MENIKAHLAH DENGAN ARUNA, RENDI!"Kau jangan keceplosan, kau jangan mengatakan apapun tentang Ayah Baik di hadapan Eyang Kakung dan Eyang putrimu," jawab Aruna."Kenapa memangnya, Bu?" tanya Bima."Kau masih ingin bertemu dengan Ayah Baikmu kan?" tanya Aruna. Bima pun menganggukkan kepalanya. Karena dia memang masih menginginkan bertemu dengan Dion, karena menurutnya memang itu adalah ayahnya. Jadi wajar saja jika dia ingin bertemu dengannya apalagi selama ini Ayah Baiknya sangat memanjakannya. Bahkan apapun yang diinginkannya pasti akan diberikan tanpa banyak bertanya atau cerewet seperti ibunya. Itulah yang membuat Bima lebih senang jika menghabiskan waktu bersama ayah baiknya itu."Nah jika nanti Eyang Putri tahu tentang Ayah Baik, rasanya mereka akan marah," gumam Aruna."Marah? Marah kenapa, Bu?" tanya Bima."Ya, tentu marah. Karena Ayah baik kan belum berkenalan dengan Eyang Putri dan Eyang Kakung," jawab Aruna."Mengapa mereka tak berkenalan, Bu?" tanya Bima. "Itu karena Ayah
BUKAN KEMEWAHAN TAPI ANAK YANG HIDUP BAHAGIA!"Tidak, Pakde! Tidak, Bima hanya mengada-ngada saja...""Bohong! Ayah Rendi bohong, Eyang. Kemarin kakak Selly sendiri yang mengatakan jika dia akan menikah dengan Ayah Rendi!" teriak Bima memprotesnya."Tuh kan iya kan! Mas Rendi sekarang punya pacar kan! Sungguh aku tak menyangka Mas Rendi bisa seperti itu, bahkan saat Mas Rendi punya pacar tak mau jujur dan mengatakan padaku lebih dulu. Kejam sekali rasanya," kata Aruna merajuk.Rendi hanya menggarukkan kepalanya saja. Percuma saja dia menjelaskan kepada Aruna jika tidak mempertemukannya langsung dengan Selly. Mereka pun makan bersama, setelah itu juragan Waluyo mengajak Rendi untuk sekedar berbincang di luar, mereka memilih taman perumahan. Karena karena juragan Waluyo ingin merokok."Pakde sebaiknya pakde kurang-kurangi lah merokok Pakde, kan sudah tua. Bukannya apa-apa harga rokok itu tak seberapa, Pakde. Justru Rendi begini karena Rendi sayang dengan Pakde. Ingat Pakde, merokok itu
IBU AKU MERINDUKAN AYAH BAIK"Bapak tenang saja, percayalah pada Aruna. Semoga Aruna memang benar-benar memiliki rencana dan tujuan lain dalam hidupnya. Apa yang bisa kita lakukan selain mendukung keputusannya dan mendoakan agar itu yang terbaik, Pakde? Kita tak berhak untuk menuntut Aruna menjadi apa dan seperti apa yang kita mau, Pakde. Biarkan Aruna menentukan sendiri jalan hidup dan takdirnya seperti apa," kata Rendi mengakhiri."Apakah itu artinya kau tahu siapa lelaki itu, Le?" tanya Juragan Waluyo.Rendi terdiam, dia tak bisa menjawab ucapan lelaki setengah baya itu. Dia menghela nafas begitu panjang dan berat. Tanda bahwa dia tak bisa mengatakannya. Juragan Waluyo pun hanya tersenyum dan menghormati keputusan lelaki itu."Tak apa, tak masalah. Pakde hormati semua keputusanmu," ucapnya."Ayah Rendi!" teriak Bima yang menyusul mereka dari belakang."Ah, syukurlah ada Bima," batin Rendi dalam hati.Mereka semua menoleh ke belakang. Nampak bocah lucu itu berlari ke arah mereka,
BIMA CEMBURU"Apakah kita harus pergi ke playground bersama atau kita harus di rumah saja tidur berguling-guling sambil menonton film?" usul Aruna. Bima menggelengkan kepalanya."Ibu aku merindukan Ayah Baik, bolehkah aku sekedar menelponnya? Hanya itu permintaan Bima," jawabnya.Aruna hanya menghela nafasnya panjang, dia menatap wajah Bima. Wajah yang memang menduplikat seratus persen wajah Dion, bahkan dirinya hanya kebagian wataknya saja sedikit. Semua yanga da dalam Bima adalah Dion, seolah Tuhan hendak menunjukkan bahwa Bima adalah anak Dion yang tak bisa di sangkal.Sebagai seorang Ibu, Aruna sadar jika Bima tak harusnya terlibat dalam pertengkarannya dengan Dion. Dia tak mungkin menghalangi anaknya untuk bertemu dengan sang Bapak. Rasanya akan egois sekali jika dia melakukan itu, karena dia sadar yang bermasalah di sini dirinya dan Dion sedangkan Bima adalah anak yang tak tahu apa-apa. Aruna tersenyum dan mengelus kepala Bima."Baiklah Ibu akan menelponkannya untukmu. Tapi Ib
KESEMPATAN KEDUA RENDI"Bima kau dengan sendiri kan dari Ayah Rendi? Ayah Rendy ingin berbicara dengan Ibu. Bolehkah ibu keluar sebentar?" tanya Aruna."Kau bisa melihat film dulu di kamar sendiri kan? Kau tak papa kan?" tanya Aruna lagi memastikan. Bima pun menganggukkan kepalanya, Aruna segera berjalan menuju balkon kamar sambil terus mengawasi Bima. Dia tersenyum ke arah Bima sekarang memastikan bahwa dia baik- baik saja."Apakah kau sudah sendiri sekarang?" tanya Rendi."Iya sudah, Mas. Sekarang katakanlah, apa hal yang penting itu? Apa yang salah dengan Bima, Mas? Kondisi Bima baik- baik saja kan?" cerca Aruna dengan paniknya."Hah? Bima? Memang ada apa dengan Bima? sahut Rendi bingung."Loh kan Mas Rendi sendiri tadi yang bilang bahwa ada yang penting, bukankah itu berkitan dengan Bima? Apalagi yang penting di dunia ini bagiku jika bukan Bima, Mas? Rasanya tak ada," ujar Aruna."Bukan Aruna, bukan itu. Aku hanya ingin menanyakan sesuatu tentangmu," ucap Rendi."Sesuatu? Tenta
RENDI MENCOBA MENGUNGKAPKAN PERASAANNYA"Terima kasih kau dan sudah benar-benar berakhir," kata Rendi."Hah? Apa maksudmu, Mas?" tanya Aruna heran dengan ucapan Rendi."Ah, tidak! Aku salah merangkai kata saja, maksudku untuk kali ini apakah kau akan berakhir dengan Pak Dion?" tanya Rendi.Aruna menghela nafasnya panjang. Dia terduduk di kursi balkon kamarnya yang memang sengaja di siapkannya untuk menikmati waktu me time nya sendiri. Aruna menghirup kopinya perlahan. Rendi duduk di samping Aruna."Iya, Mas. Kali ini aku benar-benar sudah berakhir, Mas. Aku lelah," gumam Aruna."Jujur saja, aku memang agak sedih awalnya. Namun aku akan mencari cara untuk bertahan. Bagaimana pun juga ada begitu banyak dan hal penting dalam hidupku ini bukan hanya sekedar tentang cinta saja. Bagiku sekarang cinta bukanlah segalanya atau pun prioritas lagi dalam hidupku," jawab Aruna."Aku mendengar semua ucapan mu itu seperti perkataan yang bagus, Aruna! Aku rasanya kembali senang karena Aruna yang sel
PRAHARA CINTA!"Apakah kau tak sadar semua yang kau katakan itu, kriteria lelaki idamanmu, semua ada pada diriku. Bukankah aku sosok laki-laki yang bisa menjadi pasangnmu? Kenapa kau harus mencari lagi? Bukankah pria yang kau cari selama ini ada di hadapanmu?" tanya Rendy dengan wajah yang serius."Ck! Mas Rendi, apakah kau mau aku siram dengan air kopi ini! Mengapa kau begitu tega menggodaku seperti itu. Apakah kau tak sadar jika adikmu ini benar- benar sakit hati dan galau karena baru saja patah hati? Kau tega menggodaku begini," protes Aruna. "Hahaha," sahut Rendi tersenyum kecut sambil berbalik arah dan tersenyum getir.Rendi menghela nafasnya panjang, dia menyadari sekarang bahwa dia benar- benar tak memiliki kesan lain selain kakak. Rendi menghela nafasnya panjang sambil mencengkram pagar besi yang ada di sekitar balkon taman milik Aruna."Aruna," panggil Rendi."Ya," jawab Aruna."Bagaimana jika aku serius dengan semua ucapanku tadi?" tanya Rendi."Maksudnya?" sahut Aruna men
USAHA DION MERAYU ARUNA!Di sisi lain, sekarang sekertaris Arumi mendatangi ruangan kerjanya sambil membawa tabel kegiatan hari ini serta jadwal pekerjaan Arumi untuk seminggu ke depan. Dia memang sekarang memutuskan mencari satu sekertaris sekaligus personal asistennya, untuk memudahkan nya dalam bekerja."Bu Arumi, Pak Surya dari PT. Gudang Gula, ingin mengajak Anda makan malam, katanya dia ingin membahas masalah pekerjaan- pekerjaan. Apakah Ibu Arumi bersedia bertemu dengannya? Jika memang iya saya akan mengosongkan jadwal untuk Ibu di malam ini karena kebetulan ada satu jadwal yang kosong," kata sekertarisnya."Ck! Alasan klasik, beberapa kali kami bertemu dengannya tapi apa yang bisa aku lakukan? Setiap kali makan dengannya aku sama sekali tak pernah berbicara pekerjaan dengannya dia selalu membahas dirinya dan harta- hartanya. Banyak omong dan membual! Membuatku muak," ujar Arumi.'Ting' satu pesan masuk di HP Arumi, dia melihat sekilas siapa yang mengirim pesan padanya. Tak l