7. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi
Bantu Angkat Deksel Penulis:Lusia Sudarti Part 7 *** "Oh ya? Benarkah Ma?" desaknya sembari menatapku. "Iya Pa, tadi bikin malu di jalan. Yang sombong lah, yang uang dapat ngutang lah dan yang paling bikin jengkel, katanya uang dapat maling. Ya jelas kalo Mama marah!" jawabku kesal. "Oh gitu! Emang mereka kelewatan kok. Mama sudah bener," hiburnya. Pagi ini kita akan menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai di daerah Tanjung. Jaraknya yang lumayan jauh mengharuskan untuk berangkat pagi-pagi. Semua sudah siap di meja. Cukup sampai Sore. Nasi di megicom. Bekel untuk kami sudah kubungkus. Untuk Nayla juga sudah kutaruh di tas bekel Nayla. "Mbak, Mas. Mama sama Papa berangkat dulu ya? Baik-baik di rumah! Jangan kemana-mana pulang dari sekolah! Bantu beres-beres ya?" pesanku kekedua anak yang sekolah. "Iya Ma," jawab mereka serempak. "Ya udah Mama sama Papa berangkat dulu ya!" pamitku. "Iya Ma, Pa hati-hati sama Adek," jawab mereka. "Da da Mas, da da Mbak," kata Nayla ke kedua Kakaknya ia melambaikan tangan. "Da da Adek," jawab mereka sambil balas melambai. Motor melaju dengan perlahan, karena akses jalan di daerah kami masih merupakan jalan tanah dan di lapisi batu koral. Juga banyak jalan berlobang. Di atas motor si Nayla bernyanyi dengan riang. Karena sering nonton film upin ipin, jadi hafal lagu-lagunya. Aiya Susanti di nyanyiin sampe selesai, walau pun belum bisa R. Jadi sedikit lucu, membuat kami tertawa. Hingga tak terasa sampai kejalan raya. "Mama nanti beli es klim ya? Adek mau es klim!" katanya sambil menunjuk kearah warung. "Iya nanti beli es cream tapi Adek jangan nakal ya? Kalo Mama lagi bantuin Papa," bujukku. "Iya Ma, adek nggak nakal kok." Sekitar 30 menit akhirnya kami sampai, semua alat-alatku susun, kunci-kuncian. Kunci sock, kunci Pas, kunci L. Semua kususun rapi. Sementara Anakku asyik menikmati es cream coklat dan mulutnya belepotan. Aku tersenyum melihatnya. "Mama mau!" tanyanya sambil berjalan kearahku. "Nggak sayang, buat Adek aja. Tapi nanti jangan nakal ya?" pesanku. Ia mengangguk sambil kembali duduk di tempat semula. "Ma, ambil kunci ringpas 12, 14 dan 17," titah Suamiku. "Siaap," jawabku. Setelah lengkap. "nih Pa!" kusodorkan ke arahnya. "Buka baut dekselnya, jangan sampe meleset ya? Ntar dol dratnya," ucapnya wanti-wanti. "Ok!" jawabku singkat, lalu aku menuju ke atas mesin mobil. 'Huufft lumayan berat ya," gumamku dalam hati. "Bisa Ma?" tanyanya kemudian. "Iya bisa, Kok bisa bukanya nggak pakai kunci women ya Pa?" tanyaku penasaran. "Ya kalo ngikat kan ada ukurannya juga, kalo melebihi dari ukuran bisa patah bautnya. Kalo buka bisa pake alat bantu. Misalnya nepel agar tarikan ringan dan mudah," penjelasan Suami panjang lebar. Aku hanya manggut-manggut. Setelah selesai. "Pa dekselnya diangkat?" tanyaku. "Iya dong, coba Mama pindah tempat dulu, Papa mau angkat dekselnya!" titahnya lagi. Aku pun pindah tempat. "Mama bantuin ya?" tawarku. "Nggak usah, berat Ma," ucapnya. "Nggak apa-apa, itu Papa kuat," potongku. Lalu aku beraksi. "Bismilaahirrohmanirrohiim, ahh kuat kok!" ujarku. Setelah selesai istirahat siang untuk makan. "Sini Adek Mama suap, udah siang maem dulu," kataku. "Iya Ma!" jawabnya lalu bangkit menuju kearahku. "Pesen kopi Ma?" perintah Suami. Aku pun lalu berjalan ke warung yang ada di seberang jalan. "Adek ikut Ma?" ujar Nayla. "Ayo sayang," lalu aku gandeng tangannya. Setelah sampai. "Mbak pesen kopi luak dua ya, nanti tolong di antar kesana," pintaku pada pemilik warung, kutunjukkan arah dimana kami bekerja. "Oh iya siap Te," jawabnya sambil tersenyum. Lalu kusodorkan uang sejumlah harga yang di tetapkan. Setelah 10 menit. "Te ini kopinya!" si Mbak antarin kopi di tempat kami bekerja. "Oh iya Mbak, terima kasih," jawabku, ia pun tersenyum lalu pamit pulang. "Ma tolong puter roda gila ya, Papa mau ambil piston," titahnya. "Ok," jawabku. Setelah semua di cek, lumayan banyak yang harus di ganti. Kami pun membuat laporan dan daftar barang untuk di beli. Setelah memberikan kepemilik mobil, kami bersiap untuk pulang. "Adek, Dek, bangun sayang, kita mau pulang!" kataku membangunkan buah hatiku yang terlelap di pondok-pondok untuk istirahat. "Eemm, Mama sama Papa udah selesai keljanya ya?" tanyanya sambil menggeliatkan tubuh mungilnya. "Iya sayang, besok lagi sekarang udah sore," kataku. Setelah berjalan hampir 1,5 jam akhirnya kami pun sampai di rumah. "Assalamu'alaikum!" aku ucap salam setelah turun. "Waalaikumsalam, eh Mama sama Papa sudah pulang!" sambut Rani dan Indra. "Minta minum dong?" kata Papa. "Jauh ya Pa, tempat Papa kerja?" tanya Indra. "Iya jauh, makanya pagi-pagi berangkatnya," jelas suamiku. "Adek mandi sama Mbak ya? Biar seger," perintahku si bungsu. "Mama mau masak dulu sebentar, ambilin kelapa dulu Mbak," kataku kepada Rani. "Emang mau masak apa Ma?" tanya Rani. "Daun singkong di santan," jawabku. "Emm mantul," sahut Indra. "Oh iya Mbak, udahkan masak nasi?" kuperiksa megicomnya.. "Udah Ma, udah mateng," jawabnya. "Ya udah kalo gitu, Mama tinggal bikin sayur, nyambel terasi, goreng asin sama tempe," kataku lagi. "Papa duluan mandi, mau sholat sebelum habis waktu ashar!" Suamiku menyelanya. "Iya Pa," jawabku. Aku sambil merendam cucian kotor, nanti sekalian mandi nyucinya. "Ma, tadi ada yang cari Papa, mau minta tolong betulin mobilnya," kata Rani. "Oh ya? Orang mana?" tanyaku. "Mbak juga nggak tau. Tapi nanti katanya mau kesini lagi," sambungnya lagi. "Oh ya udah kalo gitu," kataku. Makan malam sudah selesai dan tertata rapi di atas meja. Setelah sholat mahgrib semua berkumpul di meja makan. Walau pun sederhana tapi semua menyukainya. Entah karena memang terlalu lapar, atau apa. Yang jelas, aku sangat bahagia melihat mereka tak pernah komplain tentang apa yang kusuguhkan. Ada suara motor berhenti didepan rumah. "Assalamu'alaikum, Mas, Mbak!" terdengar suara berat di depan pintu. "Waalaikumsalam!" jawabku sambil membuka pintu depan. "Cari siapa ya Mas? Silahkan duduk?" tanyaku, kemudian aku memintanya untuk menunggu. "Terima kasih, ada Mas Iman Mbak? Saya mau minta tolong, mobil saya mogok," ujar sang tamu. "Oh ada, lagi makan Mas, sebentar saya panggil dulu!" aku pun melangkah masuk untuk memanggil Suami. "Iya Mbak," jawabnya. "Pa, ada tamu di depan," ujarku memberi tau. "Siapa Ma?" tanyanya. "Nggak tau Pa, katanya mau minta tolong," jelasku. Lalu ia melangkah keluar setelah membersihkan sisa makanan di mulutnya dengan tisu. Aku mengekor dari belakang. "Mas," kata tamu setelah melihat Suami dan aku keluar. "Saya Dika Mas, mau minta tolong betulin mobil Mas, mogok di tikungan ujung sana, bisa Mas?" tanyanya kepada Suami. "Oh Insyaallah bisa, sebentar ya?" jawab Suamiku tersenyum. "Iya Mas," sahutnya sembari membalas tersenyum. Setelah menyiapkan kunci-kunci yang di butuh kan, lalu mereka berangkat setelah berpamitan kepada kami. "Papa kemana Ma?" tanya Nayla sambil duduk di pangkuanku. "Kerja sayang, kita doa kan supaya pekerjaan Papa nggak banyak dan bisa cepet selesai dan cepet pulang," jawabku sambil mencium rambutnya yang harum. "Iya Ma, nanti kita bisa beli belas lagi, Adek beli pelmen lollypop lagi, kan Ma?" tuturnya manja, yang membuatku semakin gemes. "Iya sayang," aku terharu mendengar kata-katanya seperti orang dewasa. "Udah Adek sekarang bobo ya, udah malam," titahku. "Tapi bacain celita dong Ma," katanya lagi. "Iya sayang. Ya udah Mama cerita ya, dengerin," aku mengambil buku dan membacakan cerita dongeng. Baru 15 menit aku membaca cerita sambil nepuk-nepuk pantatnya, eehh udah lelap sambil meluk bantal guling. Ku kecup keningnya, kuusap lembut kepalanya. "Mbak, Mas jangan berisik, Adek bobo," kataku kepada mereka. "Iya Ma. Cepet sekali Adek tidur nya? Biasanya belum tidur," tanya Rani. "Adek capek ikut kerja," jawabku. "Oh gitu," jawab Rani sambil manggut-manggut. "Papa belum pulang ya Ma?" sambung Indra. "Belum selesai dong, kan belum lama Papa berangkat," sahutku. Bersambung8. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi. Papa Belum Pulang Penulis: Lusia Sudarti Part 8 *** "Adek capek ikut kerja," jawabku. "Oh gitu," jawab Rani sambil manggut-manggut. "Papa belum pulang ya Ma?" sambung Indra. "Belum selesai dong, kan belum lama Papa berangkat," sahutku."Sudah malam ayo kalian tidur. Besok kesiangan sekolahnya," aku menyuruh mereka agar segera tidur. "Iya Ma," jawab mereka. Aku belum mengantuk, aku pun kembali menulis dan berpindah keluar duduk di teras samping untuk mencari inspirasi.Sebelumnya aku membuka sosial media facebook untuk melihat perkembangan dari pembaca mau pun followersku. 'Heem belum ada peningkatan dari pembaca-pembacaku.Tapi tak apalah, yang penting aku bisa menyalurkan hobi menulisku." 'Mungkin hanya masalah waktu saja, atau tulisan-tulisanku yang kurang menarik," gumamku dalam hati, ada rasa sedih yang menyelimuti relung hati. Aku pun membalas komen-komen yang enggak seberapa. Setelah itu baru melanjutkan ke aplikasi untuk m
9. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi. Bos Pelit, Sedang Anakku Kelaparan Penulis: Lusia Sudarti Part 9 *** "Oh ya Ma, ini gaji Papa!" ia menyodorkan uang 500 ribu rupiah. "Alhamdulillah Pa, rejeki kita!" ucapku sambil menerimanya. "Alhamdulillah," ia bersyukur atas semua anugrah Illahi. "Oh iya Pa, setelah ini Mama mau bayar kontrakan, lampu, juga bayar sedikit-sedikit hutang diwarung," aku menjelaskan. "Iya Ma, atur aja ya? Persediaan beras masih banyak kan ... ," tanyanya kemudian. "Alhamdulillah masih Pa, kurang-kurang sedikit kalo masalah lauk, bisa cari sayuran dibelakang. Yang penting ada beras, semua perlengkapan sekolah sudah ada," jelasku. "Iya Ma, ya sudah, siapa tau pekerjaan kita cepet selesai dan nggak ada kendala lagi," sahutnya. "Amiin!" aku tengadahkan tangan untuk berdoa. *****Hari berganti, dan ini akhir tahun, itu tandanya nanti malam pergantian tahun baru.Sedangkan pekerjaanku dan Suami semakin banyak. Tapi belum ada yang selesai. Selesai yang
10. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi. Ada Yang Mengintai Penulis:Lusia Sudarti Part 10 ***"Sabar ya Ma, kita masih di Sayang Allah. Mungkin dengan ujian ini, kita bisa lebih mendekatkan diri kepadanya," Suami memberi wejangan. "Mama selalu sabar Pa, selaluu sabar. Demi Papa dan Anak-anak," senyumku mengembang. Keesokan harinya, saat kami berangkat. Bos mobil menghentikan perjalanan kami. "Mas, sudah selesai mobilnya?" tanyanya. "Iya sudah bos," jawab Suami datar. "Oh iya, ini Mas uangnya, terima kasih banyak ya Mas? Kurangnya saya minta, kalo lebih buat Nayla!" sambungnya lagi sembari menyodorkan sejumlah uang. "Iya makasih bos," suamiku berbasa-basi. "Sama-sama Mas, oh iya masih kerja di yang jauh?" tanyanya. "Iya bos, belum selesai, ya udah saya pamit dulu, masih jauh perjalanan!" Suamiku berpamitan. "Iya Mas, silahkan!" ia memberi jalan buat kami. Lalu kami melanjutkan perjalanan. "Ma, apa bannya kempes ya?" ia menunduk untuk memastikan kalo beneran kempes. "
11. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Tetap Bersyukur Penulis: Lusia Sudarti Part 11 RATE 18++ *** Hatiku mencelos melihatnya begitu menderita, tak seperti Anak-anak sebayanya yang tak pernah kekurangan. Alhamdulillah buat makan masih ada walau pun ala kadarnya. Jauh dari kata mewah, tapi seenggaknya, tidak kelaparan. Jika keadaan seperti ini terus, aku tak tau, bisa apa tidak aku menyekolahkan Anak-anakku kelak. Yang penting aku dan Suami akan terus berusaha untuk mereka, sampai titik darah penghabisan ....! Huuffft! 'Ya Allah Ya Robb ... berilah sedikit rizqi-Mu untuk kami. AMIIN. Pukul 15:05 saat Suami pulang dari kerja.Aku termenung, apa yang akan kulakukan sekarang ini? Entahlah aku juga tak tau? "Assalamualaikum Ma," ia mengucap salam ketika sampai di depan rumah. "Waalaikumsalam Pa!" kusambut dan kuraih tangannya untukku cium takzim. "Kemana Anak-anak Ma? Kok sepi?" ia celingukan mencari kesana-sini keberadaan Anak-anaknya. "Main Pa!" sahutku dari dalam men
12. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Jangan Tinggalin Papa Ma Penulis:Lusia SudartiRATE 18++++ Part 12 ***Aku begitu geli melihat tingkah Dewi. Ingin cepat keluar dari persembunyian, tapi kutahan dulu. "S1nt1n9 kamu Wi, bisa-bisa dijadiin besi sama Suci," ucap Endang. Aku mendengarkan dari balik persembunyianku dipinggir jalan dibalik rerimbunan bonsai pagar. "Aku nggak takut Ndang sama Suci," ujarnya sinis. "Oh ya, benarkah? Kamu nggak takut?" seru Endang menatap lekat kearah Dewi yang tersenyum penuh arti. Emosiku semakin tak terbendung, aliran darahku seperti lava panas yang siap meledak dari dadaku. Kedua tanganku terkepal, rasanya ingin sekali aku memberinya pelajaran yang takkan pernah dia lupa. Ku atur nafas, untuk meredakan sedikit amarah yang memuncak.Dengan langkah tegas, kuhampiri mereka berdua. Tentu saja mereka kaget bukan kepalang. Terlebih Dewi sang janda genit, penggoda Suami orang. "Su-Su-Suci ... ," Endang gugup dan ketakutan. Sedang Dewi wajahn
13. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi. Maaf, Tolong, Terimakasih Penulis: Lusia Sudarti Part 13 ***"Adek cali Mama, tapi kata Mbak, Mama beli sabun, ya udah Adek main sama Mbak, sekalang Adek pulang," cerocosnya. "Terus, sekarang Adek lapar?" tanyaku. "Iya Adek lapel Ma," ujarnyacsambil bergelayut manja. "Ya udah, Adek makan dulu, habis makan Mama punya hadiah, tapi harus makan dulu," aku mau memberikan hadiah kecil, berupa susu kotak. "Oke, siaap Ma!" ia begitu antusias mendengarkan kata-kataku. Aku dan Suami tersenyum bangga. "Ini makannya!" aku memberikan sepiring kecil nasi, sayur serta tempe goreng. "Adek cuci tangan dulu ya Ma!" katanya sambil berjalan menuju tempat cuci tangan. Aku tersenyum dan mengangguk. Setelah Nayla selesai makan, kedua Kakaknya pulang dari bermain, kemudian mereka pun ikut makan, karena memang sudah waktunya makan siang. "Mbak, Mas, Adek mau di kasih hadiah lho sama Mama, iya kan Ma?" Nayla memberi tau kedua Kakaknya. "Iya Ma ... ?" s
14. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Kapankah Semua Ini kan Berakhir? Penulis : Lusia Sudarti Part 14*** Sedang Dewi, wajahnya langsung merah melihat perlakuan manis Suami kepadaku.Tanpa pamit ia langsung pergi begitu saja. "Dasar janda gatel," umpat Mbak Mita, yang melihat Dewi nyelonong pulang tanpa pamit. "Hust nggak baik bilang gitu Dek," Mas Cipto menasihati Istrinya. "Biarin aja, memang kenyataannya. Hemm, apa jangan-jangan Mas ada hati ya sama Dewi?" ketus Mbak Mita, dengan wajah yang memerah menahan amarah. "Astagfirrulah Dek, ngomong apa sih? Malu sama Mas Iman dan Mbak Suci!" tegasnya kemudian, ia menatap kami dengan raut wajah memerah. Kami pura-pura tak mendengar dan pura-pura tak melihat. Dalam hati aku membathin, ternyata bukan hanya aku yang tak menyukai sikap Dewi. "Maaf ya Mas, Mbak, kalo suasananya jadi kurang mengenakkan?" ujar Mas Cipto. "Aahh biasa Mas, Istri saya juga suka begitu, malah lebih parah Istri saya Mas, hehehe," seloroh Suamiku, dan
15. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi. Selalu Bertahan Penulis: Lusia Sudarti Part 15 *** "Siap Mas, jadi bagaimana nih? Langsung kita selesaikan pembayarannya oke?" sambung bos. "Boleh bos, kebetulan lagi kismin banget nih, hehehe," canda Suamiku disambut gelak tawa bos dan Istrinya.Setelah beres semua dan kami pun berpamitan, setelah Suami berpesan untuk tetap merayen mobil selama 12 jam.Akhirnys kami sampai rumah, aku dan Suami menghitung sisa uang dari bos. Ternyata cukup untuk bayar kontrakan dan beli sembako selama dua minggu. "Ma, ini dibagi-bagi dulu ya, asal cukup untuk makan dan bekal selama kita kerja ditempat baru. Sisanya untuk bayar lampu dan kontrakan!" ujarnya menyerahkan uang hasil kerja. "Iya Pa, alhamdulillah, tetap harus disyukuri seberapa pun itu!" sahutku. Suami mengangguk. *** Kebetulan hari masih siang, saat kami sampai rumah. Anak-anak sedang melakukan aktivitas hariannya, belajar sebentar sepulang sekolah, sementara Nayla tidur siang. Aku ber