BENANG KUSUT!"Aneh sekali, menggantikan? Kenapa bisa dia menggantikan posisi Kak Seruni? Bukankah kau berkata bahwa Pak Dion itu bukanlah orang yang mudah cocok dengan sekretaris baru? Jika kau bisa menyimpulkan seperti itu bukankah artinya Pak Dion ini tak akan mungkin menggantinya dengan posisi orang lain ya?" tanya Steven mulai tertarik dan penasaran."Harusnya sih seperti itu, namun bagaimana lagi. Memang itu kenyataannya aku tak begitu banyak tahu tentang Kak Seruni. Tetapi setahuku Pak Dion itu menjalin hubungan yang lumayan istimewa dengan Kak Seruni, lalu satu ketika Pak Dion mendapati Kak Seruni itu ternyata tidak seperti yang di harapkan. Tapi aku juga tidak tahu kenapa setahuku yang jelas Kak Seruni itu sakit parah, entah bagaimana nasib Kak Seruni, aku mendengar kalau dia meninggal," ucap Arumi."Hah? Meninggal?" tanya Steven lagi terkejut."Kenapa kau terkejut seperti itu?" sahut Arumi.Steven menghela nafasnya sangat panjang. Memang sebenarnya dia tak ingin berburuk sa
MABUK DEMI MENYATAKAN CINTA!"Maksudnya Pak Dion dan Aruna melakukan itu dalam kondisi tidak sadar?" tanya Steven.Steven yang benar-benar ingin tahu cerita tentang masa lalu Aruna. Bukan tanpa alasan, dia ingin mengkaitkan ada hubungan apa Aruna dengan sosok mantan sekertaris Pak Dion Seruni. "Em, bagaimana ya? Bisa di katakan begitu namun bisa juga di katakan tidak," jawab Arumi."Karena yang kehilangan kesadaran itu adalah Pak Dion, bukan Aruna. Aruna mah tetap sadar, namun kau tahu sendiri kan Aruna kecil, sedangkan Pak Dion besar. Apakah tenaga mereka seimbang? Tidak kan. Ya sudah akhirnya Aruna kalah, dan kejadian pemerkosaan itu ternjadi," jelas Arumi."Apakah langsung hamil?" tanya Steven."Ya kurang lebih seperti itu. Namun menurutku itu memang pertanda dari Tuhan jika mereka harus bersama. Bukankah sudah terlalu lama Aruna menyimpan perasaannya sendiri? Berat loh menjadi sekretaris Pak Dion, mungkin jika bukan Aruna dan tak cinta pada sosok kejam itu tak akan ada yang taha
PERTAUTAN DUA HATIDia sudah tak peduli lagi dengan namanya malu ataupun lainnya. Dengan sedikit mabuk membuatnya berani mengungkapkan dan menanyakan perasaan Dion padanya. Karena sudah sepuluh tahun lebih Aruna menyembunyikan perasaannya yang selama ini dan terdiam sambil menatap wajah Aruna dalam -dalam."Ah lupakan saja! Jangan katakan! Jangan katakan!" teriak Aruna sambil menutup mukanya malu.Aruna pun langsung menutup muka salah tingkah dengan kedua tangannya sambil menggelengkan kepalanya. Dion hanya tersenyum melihat tingkah Aruna. Dion pun berdiri, dia pun duduk di samping Aruna. Memperhatikan wanita itu yang menggumam sambil menutup mukanya."Ah memang aku rasa Pak Dion itu memiliki riwayat penyakit kepribadian ganda! Bagaimana mungkin dia melakukan ini dengan dua sisi yang berbeda. Ahhhh malunya aku mengapa aku menanyakannya langsung pada Pak Dion," ucap Aruna."Bagaimana mungkin dia bisa berubah secepat itu jika dia tak memiliki kepribadian ganda. Bagaimana mungkin dia b
PEMBALASAN DENDAM!Aruna pun menganggukkan kepalanya. Mimik mukanya berubah menjadi serius, namun saat itu tubuhnya merespon lain karena sepertinya dia terlalu banyak meminum alkohol. Sehingga menyebabkan mual tak terhingga. Aruna berusaha menahannya agar tak muntah."Aku sebenarnya.....""Hueeekkkk," Aruna muntah.Otomatis Dion ingin menghindar namun terlambat. Aruna kadung memuntahkan air itu di baju milik Dion. Akhirnya Dion pun bisa menghela nafasnya panjang, dia menggelengkan kepalanya."Mengapa saat seperti ini kau harus muntah lagi, Aruna?" keluh Dion.Bukannya tanpa alasan karena dua kali Aruna muntah melihatnya. Pertama saat Aruna dulu masih menjadi seorang sekertaris Dion. Aruna selalu muntah saat melihatnya karena mungkin bawaan bayi, Bima. Sekarang Aruna muntah lagi karena banyak minum.Akhirnya dia meminta bantuan kak Cindy untuk menggantikan baju Aruna. Tak mungkin dia melakukan itu pada Aruna, tak gantle rasanya karena sama saja m
TAKDIR!"Oh syukurlah. Lalu di mana kamar mereka?" tanya Steven memancing Arumi."Di kamar VVIP lantai enam belas sayang," jawab Arumi tanpa curiga apapun.Steven tersenyum menganggukkan kepalanya. Dia sudah menemukan apa yang dia cari sekarang. Mereka segera pergi tidur.Pagi mulai datang, Aruna pun terbangun dari tidurnya karena alarm menyala dari ponsel di HP Aruna yang tergeletak di nakas. Aruna pun bangun, dia pun tersadar dan memikirkan beberapa hal yang sudah terjadi semalam. Aruna sangat ingat sebelum tidur dia hanya memakai kaos oblong dan celana panjang, namun sekarang dia menyadari bahwa dia sudah berganti baju, bahkan sudah tidur di kamar utama."Hah? Apa yang terjadi semalam," batin Aruna dalam hati.Dia mencoba mengingat-ingatnya kembali. Sekelebat bayangan kepingan ingatannya kembali, dia pun mengingat bahwa telah meminum alkohol milik Dion yang tergeletak di meja makan. Aruna sengaja melakukannya untuk mengumpulkan keberanian menanyakan semua perasaannya pada di Di
BAJIINGANNN!"Aruna, aku rela menggunakan seumur hidupku untuk menebusnya. Namun, apakah kau bisa memberi kesempatan satu kali lagi untuk mempertanggungjawabkan semua ini? Aaafkan aku yang tak pernah mengakui perasaanku kepadamu," ujar Dion.Aruna pun tak bisa menjawab, dia langsung terduduk di lantai dan menangis jadinya. Hanya luapan air mata bahagia, sedih, haru, tak percaya semua menjadi satu. Ini semua bagaikan mimpi yang menjadi nyata bagi Aruna. Sungguh akhirnya hari yang selama ini hanya ada dalam bayangannya terjadi juga. Hari dimana Dion mengakui perasaannya bahwa cinta milik Aruna tak bertepuk sebelah tangan saja.Dion segera berjalan menghampiri Aruna. Dia terduduk di depan Aruna sambil mengelus kepala wanita itu. Dion mendekap tubuh Aruna yang masih menangis, membiarkan wanita itu meluapkan semu rasa yang ada di hati dengan menangis. Memberikan Aruna kesempatan sendiri dalam dekapannya."Maaf ya, Aruna. Maaf karena aku keras kepala. Kita telah menyia-nyiakan banyak wakt
ARUNA PEMBUNUHNYA!"Sudah jelas kan? Aku memang menyukaimu, Aruna. Namun hari ini aku ingin mengatakannya dengan sungguh- sungguh. Bahwa aku...""BAJINGAN KAU!!!!!!" bentak seorang yang tiba- tiba merangsek masuk ke dalam kamar hotel milik mereka.Seorang lelaki masuk dengan wajah memerah. Lelaki itu tak lain adalah Steven, Aruna pun cukup terkejut. Dion apalagi, dia sama sekali tak mengenal lelaki itu. Cincin yang hendak di sematkannya kembali di masukkan dalam saku Dion. Dia segera maju beberapa langkah melindungi Aruna, sedangkan wanita itu berlindung di balik punggung Dion."Steven," gumam Aruna."Hey siapa kau? mengapa kau tiba-tiba datang? Kenapa kau bisa masuk seenaknya di kamarku! Hah? Siapa?" bentak Dion.Dion cukup panik, karena lelaki itu sudah mengumpat saat pertama kali menerobos masuk ke kamar hotel miliknya. Ini semua pasti ulah Kak Cindy yang pagi tadi keluar mengajak jalan- jalan Bima. Kak Cindy memang memiliki kebiasaan tak mengunci pintu karena alasan tak suka pri
KELUAR!"Jadi kau benar-benar adik Seruni?" tanya Aruna."Iya, kenapa? Apakah kau takut?" tantang Steven."Kenapa kau bilang Aruna yang mengatakan bahwa dia membunuhnya?" tanya Dion."Dengarkan semua penjelasanku! Setelah mengetahui kakakku sudah meninggal dunia, apakah kalian berpikir aku lantas diam saja? Tidak. Aku juga mencari beberapa orang yang selamat dari kecelakaan saat itu, aku ingin tahu apakah kakakku meninggalkan pesan di saat terakhirnya. Mereka bilang kakakku ke sana bersama dengan seorang gadis yang selalu di panggilnya dengan adik. Dia bernama Aruna, mereka da di dalam bus saat itu," jawab Steven."Awalnya kakakku bisa turun terlebih dahulu, namun gadis itu bertengkar dan mendorong kakakku. Akhirnya gadis itu turun lebih dahulu dan kakakku akhirnya meninggal dunia. Sekarang di hadapan Adik kandung Seruni dan arwah kakakku di surga, apakah kau berani menjawab, Aruna? Apakah kau yang telah mencelakai kakakku?" tanya Steven."Apakah kata Aruna itu kau?" sambungnya sambil
KEPUTUSAN ARUNA"Ibu, ayok kita temui Eyang," pinta Bima."Ayo Aruna kita harus segera menemui Juragan Waluyo, Ayahmu. Kita harus meyakinkannya bahwa kita bisa bersama dan semua akan baik-baik saja," bujuk Dion.Aruna memandangi wajah Dion dan putranya bergantian. Dia menghela nafas panjang, kedua lelaki ini memiliki sifat yang sama ketika sudah menginginkan sesuatu maka mau tak mau harus terpenuhi saat itu juga. Namun Aruna memiliki pemikiran lain, dia harus mempertimbangkan semua baik buruknya sebelum mengambil keputusan itu."Pak Dion, maaf. Bima maafkan Ibu ya, jika keputusan Ibu kali akan mengecewakanmu. Bima, tidak semua keinginanmu harus dipenuhi kan? Ada beberapa hal yang kau tidak bisa memaksakan kehendakm karena ada kehendak lain yang Ibu inginkan," kata Aruna."Kau tak boleh egois menginginkan semuanya harus sesuai dengan maumu," sambungnya.Dion pun langsung menoleh menatap ke arah Aruna. Dia menggeleng tak percaya jika Aruna akan menolak ajakannya. Dion menatap Aruna de
MEYAKINKAN ARUNA MEMBUKA LEMBARAN BARU "Aku tak ingin kau kenapa-kenapa, kemarin badanmu sangat demam sekali," kata Dion. "Tenanglah Pak Dion, aku Lebih tahu bagaimana dengan badanku. Apalagi semenjak aku menjadi seorang ibu maka aku harus bisa menghindari semuanya serta harus mengerjakan semua hal secara sendiri dalam kondisi apapun. Hebat bukan? Dan lagi, aku tak terbiasa tidur terlalu lama," kata Elena. "Apakah yakin sudah benar-benar baik?" tanya Dion mencoba memastikan karena khawatir bibir Aruna masih sangat pucat pasi. "Tentu," sahut Aruna. "Aruna aku ingin bicara serius dengaanmu," ucap Dion lagi. "Apakah benar kau dari rumah bapakku, PakDion?" tanya Aruna. Dion pun menganggukkan kepalanya. "Ya aku dari sana," jawab Dion memangku Bima dan duduk di lantai menghadap ke arah Aruna. Aruna tersenyum kecut, dia benar-benar tak mengira jika Dion akan berbuat senekat ini. Bukan tak senang dirinya diperjuangkan hanya saja dia takut Dion menghadapi kerasnya sifar Juragan Waluyo
NEGOSIASI DENGAN BIMA!Dia ingin segera memberikan kabar gembira itu pada Aruna dan tak mau menunda lagi. Takut jika kedua orang tua Aruna berubah pemikiran. Dia harus sesegera mungkin mengajak Aruna ke sana lagi.Dion pun segera melajukan mobilnya menuju ke apartemen milik Aruna. Dia segera menuju ke kamar milik Aruna yang memang sedang tertidur karena badannya belum sembuh benar. Untung saja Aruna sudah memberikan kode akses masuk ke dalam rumahnya. 'Ting' pintu pun terbuka, dia melihat sekelilingnya mencari anaknya."Bima! Bima!" teriak Dion memanggil Sang putra."Ya Ayah Baik," sahut Bima dari dalam kamarnya. Dion pun segera masuk ke dalam kamar. Da melihat putranya sedang asyik bermain Lego sendiri.Dia tak melihat Aruna di sana."Dimana ibumu, Sayang?" tanya Dion. Bima menole dan tersenyum ke arah Ayah Baiknya."Em, Ibu ya? Dia sedang tidur Ayah Baik. Katanya badannya masih tidak enak, tapi aku sudah menjaganya dengan baik. Aku sudah memastikan ibu untuk meminum obatnya sama
MERESTUI DENGAN SYARAT?"Semua saya lakukan demi Aruna dan demi Bima semuanya. Seperti yang Bapak tahu sendiri, sampai saat ini pun Aruna juga belum memiliki sosok lelaki lain. Apakah Bapak berpikir jika Aruna tidak lak? Tentu dengan tegas dan jawabannya bisa kita ketahui semua tidak itu alasannya. Aruna sangat cantik dengan segala potensi yang dia miliki. Bukankah masih menjadi tanda tanya mengapa dia tak pernah menikah atau menjalankan hubungan baru dengan lelaki lain kan, Pak? Mengapa Aruna melakukan ini semua dan sebagai seorang laki-laki tentu Bapak tahu apa jawabannya kan?" jelas Dion.Juragan Waluyo terdiam mendnegar semua penjelasan Dion panjang lebar itu. Pun dengan Nyi Waluyo, ya mereka semua tidak bisa memunafikkan semua yang dikatakan oleh Dion benar. Selama ini Aruna bukannya tak laku tetapi dia memang menutup diri dan dia tahu alasan anaknya itu apa, yaitu Aruna susah sekali jatuh cinta dan mungkin cintanya telah habis bersama Dion. Apalagi sekarang dia memili
PERJUANGAN DION DI MULAI! PART 1 "Sudahlah Pak apalagi yang mau ditutupi? Toh ini kenyataan semalam aku yakin juga Aruna juga sakit. Tapi pertanyaannya apakah ada yang merawat atau tidak. Apakah kau merawatnya, Nak?" tanya Nyi Waluyo. Dion menganggukkan kepalanya. "Ya, Bu. Saya merawatnya dengan baik dan memang benar semalam Aruna sakit. Tenang saja, saya sudah memberinya pereda panas dan membuat bubur," jelas Dion. "Syukurlah kalau kau memang memiliki sedikit perhatian kepada Aruna. Sebenarnya bapaknya dari semalam juga sangat khawatir padanya, namun kau paham kan kadang seorang lelaki tidak bisa mengungkapkan rasa sayangnya. Tapi dia tak mau menunjukkan kekhawatirannya itu pada Aruna," ucap Nyi Waluyo. "Kau tahu sendirilah kadang lelaki itu memang memiliki titik egois dan rasa cemburu kepada anak perempuannya yang sedikit berlebihan" ujarnya. Baru setelah mendengar pernyataan dari Nyi Waluyo itu sekarang dia mengerti ke mana arah
MEMBUKA TABIR MASA LALU DI HADAPAN ORANG TUA ARUNA"Berani juga kau ke sini!" kata juragan Waluyo dari arah samping. Dion pun menoleh, dia melihat juragan Waluyo datang dengan menggunakan tongkatnya dan memakai pakaian hitam-hitam nampak sangat elegan dan wibawanya sangat keluar. Beda dengan tadi malam yang mungkin karena diliputi amarah yang besar sehingga tak menampakkan wibawa juragan Waluyo. Seketika jantung Dion berdetak kers, dia segera menyalami Juragan Waluyo meskipun merasa sedikit ngeri juga dengan penampilan juragan Waluya yang terkesan seperti dukun bagi Dion. Juragan Waluyo hanya menanggapi sekilas lalu duduk."Duduklah!" perintah juragan Waluyo. Dion pun duduk di berhadapan dengan juragan Waluyo."Ti! Narti! Buatkan minuman untuk tamu, Ti!" perintah Juragan Waluyo lagi."Nggeh Juragan!" sahut suara seorang wanita dari belakang."Sialan sepertinya memang Aruna bukan berasal dari keluarga sembarangan. Ini mungkin yang disebut dengan orang kaya tetapi hidup di desa, sungg
MENDATANGI JURAGAN WALUYO!Pagi harinya Aruna terbangun saat sinar matahari datang, masuk ke kamarnya melalui kelambu. Aruna langsung mengerjapkan matanya. Dia melihat ke arah bawah, ternyata Dion sedang memegangi tangannya tidur di kursi sofa yang di dekatkan pada tubuhnya. Sedangkan Bima berada di pelukannya. Aruna pun mulai beranjak untuk membuat sarapan untuk mereka, untung saja semalam Dion dengan gesit merawatnya. Kepalanya sudah tak pusing lagi."Aruna kau sudah bangun? Masih pusing? Bagaimana keadaanmu?" tanya Aruna."Aku sudah lumayan Baik, Pak Dion. Kau tak papa tidur dibawah begitu? Apa kau tak masuk angin nanti? Kau tidur di ruangan AC tanpa selimut. Kau baik-baik saja? Aku buatkan susu jahe ya," kata Aruna mulai khawatir. "Tenanglah, Aruna. Ini semua tidak sebanding dengan apa yang kau dan Bima sudah rasakan dulu. Aku tak masalah, jadi kau jangan khawatir," jawab Dion."Terima kasih ya, Pak Dion. Terima kasih kau sudah merawatku, berkat dirimu aku merasa jauh lebih ba
Aruna Sakit!"Ibu, Ibu dan Ayah baik tak apa-apa kan? Kalian akan bersama kan?" tanya Bima."Tidur yuk!" ajak Aruna pada Bima.Dion menoleh, dia melihat Aruna memperjuangkannya seperti ini, tiba-tiba perasaan bersalah dan menyesal bergelanyut di benaknya. Dulu dia meninggalkan Aruna dan salah paham kepadanya sampai bertahun-tahun akhirnya Aruna harus menyimpan semua kesakitan ini sendiri. Kerasnya hidup mengasuh Bima, hambatan yang dilakukan dan dirasakan hanya bisa dirasakan dengan juragan Waluyo. Orang yang seharusnya tak ikut bertanggung jawab dalam masalah ini. Itulah yang membuat dia menutupi kebodohannya sendiri yang sangat egois. "Apakah Eyang tak suka dengan Ayah Baik? Apakah Eyang akan melarang Ayah Baik ke sini?" tanya Bima."Tidak kok. Eyang tak marah," kata Aruna."Lalu kenapa tadi Eyang langsung pulang dan marah?" tanya Bima."Mungkin Eyang lelah. Maaf ya jika kau harus terbangun. Sekarang tidur ya, Nak," perintah Aruna sambil menggendongnya."Ayah Baik, ayok! Temani Bi
NYI WALUYO TURUN TANGAN!"Eyang, Apakah Eyang Kakung tahu jika Bima dan Ayah baik memiliki persamaan? Kami memiliki penyakit yang istimewa dan hanya diderita oleh orang-orang tertentu saja. Bukankah selama ini Eyang dan Ibu selalu panik pada perasaan yang dirasakan Bima dan kesakitan ini? Tetapi sekarang rasanya Ibu dan Eyang tidak perlu khawatir lagi, karena ada Ayah Baik yang akan menemani Bima. Kami seringkali meminum obat bersama, karena memang kami harus minum vitamin untuk menjaga dunia. Benar kan Ayah Baik?" tanya Bima sambil mengusap air mata Dion yang juga turut jatuh.Juragan Waluyo langsung terdiam mendengar pernyataan cucunya itu. Ya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika yang mengatakan hal seperti itu adalah Bima. Karena memang selama ini dia sangat mencintai Bima dan tidak ingin terjadi hal-hal mengerikan pada Bima."Eyang, kenapa Eyang harus marah-marah kepada Ayah Baik? Percayalah sungguh Ayah Baik ini adalah orang yang sangat baik sekali kepada Bima, juga pada Ibu