Sejujurnya, kami tersentak setelah mendengar ledakan keras, jadi aku dan Haswin sampai melompat mundur ke belakang, khawatir ada sesuatu mengerikan melompat dari layar. Hanya saja, tidak ada apa-apa. Hanya langsung mati.
Sepertinya aku trauma diberi video mengerikan oleh Dalton.
Suara gemeresak langsung menguasai ruangan. Kami terdiam begitu saja.
Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan, jadi tiba-tiba aku sudah menoleh menatap Haswin, dan dia juga menoleh menatapku. Dalton duduk di kursi, terdiam. Kami berdiri, jadi kami bisa saling menatap.
Aku tahu pemikiran kami sama.
“Aku tidak tahu bagaimana caranya, tapi sepertinya aku bersalah di sini,” ungkapku, jujur-jujur saja. “Jadi, kalian bubar?”
“Setidaknya, kami diusir,” jawab Nuel.
“Ng,” aku bingung, “yah, bagaimana, ya? Menurutku, Asva benar.” Aku tak tahu mengapa menepuk-nepuk pundaknya, tetapi aku merasa itu perlu. “
Kara memanggilku dan Reila ke Balai Dewan.Kami duduk di ruangan seperti pertemuan. Ruangan dengan meja melingkar dan kursi-kursi. Bentuknya seperti Pendopo ketika Rapat Dewan. Bedanya, ini di dalam ruangan, dan jarang digunakan untuk pertemuan. Tampaknya ketika dewan ingin membicarakan hal penting, mereka menggunakan ruangan ini.Di ruangan sudah ada Nadir dan Kara. Kupikirkan mereka ingin bertanya beberapa hal tentang Pulau Pendiri, dan benar saja, Nadir bertanya, “Latihan yang kalian lakukan di Pulau Pendiri mungkin bisa diterapkan di sini. Bisa jelaskan kami bagaimana teknis latihan itu berlangsung?”Aku sudah menduga ini akan terjadi.Dua hari kemudian, semua pemilik kemampuan akhirnya dikumpulkan di padang rumput. Kara meminta kami mempersiapkan senjata, yang setidaknya bisa kami gunakan bila bertemu pertempuran. Jadi, aku tahu kami akan menjadi kelinci percobaan. Gelanggang sudah dipenuhi penghuni. Beberapa layar tancap besar juga terpa
Kara memberi kami waktu selama dua puluh menit untuk berdiskusi terkait taktik dan persenjataan. Kami sepakat berunding di dekat teritorial, jadi ketika kami akan pergi dari padang rumput, aku melihat Fal digendong Haswin di pundak, lalu berteriak, “FORLAN! SEMANGAT!”Aku mengacungkan jempol.Kami bergegas ke area teritorial, bertemu Jenderal yang menyambut dengan dengusan. “Kalian tim hutan? Semoga beruntung.”Penuh hinaan.Lokasinya lebih masuk dari markas lama. Setidaknya, itu yang kurasakan. Jadi, kami benar-benar di pedalaman hutan. Dan Jenderal berjaga sangat dekat dari teritorial. Dia duduk di sana, membaca buku, ada secangkir kopi hangat. Sepertinya sudah dipersiapkan sangat baik agar Jenderal bisa berlama-lama di sini.“Jenderal sendirian?” tanyaku.“Lihat saja sendiri,” jawabnya.Kuputuskan tidak menghiraukannya, mulai menyusun strategi.Nuel bilang, “Aku yakin di
Kelemahan terbesar rencana ini, adalah semua harus benar-benar sesuai.Sekali runtutan kejadiannya salah, kami akan kacau.Kabar baiknya, tim Lavi memang terbagi menjadi dua tim. Dan Lavi benar-benar memimpin penyerangan. Kabar buruknya, bukan Reila yang sedang di garis teritorial kami, tetapi Elton. Ini benar-benar kabar buruk untuk rencana kami. Baru saja permainan dimulai, kami sudah harus improvisasi.Semua jebakan yang disiapkan untuk mengacaukan garis teritorial mereka ditujukan untuk Elton bukan Reila. Dan kami tidak bisa berkomunikasi satu sama lain. Tim Lavi diuntungkan. Mereka memakai alat bantu komunikasi di telinga.Sayangnya, rencana harus tetap berjalan.Rencananya, begitu kabut muncul, Dalton harus menyalakan diesel. Hanya saja, kalau kondisinya seperti ini, menyalakan diesel hanya membuat Elton tahu di mana posisi mereka. Jadi, sekarang keadaannya berbalik. Kalau Dalton menyalakan diesel, tim kami pasti kesulitan. Tim kami terpojok.
Aku berdosa besar ke timku. Rencana kami kacau.Namun, aku tidak bisa meninggalkan garis pertahanan hutan. Kalau hutan tidak bergerak dan kabut tidak muncul, hutan hanya menguntungkan Lavi. Tempat ini bekas tempat latihannya saat markas lama di hutan. Sayangnya, hutan bergerak, jadi aku tidak yakin tempat ini sama seperti ingatannya.Aku juga mulai bisa merasakan seberapa luas hutan ini, bahkan sampai ke kegelapan hutan yang terasa begitu mengancam. Kuputuskan tidak menggerakkan hutan di belakang area teritorial kami. Tempat itu terasa mengancamku.Namun, Haswin benar. Hutan tersambung ke area gerha.Aku terdiam, duduk bersila di kedalaman hutan, dilindungi sulur-sulur dan tumbuhan. Lavi masih terdiam, tergeletak begitu saja. Aku berani sumpah Lavi juga sedang mengawasi pergerakanku. Saat aku terdiam, dia juga memutuskan tetap di tempat. Rencananya sulit ditebak. Untuk apa dia tetap berdiam di sana?Sayangnya, kali ini rencananya benar-benar tidak
Pertempuran masih berlangsung sangat lama, tetapi setidaknya, Reila sudah tidak ada lagi di arena permainan.Aku meledakkan angin ribut yang melempar mereka.Reila terlempar ke udara, meski berhasil menghentikan diri di udara.Hanya saja, aku juga sudah melompat, menapak berulang kali dengan angin hingga di ketinggian yang sama sepertinya—Reila tidak sempat bereaksi, jadi aku menangkap tubuhnya, langsung meluncur ke luar hutan. Kurang lebih, aku berhasil membawanya sampai gerha meski kemelut terjadi di udara. Kami terguling berkali-kali ketika akhirnya mendarat di permukaan tanah.Reila masih mengedarkan pandangan, berusaha mengerti di mana dia, tetapi aku sudah menyerangnya lagi dengan sulur. Reila menghindar, terus mundur, tiba-tiba tidak sadar dirinya tersandung sesuatu: tangga Joglo.“Jangan-jangan—”Sekali lagi aku menghempaskan angin ribut. Reila berhasil tetap di tempat.Namun, ketika dia mengerjapkan ma
Lavi meringis ketika aku memeluknya. Dia tidak mampu bergerak beberapa lama. Di detik pertama kami bersentuhan antar kulit, aku merasakan sensasi seperti disetrum. Tentu saja aku langsung menarik diri, tetapi Lavi meringis.“Jangan lari. Peluk aku lagi. Tubuhku kaku.”Aku yakin itu efek samping menyalakan listrik dalam tubuhnya.Jadi, kami bahu membahu kembali ke padang rumput. Kondisi kami benar-benar kacau. Dokter Gelda dan Kara berhasil menyusul ke tempat kami. Elton bisa terbangun lagi setelah Dokter Gelda memicu kesadarannya. Tidak ada yang paham bagian mana yang membuatnya pingsan: kelelahan kemampuan, seranganku, atau serangan Lavi. Setidaknya, komentar pertama Kara adalah, “Ini melebihi apa pun.”“Ya,” komentar Nuel, masih terguncang cukup kuat. Sorotnya syok.“Mana Reila?” tanya Dokter Gelda.Aku sedang mendekap Lavi ketika menyadarinya, “Ah, benar. Kara.”Kara langs
Pelindung mengizinkan pemiliknya mengetahui keseluruhan isi pelindung.Itu artinya, aku pasti tahu semua celah tersembunyi yang ada di Joglo—aku tahu ada lorong-lorong tersembunyi di bawah tanah Joglo yang terhubung ke suatu tempat. Aku tahu ruangan tersembunyi di Joglo sebenarnya tidak hanya Anggara. Itu tersebar begitu banyak di lantai atas, tempat buku-buku tua berjajar. Aku tahu ada ruangan-ruangan senjata tempat penyimpanan peninggalan para pejuang yang telah gugur. Aku tahu semua tempat yang ada di Joglo.Namun, ruangan tempat Aza bisa mewujud—itu tidak pernah kutahu.Aku tidak tahu bagaimana prosesnya—sepertinya karena Reila mengalami itu di Joglo yang, secara teknis, wilayah kekuasaanku—tetapi ketika mulai terlelap, aku bermimpi melihat Reila memasuki bagian terdalam Joglo di balik relief.Reila berulang kali membuka tutup semua ruangan di Joglo. Setahuku, Reila memang punya rasa ingin tahu tinggi pada hal-hal aneh yang han
Kalau diingat lagi, semuanya memang masuk akal.Dalton hilang di alam liar. Reila hilang masuk sarang monster. Lalu urutan misi penyelidikan tersampaikan ke musuh dengan cepat, informan harus paham dan ikut di Rapat Dewan. Masalahnya, tidak ada yang tahu sejak kapan Troy menjadi Kenzie. Kalau Troy menjadi Kenzie sejak misi penyelidikan, itu tidak menjawab semua keanehan yang terjadi sebelumnya.Itu artinya, pengkhianat harus sudah ada di Rapat Dewan sejak awal.Dan bukankah itu memang benar? Padang Anushka mengharamkan semua penghuni menyebut nama-nama terlarang. Jadi, mengapa sebelum misi pertamaku Profesor Neil bisa menyebut nama pemimpin musuh dengan sangat ringan?Dan, siapa sebenarnya yang meminta Aaron menunjukkan foto Lavi dengan Erick padaku agar fokusku kacau sebelum misi pertama?Sayangnya, obrolan serius Aza belum berakhir di sana.Reila terlalu terkejut sampai trans.“Tidak percaya?” tanya Aza.“Pe
Lavi tidak ingin tertidur sampai jam keberangkatan karena ingin bisa tidur saat di alam liar, jadi dia tetap terjaga—dan aku juga tetap terjaga. Di Rumah Pohon kami saling menenangkan pada apa yang akan terjadi beberapa waktu ke depan.Di satu jam sebelum keberangkatan, kami makan malam di dapur yang jujur saja sudah mirip seperti kamp pelatihan. Dalton memberitahu kami jika punggawa misi akan makan bersama di dapur. Kupikirkan kami hanya seperti di jadwal makan biasa. Duduk tersebar dan menyantap makanan masing-masing. Ternyata tidak. Di dapur sudah ada meja khusus bagi punggawa misi—meja yang membentang lurus dengan banyak makanan tersedia. Itu membuatku melongo dan hampir semua orang sudah di sana. Haswin sampai menuntut saat kami datang.“Cepat duduk! Kami menunggu kalian!”Aku tidak percaya apa yang kulihat. Tempat dudukku di sebelah Lavi dan Dalton. Di depanku ada Leo dan Reila. Leo berkata, “Padang Anushka sekarang ini benar-
Lavi meneguk cokelatnya sampai habis sebelum mulai melanjutkan.“Sejak dulu aku tidak bermaksud dekat dengan siapa pun,” katanya. “Aku... suka menyendiri. Kata orang, aku selalu dekat dengan si kapten baru ini, tapi—apa yang mereka tahu? Aku lebih sering menyendiri—dulu belum ada gerha, Tempat favoritku menyendiri hanya Joglo atau ladang bunga. Dulu aku sering ikut Dhiena dan Mika merawat ladang bunga. Tapi semakin aku dikabarkan dekat dengan si kapten, Dhiena dan Mika juga terkesan menjauhiku seolah itu cara mereka berkata tidak suka aku dekat dengan tim penyerang. Aku semakin sendiri, dan di titik itulah aku sadar betapa aku mulai benci diriku sendiri. Aku benci menyendiri. Aku benci merasakan sepi. Tapi aku tidak bisa pergi dari sepi. Dan orang ini—si kapten ini hanya ingin dipuaskan tanpa memikirkanku. Dan di waktu sama aku mendengar dia memakai namaku untuk membanggakan dirinya—seolah dia berhasil mendapatkan diriku yang jatuh pa
Aku bersumpah pada Lavi tidak akan bersedih lagi sampai selesai misi. Itu membuat Lavi tersenyum lebar. “Kalau begitu, sekarang kau yang temani aku.”Lavi ingin menghabiskan waktu di Rumah Pohon hingga jam misi tiba. Saat itu kurang dari enam jam lagi hingga kami berangkat misi. Jadi, Lavi beranjak ke Rumah Pohon saat aku membuat cokelat hangat di dapur. Dalton tidak ingin berada di markas. Dia ingin duduk di danau. Aku tidak ingin mengganggunya. Sepertinya dia ingin menenangkan pikiran. Kupikir Elton ikut dengannya, ternyata Elton ingin mempersiapkan perlengkapannya. Maka kami berpisah.Dua cangkir cokelat hangat siap, aku naik ke Rumah Pohon. Rumah Pohon ketika Lavi berada di dalam sungguh bisa terasa berbeda hanya dari aromanya. Lavi membuat semuanya terasa lebih hidup. Kehadirannya lebih besar dari sekadar apa pun. Ketika kehadirannya terasa sangat kuat seperti ini, biasanya Lavi sedang duduk di depan pintu beranda Rumah Pohon—di tempat favoritku&
Jesse dan Nuel membubarkan diri lebih dulu. Lavi menatap tajam Jesse bak singa marah menatap musuh yang bahkan tidak menoleh padanya sampai Jesse dan Nuel keluar ruangan. Aku membiarkan Lavi menatap seperti itu karena aku juga lumayan takut kalau dia sudah mendesis semakin kesal.Dokter Gelda meminta Leo kembali ke klinik, yang kusadari kalau Leo juga belum benar-benar dapat restu—tetapi Leo meminta sedikit waktu untuk menetap di markas ini lebih lama. “Sumpah, Ibu. Mika bakal menyeretku, jadi tunggu aku di klinik. Percayalah padaku dan Mika.” Dan dengan gagasan itu, Dokter Gelda dan Isha kembali lebih dulu ke klinik. Isha berkata padaku dan Lavi. “Nanti kuletakkan perlengkapan misi kalian di depan.” Lavi hanya mengangguk. Aku juga.Kara tampaknya berniat menghampiri kami, tetapi tiba-tiba Hela datang ke tempatnya, meminta saran soal misi. Itu membuat Kara akhirnya mau tak mau ikut keluar ruangan. Biasanya Hela bertanya pada Profesor Merla
Secara teknis, aku duduk di samping Lavi—yang juga di dekat Dalton. Dia yang paling dekat di antara semua orang. Leo bersama empat pendahulu berada di area yang sama. Mika setia duduk di sampingnya ketika Haswin dan Yasha mencuri perhatian sebagian orang karena terus berpindah tempat duduk—entah apa tujuan mereka. Dokter Gelda dan Isha selalu satu paket, berada di dekat Kara yang duduk di dekat Jesse dan Nuel. Mereka ada di dekat papan, dan kami duduk menghadap ke arah Jesse. Aku dan Lavi yang paling dekat pintu keluar, sementara Dokter Gelda dan Isha paling dekat dengan pekarangan belakang. Aslan berada di tempat cukup belakang bersama Elton dan Reila. Mereka ada di dekat kursi paling nyaman—yang diduduki oleh Reila dan Elton. Aslan setia memerhatikan, duduk di dekat mereka.Hela ada di dekat Dalton. Dia duduk di antara Lavi dan Dalton, jadi Dalton yang bertanya padanya, “Kau oke? Kau bisa mengikuti, kan?”“Eh, iya, bisa,” jaw
Ruang berkumpul markas tim penyerang pada dasarnya didesain untuk rapat tim dan apa pun yang melibatkan semua anggota. Ide kasarnya datang dari Dalton, lalu disempurnakan Lavi. Namun, dibilang model dibuat Dalton sebenarnya juga tidak. Hampir semua model milik Dalton diperbaiki Lavi. Ide ruang berkumpul ini datang dari Dalton, tetapi dirombak habis-habisan oleh Lavi. Ide ruang depan juga datang dari Dalton—dia memikirkan ruangan itu menjadi sejenis gudang senjata, tetapi oleh Lavi dirombak habis-habisan menjadi ruangan yang memamerkan tim penyerang—foto tim, dan loker anggota untuk persiapan perlengkapan misi. Loker itu biasanya diisi langsung oleh tim medis—biasanya mereka secara rutin memberi perlengkapan misi ke loker itu, jadi kami tidak perlu repot-repot ke tim medis untuk mengambil perlengkapan yang sebenarnya juga hanya perlu melangkah ke gedung sebelah. Namun, itu ide Isha karena sekarang tidak ada jaminan tim medis selalu di klinik. Mereka selalu berpencar
Lavi perlu memastikan keadaan lenganku yang cedera sebelum kami benar-benar berangkat misi. Jadi, mumpung tak ada siapa-siapa di gerha selain kami, Lavi membiarkanku panahan. Sebenarnya aku sudah yakin lenganku baik-baik saja. Tak ada lagi keluhan yang kurasakan. Aku juga sudah berhenti mengonsumsi obat dari Dokter Gelda—aku hanya terus menyantap madu Tara. Sungguh, madu Tara terasa beda dari yang lain. Lavi bahkan mengakuinya. Lebih enak dan membekas.Jadi, aku memanah. Lavi mengamatiku.Kurang lebih, dia puas. Dari lima puluh lima percobaan, tiga panah meleset dari titik pusat target. Aku kurang puas, tetapi Lavi memuji. “Impresif. Lenganmu pulih! Aku senang sekali!” Dia memelukku. “Angkat aku.”Aku mengangkatnya dengan lengan kiri seperti menggendong Fal, dan Lavi menjerit penuh tawa. Kuputuskan berputar-putar dan Lavi semakin brutal tertawa, tangannya melilit leherku terlalu kuat, jadi kami sama-sama menjerit meski dengan maksud
Aku terbangun ketika mendengar suara pintu dibuka. Mataku segera terbuka dan melihat sumber suara. Lavi berjalan membawa cangkir.“Oh, maaf, aku tidak bermaksud membangunkan,” katanya.Mataku silau—bukan karena Lavi, tetapi karena dari jendela kamar, cahaya seperti menerobos dari celah tirai. Di luar sudah sangat cerah. Aku tidak memasang jam di kamarku. Aku tidak terlalu tahu waktu. Lavi meletakkan cangkir minum, lalu duduk di sisi ranjang. “Istirahatlah selama kau bisa istirahat,” katanya.Aku menggeleng. “Jam berapa sekarang?”“Sebelas.”“Berapa lama aku tidur? Hari apa sekarang?”“Hampir sembilan jam,” jawabnya, lancar. “Jam tidur normal, sebenarnya. Aku membawakan minum. Hangat. Minumlah.” Dia menyodorkan cangkir itu. Aku bangun, meneguknya. Hanya air mineral biasa.“Aku... seperti terdisorientasi,” ungkapku, setelah meletakkan c
Saat itu siang bolong. Cuacanya lumayan panas, suara jangkrik terdengar di tengah hari, angin jarang berembus, tetapi itu tidak menghentikan anak kecil berlari penuh semangat, sangat kencang dengan wajah gembira. Dia keluar Balai Dewan—yang saat itu masih disebut asrama—berlari melewati jalur penghubung, terus lari meski ada orang yang menyapanya, di tangannya ada buku tulis dan dia melaju kian kencang setelah memasuki kompleks gerha. Dia berbelok dengan kecepatan tinggi ke gerha pertama di sebelah kanan, membuka pintu, dan menjerit, “IBU! IBU!”Dia masih berlari sampai menemukan Ibu di ruang tengah.Cuaca panas di luar semestinya juga membuat ruangan itu panas. Namun, itu tidak terjadi. Ruangan tengah gerha Ibu justru sangat sejuk. Ibu membuka pintu belakang, membuat pemandangan langsung terbuka. Ibu menanam banyak tanaman dan bunga di halaman belakangnya. Halamannya juga berdekatan dengan pohon di pinggir air terjun. Itu membuat angin segar da