PERCAKAPAN DI PINGGIR KOLAM"Sttt! Diamlah aku bosan mendengar penjelasanmu itu, Steven. Alih- alih kau membicarakan itu bagaimana kalau kau mulai sekarang mulai memikirkan kapan giliranku tiba merasakan adegan romantis seperti itu," jelas Arumi."Kenapa kau begitu iri?" tanya Steven sambil melihat Arumi."Tentu. Bukankah wajar saja jika seorang wanita iri melihat wanita lain begitu? Apakah salah? Apakah aku tak berhak mendapatkannya?" tanya Arumi memandang wajah Steven yang berada di depannya."Tidak. Kau tenang saja, asalkan kau memberiku kesempatan juga untuk membahagiakanmu lebih lama, maka aku akan juga pasti akan melakukan semua yang kau inginkan dan mengabulkan semua permintaanmu satu persatu," jawab Steven."Benarkah?" sahut Arumi."Iya, namun sebelum kesatria menyelamatkan putri dari berbahaya aku lebih rela tidak punya waktu bersamamu. Aku tak mau kau menderita, aku akan menjagamu sebelum kau masuk dalam bahaya dan kehilanganmu," ujar Steven.Mendengar ucapan Steven, Arumi
BENANG KUSUT!"Aneh sekali, menggantikan? Kenapa bisa dia menggantikan posisi Kak Seruni? Bukankah kau berkata bahwa Pak Dion itu bukanlah orang yang mudah cocok dengan sekretaris baru? Jika kau bisa menyimpulkan seperti itu bukankah artinya Pak Dion ini tak akan mungkin menggantinya dengan posisi orang lain ya?" tanya Steven mulai tertarik dan penasaran."Harusnya sih seperti itu, namun bagaimana lagi. Memang itu kenyataannya aku tak begitu banyak tahu tentang Kak Seruni. Tetapi setahuku Pak Dion itu menjalin hubungan yang lumayan istimewa dengan Kak Seruni, lalu satu ketika Pak Dion mendapati Kak Seruni itu ternyata tidak seperti yang di harapkan. Tapi aku juga tidak tahu kenapa setahuku yang jelas Kak Seruni itu sakit parah, entah bagaimana nasib Kak Seruni, aku mendengar kalau dia meninggal," ucap Arumi."Hah? Meninggal?" tanya Steven lagi terkejut."Kenapa kau terkejut seperti itu?" sahut Arumi.Steven menghela nafasnya sangat panjang. Memang sebenarnya dia tak ingin berburuk sa
MABUK DEMI MENYATAKAN CINTA!"Maksudnya Pak Dion dan Aruna melakukan itu dalam kondisi tidak sadar?" tanya Steven.Steven yang benar-benar ingin tahu cerita tentang masa lalu Aruna. Bukan tanpa alasan, dia ingin mengkaitkan ada hubungan apa Aruna dengan sosok mantan sekertaris Pak Dion Seruni. "Em, bagaimana ya? Bisa di katakan begitu namun bisa juga di katakan tidak," jawab Arumi."Karena yang kehilangan kesadaran itu adalah Pak Dion, bukan Aruna. Aruna mah tetap sadar, namun kau tahu sendiri kan Aruna kecil, sedangkan Pak Dion besar. Apakah tenaga mereka seimbang? Tidak kan. Ya sudah akhirnya Aruna kalah, dan kejadian pemerkosaan itu ternjadi," jelas Arumi."Apakah langsung hamil?" tanya Steven."Ya kurang lebih seperti itu. Namun menurutku itu memang pertanda dari Tuhan jika mereka harus bersama. Bukankah sudah terlalu lama Aruna menyimpan perasaannya sendiri? Berat loh menjadi sekretaris Pak Dion, mungkin jika bukan Aruna dan tak cinta pada sosok kejam itu tak akan ada yang taha
PERTAUTAN DUA HATIDia sudah tak peduli lagi dengan namanya malu ataupun lainnya. Dengan sedikit mabuk membuatnya berani mengungkapkan dan menanyakan perasaan Dion padanya. Karena sudah sepuluh tahun lebih Aruna menyembunyikan perasaannya yang selama ini dan terdiam sambil menatap wajah Aruna dalam -dalam."Ah lupakan saja! Jangan katakan! Jangan katakan!" teriak Aruna sambil menutup mukanya malu.Aruna pun langsung menutup muka salah tingkah dengan kedua tangannya sambil menggelengkan kepalanya. Dion hanya tersenyum melihat tingkah Aruna. Dion pun berdiri, dia pun duduk di samping Aruna. Memperhatikan wanita itu yang menggumam sambil menutup mukanya."Ah memang aku rasa Pak Dion itu memiliki riwayat penyakit kepribadian ganda! Bagaimana mungkin dia melakukan ini dengan dua sisi yang berbeda. Ahhhh malunya aku mengapa aku menanyakannya langsung pada Pak Dion," ucap Aruna."Bagaimana mungkin dia bisa berubah secepat itu jika dia tak memiliki kepribadian ganda. Bagaimana mungkin dia b
PEMBALASAN DENDAM!Aruna pun menganggukkan kepalanya. Mimik mukanya berubah menjadi serius, namun saat itu tubuhnya merespon lain karena sepertinya dia terlalu banyak meminum alkohol. Sehingga menyebabkan mual tak terhingga. Aruna berusaha menahannya agar tak muntah."Aku sebenarnya.....""Hueeekkkk," Aruna muntah.Otomatis Dion ingin menghindar namun terlambat. Aruna kadung memuntahkan air itu di baju milik Dion. Akhirnya Dion pun bisa menghela nafasnya panjang, dia menggelengkan kepalanya."Mengapa saat seperti ini kau harus muntah lagi, Aruna?" keluh Dion.Bukannya tanpa alasan karena dua kali Aruna muntah melihatnya. Pertama saat Aruna dulu masih menjadi seorang sekertaris Dion. Aruna selalu muntah saat melihatnya karena mungkin bawaan bayi, Bima. Sekarang Aruna muntah lagi karena banyak minum.Akhirnya dia meminta bantuan kak Cindy untuk menggantikan baju Aruna. Tak mungkin dia melakukan itu pada Aruna, tak gantle rasanya karena sama saja m
TAKDIR!"Oh syukurlah. Lalu di mana kamar mereka?" tanya Steven memancing Arumi."Di kamar VVIP lantai enam belas sayang," jawab Arumi tanpa curiga apapun.Steven tersenyum menganggukkan kepalanya. Dia sudah menemukan apa yang dia cari sekarang. Mereka segera pergi tidur.Pagi mulai datang, Aruna pun terbangun dari tidurnya karena alarm menyala dari ponsel di HP Aruna yang tergeletak di nakas. Aruna pun bangun, dia pun tersadar dan memikirkan beberapa hal yang sudah terjadi semalam. Aruna sangat ingat sebelum tidur dia hanya memakai kaos oblong dan celana panjang, namun sekarang dia menyadari bahwa dia sudah berganti baju, bahkan sudah tidur di kamar utama."Hah? Apa yang terjadi semalam," batin Aruna dalam hati.Dia mencoba mengingat-ingatnya kembali. Sekelebat bayangan kepingan ingatannya kembali, dia pun mengingat bahwa telah meminum alkohol milik Dion yang tergeletak di meja makan. Aruna sengaja melakukannya untuk mengumpulkan keberanian menanyakan semua perasaannya pada di Di
BAJIINGANNN!"Aruna, aku rela menggunakan seumur hidupku untuk menebusnya. Namun, apakah kau bisa memberi kesempatan satu kali lagi untuk mempertanggungjawabkan semua ini? Aaafkan aku yang tak pernah mengakui perasaanku kepadamu," ujar Dion.Aruna pun tak bisa menjawab, dia langsung terduduk di lantai dan menangis jadinya. Hanya luapan air mata bahagia, sedih, haru, tak percaya semua menjadi satu. Ini semua bagaikan mimpi yang menjadi nyata bagi Aruna. Sungguh akhirnya hari yang selama ini hanya ada dalam bayangannya terjadi juga. Hari dimana Dion mengakui perasaannya bahwa cinta milik Aruna tak bertepuk sebelah tangan saja.Dion segera berjalan menghampiri Aruna. Dia terduduk di depan Aruna sambil mengelus kepala wanita itu. Dion mendekap tubuh Aruna yang masih menangis, membiarkan wanita itu meluapkan semu rasa yang ada di hati dengan menangis. Memberikan Aruna kesempatan sendiri dalam dekapannya."Maaf ya, Aruna. Maaf karena aku keras kepala. Kita telah menyia-nyiakan banyak wakt
ARUNA PEMBUNUHNYA!"Sudah jelas kan? Aku memang menyukaimu, Aruna. Namun hari ini aku ingin mengatakannya dengan sungguh- sungguh. Bahwa aku...""BAJINGAN KAU!!!!!!" bentak seorang yang tiba- tiba merangsek masuk ke dalam kamar hotel milik mereka.Seorang lelaki masuk dengan wajah memerah. Lelaki itu tak lain adalah Steven, Aruna pun cukup terkejut. Dion apalagi, dia sama sekali tak mengenal lelaki itu. Cincin yang hendak di sematkannya kembali di masukkan dalam saku Dion. Dia segera maju beberapa langkah melindungi Aruna, sedangkan wanita itu berlindung di balik punggung Dion."Steven," gumam Aruna."Hey siapa kau? mengapa kau tiba-tiba datang? Kenapa kau bisa masuk seenaknya di kamarku! Hah? Siapa?" bentak Dion.Dion cukup panik, karena lelaki itu sudah mengumpat saat pertama kali menerobos masuk ke kamar hotel miliknya. Ini semua pasti ulah Kak Cindy yang pagi tadi keluar mengajak jalan- jalan Bima. Kak Cindy memang memiliki kebiasaan tak mengunci pintu karena alasan tak suka pri