MENYERAH?
"Apakah kau datang untuk minta maaf padanya?" tanya Bima pada Dion."Minta maaf? Minta maaf untuk apa?" sahut Dion keheranan."Sebentar apa yang Ibu katakan padamu?" sambung Dion pada putranya itu sambil memeluk Bima yang ada di pangkuannya."Dia tidak bilang apa -apa, namun aku bisa melihat bahwa Ibu sedang marah pada Ayah Baik. Ayah Baik apa yang harus kau lakukan? Simpel, bujuk saja Ibu. Pasti nanti Ibu akan luluh dan baik lagi. Memang Ibu harus di bujuk, di rayu, di sayang," kata Bima."Bima, kau ini sebenarnya umur berapa? Mengapa kau bisa memahami ibumu sampai sedetail itu," ledek Dion sambil mencubit hidung Bima."Tentu saja aku memahami Ibu dengan baik. Karena selama ini kami sering menghabiskan waktu bersama dan hanya berdua. Siapa lagi di dunia ini yang aku miliki jika tidak Ibu, begitupun Ibu padaku," jawab Bima sambil melihat tab yang sengaja di bukanya sejak tadi. Dia sedang menonton film iron Man kesukaannya. Dion terdiam menKESEPAKATAN."Aruna, ini terlalu kejam untuk Bima. Aku adalah lelaki yang sadar diri, bagaimana aku sebagai seorang Ayah tak baik untuk Bima, namun sayangnya Bima selalu memanggilku dengan pnggilan Ayah Baik. Aku baru datang setelah membiarkanmu dan Bima terlantar serta terlantar, apakah aku tega merebutnya? Aku punya hari nurani, Aruna. Lagi pula aku juga tidak tahu kau bisa hidup tanpa Bima. Dan sampai berapa lama aku bisa bertahan hidup di dunia ini. Aku tak pernah tahu juga seberapa lama usiaku bisa mendampingi Bima lagi," kata Dion sendiri."Apa maksudmu, Pak Dion?" tanya Aruna."Tidak," sahut Dion."Mengapa sampai harus mengadakan perjanjian notaris? Bukankah kita tak pernah menikah? Tak perlu sampai sedetails ini kan?" protes Aruna."Kenapa Hp mu pintar tapi otakmu tidak? Baca dulu kenapa perlu notaris," sahut Dion. Aruna terdiam dan mendengus kesal, namun dia masih membuka HP nya sambil mencari tahu mengapa harus melibatkan notaris. Sebelum memb
ANCAMAN SHEILA!Dia langsung masuk sambil memeluk Elbara. Lelaki itu masih terdiam tak menanggapi perbuatan Sheila. Dia mulai muak dengan wanita itu. Elbara sangat tahu Sheila lah yang membuat hubungannya dengan Elizabeth rusak."Sayang! Besok masih ada rapat, ayo kita pulang lebih awal," ajak Sheila melingkarkan tangannya di leher Elbara."Apa maksud unggahan videomu itu?" tanya Elbara dingin."Apa maksudmu? Unggahan video apa?" tanya Sheila berpura- pura tak tahu."Apakah kau yang bodoh ataukah aku yang menganggapmu bodoh?" tanya Elbara berdiri membuat Sheila hampir terjengkang ke belakang."Apakah sekarang aku perlu memanggil orang untuk mencari alamat IP itu? Kau sudah menyebarkannya! Kau lupa bahwa yang punya video itu hanya kamu, Sheila! Kau jangan berpura-pura bodoh dan lupa. Gila kau!" hardik Elbara."Aku sudah membayar mahal untuk menghapus itu dari semua sosial media dan kau sekarang menyebarkannya lagi?" kata Elbara membalik badan sambil menuding Sheila."A- aku aku begitu
IBU AYOK PERGI BERKEMAH!"Em, kalau begitu, apakah aku tetap tidak boleh pergi ke Bali? Ayolah, Sayang! Semua petinggi industri ini akan hadir di konferensi kesehatan itu. Aku pun juga ingin melihat dunia luar, tidak hanya di kaca kantor kota Jakarta," bujuk Sheila."Baiklah kalau begitu. Anggap saja kita sedang pergi liburan," jawab Elbara sambil mengusap lengan Sheila.Tak ada pilihan lain lagi bagi Elbara untuk saat ini dari pada Sheila selingkuhannya akan marah lagi dan melakukan hal lebih gila lagi. Elbara pun memeluknya, Sheila pun terlihat tersenyum bahagia bisa membujuk lelaki di dekapannya. Elbara tersenyum culas, karena tanpa Sheila sadari Elbara sedang merencanakan sesuatu yang tak pernah dia duga.Malam berlanjut hingga pagi, lagi Elbara terbuai hasrat nafsu birahi yang di tawarkan Sheila lagi. Di sisi lain, pagi hari di Bali, Aruna sangat bersemangat menghabiskan waktu bersama putranya lagi. Namun berbeda dengan Aruna, justru Bima terlihat tak antusias. Mereka keluar ka
KARMA KANDARA BEACH BALI!"Arumi," panggil Aruna."Hm," sahut Arumi."Kapan Bima bilang padamu?" tanya Aruna tambah curiga.Bukannya apa- apa, ada banyak alasan yang membuat Aruna curiga dengan semua alasan sahabatnya yang terkesan di buat- buat dan tak masuk akal ini. Bukannya dia tak percaya dengan semua perkataan Arumi, justri sandiwara dan kejutan Arumi ini sangat tertata dan khas. Layaknya seorang yanag di kenal baik oleh Aruna, namun Aruna tak ingin langsung menyalahkannya. Dia masih mencoba berpikir positif, belum sampai Arumi menjawab pertanyaannya, Bima sudah berteriak minta segera berangkat. Dia bahkan merengek dan menggeret lengan Aruna."Ibu ayo segera berangkat! Aku ingin pergi berkemah! Ayo kita berkemah!" aja Bima berteriak."Ibu! Ibu ayo!" pekiknya lagi."Baiklah. Aku akan mencoba maklum untuk kali ini sambil berdoa agar apa yang aku pikirkan tidak lah menjadi nyata. Aku akan coba mengerti dan menikmati semuanya, lagi pula kita juga libur hari ini. Jadi kita pergi ber
SIAPA YANG MENYIAPKAN SEMUA INI, ARUMI?"Tenang saja, Bu! Kami di bawah sudah menyediakan sediri dengan lengkap," jelas sopir itu."Bahkan ada petugasnya sendiri di sana," sambungnya."Benarkah?" tanya Aruna."Benar, Bu! Semua sudah include paket. Saya jamin anak- anak pasti senang karena bisa mencoba aktivitas baru selama masa liburan. Mulai dari tenda, sleeping bag, kompor portable, senter, dan sebagainya," jawab sopir itu. Aruna menganggukkan kepalanya."Selamat datang Ibu Aruna dan Bima," sapa seorang wanita keluar dari lift samping hotel membawa air kelapa muda dan bunga."Asikkk! Ibu kita kan berkemah tapi mewah sekali," pekik Bima kegirangan."Silahkan, kita akan segera turun ke bawah. Mari," ajak wanita itu."Saya akan menjelaskan sedikit tentang manfaat kemah untuk anak sangat baik karena dapat melatih kemandirian dan kemampuan anak beradaptasi dengan lingkungan, nanti di dekat bibir pantai Ibu dan Bima bisa menikmati beberapa fasilitas di pantai juga. Seperti bermain Kano da
KEBETULAN LAGI?"Oh iya, Aruna! Maaf ya, aku masih ada urusan jadi kalian bermainlah! Aku tutup ya! Have fun! Bye! Bye," ujar Arumi sambil ingin mematikan telponnya."Arumi," panggil Aruna."Siapa yang menyiapkan semua ini? Jujurlah!" perintah Aruna. Arumi pun merutuki kebodohannya sendiri. Mengapa kurang koordinasi."Ibu ada apa?" tanya Bima heran melihat nya yang terdiam."Ibu merasa ada yang aneh. Tapi ya sudahlah ayo kita segera dirikan kemah saja!" jawab Aruna."Ayo!" sahut Bima kegirangan.Mereka pun bermain dengan senang. Bima juga terlihat tampak riang, Aruna membiarkan dulu putranya bermain pasir pantai yang memang putih dan bersih. Aruna menghirup udara segar sebanyak- banyaknya sebelum harus menghadapi rutinitas besok.Di sisi pantai sebelah kanan, Dion nampang berjalan bersama seseorang lelaki. Mereka nampak mengobrolkan tentang investasi sebuah beach club di sana. Dion memang ingin mencoba dan merambah bisnis segala bidang sebelum pensiun nanti."Pak Dion, rasanya meman
HARGA SEBUAH SENYUMAN BIMA"Wah Pak Dion, maafa ya! Saya tidak tahu jika anak dan istri Pak Dion melakukan camping di sini. Jika saya tahu pasti akan saya upgrade fasilitannya. Bagaimana bisa membiarkan istri dan anaknya membangun tenda sendirian? Tunggu, saya akan segera memanggil orang. Kalian istirahat saja di resto," perintah Hagi panik."Pak! Tidak! Tidak," tolak Aruna."Bapak tidak perlu melakukan ini. Kami bukanlah orang yang mau semua serba tersedia. Kami bisa melakukan ini sendiri," cegah Aruna."Jadi jangan khawatirkan kami. Silahkan, kalau kalian ingin melanjutkan pembicaraan masalah pekerjaan lagi," sambung Aruna."Bima!" panggil Aruna."Ayok sini, Nak. Jangan mengganggu," perintah Aruna. Bima menggelengkan kepalanya lemah."Bima ayo sini! Jangan mengganggu," sambung Aruna."Tenanglah, Aruna. Kami sudah selesai kok bicaranya. Lagi pula aku tidak sibuk. Aku sudah menyelesaikan pembicaraanku dan Pak Hagi. Jadi kau tak perlu begitu. Bukankah pembicaraan kita sudah selesai Pak
AKANKAH SEMUA MASIH SAMA SAAT KAU KEMBALI KE JAKARTA, PAK DION?"Kau tidak perlu memapahku," kata Aruna dengan posisi Dion menindihnya. Dion membiarkan Aruna berdiri sendiri, namun dia kesulitan dan tidak bisa berdiri. "Ayok! Sini!" perintah Dion mengulurkan tangannya.Akhirnya mau tak mau, Aruna pun menerima uluran tangan Dion. Setelah berdiri Aruna pun melengos dan menepis tangan Dion. Dion hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum penuh arti."Ibu! Lihatlah aku!" perintah Bima sambil duduk di kursi lipat itu."Nah! Aku tidak jatuh kan? Mengapa Ibu bisa jatuh?" tanya Bima."Kenapa kau melihatku seperti itu, Pak Dion?" tanya Aruna."Tidak aku hanya merasa lucu saja. Benar kata Bima mengapa kau bisa jatuh? Lucu sekali," jawab Dion."Tidak lucu!" ucap Aruna."Lucu kok! Bukatinya kami tertawa," sahut Dion."Tidak lucu!" sanggah Aruna."Lucu, Ibu! Ibu jatuh karena terlalu berat badannya," ledek Bima."Hahahha, sudah jangan menggoda Ibumu, Bima. Lihat kalau dia marah menakutkan sep