PEMBALASAN DENDAM!Aruna pun menganggukkan kepalanya. Mimik mukanya berubah menjadi serius, namun saat itu tubuhnya merespon lain karena sepertinya dia terlalu banyak meminum alkohol. Sehingga menyebabkan mual tak terhingga. Aruna berusaha menahannya agar tak muntah."Aku sebenarnya.....""Hueeekkkk," Aruna muntah.Otomatis Dion ingin menghindar namun terlambat. Aruna kadung memuntahkan air itu di baju milik Dion. Akhirnya Dion pun bisa menghela nafasnya panjang, dia menggelengkan kepalanya."Mengapa saat seperti ini kau harus muntah lagi, Aruna?" keluh Dion.Bukannya tanpa alasan karena dua kali Aruna muntah melihatnya. Pertama saat Aruna dulu masih menjadi seorang sekertaris Dion. Aruna selalu muntah saat melihatnya karena mungkin bawaan bayi, Bima. Sekarang Aruna muntah lagi karena banyak minum.Akhirnya dia meminta bantuan kak Cindy untuk menggantikan baju Aruna. Tak mungkin dia melakukan itu pada Aruna, tak gantle rasanya karena sama saja m
TAKDIR!"Oh syukurlah. Lalu di mana kamar mereka?" tanya Steven memancing Arumi."Di kamar VVIP lantai enam belas sayang," jawab Arumi tanpa curiga apapun.Steven tersenyum menganggukkan kepalanya. Dia sudah menemukan apa yang dia cari sekarang. Mereka segera pergi tidur.Pagi mulai datang, Aruna pun terbangun dari tidurnya karena alarm menyala dari ponsel di HP Aruna yang tergeletak di nakas. Aruna pun bangun, dia pun tersadar dan memikirkan beberapa hal yang sudah terjadi semalam. Aruna sangat ingat sebelum tidur dia hanya memakai kaos oblong dan celana panjang, namun sekarang dia menyadari bahwa dia sudah berganti baju, bahkan sudah tidur di kamar utama."Hah? Apa yang terjadi semalam," batin Aruna dalam hati.Dia mencoba mengingat-ingatnya kembali. Sekelebat bayangan kepingan ingatannya kembali, dia pun mengingat bahwa telah meminum alkohol milik Dion yang tergeletak di meja makan. Aruna sengaja melakukannya untuk mengumpulkan keberanian menanyakan semua perasaannya pada di Di
BAJIINGANNN!"Aruna, aku rela menggunakan seumur hidupku untuk menebusnya. Namun, apakah kau bisa memberi kesempatan satu kali lagi untuk mempertanggungjawabkan semua ini? Aaafkan aku yang tak pernah mengakui perasaanku kepadamu," ujar Dion.Aruna pun tak bisa menjawab, dia langsung terduduk di lantai dan menangis jadinya. Hanya luapan air mata bahagia, sedih, haru, tak percaya semua menjadi satu. Ini semua bagaikan mimpi yang menjadi nyata bagi Aruna. Sungguh akhirnya hari yang selama ini hanya ada dalam bayangannya terjadi juga. Hari dimana Dion mengakui perasaannya bahwa cinta milik Aruna tak bertepuk sebelah tangan saja.Dion segera berjalan menghampiri Aruna. Dia terduduk di depan Aruna sambil mengelus kepala wanita itu. Dion mendekap tubuh Aruna yang masih menangis, membiarkan wanita itu meluapkan semu rasa yang ada di hati dengan menangis. Memberikan Aruna kesempatan sendiri dalam dekapannya."Maaf ya, Aruna. Maaf karena aku keras kepala. Kita telah menyia-nyiakan banyak wakt
ARUNA PEMBUNUHNYA!"Sudah jelas kan? Aku memang menyukaimu, Aruna. Namun hari ini aku ingin mengatakannya dengan sungguh- sungguh. Bahwa aku...""BAJINGAN KAU!!!!!!" bentak seorang yang tiba- tiba merangsek masuk ke dalam kamar hotel milik mereka.Seorang lelaki masuk dengan wajah memerah. Lelaki itu tak lain adalah Steven, Aruna pun cukup terkejut. Dion apalagi, dia sama sekali tak mengenal lelaki itu. Cincin yang hendak di sematkannya kembali di masukkan dalam saku Dion. Dia segera maju beberapa langkah melindungi Aruna, sedangkan wanita itu berlindung di balik punggung Dion."Steven," gumam Aruna."Hey siapa kau? mengapa kau tiba-tiba datang? Kenapa kau bisa masuk seenaknya di kamarku! Hah? Siapa?" bentak Dion.Dion cukup panik, karena lelaki itu sudah mengumpat saat pertama kali menerobos masuk ke kamar hotel miliknya. Ini semua pasti ulah Kak Cindy yang pagi tadi keluar mengajak jalan- jalan Bima. Kak Cindy memang memiliki kebiasaan tak mengunci pintu karena alasan tak suka pri
KELUAR!"Jadi kau benar-benar adik Seruni?" tanya Aruna."Iya, kenapa? Apakah kau takut?" tantang Steven."Kenapa kau bilang Aruna yang mengatakan bahwa dia membunuhnya?" tanya Dion."Dengarkan semua penjelasanku! Setelah mengetahui kakakku sudah meninggal dunia, apakah kalian berpikir aku lantas diam saja? Tidak. Aku juga mencari beberapa orang yang selamat dari kecelakaan saat itu, aku ingin tahu apakah kakakku meninggalkan pesan di saat terakhirnya. Mereka bilang kakakku ke sana bersama dengan seorang gadis yang selalu di panggilnya dengan adik. Dia bernama Aruna, mereka da di dalam bus saat itu," jawab Steven."Awalnya kakakku bisa turun terlebih dahulu, namun gadis itu bertengkar dan mendorong kakakku. Akhirnya gadis itu turun lebih dahulu dan kakakku akhirnya meninggal dunia. Sekarang di hadapan Adik kandung Seruni dan arwah kakakku di surga, apakah kau berani menjawab, Aruna? Apakah kau yang telah mencelakai kakakku?" tanya Steven."Apakah kata Aruna itu kau?" sambungnya sambil
AKU TAK BUTUH MAAFMU!Arumi pun menganggukkan kepalanya mencoba mengerti sahabatnya itu sambil segera berdiri meninggalkan Aruna. Dia menutup pintu kamar hotel Aruna, dia segera mengejar Dion dan Steven yang masih terlihat di ujung lorong. Dia pun segera berlari ke arah Dion dan Steven."Berhenti! Berhenti kalian! BERHENTI!" teriak Arumi.Tepat saat Arumi berteriak, otomatis Dion dan Steven pun menoleh bersamaan. Mereka melihat Arumi yang datang tergesa- gesa menyusul mereka. Arumi menatap tajam ke arah Dion dan Steven secara bergantian."Sekarang siapa yang bisa memberitahuku dan menjelaskan sebenarnya apa yang terjadi dengan kalian semua? Mengapa sampai Aruna menangis seperti itu? Ada apa dengan Aruna?" bentak Arumi."Kenapa kau marah, Arumi? Hah? Apakah kau tak tahu bahwa selaama ini Aruna lah yang mencelakai kakakku itu!" bentak Steven."Kakakmu?" tanya Arumi."Iya, Kak Seruni! Ternyata Aruna lah yang membunuhnya," jelas Steven."Siapa yang berkata seperti itu? Hah? Apakah kau m
PEMBUKTIAN!"Bagaimanapun juga aku tidak akan memaafkan, Aruna!" sambungnya."Aku tidak butuh maafmu!" bentak Aruna."Aku tidak pernah menyakiti Kak Seruni! Apakah kau ingin tahu apa yang di katakan kak Seruni sebelum meninggal?" tantang Aruna."Apa yang dikatakan oleh kakakku?" tanya Steven mendekat."Baik, ikut aku ke kota Jakarta. Kita kembali, aku akan menjelaskan semuanya dan untuk menunjukkan padamu bagaimana kenyataan dan hasil pemeriksaannya. Aku akan memberitahumu semua apa yang di katakan oleh Kak Seruni sebelum meninggal," kata Aruna menjelaskan."Aruna! Tapi...""Tak memerlukan waktu lama, aku akan segera memberi tahu Pak Hendra akan melakukan kunjungan dinas luar kota urgent dan mendadak. Aku akan segera meminta tolong Hendi mengurus surat perintah kerja itu. Kau setuju kan Pak Dion? Bukankah kau juga penasaran?" kata Aruna memotong pembicaraan Dion."Bima?" tanya Dion."Gampang. Selama ini bukankah aku mengurusnya dengan baik? Jadi jangan khawatir. Aku pasti sudah memili
BAPAK- BAPAK PENOLONG! Tanpa mereka sadari Aruna keluar dari kamar mendengar dengungan orang bercakap. Maklum saja, itu adalah apartemen semi rumah susun bukanlah apartemen elit yang kedap suara. Jadi suara orang bercakap di Balkon bisa terdengar dari dalam. Aruna terkejut saat DIon mengatakan hal demikian."Apakah aku begitu hina?" batin Aruna dalam hati."Lalu, bagaimana jika Aruna memang terbukti melakukan itu pada Kakakku? Apakah yang akan kau lakukan?" tanya Steven. Dion terdiam sejenak mendengar semua ucapan Steven. Sedangkan Aruna pun sedang menyimak semua pembicaraannya. Dion melihat sekilas ke arah Steven."Aku tidak akan memaafkan orang yang benar- benar akan mencelakai Seruni," jawab Dion.'Deg' Aruna cukup kaget mendengar semua ucapan Dion. Dia tak mengira Dion akan sepicik itu. 'Tes' air matanya menetes, dia segera menghapus air mata yang jatuh di pipi dan memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya karena akan sakit hati jika masih terus di