Aku tergagap karena terkejut, ternyata aku melamun, ia tersenyum melihatku yang terlonjak."Makanya gak usah melamun Ma!" canda Rani, ia bersiap turun dari mobil dan menurunkan semua alat-alat perlengkapan yang kami bawa. "Ayo turun Adek ...!" aku segera menuruni tangga mobil dan meraih Nayla untuk kugendong. Kami disambut hangat oleh keluargaku. Tarmi dan Anaknya, Tarmi seorang janda, Suaminya meninggal dunia tiga tahun lalu, karena menderita stroke.Mereka membantu membawa barang-barang yang kami bawa. "Dek
57. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Penulis : Lusia Sudarti Part 57Aduh Mbak, kami belum punya, tetapi jika mau lima ratus dahulu ada nih," ia merogoh uang di saku celananya.Kemudian diberikannya kepadaku. Aku menerima uang dari tangan Bosku itu tanpa semangat! Tetapi aku masih menunjukkan sikap menghargai kepada mereka. Malam ini terasa begitu dingin, kebetulan aku lupa memakai switer, jadi angin malam seolah menusuk kulit hingga tembus tulang sum-sum. "Ayo pulangn Pa." Aku dan Suamiku lemas seketika! Kami sedikit kecewa, bukan sedikit sih ... janji mereka mau melunasi hari ini. Tapi sayangnya mereka masih mengingkarinya. Sedangkan aku dan Suamiku mempunyai janji untuk membayar dulu bunga pinjaman pan4s!Tapi apa boleh buat, yang ada dulu dibayarin, sisanya nanti kalo udah dapat lagi. "Gimana ini Pa, masa iya cuma segini! Kan bingung mau kasih taunya gimana! Sedangkan semua telah menjadi dua juta!" ucapku sedikit kecewa. "Mau gimana lagi Ma, kirim dulu yang ada!" ja
56. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Pergantian Tahun Penulis : Lusia Sudarti Part 56"Heii, Mama gak apa-apa kok, udah jangan menangis, kita berdoa aja semoga kita dapat rizqi untuk membayar semuanya," aku memeluk mereka semua.Tak kupungkiri hatikupun sakit tiada terkira.Tetapi aku harus tegar demi mereka. "Mbak mau ngaji gak?" tanyaku seraya melerai pelukan. "Iya Ma ngaji," jawabnya. "Ya udah makan dulu lalu bersiap-siaplah," titahku kepada mereka berdua.Mereka pun mengangguk dan beranjak masuk. Aku menarik nafas dengan berat dan kuhempaskan perlahan.Aku membuka ponselku kembali dan menonton youtube bersama Nayla.Melihat tingkah lucu si kucing dalam video.Nayla tertawa terbahak-bahak hingga mengundang rasa penasaran kedua Kakaknya yang sedang beres-beres sebelum berangkat ngaji. "Hahaha, lihat Ma lucu sekali kucingnya, bisa beldili juga ngomong," teriak Nayla kembali, akupun tertawa melihatnya. "Mana Dek ...!" ujar Rani juga Indra berlari menuju kearahku dan Nay
55. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nas Selalu Sakit Hati Penulis : Lusia Sudarti Part 55 Tring! Aku terkejut mendengar suara nyaring dari ponselku. "Tolong antarkan sekarang ..." Aku hanya mengusap dada membaca pesan whatsapp dari Mbak Neni. "Mbak, saya belum gajihan, ada uang baru dapat sisa bayaran dari Kak Andi, tetapi gak cukup untuk bayar bunganya, di rumah saya beras pun gak ada, jadi untuk beli beras dan bahan-bahan masak yang lain karena sudah habis semua," segera aku mengirimkan balasan. Pesan balasanku pun telah dibaca dan dilayar ia sedang mengetik.Tring!"Tapi ini sudah berjalan tiga minggu, jadi gimana? Sedang perjanjian kemarin dua minggu bunganya lima ratus ribu jika meminjam satu juta ..." Aku membaca pesan itu dengan hati gundah gulana, bingung, sedih sekali pastinya.'Entah kenapa tak ada sedikitpun iba pada kami yang sedang betul-betul kesusahan.Untuk makan pun sulit," gumamku dalam hati. Sementara itu dalam kegelisahan aku melangkah masuk kedalam ka
54. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Terlilit Hutang Kembali Penulis : Lusia Sudarti Part 54"Gak perlu ... aku mau belanja Mbak! Tolong kerjasamanya, aku juga butuh modal, dipasar gak bisa ngutang, seperti kamu yang seenaknya ngutang gak mau bayar!" ujarnya dengan angkuh, aku hanya terdiam, kata-katanya begitu menusuk kalbu yang paling dalam.Sakit sekali rasanya. Ira yang duduk disampingku seketika bungkam mendengar ucapan pedas Teh Yeni tukang sayur langganan kami.Suamiku turun dari atas mesin mobil, ia menghampiri Teh Yeni yang berdiri dengan congkak di hadapanku. "Sabar Teh, bukan gak mau bayar, tapi memang ekonomi kami sangat sulit, borongan mobil ini dikasbon sedikit-sedikit untuk beli beras satu atau dua kilo, untuk mengganjal perut Anak dan Istriku. Juga gak seberapa besar hasilnya, untuk makanpun pas-pasan, jadi Teh, bukan gak mau bayar, emang bener-bener gak punya," ujarnya dengan raut memerah, ia mencoba sabar untuk menghadapi Teh Yeni. Aku tau, ia pasti sangat
53. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi. Penulis : Lusia Sudarti Part 53Aku meraih gawai lalu membukanya.Kedua netraku membola saat membaca pesan whatsapp itu. "Ada apa Ci?" tanya Ira penasaran, ia ikut membaca pesan yang tertera diponselku. "Ya Allah Ci, kamu terlilit hutang berbunga?" Kini gantian Ira yang terbelalak menatapku tak percaya. "Iya Ir," jawabku sembari menunduk membaca dengan seksama pesan whatsapp diponselku. "Mbak, gimana uang yang kemarin? Ini udah tiga minggu, sedangkan janji dua minggu! Waktu terus berjalan!" pesan whatsapp dari Mbak Neni. "Iya Mbak, kami belum gajian!" balasku. Tring! Rupanya langsung dibaca dan dibalas. "Bayar dulu bunganya," balasnya kemudian. "Iya Mbak, nanti kalo cair ya?" balasku. Aku mengetik balasan selanjutnya lalu kukirim kembali. Hanya diread, tetapi tak dibalas kembali. "Ya Allah Ci, berapa emangnya kamu pinjem?" seru Ira. Ia kembali menatapku. "Satu juta, bunganya perdua minggu lima ratus ribu, jadi semua satu juta
52. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi. Bongkar Mesin. Penulis : Lusia Sudarti Part 52"Ma, ada wak Andi di rumah membawa mobil." "Iya udah, Papa belum pulang?" tanyaku sembari melangkah, menapaki jalan cor yang belum lama selesai dibangun. "Belum Ma," ujarnya disisiku.Sekirtar dua menit kami tiba dikontrakan, di teras Kak Andi telah menunggu, mobilpun telah terparkir cantik di halaman samping. "Udah lama Kak?" Tanyaku sembari menjatuhkan bobot di kursi teras, setelah mempersilhkan beliau duduk. "Belum Mbak, baru aja sampai," jawabnya. "Oh iya ya Kak." "Mbak, kalau Mas Iman mau menyalakan mesin ini kuncinya!" Kak Andi menunjukkan kunci distir mobil. "Iya Kak, insyaallah nanti malam kalau gak besok pagi di cek ya?" jawabku sembari memeriksa mobil. "Iya Mbak, saya permisi dulu!" Kak Andi pamit setelah memberi penjelasan kerusakan mobil kepadaku. "Minum dulu Kak." "Terima kasih banyak Mbak, baru saja minum!" tolaknya dengan halus. Kemudian beliau melangkah menuju jalan