SIAPAKAH KAU SEBENARNYA ARUNA?
Dion hanya bisa tersenyum diambil memelaskan mukanya. Memang Bima ini adalah anak yang sangat peka sekali sama seperti dirinya di masa kecil dulu. Sangat sensitif terhadap apa yang terjadi di kehidupan keluarganya. Ini lah yang membuat Dion sering merasakan trauma tentang artinya keluarga. Dia memiliki inner child tersendiri dalam hidupnya."Bima, bisakah kau menjelaskan pada Ayah Baikmu ini? Please," pinta Dion."Baiklah karena aku menyayangimu maka aku akan menjelaskan kepadamu, Ayah Baik. Ayah Rendi itu adalah tetangga kami di rumah Eyang Kakung dan Ayah Rendi dulu adalah teman Ibu waktu sekolah. Jadi tentu saja Eyang mengenalnya dan Ayah Rendi ini tahu siapa Ayah Ibu dan Eyang," kata Bima mencoba menjelaskan dengan bahasa yang dia miliki."Apakah dari dulu Dokter Rendi selalu mengejar ibumu?" tanya Dion. Bima menganggukkan kepalanya."Rupanya dia sudah mencintai dan mengincar Ibu sejak lama ya," gumam Dion."Ya, meskipun begTRAUMA ARUNA MEMBUKA HATI BAHKAN UNTUK RENDI!Mereka pun segera pulang ke rumah tepat saat sore hari. Aruna baru melihat hp-nya dia segera membalas pesan Dion.[Tak usah macam-macam]"Arggghhh! Dasar kau! Awas saja kau, Pak Dion!" geram Aruna saat ada di kantornya.Arumi yang memang akan menjemput Aruna untuk mengatakan tak bisa pulang bersama karena dia masih harus mengerjakan beberapa proyek lemburan lain cukup terkejut melihat Aruna menahan emosinya. Bagaimana tidak, muka Aruna mengencang, tangannya mencengkram pinggiran meja. Arumi mengernyitkan keningnya dengan heran saat dia melihat sang sahabat menggeram dan mengumpat seperti itu, entah pada siapa dia mengumpatnya."Aruna," panggil Arumi. Aruna menoleh lalu mendengus dengan kesal."Kenapa wajahmu memerah seperti itu? Hah? Kau sedang kesal atau marah? Kau kenapa?" tanya Arumi sambil berjalan menghampirinya."Gila! Ini benar-benar gila," gumam Aruna."Kenapa memangnya?" sahut Arumi duduk di depan
APAKAH ADA LELAKI YANG MAU MENCINTAIKU SELAIN LELAKI YANG MEMBUATKU SEPERTI INI?"Apakah sekarang waktunya untuk mematahkan penghalang yang telah aku bangun di dalam diriku sendiri? Apakah aku pantas mendapatkan lelaki lain? Apakah aku pantas di cintai? Apakah ada orang yang mau menerima Bima, Arumi?" tanya Aruna."Lah kau aneh! Kenapa tidak ada yang mau menikahimu?" sahut Arumi."Arumi, tidak lah mudah menerima wanita sepertiku. Jika seorang lelaki memutuskan untuk memilih menikah dengan seorang wanita yang memiliki anak sepertiku maka kamu harus siap untuk menghadapi dan menerima risikonya," ujar Aruna."Halah kau ini! Mengapa semenjak tinggal di kota kecil seperti ini pikiranmu makin kolot? Jaman sekarang menikah dengan perempuan yang sudah memiliki anak merupakan hal yang umum terjadi dan tidak menjadi masalah," kata Arumi mencoba menghibur sahabatnya."Namun, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk menikah dengan wanita sepertiku
BUDAYA BARAT DAN TIMUR YANG BERBEDA!!!!"Misalnya, kisah cinta mantan Presiden RI BJ Habibie dan istrinya Ainun yang begitu fenomenal, juga berawal dari pertemanan di sekolah. Aku cukup salut dengan Rendi, ini adalah jalan yang berbahaya. Sebab, salah sedikit saja, rusaklah hubungan persahabatan yang telah berjalan begitu lama. Sebelum memutuskan untuk menyatakan perasaan, pasti Rendi harus benar-benar mencari tahu apakah itu adalah langkah yang tepat. Ada kemungkinan hubungan cinta yang indah bisa berkembang dari persahabatan, dan itu bisa terjadi secara alami. Namun, ada kemungkinan, Rendi dan dirimu sebenarnya saling mencintai, tapi keduanya takut untuk menyatakan," kata Arumi dengan mata berbinar- binar."HAHAHAHAH! KAU KEBANYAKAN MENONTON SKENARIO DAN FTV! Bangun! Ini dunia nyata," ledek Aruna."Ck!" sahut Arumi sambil melempar bantal sofa yang ada di dekatnya pada Aruna. Aruna masih terus tertawa."Aruna kau jangan salah. Ini memang kerap terjadi dalam dun
JALAN MANA YANG BIMA PILIH?"Namun rupanya doa ku tak di kabulkan. Karena saat Bima menjalankan operasi jantungnya dan ditangani oleh Profesor Tjahjadi, itulah pertama kalinya Bima bertemu dengan Pak Dion dan menjulukinya Om Baik," terang Aruna."APAKAH INSTING ANAK SEKUAT ITU?" tegas Arumi antusias."Aku rasa iya. Jadi sejak awal Bima memiliki ketertarikan khusus pada Pak Dion. Di titik itu lah aku memutuskan untuk jujur semua. Aku juga tidak mengira jika efek ke depannya akan seperti ini. Setelah sekian tahun siapa menyangka garis hidupku seperti ini," ujar Aruna."Aku hanya takut Arumi. Aku tak jujur karena takut dianggap gampangan, aji mumpung, aku takut Pak Dion tak percaya. Di sana Pak Dion memiliki kekuasaan, uang, dan pimpinan. Dia bisa melakukan apapun padaku, tapi apa yang bisa aku lakukan padanya? Tak ada dan aku tak bisa apa- apa. Hanya ketakutan dan cemas serta was was yang menghantuiku! Apakah kau pernah berpikir akan di bunuh dengan semua yang di milik
ANAK DAN BAPAK YANG SAMA! "Apakah kau juga makan es cream?" selidih Aruna mensejajari Bimaa. Bima terdiam sekarang sambil melirik ke arah Dion. Dia bingung karena jika jujur nanti Ibu nya marah dan melarang dirinya bertemu dengan Ayah Baik nya, kalau tak jujur dia akan berdosa pada Ibunya."I- iya Ibu. Tapi satu cup kecil saja kok," jawab Bima."Benarkah?" selidik Aruna."Ibu, apakah Ibu meragukan anakmu sendiri yang begitu menggamaskan ini," ujar Bima merajuk. Aruna tersenyum dengan tingkah Bima. Dia memang mengapresiasi langkah Bima yang memilih jujur dari pada berbohong. Menurut Aruna itu lah poinnya, jadi dia menghargai itu. Aruna mengelus kepala Bima."Baiklah kalau begitu, Ibu tidak marah karena Ibu senang kau bisa berkata semua dengan jujur pada Ibu. Itu sangat baik sekali, Bima. Kau harus mempertahankan itu, lain kali kau harus makan es cream seminggu sekali. Kita kan sudah memiliki kesepakatan it," perintah Aruna."Iya Ibu, terimakasih ya,
MAAFKAN KEEGOISAN KAMI SEBAGAI ORANG TUA, BIMA!"Benarkah Ibu?" tanya Bima menghentikan tangisnya. Aruna pun menggelengkan kepalanya."Ck! Bima kau harusnya bisa berakting lebih totalitas lagi," keluh Dion."Aku tidak bisa berpura- pura memangis Ayah Baik. Lebih baik kita jujur saja pada Ibu. Ibu, Bima merasa membutuhkan Ayah Baik, seperti yang Ibu tahu kan? Ibu sibuk bekerja. Kadang sering kali terlambat menjemput Bima, saat itu lah Bima kasihan pada Bu Ling- Ling karena sering kali menemaniku sampai sore, Bu. Jadi aku membutuhkan Ayah Baik," jelas Bima."Nah kan, Aruna. Kau dengar sendiri kan dari Bima. Anakmu sendiri yang mengatakan bahwa dia tak bisa tanpa Ayah Baik nya yaitu aku," terang Dion."Benar Ibu, aku terlalu tergantung padanya. Apalagi jika Ibu berangkat bekerja dan pulang terlalu malam seperti ini. Aku hanya bisa bersama Ayah baik," sambung Bima."Bima kau tak usah menjadi anak teraniaya seperti itu, bukankah selama ini kau juga tak masalah di
AYAH RENDI ATAU IBU ARUMI? DIMANAKAH ARUNA?"Maaf jika karena ini Ayah Baik sering bertengkar dengan Ibumu di hadapanmu. Maaf kan keegoisan kami sebagai orang tua," kata Dion dengan wajah penuh penyesalan. Berbeda pendapat hingga menimbulkan pertengkaran adalah hal yang biasa terjadi dalam hubungan. Namun, bertengkar di depan anak bukanlah pilihan yang bijak, sebab bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan mental dan mengganggu proses perkembangannya. Bentakan, cacian, makian, dan tindakan kekerasan yang orang tua pertontonkan saat bertengkar di depan anak bisa membekas kuat di ingatannya. Ingatan buruk ini sering kali memengaruhi perkembangan mental bahkan karakter anak. Dion sangat sadar anak-anak usia Bima sangat bergantung kepada orang tua untuk mendapatkan rasa nyaman dan aman. Nah, jika Bima sering melihat Ibu dan Ayah nya bertengkar, ia justru bisa merasa tidak nyaman dan takut.Bertengkar di depan anak juga dapat menimbulkan beragam dampak negatif lainnya, bahkan m
TAK TERBUKTI!"Mengapa bisa Ayah Rendi? Ah salah Dokter Rendi? Apakah tak ada tempat lain di muka bumi ini, Bima?" tanya Dion. Bima menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas panjang."Ayah Baik, coba ingat lagi siapakah teman Ibu jika tidak Ibu Arumi? Pasti Ayah Rendi. Hanya mereka berdua lah yang Ibu miliki sebagai teman dan mau menampungnya. Jadi jika Ibu tak ada di rumah Ibu Arumi sudah bisa di pastikan Ibu akan ada di rumah Ayah Rendi sekarang. Bukankah begitu, Ayah baik?" tanya Bima."Baiklah kalau begitu Kau tunggu di sini ya! Jadi lah anak baik, nanti Ayah akan membelikanmu es cream," kata Dion beranjak berdiri dan mengelus kepala putranya itu. Bima mengernyitkan kepalanya dengan heran."Apakah Ayah Baik mau pergi? Memang kau mau ke mana?" tanya Bima penasaran."Ayah Baik akan ke rumah Dokter Rendi. Ayah ingin memastikan apakah Ibumu ada di sana atau tidak. Tak mungkin kita membiarkan dia ada di sana malam begini, Ayah Baik akan menyeretnya pulang, jadi kau bisa kan bermain