Ternyata komunikasi sewaktu matahari terbit bisa dilalui dengan mudah.
Sebenarnya cukup aneh. Maksudku, si kacung berubah lagi. Dia kelihatan takut, lalu gagap, tidak yakin apa yang harus dikatakan, tetapi barangkali dia dan Dalton sudah berunding membahas hal tertentu, sehingga mereka punya rencana untuk dikatakan dalam jalur komunikasi. Sayangnya, si kacung terlihat begitu aneh seolah dia tidak yakin ingin membantu kami lagi.
Setelah si kacung melapor ke jalur komunikasi bahwa semua orang sedang bersiap, dan si pemimpin mengambil kayu bakar, komunikasi berhenti.
Aku dan Reila kembali ke tempat mereka setelah mengemas barang-barang di kubangan tanah, mendapati tiga orang masih tertidur. Jadi, Reila mengangkatnya dengan kemampuan. Tak ada yang berbeda antara angin yang mengangkatnya atau kemampuan Reila, tetapi setidaknya, beban kemampuanku berkurang.
Ketika itulah, si kacung, dengan suara bergetar mulai menggerakkan mulut.
“J-Jika perjanjian
Badai berlangsung tidak lebih dari setengah jam.Reila hampir menutupi seluruh tubuhku, jadi bagian tubuhku hanya sedikit basah. Masalah utamanya: Dalton hangus dan basah. Si kacung juga basah. Hujan menerpa kantung tidur yang menyelimutinya, dan dia bersin.Dalton terbangun ketika badai mulai reda.Kabar baiknya: dia tidak terlalu terluka. Ternyata Dalton sudah melapisi diri dengan kemampuan medan magnetnya—dengan asumsi sandera yang terikat bisa menyerangnya. Persiapannya cukup matang, tidak hanya sekadar mengancam, jadi dia hanya pingsan karena efek ledakan sangat dekat. Permukaan tanah yang tiba-tiba turun juga menyelamatkannya dari efek langsung jarak dekat—terutama ketika aku juga membantunya sedikit terlontar ke udara dengan tanah.Reila langsung membantu Dalton meneguk empon-empon. Kurang lebih, Dalton segera pulih tanpa jeda. Dia memang tidak terlalu terluka. Hanya syok.Aku juga sudah menghabiskan semua pisang—sebagai ga
Akhirnya, Berlin menjelaskan semua alat yang kami rampas.Reila memang bilang padaku kalau Berlin tidak menjelaskan fungsi semua alat yang mereka tanyakan ketika di pos sebelumnya. Kali ini, dia benar-benar bisa menjelaskan semuanya—isi satu ransel kami.“Kau keberatan kami tetap mengikatmu?” tanyaku, sebelum bertanya.“Tidak.”“Bagus. Kami tidak punya pilihan lain.”Penjelasan dimulai, dan penjelasan awalnya saja sebenarnya sudah cukup mencengangkan. Dia bilang tentang kondisi kematian.“Setiap orang juga harus menyimpan pil di balik gusinya. Pil dosis tinggi. Aku pernah lihat rekanku tewas terpaksa menenggak pil itu. Dia langsung kejang-kejang, sangat lama, benar-benar menyiksa, lalu berbusa—”“Cukup,” aku menghentikannya. “Kau punya pil itu?”“Ada di barang yang kalian rampas.”“Maksudku, di gusimu.”&ldq
Kami menempuh tiga jam perjalanan sampai bertemu Jenderal dan Nadir.Tentunya setelah melewati beragam medan terjal—yang kurang lebih tanpa istirahat. Maksudku, kami sempat beristirahat beberapa kali, tetapi tak terlalu lama. Hanya untuk menarik napas. Sebagian perjalanan juga kami tempuh dengan lari—meski yang sering terjadi adalah Dalton di belakang bersama Berlin, sementara aku lebih dulu dengan Reila. Aku tidak ingin terlalu peduli dengan sandera kami—sejak ledakan itu terjadi dan kami kehilangan tiga orang, itu sudah tanda kegagalan kami dalam misi ini. Berlin hanya kacung. Baru kusadari dia tidak membawa informasi sepenting tiga orang lain yang jelas lebih berpengalaman dalam tugasnya.Bukan maksudku meremehkan Berlin—barangkali ada yang perlu diambil dari pengetahuan Berlin, tetapi fokus utamaku sekarang bukan membawanya agar bisa diinterogasi Padang Anushka. Berlin bilang komunikasi akan terputus apabila bos regu inti mereka sudah menget
Titik Padang Anushka ada di ujung hutan.Aku tidak yakin menyebut tempat ini ujung hutan karena pada dasarnya ada hutan setelah hutan. Hanya saja, nuansa hutannya sedikit lebih berbeda karena area sudah keluar dari perbukitan. Hanya ada tanah rata dan pepohonan liar yang mulai semakin raksasa. Alam liar dipenuhi pohon raksasa—barangkali dua kali lipat lebih besar dari pohon-pohon Padang Anushka. Suasananya juga hening. Bila memang terdengar suara, biasanya itu dari hewan liar, dan itu sinyal terbaik bagi kami untuk mengangkat senjata. Coba saja tidak memegang senjata setelah mendengar suara-suara aneh—kau pasti mati dalam hitungan detik.Jadi, titik Padang Anushka yang ini barangkali ada di kaki bukit. Tak terlalu banyak pohon di sekitar kami. Hanya ada beberapa pohon. Kesannya tidak terlalu mencekam, dan karena kami tiba saat tengah hari, suasananya hanya normal.Sudah hampir satu jam kami menunggu.Hingga akhirnya tanda-tanda kemunculan Pada
Hal berbeda di misi kali ini, adalah kami—aku dan Reila—tidak berakhir di klinik. Kami berakhir di gerhaku dengan pengawasan penuh Isha dan Tara.Maksud pengawasan penuh di sini, adalah Isha dan Tara berjaga di gerhaku. Kabar baiknya, yang mereka awasi bukan aku. Aku lolos dari pemeriksaan, tak ada masalah apa pun. Yang harus kulakukan hanya istirahat hingga malam tiba. Rapat Dewan dimulai nanti malam dengan topik utama laporan misi. Intinya, aku bukan objek pengawasan Isha dan Tara. Yang mereka awasi, tidak lain tidak bukan adalah Reila. Alasannya hanya satu: aku membocorkan kalau Reila sempat panas dingin di alam liar. Tentu Reila langsung berang, melotot seolah punya niat membunuhku dengan setumpuk cabai di makan malam, tetapi dia tidak protes ketika Isha mulai memeriksa dan menanyainya macam-macam.Kabar buruknya, aku tidak bisa keluar kamar. Terlalu banyak cewek. Lavi juga di ruang tengah setelah menyelesaikan urusannya dengan kandidat baru. Isha dan L
Sebenarnya aku ingin tahu soal kandidat baru terlebih dahulu, tetapi kalau dipikir-pikir harusnya bahasan itu sudah dilakukan saat mereka tiba.Aku tidak terlalu basa-basi, jadi langsung kulaporkan semua yang terjadi di pos hutan—bagaimana kami sampai di sana, perhitungan waktu ketika kami tiba dan menetap di sana, sampai komunikasiku dengan Lavi, setidaknya laporanku bisa diterima dengan baik saat aku mulai menginjak soal gubuk hutan.“Tunggu,” sela Jesse. “Boleh aku tanya sesuatu?”“Ya.”“Apa kau tahu kalau titik Padang Anushka bakal berubah lebih cepat?”“Tidak.” Aku menggeleng. “Kau tahu, Jesse, medannya sangat terjal. Dan hujan turun, tidak terlalu deras, tapi mempengaruhi medan. Aku yakin tidak semua kandidat baru sudah terbiasa dengan alam liar. Kalau mau mengandalkan kecepatan mereka, pasti butuh lebih dari dua jam hanya untuk sampai.”“Tapi kau meman
Aku mengucapkannya sangat jelas: “Itu jantung monster.”Rapat Dewan hening seketika.Semua orang menatapku. Jesse—jarinya sedang memegang penutup kaca, tiba-tiba ragu. Dia mengangkat jarinya, lalu mulai bertanya lagi. “Apa katamu?”“Jantung monster.”Dalam sekejap, Rapat Dewan berhamburan. Semua kapten dan wakil kapten langsung beranjak dari kursi, mundur beberapa langkah dari tempat awal—Jesse bahkan sampai melompat mundur, menabrak meja Kara. Nuel menjerit, langsung bersembunyi di bawah meja. Haswin dan Yasha melompat mundur bersamaan, dan Haswin menggumamkan kata-kata dengan cepat. “Oke, oke. Sepertinya kali ini ahli roh kita lumayan sinting. Dia bawa jantung monster seperti artefak.” Yasha juga bilang, “Dia penyihir kelewat sinting.”Aslan mundur, mengambil posisi yang tepat: di belakang Mister yang tetap duduk. Dhiena dan Mika bangkit, mundur dengan elegan. Dhiena bahkan l
Profesor Merla memintaku mengajak Reila.Di gerhaku, mereka bertiga ternyata masih terjaga meskipun malam cukup larut. Jarang melihat Reila mengobrol dengan Moli, tetapi ternyata mereka lumayan akrab. Reila juga sudah seribu kali lebih segar dari sebelumnya. Dia mendapatiku membuka kulkas, bertanya, “Kenapa tidak membangunkanku?”“Tanya ke Moli,” kataku, mengambil sisa jus.“Bagaimana Rapat Dewan?”“Ikut sekarang. Disuruh Bibi Merla.”“Bibi? Ke mana? Rapat Dewan?”“Layla.”Hanya sekejap, tetapi aku merasa ekspresi Moli sedikit berubah. Dia cepat menutupi perubahan ekspresi itu, sehingga aku tidak sempat mengungkit.“Fal mau ikut,” kata Fal.“Tidur,” kataku.“Tidak mau,” balasnya, langsung.“Fal belum ketemu Layla?” tanya Reila.“Kemarin ketemu.”“Sekarang ma