Beranda / Fantasi / Selubung Memori / 260. TETESAN AIR #1

Share

260. TETESAN AIR #1

last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-06 14:00:34

Pagi-pagi buta, aku sudah di bukit perbatasan. Lavi bahkan masih menguap.

Matahari masih muncul sedikit, sehingga kabut lumayan menipis. Udaranya terasa alami dan menyegarkan. Sebagian penghuni masih tidur. Hanya tim tungku yang sudah bersiap di dapur—menurut Layla.

“Aku sudah pamit, tidak perlu mengantar,” kata Layla, padaku dan Reila.

“Selalu saja ada yang kau perdebatkan dariku,” balasku.

Layla tertawa. “Reila, kakakmu ini tidur, kan?”

“Dia tidur di tempat Lavi,” kata Reila, menunjuk Lavi.

Di bukit perbatasan hanya ada mereka yang akan berangkat misi: Profesor Merla, Yasha, Layla, ditambah aku, Lavi, Reila, Fal, Haswin, dan Kara. Sebenarnya ada Mister, tetapi bukit perbatasan, kan, memang tempat Mister.

Sebelum kemari, Profesor Merla sempat mengajakku bicara sejenak.

“Kalau situasinya memang masih belum memungkinkan Layla untuk segera kembali, aku mungkin membiarkan

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Selubung Memori   261. TETESAN AIR #2

    Di perjalanan kembali, sebelum pagi benar-benar datang, aku tahu urusanku bakal lebih panjang dari semestinya.“Forlan mau ke mana?” tanya Fal.“Urusan bisnis,” jawabku, memberi Reila isyarat agar membawa Fal pergi.Ketika aku memasuki Joglo, aku bisa memastikan semua orang tidak sadar, dan tampaknya itu juga dia mengerti. Jadi, ketika aku duduk di lingkaran perapian yang dikelilingi kursi, Bibi Nadya mulai mewujud.“Tempat ini benar-benar menjadi wilayahmu,” sapa Bibi.“Aku benar-benar bertemu dengannya,” kataku, tanpa basa-basi. “Maaf aku tidak sadar sewaktu punya kesempatan. Semestinya aku menariknya kemari, bukan memberinya panah. Aku janji bakal mencarinya lagi. Maafkan aku.”Bibi langsung terdiam. Pendar kabur Bibi sempat kacau.“Harusnya aku tidak punya muka lagi bertemu Bibi. Aku—”“Kau terlalu memikirkan perasaan orang, Forlan,” p

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-08
  • Selubung Memori   262. TETESAN AIR #3

    Sarapan berlangsung seperti biasanya.Tim tungku sangat sibuk sampai meneriaki penghuni Mars yang mengambil jatah lebih banyak, itu wajar. Dari pintu tim tungku yang terbuka, terlihat Dhiena yang sibuk mencuci piring, itu cukup wajar. Di meja makan panjang, Mika terlihat sedang mengobrol dengan Isha, itu lumayan wajar. Dapur sedang jam sibuk sarapan sehingga hampir tidak ada kursi kosong, yah, itu wajar. Hal tidak wajarnya datang setelah diucapkan Dalton. “Tumben kau tepat waktu.”Aku sudah membawa jatah yang kuambil sendiri, menatap Dalton sedang menyantap makanan bersama Aslan. Kuputuskan ikut duduk di sana.“Aslan, kau punya pekerjaan?” tanyaku, menyantap bayam.“Mungkin peternakan,” kata suara beratnya. “Haswin katanya mau bantu, tapi aku tidak yakin dia bisa datang hari ini.”“Karena proyeknya?” tanya Dalton. “Kurasa dia bakal tetap datang.”“Hm, ya, aku juga

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-10
  • Selubung Memori   263. TETESAN AIR #4

    Di luar dugaan, ternyata aku dan Dalton punya ide yang sama.“Yang seperti rumah singgah biasa saja.”Itu yang kuucapkan, tetapi Dalton mengucapkan lebih banyak saran—atau permintaan. “Bagian depannya menghadap ke jalur penghubung, tapi pisahkan juga dengan pepohonan. Lebih baik di depannya ada pekarangan kecil. Kaptenku suka bunga, jadi dia bisa hias markas kami dengan bunga-bunga itu. Pekarangannya agak diluaskan, biar bisa buat latihan. Jangan lupa ada sasaran panah di setiap sisi yang lokasinya agak sulit. Bagian belakang markas kami jangan gundul—maksudku, ada pohon di sana, agar kami bisa latihan halang rintang pakai pohon. Dan buat juga semacam pekarangan belakang untuk latihan juga. Tapi buat juga jalur setapak kecil ke bibir danau. Usahakan di bibir danau ada ruang kosong. Buat terhubung juga dengan pusat kano. Saranku, bangun juga dermaga sekat kayu. Sesekali kita perlu berkomunikasi dengan Ratu Arwah, jadi tempat itu bisa menjad

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-12
  • Selubung Memori   264. TETESAN AIR #5

    Sejujurnya, kami tersentak setelah mendengar ledakan keras, jadi aku dan Haswin sampai melompat mundur ke belakang, khawatir ada sesuatu mengerikan melompat dari layar. Hanya saja, tidak ada apa-apa. Hanya langsung mati.Sepertinya aku trauma diberi video mengerikan oleh Dalton.Suara gemeresak langsung menguasai ruangan. Kami terdiam begitu saja.Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan, jadi tiba-tiba aku sudah menoleh menatap Haswin, dan dia juga menoleh menatapku. Dalton duduk di kursi, terdiam. Kami berdiri, jadi kami bisa saling menatap.Aku tahu pemikiran kami sama.“Aku tidak tahu bagaimana caranya, tapi sepertinya aku bersalah di sini,” ungkapku, jujur-jujur saja. “Jadi, kalian bubar?”“Setidaknya, kami diusir,” jawab Nuel.“Ng,” aku bingung, “yah, bagaimana, ya? Menurutku, Asva benar.” Aku tak tahu mengapa menepuk-nepuk pundaknya, tetapi aku merasa itu perlu. “

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-14
  • Selubung Memori   265. BENDERA MERAH #1

    Kara memanggilku dan Reila ke Balai Dewan.Kami duduk di ruangan seperti pertemuan. Ruangan dengan meja melingkar dan kursi-kursi. Bentuknya seperti Pendopo ketika Rapat Dewan. Bedanya, ini di dalam ruangan, dan jarang digunakan untuk pertemuan. Tampaknya ketika dewan ingin membicarakan hal penting, mereka menggunakan ruangan ini.Di ruangan sudah ada Nadir dan Kara. Kupikirkan mereka ingin bertanya beberapa hal tentang Pulau Pendiri, dan benar saja, Nadir bertanya, “Latihan yang kalian lakukan di Pulau Pendiri mungkin bisa diterapkan di sini. Bisa jelaskan kami bagaimana teknis latihan itu berlangsung?”Aku sudah menduga ini akan terjadi.Dua hari kemudian, semua pemilik kemampuan akhirnya dikumpulkan di padang rumput. Kara meminta kami mempersiapkan senjata, yang setidaknya bisa kami gunakan bila bertemu pertempuran. Jadi, aku tahu kami akan menjadi kelinci percobaan. Gelanggang sudah dipenuhi penghuni. Beberapa layar tancap besar juga terpa

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-16
  • Selubung Memori   266. BENDERA MERAH #2

    Kara memberi kami waktu selama dua puluh menit untuk berdiskusi terkait taktik dan persenjataan. Kami sepakat berunding di dekat teritorial, jadi ketika kami akan pergi dari padang rumput, aku melihat Fal digendong Haswin di pundak, lalu berteriak, “FORLAN! SEMANGAT!”Aku mengacungkan jempol.Kami bergegas ke area teritorial, bertemu Jenderal yang menyambut dengan dengusan. “Kalian tim hutan? Semoga beruntung.”Penuh hinaan.Lokasinya lebih masuk dari markas lama. Setidaknya, itu yang kurasakan. Jadi, kami benar-benar di pedalaman hutan. Dan Jenderal berjaga sangat dekat dari teritorial. Dia duduk di sana, membaca buku, ada secangkir kopi hangat. Sepertinya sudah dipersiapkan sangat baik agar Jenderal bisa berlama-lama di sini.“Jenderal sendirian?” tanyaku.“Lihat saja sendiri,” jawabnya.Kuputuskan tidak menghiraukannya, mulai menyusun strategi.Nuel bilang, “Aku yakin di

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-18
  • Selubung Memori   267. BENDERA MERAH #3

    Kelemahan terbesar rencana ini, adalah semua harus benar-benar sesuai.Sekali runtutan kejadiannya salah, kami akan kacau.Kabar baiknya, tim Lavi memang terbagi menjadi dua tim. Dan Lavi benar-benar memimpin penyerangan. Kabar buruknya, bukan Reila yang sedang di garis teritorial kami, tetapi Elton. Ini benar-benar kabar buruk untuk rencana kami. Baru saja permainan dimulai, kami sudah harus improvisasi.Semua jebakan yang disiapkan untuk mengacaukan garis teritorial mereka ditujukan untuk Elton bukan Reila. Dan kami tidak bisa berkomunikasi satu sama lain. Tim Lavi diuntungkan. Mereka memakai alat bantu komunikasi di telinga.Sayangnya, rencana harus tetap berjalan.Rencananya, begitu kabut muncul, Dalton harus menyalakan diesel. Hanya saja, kalau kondisinya seperti ini, menyalakan diesel hanya membuat Elton tahu di mana posisi mereka. Jadi, sekarang keadaannya berbalik. Kalau Dalton menyalakan diesel, tim kami pasti kesulitan. Tim kami terpojok.

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-20
  • Selubung Memori   268. BENDERA MERAH #4

    Aku berdosa besar ke timku. Rencana kami kacau.Namun, aku tidak bisa meninggalkan garis pertahanan hutan. Kalau hutan tidak bergerak dan kabut tidak muncul, hutan hanya menguntungkan Lavi. Tempat ini bekas tempat latihannya saat markas lama di hutan. Sayangnya, hutan bergerak, jadi aku tidak yakin tempat ini sama seperti ingatannya.Aku juga mulai bisa merasakan seberapa luas hutan ini, bahkan sampai ke kegelapan hutan yang terasa begitu mengancam. Kuputuskan tidak menggerakkan hutan di belakang area teritorial kami. Tempat itu terasa mengancamku.Namun, Haswin benar. Hutan tersambung ke area gerha.Aku terdiam, duduk bersila di kedalaman hutan, dilindungi sulur-sulur dan tumbuhan. Lavi masih terdiam, tergeletak begitu saja. Aku berani sumpah Lavi juga sedang mengawasi pergerakanku. Saat aku terdiam, dia juga memutuskan tetap di tempat. Rencananya sulit ditebak. Untuk apa dia tetap berdiam di sana?Sayangnya, kali ini rencananya benar-benar tidak

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-22

Bab terbaru

  • Selubung Memori   613. HUTAN BEKU #1

    Pencarian tetap dilanjutkan. Timnya tetap. Jadi, Lavi bertahan denganku di ruangan itu sampai setidaknya aku bisa bergerak lancar lagi. Semua orang percaya Lavi tidak akan membuatku melakukan hal aneh-aneh, dan kuakui itu benar. Hanya dengan melihat Lavi yang kacau saja, aku tahu tidak akan bisa aneh-aneh—meski hal yang kulakukan tadi tidak kurencanakan untuk berakhir seaneh itu.Aku hanya menyandarkan punggung di gundukan tanah, dan Lavi duduk di sisiku. Kurang lebih, kami hening beberapa saat.“Aku,” kata Lavi, “tahu kau takkan kenapa-kenapa.”“Ya,” kataku.“Tapi tadi... aku merasa bakal kehilanganmu. Aku takut.”“Ya.”“Jangan membuatku jantungan lagi. Aku tidak suka melihatnya.”“Ya,” kali ini aku berjanji.Tubuhku sudah lumayan ringan. Setidaknya, kembali seperti sebelum aku melakukan rangkaian pelepasan energi besar. Jadi, alih-alih L

  • Selubung Memori   612. GUA TEBING #9

    Reila berniat menyergahku dengan beragam pertanyaan—sudah kelihatan dari wajahnya, tetapi kubilang, “Lavi.”Aku hanya menyebut namanya, tetapi Lavi mengerti. Dia mendekat ke Reila yang membuat Reila heran, tetapi Lavi tidak menunggu tuntutan Reila karena sudah meminta Reila menjauh dan berkata, “Jangan terlalu banyak menuntut pada orang yang berusaha menggapai informasi. Aku bisa mengerti kau ingin bertemu ibumu, tapi sebagai tim dan sebagai orang yang dipercaya, aku harus menahanmu.”Reila semakin ingin menuntut, tetapi aura Lavi mendadak menajam.Kurang lebih itu dirasakan Profesor Merla dan Leo juga.“Lavi, jangan terlalu menekannya,” kataku.“Maaf,” kata Lavi.Aku mengulurkan lengan seperti berusaha menggapai sesuatu. Di depanku hanya ada dinding tanah, tetapi aku tetap di posisi itu dan mulai memejamkan mata. Kurasakan aliran energi di sekitar. Kurasakan aura Ibu. Kurasakan juga aura

  • Selubung Memori   611. GUA TEBING #8

    Tidak lama kemudian, Leo dan Jenderal muncul dari kegelapan gua.Aku sudah duduk bersama Reila di tumpukan batu. Begitu menyadari Leo dan Jenderal yang kembali, Reila langsung mengangkat kepala. Namun, mendapati ekspresi yang dibuat Leo, kami semua tahu jawabannya.“Tidak ada,” Leo tetap menjelaskan.“Tidak ada petunjuk juga?” tanya Nadir.“Kami belum sedetail itu mencarinya. Hanya memasuki ruangan terdekat. Bagian dalamnya benar-benar gelap. Tidak ada penerangan. Tapi udara masih ada. Kita masih bisa bernapas normal. Kemampuan Helvin tidak sepenuhnya hilang—dan... ya, masih ada kemungkinan Bibi Meri ada di bagian dalam. Bibi Meri mampu merasakan ujung lain gua. Mungkin dia berjalan menelusuri itu.”Aku tahu Leo bermaksud menenangkan kami dengan gagasan itu.Namun, aku juga tahu apa yang sudah kupikirkan. Kemungkinannya sangat kecil Ibu bisa menelusuri gua gelap yang bahkan belum pernah dia kunjungi&

  • Selubung Memori   610. GUA TEBING #7

    Pintu gua itu lebih mirip seperti cekungan tanah raksasa yang menjorok ke dalam. Bebatuan raksasa menutupi sebagian besar pintu masuk, jadi kesimpulan itu tepat: pintu gua ini tertutup. Dan sangat rapi seolah bukan dengan bebatuan, tetapi dengan tanah yang berbentuk sama seperti pola dinding tebing sekitarnya.Bagian dalamnya gelap. Sangat gelap. Aku seperti melihat kegelapan yang berniat menelanku. Pintu masuk gua hanya terbuka sebagian. Itu artinya, cahayanya juga sangat minim. Hanya bisa masuk sekitar setengah pintu masuk gua. Cahayanya hanya bisa mencapai beberapa meter dari mulut gua.Lavi sedang duduk di bagian dalam gua, tidak jauh dari bebatuan yang jatuh bersama Nadir. Jenderal dan Leo tidak ada batang hidungnya. Lavi melihat kami yang tiba di mulut gua, dan dia langsung berdiri, mengulurkan tangan padaku yang berdiri di mulut gua. Aku tidak bergerak, hanya menatap kegelapan di dalam gua. Lavi langsung memelukku.“Bersabarlah, jangan berpikir aneh

  • Selubung Memori   609. GUA TEBING #6

    [“Forlan, darurat. Turunlah saat kau sudah bisa lihat tebing.”]Aku sudah bisa melihat keberadaan tebing di kejauhan. Hanya saja, belum sempat aku bertanya mengapa Lavi meminta seperti itu, kurasakan Lavi memudar. Semakin sering kami terhubung, aku juga semakin mengerti seperti apa rasanya saat Lavi tak lagi memusatkan fokusnya untuk terhubung. Ketika kami terhubung, Lavi rasanya seperti melekat di kepalaku. Namun, saat komunikasi telah terputus, Lavi seperti meleleh. Aku tahu dia tidak akan menyahut.Tebing itu terlihat tidak terlalu tinggi hingga aku melihat bawah. Kusadari permukaan tanah sudah turun jauh. Tebing itu masih buram karena jarak, dan ketika sudah mulai terlihat wujudnya, suara Fin menggema di kepalaku.[“Aku tidak bisa lebih dekat lagi.”]Itu sudah membuatku terkejut. Jadi, tiba-tiba aku menghentikan gerakan—aku hanya melayang di udara. Falcon mendadak berhenti, yang juga ikut membuat P

  • Selubung Memori   608. GUA TEBING #5

    Semestinya kami meneruskan perjalanan, tetapi Profesor Merla menyebut gagasan bagus: “Lebih baik kita tunggu koordinat. Rasanya sia-sia kalau kita sudah berjalan jauh, tapi akhirnya juga akan lewat jalur udara.”“Kita setuju pakai jalur udara?” tanyaku.“Aku setuju,” kata Reila, langsung.“Itu lebih efisien,” kata Profesor Merla.“Baiklah, aku juga setuju,” kataku.Maka kami beristirahat melebihi waktu yang direncanakan. Wilayah sekitar kami tampaknya bukan pedalaman hutan. Pepohonan memang banyak, tetapi tidak terlalu seperti kedalaman hutan. Pohon-pohonnya cenderung lebih pendek dan tak terlalu lebat. Batangnya barangkali besar, tetapi jarak antar pohon lumayan lengang. Kurasa aku mengerti mengapa tim Lavi bisa sampai berpikir sedang mengitari area gunung. Wilayah ini memang tidak seperti jalur memasuki gunung.Kami duduk di bebatuan yang tertutup semak tinggi. Bebatuan besar juga

  • Selubung Memori   607. GUA TEBING #4

    Sekitar setengah jam kami berjalan, ketika kami menelusuri hutan belantara yang kiri kanannya hanya semak tinggi, Reila terbangun sepenuhnya.Dia bergumam di bahuku. “Kak?”Aku menoleh, melihat matanya terbuka. Profesor Merla juga melihat. Kami berjalan beriringan. Begitu Reila membuka mata, kami langsung tahu. Lagi-lagi di antara semua yang bisa Reila ucapkan sebagai kata-kata sambutan, dia memutuskan berkata hal menyedihkan, “Maaf. Aku pasti menghambat.”“Bicara apa kau ini?” balasku.“Karena aku tidur, Kakak berangkat belakangan.”“Kau bermimpi soal itu?”“...tidak.”“Berarti kau tidak tahu apa yang terjadi. Jangan menyimpulkan sendiri.”Dia terdiam. Profesor Merla tidak bicara. Aku masih menggendong Reila.Lalu setelah beberapa waktu, setelah Profesor Merla menghalau rerumputan tinggi yang menghalangi jalur kami—dan aku memberit

  • Selubung Memori   606. GUA TEBING #3

    Profesor Merla bilang aku juga perlu istirahat, jadi aku memejamkan mata sejenak—berharap tidak tertidur, dan ternyata aku tertidur. Aku yakin tidak tertidur. Kesadaranku masih tersisa ketika mataku terpejam. Apa yang kulihat hanya gelap, tetapi ketika aku membuka mata lagi, Profesor Merla bilang, “Cepat sekali tidurmu. Kupikir kau bakal tidur sampai jam sembilan.”“Apa?” Aku langsung bangkit. “Sekarang jam berapa?”“Hampir delapan.”Kesadaranku benar-benar langsung kembali. Entah bagaimana caranya aku sudah berbaring di pangkuan Profesor Merla di sisi kiri—dan aku mendapati Reila di sisi kanan. Profesor Merla tersenyum.“Tenang,” katanya. “Selama kau bisa tahu posisi Lavi, kita bisa menyusul dengan cara apa pun. Kita bisa lewat udara seperti kalian. Istirahatlah.”Itu memang benar. Aku mengendurkan kesiapanku lagi.Profesor Merla masih belum berhenti terseny

  • Selubung Memori   605. GUA TEBING #2

    Tim Lavi berangkat sekitar sepuluh menit sejak keputusan keluar. Mereka berangkat dengan empat orang: Jenderal, Nadir, Lavi, Leo. Mereka akan berjelajah sesuai ingatan Leo dan melaporkannya secara berkala ke kepalaku. Lavi kali ini tak kelihatan cemas atau dihantui ketakutan, dia hanya tersenyum seperti biasa, bahkan sempat berkata, “Jangan merindukanku. Jangan mencemaskanku.”“Tutup mulutmu, beri aku jimat,” kataku.“Tidak mau. Kalau terlalu sering nanti tidak istimewa lagi.”Aku cemberut. Dia tertawa. Lalu dengan gerakan tak terduga, dia mendekat dan mengecupku. Kejadian itu berlalu sangat cepat sampai aku hanya bisa bereaksi dengan mengangkat alis. Dan dia tidak berniat menegaskannya lagi karena sudah bangkit dan melambaikan tangan. “Dadah, Kuda Putih.”Lavi melakukan hal sama—menoleh ke belakang dan melambaikan tangan hingga lenyap ditelan barisan pohon. Bedanya, kini dia tersenyum lebar.Ak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status