MEYAKINKAN ARUNA MEMBUKA LEMBARAN BARU "Aku tak ingin kau kenapa-kenapa, kemarin badanmu sangat demam sekali," kata Dion. "Tenanglah Pak Dion, aku Lebih tahu bagaimana dengan badanku. Apalagi semenjak aku menjadi seorang ibu maka aku harus bisa menghindari semuanya serta harus mengerjakan semua hal secara sendiri dalam kondisi apapun. Hebat bukan? Dan lagi, aku tak terbiasa tidur terlalu lama," kata Elena. "Apakah yakin sudah benar-benar baik?" tanya Dion mencoba memastikan karena khawatir bibir Aruna masih sangat pucat pasi. "Tentu," sahut Aruna. "Aruna aku ingin bicara serius dengaanmu," ucap Dion lagi. "Apakah benar kau dari rumah bapakku, PakDion?" tanya Aruna. Dion pun menganggukkan kepalanya. "Ya aku dari sana," jawab Dion memangku Bima dan duduk di lantai menghadap ke arah Aruna. Aruna tersenyum kecut, dia benar-benar tak mengira jika Dion akan berbuat senekat ini. Bukan tak senang dirinya diperjuangkan hanya saja dia takut Dion menghadapi kerasnya sifar Juragan Waluyo
KEPUTUSAN ARUNA"Ibu, ayok kita temui Eyang," pinta Bima."Ayo Aruna kita harus segera menemui Juragan Waluyo, Ayahmu. Kita harus meyakinkannya bahwa kita bisa bersama dan semua akan baik-baik saja," bujuk Dion.Aruna memandangi wajah Dion dan putranya bergantian. Dia menghela nafas panjang, kedua lelaki ini memiliki sifat yang sama ketika sudah menginginkan sesuatu maka mau tak mau harus terpenuhi saat itu juga. Namun Aruna memiliki pemikiran lain, dia harus mempertimbangkan semua baik buruknya sebelum mengambil keputusan itu."Pak Dion, maaf. Bima maafkan Ibu ya, jika keputusan Ibu kali akan mengecewakanmu. Bima, tidak semua keinginanmu harus dipenuhi kan? Ada beberapa hal yang kau tidak bisa memaksakan kehendakm karena ada kehendak lain yang Ibu inginkan," kata Aruna."Kau tak boleh egois menginginkan semuanya harus sesuai dengan maumu," sambungnya.Dion pun langsung menoleh menatap ke arah Aruna. Dia menggeleng tak percaya jika Aruna akan menolak ajakannya. Dion menatap Aruna de
MALAM MENYAKITKAN!"Apa yang Pak Dion lakukan! Hentikan Pak! Stop, Pak! Tolong jangan melakukan ini lagi padaku! Tolong! Tolong, hentikan semua ini," teriak Aruna sambil terus berusaha melepaskan pelukan Dion. Dengan sekuat tenaga Aruna mencoba memberontak dengan cara memukul dada bidang presiden direkturnya itu menggunakan semua kemampuan dan seluruh tenaganya, tentu saja hasilnya sia-sia. Tenaga Presdir Dion itu berkali- kali lipat lebih kuat daripadanya. Walaupun usia Dion sudah setengah baya, tapi rutinits gym yang di lakukan setiap hari membuat tubuhnya terjaga. Bahkan tak bisa di munafikkan lagi, di usia ini Dion nampak makin mempesona dengan semua pesona yang di milikinya. Dion yang sudah terlanjur tak bisa menahan diri, justru makin menjadi dan menggila saat mendapatkan perlawanan seperti itu dari Aruna. Entah mengapa semakin Aruna berteriak maka membuat Dion makin merapatkan tubuhnya dengan menindih badan kecil Aruna dengan kuat. Bahkan sekarang dia mengunci kedua tangan Ar
TAK INGIN TERJERAT DALAM BELENGGU PERNIKAHAN"Kenapa kau bisa ada di kamar hotelku semalam?" tanya Dion dengan nada mengintimidasi, dia bertanya sambil berjalan maju mendekati Aruna merangsek masuk ke dalam kos Aruna."Apa yang kau lakukan di sini semalam bersamaku? Apa yang sebenarnya terjadi? Hah?" teriak Dion memekakkan telinga."Hah? Apa maksud Pak Dion?" tanya Aruna sambil meneguk ludahnya dengaan kasar. 'Brak' Dion melempar kartu nama Aruna di lantai. Aruna terkejut menyadarinya, dia merutuki kebodohannya sendiri. Karena terlalu terburu- buru, Aruna sampai melupakan tanda pengenalnya. Tangan Dion mencengkram dagu Aruna, menengadahkannya ke atas. Mata mereka saling bertatapan."Katakan padaku, Aruna! Apa yang terjadi semalam?" tanya Dion. Tak sengaja mata Dion menangkap bekas merah di leher Aruna. Dia tertegun, apakah semua kejadian itu nyata bukan mimpi belaka, jujur saja sekarang dia bingung tentang apa yang terjadi sebenarnya. Dia melakukannya antara sadar dan tidak. "Se- s
Hamil?"Ck! Kau cerewet sekali! Hendi dengarkan aku! Aku ingin menanyakan sesuatu padamu, Hendi!" ucap Dion mengalihkan pembicaraan dan menatap tajam ke arahhnya."Ada apa, Pak?" tanya Hendi sedikit keheranan."Jelaskan padaku! Mengapa tadi malam Aruna menyusulku?" kata Dion mengintimidasi."Loh, apakah Aruna tidak memberitahu semuanya dengan Bapak? Semalam itu saya ada urusan mendadak sekali, Pak! Ketua Dewan Direksi menghubungi untuk segera mengambil beberapa dokumen di PT Gold, jadi saya tak bisa berangkat dan saya meminta Aruna untuk menggantikan tugas saya sebagai Personal Asisten, Bapak. Apa ada yang salah?" sahut Hendi."Hanya itu saja?" tanya Dion menatap Hendi."Memangnya ada apa lagi, Pak? Apa ada yang salah?" tanya Hendi dengan wajah polosnya."Lupakan!" perintah Dion. "Sepertinya ada yang ingin menyabotaseku! Ada seseorang yang tak suka dengan jabatanku sekarang ini atau lawan tanderku dalam berbisnis," gumam Dion."Sialan! Menggunakan cara murahan seperti ini," batin Dion
NYAWA LAIN DALAM TUBUH ARUNA! Tanpa berpikir panjang lagi, Aruna segera bergegas pergi ke poli kandungan setelah pulang dari bekerja. Dia masih tak percaya dan tak terima dengan hasil tespeknya. Aruna sudah mengantri di dalam deretan poli kandungan sendirian. Sengaja Aruna memakai masker agar tak ada seorang pun mengenalinya, apalagi ini adalah rumah sakit milik PT Hadinata Wijaya, Group. Mau tak mau Aruna melakukan pemeriksaan di sana, mengingat ini rumah sakit gratis karena ada asuransi kesehatan. Para ibu-ibu muda yang datang nampak bersama suaminya masing- masing. Rona bahagia nampak sekali di muka mereka, kecuali wajah Aruna. Dengan langkah kaki gontai, Aruna berjalan menuju ke ruangan pemeriksaan poli kandungan saat namanya sudah dipanggil oleh perawat. Dia menoleh ke arah kanan dan kiri untuk memastikan tak ada seorangpun yang melihatnya. Jantung Aruna berdetak sangat keras, tatkala seorang dokter wanita spesialis kandungan mulai membalurkan jel dingin di atas perut Aruna yan
PERGI DENGAN SEJUTA LUKA DAN DUKA!"Aruna," panggil ibunya."Kau sedang tak baik- baik saja kan? Kau menghindari Ibu kan?" tebak Nyi Waluyo."Bu...""Nduk! Dengarkan Ibu ya, sampai kapan kau mau memendam masalahmu sendiri? Apalagi kau anak perempuan dan tinggal di ibukota sendiri. Bukannya apa-apa, Ibu hanya ingin kau cerita jika memang masalahmu berat, Aruna. Ibu takut kau kenapa- kenapa di sana, kau anak kami satu- satunya jauh di sana," ujar Nyi Waluyo di seberang memotong pembicaraan Aruna."Bu, beri Aruna waktu menyelesaikan semua ini. Besok Aruna akan mencoba untuk mengajukan cuti ke kantor agar bisa pulang kampung. Aruna rindu Ibu dan Bapak," ujar Aruna Aruna semalam sudah membulatkan tekad hari ini untuk segera cuti. Entahlah dia akan kembali atau tidak ke Jakarta, semua itu tergantung keputusan orang tuanya nanti. Dia harus menyelesaikan semua tanggungan pekerjaan, agar dia bisa meninggalkan ibukota yang penuh dengan luka, serta mengungkapkan semua kejadian sebenarnya pada or
SELAMAT DATANG DI DUNIA, ABIMANA HADINATA WIJAYA!"Selamat tinggal Dion Hadinata Wijaya! Aku akan membawa benih yang kau tanam semalam, semoga suatu saat kita bisa berjumpa lagi," batin Aruna dalam hati."ARUNA!!!!" panggil seorang pria. Aruna menolehkan kepalanya ke belakang, terlihat Hendi sedang mengejarnya, dengan nafas yang ngos-ngosan dan berdiri tepat di samping Aruna."Ada apa?" tanya Aruna."Kembali lah! Kapanpun kau mau, aku sudah mendengar semuanya dari Pak Dion! Walaupun sekarang Pak Dion marah, tetapi aku yakin suatu saat nanti Pak Dion akan memaafkanmu. Kau tahu sendiri kan bagaimana Pak Dion itu tidaklah gampang cocok dengan sekretaris dan kau adalah satu-satunya sekretarisnya selama sepuluh tahun ini! Kembalilah kapanpun kau mau," ujar Hendi. Aruna hanya menganggukkan kepalanya dan kembali berjalan dengan tenang dia menikmati waktu detik-detik terakhirnya di ibukota ini.Sesampainya di kos- an, Aruna segera beristirahat karena kereta akan membawanya pukul sebelas pagi.