55. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nas Selalu Sakit Hati Penulis : Lusia Sudarti Part 55 Tring! Aku terkejut mendengar suara nyaring dari ponselku. "Tolong antarkan sekarang ..." Aku hanya mengusap dada membaca pesan whatsapp dari Mbak Neni. "Mbak, saya belum gajihan, ada uang baru dapat sisa bayaran dari Kak Andi, tetapi gak cukup untuk bayar bunganya, di rumah saya beras pun gak ada, jadi untuk beli beras dan bahan-bahan masak yang lain karena sudah habis semua," segera aku mengirimkan balasan. Pesan balasanku pun telah dibaca dan dilayar ia sedang mengetik.Tring!"Tapi ini sudah berjalan tiga minggu, jadi gimana? Sedang perjanjian kemarin dua minggu bunganya lima ratus ribu jika meminjam satu juta ..." Aku membaca pesan itu dengan hati gundah gulana, bingung, sedih sekali pastinya.'Entah kenapa tak ada sedikitpun iba pada kami yang sedang betul-betul kesusahan.Untuk makan pun sulit," gumamku dalam hati. Sementara itu dalam kegelisahan aku melangkah masuk kedalam ka
Bab 1. Ma, adek lapar. "Ma, adek lapar!" rengek si bungsuku, Nayla. Hatiku begitu pedih mendengar rengekannya. Huuffftt. Kuhela napas yang begitu sesak menghimpit rongga dada. "Iya, Nak, sebentar ya, mama masak sayur dulu," sahutku lirih. Dia hanya mengangguk seraya tersenyum ceria, lalu bangkit menuju keluar untuk melanjutkan bermain bersama teman-temannya. Aku segera beranjak menuju dapur untuk memasak air kuah sayur bening daun katuk yang akan kupetik dari kebun belakang rumah. Satu ikat daun katuk telah berada ditanganku, kutaruh diatas dahan pohon mangga yang bercabang, aku mencabut rumput-rumput yang telah tumbuh disamping rumah, karena kesibukanku dalam bekerja, rumah pun tak terurus.Aku memandang berkeliling rumput telah memenuhi kebun belakang, seandainya aku punya uang, aku beli obat semprot untuk membasmi rumput. Jangankan untuk membeli obat yang harga ratusan ribu, untuk membeli masako yang harganya lima ratus perak aja tak mampu! Aku hanya mampu menarik napas p
2. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk NasiAdek pengen pelmen Part 2 Penulis : Lusia Sudarti *** "Ma, adek lapar sudah belum masaknya?" tanya anakku yang seketika langsung membuyarkan lamunan ini. "Iya, sayang, sebentar lagi ya," bujukku sambil kuusap pucuk kepalanya. Kulihat wajahnya sedikit pucat, mungkin terlalu lapar. "Kasihan sekali kamu, nak," sekuat tenaga kutahan air mata yang hampir lolos. "Adek duduk disini ya," pintaku kepadanya, aku melangkah menuju kesamping bermaksud untuk mengambil kelapa. "Iya, Ma," jawabnya, lalu duduk dikursi teras samping. "Mama mau kemana?" tanyanya saat melihat aku bangkit. "Enggak kemana-mana sayang, Mama mau ngupas kelapa," jawabku sambil mengambil sebuah kelapa yang berada dibawah pohonnya yang terletak disamping rumah. "Adek mau airnya Ma, boleh?" tanyanya seraya tersenyum cerah. 'Ahh sayang, senyummu itu semangat buat Mama," aku membatin. "Iya, sayang tapi apa masih manis, kan kelapanya hampir tua," jelasku. "Enggak apa-apa, Ma,
3. SEMANGKUK KELAPA PARUT UNTUK LAUK NASI Part 3 Dikasih Uang Tante Cantik Penulis : Lusia Sudarti *** Suamiku terdiam, lalu menghela Napas. "Ya udah, sabar aja. Papa yakin Allah itu tidak tidur, semoga hari Esok lebih baik dari hari ini," tuturnya. "Aamiiin," jawabku. Namaku Suci, usia 37 tahun dan suami bernama Imam, usia 41 tahun. Kami dikaruniai 3 orang anak. 1 laki-laki dan 2 perempuan. Si sulung bernama Maharani dipanggil Rani, yang ke 2 Mahendra di panggil Indra dan yang bungsu, Nayla Sukma. Kami dari keluarga kurang mampu, meskipun memiliki pekerjaan, tetapi kurang mencukupi. Suamiku bekerja sebagai mekanik freelance yang masih belajar. Dan kadang aku yang jadi helpernya karena tak mampu untuk menggaji orang. Di sela-sela waktu, aku bekerja sambil mengasuh anak, hingga suatu hari aku memutuskan untuk mencoba belajar menulis novel. Karena masih baru pertama kali terjun ke bidang penulisan masih banyak yang acak-acakan. Sebut saja aku penulis receh. Aku juga bukan ana
4. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Aku KETAHUAN CEMBURU Part 4 Penulis : Lusia Sudarti *** Aku pun masih kesal sama kelakuannya. Ku hirup nafas dalam-dalam untuk menghalau emosi, Astagfirrullohal 'adzim ada-ada aja," lirihku dalam hati. "Kenapa Mam kok narik nafas gitu?" suara suamiku mengejutkan. "Pake kenapa! Emang nggak denger tadi si Janda bilang apa?" ketusku. "He...he...he... ada yang cemburu nih," ledeknya. Pipiku menghangat sedikit malu, ketahuan cemburu. "Iissh! Siapa yang cemburu? Amit-amit deh," elakku sambil membuang muka takut diledek lagi. "Tuh, kan wajah Mama merah kayak kepiting goreng," lanjutnya ngeledekku seraya di tangkup pipiku dengan kedua tangannya. Alis yang sebelah dinaikkan sambil menatap kedalam mataku. Ah, tatapan itu masih sama saat aku jatuh cinta. "Mam, hei kok malah bengong?" ia membuyarkan lamunanku. "Aku tergagap. Enggak kok, Mama hanya bingung keadaan kita," jawabku berbohong. "Sabar, Yank, mungkin inilah ujian terberat kita," t
5. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Storing Penulis: Lusia Sudarti Part 5*** Ia pun membuka mulut lalu memakannya. Ia memandangku, seraya membuka mulutnya.Kini aku bergantian setelah suami, aku menikmati makan berdua dengannya. "Cieee Mama pacalan ya sama Papa," teriak si bungsuku sembari tertawa. Kami pun ikut tertawa mendengarnya. Drrtt! drrtt! drrtt! Terdengar suara gawai bergetar, aku melihat ada nomor tanpa nama. Klik! Ku usap layar benda pipih berwarna hitam itu. (Haloo dengan siapa ya.) tanyaku setelah tersambung. (Halo Mbak, ini dengan Dedi. Masnya ada Mbak.) tanya orang yang bernama Dedi diseberang telfon. (Ada Mas, ada yang bisa dibantu.) jawabku. (Gini Mbak, kebetulan mobil saya mogok nih, saya mau minta bantuan Mas Iman. Kira-kira bisa enggak ya?) tanyanya kemudian. (Sebentar ya Mas, Suami saya sedang sholat.) jawabku. (Oh iy Mbak. Saya tunggu kabarnya Mbak.) ucapnya lagi. (Ok Mas, biar nanti di telfon balik.) Klik! Telfon terputus. Setelah sua
6. SEMANGKUK KELAPA PARUT UNTUK LAUK NASI Bertemu tetangga julid Penulis:Lusia Sudarti Part 6 *** Anak-anakku pun ikut belanja, membeli bahan pangan untuk 2 minggu kedepan. Mereka saling bercanda dan tertawa. 'Yaa Allah, betapa bahagianya hatiku. Melihat mereka, terima kasih atas ni'mat Mu Yaa Allah," lirihku dalam hati. Di jalan kami berpapasan dengan tetangga julid. "Eeh mau belanja nih? Dapat utangan dari mana?" sinisnya ia melihat plastik belanjaanku. "Paling-paling juga dapat maling," sahut Marni yang tak kalah lemes mulutnya, orang sok kaya. Pamer gelang besar yang melingkar di tangannya. "Eh Mbak-Mbak genit yang terhormat! Nggak usah deh ngurusi rumah tangga orang! Urus aja rumah tangga kalian. Sudah baikkah rumah tangga kalian sendiri?" balasku tak kalah pedas. "Yah walau pun aku ngutang! Toh nggak ngutang ke kamu! Walau pun Aku maling, emang duit kalian yang ku maling? Nggak kan?" sambungku dengan santai. "Halah nggak usah sok lah! Baru juga bisa belanja segitu,
7. Semangkuk Kelapa Parut Untuk Lauk Nasi Bantu Angkat Deksel Penulis:Lusia Sudarti Part 7 *** "Oh ya? Benarkah Ma?" desaknya sembari menatapku. "Iya Pa, tadi bikin malu di jalan. Yang sombong lah, yang uang dapat ngutang lah dan yang paling bikin jengkel, katanya uang dapat maling. Ya jelas kalo Mama marah!" jawabku kesal. "Oh gitu! Emang mereka kelewatan kok. Mama sudah bener," hiburnya.Pagi ini kita akan menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai di daerah Tanjung. Jaraknya yang lumayan jauh mengharuskan untuk berangkat pagi-pagi. Semua sudah siap di meja. Cukup sampai Sore. Nasi di megicom.Bekel untuk kami sudah kubungkus. Untuk Nayla juga sudah kutaruh di tas bekel Nayla. "Mbak, Mas. Mama sama Papa berangkat dulu ya? Baik-baik di rumah! Jangan kemana-mana pulang dari sekolah! Bantu beres-beres ya?" pesanku kekedua anak yang sekolah. "Iya Ma," jawab mereka serempak. "Ya udah Mama sama Papa berangkat dulu ya!" pamitku. "Iya Ma, Pa hati-hati sama Adek," jawab mereka.