BIMA CEMBURU"Apakah kita harus pergi ke playground bersama atau kita harus di rumah saja tidur berguling-guling sambil menonton film?" usul Aruna. Bima menggelengkan kepalanya."Ibu aku merindukan Ayah Baik, bolehkah aku sekedar menelponnya? Hanya itu permintaan Bima," jawabnya.Aruna hanya menghela nafasnya panjang, dia menatap wajah Bima. Wajah yang memang menduplikat seratus persen wajah Dion, bahkan dirinya hanya kebagian wataknya saja sedikit. Semua yanga da dalam Bima adalah Dion, seolah Tuhan hendak menunjukkan bahwa Bima adalah anak Dion yang tak bisa di sangkal.Sebagai seorang Ibu, Aruna sadar jika Bima tak harusnya terlibat dalam pertengkarannya dengan Dion. Dia tak mungkin menghalangi anaknya untuk bertemu dengan sang Bapak. Rasanya akan egois sekali jika dia melakukan itu, karena dia sadar yang bermasalah di sini dirinya dan Dion sedangkan Bima adalah anak yang tak tahu apa-apa. Aruna tersenyum dan mengelus kepala Bima."Baiklah Ibu akan menelponkannya untukmu. Tapi Ib
KESEMPATAN KEDUA RENDI"Bima kau dengan sendiri kan dari Ayah Rendi? Ayah Rendy ingin berbicara dengan Ibu. Bolehkah ibu keluar sebentar?" tanya Aruna."Kau bisa melihat film dulu di kamar sendiri kan? Kau tak papa kan?" tanya Aruna lagi memastikan. Bima pun menganggukkan kepalanya, Aruna segera berjalan menuju balkon kamar sambil terus mengawasi Bima. Dia tersenyum ke arah Bima sekarang memastikan bahwa dia baik- baik saja."Apakah kau sudah sendiri sekarang?" tanya Rendi."Iya sudah, Mas. Sekarang katakanlah, apa hal yang penting itu? Apa yang salah dengan Bima, Mas? Kondisi Bima baik- baik saja kan?" cerca Aruna dengan paniknya."Hah? Bima? Memang ada apa dengan Bima? sahut Rendi bingung."Loh kan Mas Rendi sendiri tadi yang bilang bahwa ada yang penting, bukankah itu berkitan dengan Bima? Apalagi yang penting di dunia ini bagiku jika bukan Bima, Mas? Rasanya tak ada," ujar Aruna."Bukan Aruna, bukan itu. Aku hanya ingin menanyakan sesuatu tentangmu," ucap Rendi."Sesuatu? Tenta
RENDI MENCOBA MENGUNGKAPKAN PERASAANNYA"Terima kasih kau dan sudah benar-benar berakhir," kata Rendi."Hah? Apa maksudmu, Mas?" tanya Aruna heran dengan ucapan Rendi."Ah, tidak! Aku salah merangkai kata saja, maksudku untuk kali ini apakah kau akan berakhir dengan Pak Dion?" tanya Rendi.Aruna menghela nafasnya panjang. Dia terduduk di kursi balkon kamarnya yang memang sengaja di siapkannya untuk menikmati waktu me time nya sendiri. Aruna menghirup kopinya perlahan. Rendi duduk di samping Aruna."Iya, Mas. Kali ini aku benar-benar sudah berakhir, Mas. Aku lelah," gumam Aruna."Jujur saja, aku memang agak sedih awalnya. Namun aku akan mencari cara untuk bertahan. Bagaimana pun juga ada begitu banyak dan hal penting dalam hidupku ini bukan hanya sekedar tentang cinta saja. Bagiku sekarang cinta bukanlah segalanya atau pun prioritas lagi dalam hidupku," jawab Aruna."Aku mendengar semua ucapan mu itu seperti perkataan yang bagus, Aruna! Aku rasanya kembali senang karena Aruna yang sel
PRAHARA CINTA!"Apakah kau tak sadar semua yang kau katakan itu, kriteria lelaki idamanmu, semua ada pada diriku. Bukankah aku sosok laki-laki yang bisa menjadi pasangnmu? Kenapa kau harus mencari lagi? Bukankah pria yang kau cari selama ini ada di hadapanmu?" tanya Rendy dengan wajah yang serius."Ck! Mas Rendi, apakah kau mau aku siram dengan air kopi ini! Mengapa kau begitu tega menggodaku seperti itu. Apakah kau tak sadar jika adikmu ini benar- benar sakit hati dan galau karena baru saja patah hati? Kau tega menggodaku begini," protes Aruna. "Hahaha," sahut Rendi tersenyum kecut sambil berbalik arah dan tersenyum getir.Rendi menghela nafasnya panjang, dia menyadari sekarang bahwa dia benar- benar tak memiliki kesan lain selain kakak. Rendi menghela nafasnya panjang sambil mencengkram pagar besi yang ada di sekitar balkon taman milik Aruna."Aruna," panggil Rendi."Ya," jawab Aruna."Bagaimana jika aku serius dengan semua ucapanku tadi?" tanya Rendi."Maksudnya?" sahut Aruna men
USAHA DION MERAYU ARUNA!Di sisi lain, sekarang sekertaris Arumi mendatangi ruangan kerjanya sambil membawa tabel kegiatan hari ini serta jadwal pekerjaan Arumi untuk seminggu ke depan. Dia memang sekarang memutuskan mencari satu sekertaris sekaligus personal asistennya, untuk memudahkan nya dalam bekerja."Bu Arumi, Pak Surya dari PT. Gudang Gula, ingin mengajak Anda makan malam, katanya dia ingin membahas masalah pekerjaan- pekerjaan. Apakah Ibu Arumi bersedia bertemu dengannya? Jika memang iya saya akan mengosongkan jadwal untuk Ibu di malam ini karena kebetulan ada satu jadwal yang kosong," kata sekertarisnya."Ck! Alasan klasik, beberapa kali kami bertemu dengannya tapi apa yang bisa aku lakukan? Setiap kali makan dengannya aku sama sekali tak pernah berbicara pekerjaan dengannya dia selalu membahas dirinya dan harta- hartanya. Banyak omong dan membual! Membuatku muak," ujar Arumi.'Ting' satu pesan masuk di HP Arumi, dia melihat sekilas siapa yang mengirim pesan padanya. Tak l
SEMALAM BERSAMA TUAN PRESDIR![Aruna, apakah kau sibuk malam nanti? Bagaimana kalau kita dinner keluarga bertiga, kau, aku, dan anak kita.]Lagi, Aruna tak membalas pesan Dion. Dia justru tiba-tiba ikut les olahraga tinju, entah mengapa dia berpikir untuk memerlukan olahraga ini. Dion hanya bisa terdiam, percuma sekarang sepertinya membujuk Aruna dengan chat WA. Aruna benar-benar marah kali ini, dia bingung ketika orang sudah mendiamkannya. Padahal biasanya dia cerewet sekali untuk mengingatkan ada rasa kehilangan yang dirasakan oleh Dion.Sangking frustasinya Dion sampai browsing hal-hal yang menurutnya konyol, dia mencari tahu di internet apa yang harus dilakukan ketika pacar marah. Padahal seperti itu tak akan pernah dia lakukan, rasanya jika bukan Aruna dan kepepet oleh keadaan ini Dion tak akan melakukannya."Sebenarnya hubunganku apa ya dengan Aruna? Apakah aku harus mengetik mantan istri? Tapi kami belum menikah. Atau apa ya?" batin Dion dalam hati. Tak lama
TUAN PRESDIR GILA!"Hendi bilang ada film kartun baru bagus yang baru lounching malam ini," sambungnya."Baik aku sudah lama tidak menonton bioskop," jawab Bima."Ibu! Bolehkah kita pergi setelah selesai makan?" tanya Bima.Dion mendekati Aruna perlahan dengan memanfaatkan Bima seperti saran Hendi. Suka atau tidak, meskipun bukan tipikalnya berbuat seperti ini namun Dion rela melakukannya ketika Aruna marah, kecewa, dan bersikap diam. Meskipun Aruna menunjukkan sikap marah, Dion sadar semakin dia bisa menyebabkan kekesalannya bertambah karena merasa diabaikan. Sebab itu, dekati dia secara perlahan namun pasti untuk bisa meluluhkan hati perempuan yang sudah kecewa. "Ya baiklah, kau boleh pergi dengan Ayah Baik tapi selesaikan makanmu," jawab Aruna dengan santainya.Tentu saja hal itu membuat Bima tersenyum penuh arti dan saling berpandangan pada Dion. Tanpa sepengetahuan Aruna, Bima dan Dion melakukan tos di bawah meja. Aruna memandang dengan heran sambil menggelengkan kepalanya."A
Aruna Kencan Dengan Siapa"Arumi," panggil Steven."Aku merindukanmu," ujar Steven lagi."Berhenti di sana! Jaga jarak denganku dan katakan!" perintah Arumi."Bulshit! Kalau memang benar apa yang kau katakan itu, sekarang aku tanya, kenapa kau tidak mengangkat teleponku dan membalas pesanku? Hah?" bentak Arumi dengan emosi."Aku salah mengira kak Aruna yang membunuh Kakak kandungku, Seruni. Saat aku ingin menghubungimu lagi, aku bingung. Aku takut hubunganmu dan Kak Aruna memburuk karena ku, seperti nasib hubungan Pak Dion dengan Kak Aruna yang makin memburuk juga akibat rasa egoisku! Aku hanya tidak tahu harus bagaimana di hidupku, Arumi. Jadi aku memilih untuk diam," jelas Steven."Hah! Kau ini lucu sekali. Bukankah masalah Kak Seruni itu urusanmu dan Kak Aruna? Kenapa kau melibatkan aku? Ini masalah kalian!" sanggah Arumi."Aku hanya takut jika masalah ini tidak selesai, Arumi," ujar Steven."Halah basi. Semua hanya alasanmu saja. Kau harusnya tahu bahwa aku tak akan meminta putus