Pertempuran masih berlangsung sangat lama, tetapi setidaknya, Reila sudah tidak ada lagi di arena permainan.
Aku meledakkan angin ribut yang melempar mereka.
Reila terlempar ke udara, meski berhasil menghentikan diri di udara.
Hanya saja, aku juga sudah melompat, menapak berulang kali dengan angin hingga di ketinggian yang sama sepertinya—Reila tidak sempat bereaksi, jadi aku menangkap tubuhnya, langsung meluncur ke luar hutan. Kurang lebih, aku berhasil membawanya sampai gerha meski kemelut terjadi di udara. Kami terguling berkali-kali ketika akhirnya mendarat di permukaan tanah.
Reila masih mengedarkan pandangan, berusaha mengerti di mana dia, tetapi aku sudah menyerangnya lagi dengan sulur. Reila menghindar, terus mundur, tiba-tiba tidak sadar dirinya tersandung sesuatu: tangga Joglo.
“Jangan-jangan—”
Sekali lagi aku menghempaskan angin ribut. Reila berhasil tetap di tempat.
Namun, ketika dia mengerjapkan ma
Lavi meringis ketika aku memeluknya. Dia tidak mampu bergerak beberapa lama. Di detik pertama kami bersentuhan antar kulit, aku merasakan sensasi seperti disetrum. Tentu saja aku langsung menarik diri, tetapi Lavi meringis.“Jangan lari. Peluk aku lagi. Tubuhku kaku.”Aku yakin itu efek samping menyalakan listrik dalam tubuhnya.Jadi, kami bahu membahu kembali ke padang rumput. Kondisi kami benar-benar kacau. Dokter Gelda dan Kara berhasil menyusul ke tempat kami. Elton bisa terbangun lagi setelah Dokter Gelda memicu kesadarannya. Tidak ada yang paham bagian mana yang membuatnya pingsan: kelelahan kemampuan, seranganku, atau serangan Lavi. Setidaknya, komentar pertama Kara adalah, “Ini melebihi apa pun.”“Ya,” komentar Nuel, masih terguncang cukup kuat. Sorotnya syok.“Mana Reila?” tanya Dokter Gelda.Aku sedang mendekap Lavi ketika menyadarinya, “Ah, benar. Kara.”Kara langs
Pelindung mengizinkan pemiliknya mengetahui keseluruhan isi pelindung.Itu artinya, aku pasti tahu semua celah tersembunyi yang ada di Joglo—aku tahu ada lorong-lorong tersembunyi di bawah tanah Joglo yang terhubung ke suatu tempat. Aku tahu ruangan tersembunyi di Joglo sebenarnya tidak hanya Anggara. Itu tersebar begitu banyak di lantai atas, tempat buku-buku tua berjajar. Aku tahu ada ruangan-ruangan senjata tempat penyimpanan peninggalan para pejuang yang telah gugur. Aku tahu semua tempat yang ada di Joglo.Namun, ruangan tempat Aza bisa mewujud—itu tidak pernah kutahu.Aku tidak tahu bagaimana prosesnya—sepertinya karena Reila mengalami itu di Joglo yang, secara teknis, wilayah kekuasaanku—tetapi ketika mulai terlelap, aku bermimpi melihat Reila memasuki bagian terdalam Joglo di balik relief.Reila berulang kali membuka tutup semua ruangan di Joglo. Setahuku, Reila memang punya rasa ingin tahu tinggi pada hal-hal aneh yang han
Kalau diingat lagi, semuanya memang masuk akal.Dalton hilang di alam liar. Reila hilang masuk sarang monster. Lalu urutan misi penyelidikan tersampaikan ke musuh dengan cepat, informan harus paham dan ikut di Rapat Dewan. Masalahnya, tidak ada yang tahu sejak kapan Troy menjadi Kenzie. Kalau Troy menjadi Kenzie sejak misi penyelidikan, itu tidak menjawab semua keanehan yang terjadi sebelumnya.Itu artinya, pengkhianat harus sudah ada di Rapat Dewan sejak awal.Dan bukankah itu memang benar? Padang Anushka mengharamkan semua penghuni menyebut nama-nama terlarang. Jadi, mengapa sebelum misi pertamaku Profesor Neil bisa menyebut nama pemimpin musuh dengan sangat ringan?Dan, siapa sebenarnya yang meminta Aaron menunjukkan foto Lavi dengan Erick padaku agar fokusku kacau sebelum misi pertama?Sayangnya, obrolan serius Aza belum berakhir di sana.Reila terlalu terkejut sampai trans.“Tidak percaya?” tanya Aza.“Pe
Penerangan Padang Anushka kembali tepat sebelum jam malam setelah tim gabungan antara Kara, Dalton, Nuel, Lavi, dan beberapa penghuni Mars berkutat memperbaiki jaringan listrik selama tiga jam. Mereka perlu mengganti kabel yang saling tersambung, jadi proses itu cukup lama.Ketika Dalton memperbaiki tiang utama di dekat Balai Dewan, aku menjadi bagian yang menghabiskan makanan tim tungku. Kurang lebih Dalton juga minta bantuanku, tetapi aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, jadi aku membantu apa yang dia perintahkan, seperti, “Awasi kabel itu,” atau “Coba nyalakan tombol di dalam, jangan salah pencet lagi, aku bisa mati,” atau “Bisakah kau bawakan keripik itu padaku daripada kau menghabiskannya sendirian?”Aku tidak masalah sekali ini saja dia menyuruh-nyuruh.Ketika jaringan listrik berhasil kembali, Padang Anushka juga hidup lagi.Fal tidur bersama Reila di Gerha. Dan aku tidur sepanjang siang, jadi posisi kami bertukar. Aku terjaga sepanjang malam.“Sekarang aku patroli,” kata E
Kami bertemu lagi dengan Elka. Dia bertanya tempat kami bermalam.Kara bilang, “Aku bersama Jenderal, Nak.”Kubilang, “Klinik.”Di ruang tunggu klinik, tentu saja ada Isha dan Tara. Dokter Gelda tidak ada di mana-mana, tetapi sebagai gantinya, Mika di sana. Mereka sedang bercanda saat tiba-tiba aku membuka pintu klinik.“Loh, Forlan?” sapa Mika. “Melanggar jam malam?”“Tadi minta keringanan,” Tara yang menjawab. “Sudah selesai sama Kara?”“Sudah.”“Air mukamu kusut juga,” komentar Isha. “Mau tidur? Ada Elton.”“Ada Elton?” Aku tidak tahu mengapa terkejut. “Aku sudah tidur agak lama siang tadi. Setidaknya, sampai Fal menjerit di telingaku. Kenapa Mika di sini?”“Tidak boleh, ya?”“Cuma bertanya. Biasanya tidak di sini.”“Kabur dari Dhiena,” akunya jujur. “Aku capek buat baju. Mengobrol waktu tengah malam bisa membuatmu lebih jujur. Ayo ngobrol.”Aku duduk di dekat mereka. “Tidak capek waktu sarapan nanti?”“Tentu saja capek. Tapi sudahlah. Pikir nanti saja.”“Ada kejadian?” tanya Isha,
Aku baru tahu Lavi bisa demam.Isha bilang itu cukup wajar. Biasanya dialami karena aliran energi pemilik kemampuan tidak bekerja sempurna. Jadi, Isha cuma menyarankan, “Bawa saja ini. Empon-empon. Suruh dia istirahat. Besok pagi setelah bangun, minum lagi sebotol. Jangan paksa dia terjaga. Empon-empon cuma meredakan gejala.”“Memangnya kalau parah bisa seperti apa?”“Kejang-kejang. Mati. Masalahnya di aliran energinya.”Aku langsung melompat mencari Elka.Haswin pernah bilang kalau butuh sesuatu di jam malam, aturannya harus lapor di bukit perbatasan, jadi aku hampir beranjak ke sana, tetapi tiba-tiba bertemu Elka yang sedang berputar di jalur penghubung.“Brengsek!” umpatnya, saat aku melapor. “Kau cuma mau bercumbu!”“Kau tidak lihat aku bawa empon-empon?”“Cuma alasan!”“Bego. Sudahlah. Aku pergi sekarang. Lavi bisa kejang-kejan
Sekarang aku mengerti bagaimana citra roh alam bisa muncul.Ketika pagi tiba, aku tahu Lavi terbangun, tetapi dia tidak menghampiriku. Tampaknya dia langsung merasakan posisiku yang masih di gerhanya. Kupikirkan dia akan menuntut mengapa tidak menemukanku masih tidur di sebelahnya, tetapi ternyata tidak. Dia bergerak ke kamar mandi. Dia pasti lama membasuh diri—jadi aku tetap melanjutkan latihan pagi. Kondisi benakku lebih tenang dari malam saat di kano, jadi untuk beberapa kali percobaan, hasilnya bisa lebih baik.Lavi baru menghampiriku ketika dia memintaku makan—Lavi adalah salah satu penghuni yang jarang ambil jatah makan di dapur, kecuali dia malas masak. Jadi, dia terkejut melihat kupu-kupu mengelilingiku dan burung-burung bertengger. Dia tidak lagi bisa berkomentar apa-apa ketika aku duduk dikelilingi pendar kabut yang memperlihatkan sesuatu. Dia terpukau begitu saja saat berhasil mendekat.“Ini... apa?” tanyanya, berjongkok di seb
Untuk kesekian kalinya aku bicara dengan Kara.Namun, kali ini anggota obrolan serius ini bertambah menjadi empat. Ada Lavi dan Jenderal. Kami juga bukan bicara di danau, tetapi di Pendopo. Tidak ada yang berniat bicara serius, tetapi ketika aku dan Lavi menaiki tangga pondok utama, kami bertemu Jenderal dan Kara, lalu tiba-tiba Lavi bilang, “Forlan punya berita alam liar untuk kita. Bagaimana kalau kita bicara di Pendopo sebentar?”Pemilihan waktunya kurang tepat mengingat semalam aku dan Kara bicara soal hal yang lebih menyakitkan, tetapi Jenderal setuju.Pendopo tanpa Rapat Dewan hanya terasa seperti ruang berkumpul terbuka. Sesuatu yang membangkitkan kengerian Pendopo memang pada dasarnya pemilik keganjilan yang berkumpul di suatu tempat, yang secara teknis, memiliki power.Setelah tahu Jenderal kehilangan fungsi penglihatannya, aku tidak yakin apa yang harus kulakukan untuk menunjukkan citra roh alam.“Berita apa?” tany
Lavi tidak ingin tertidur sampai jam keberangkatan karena ingin bisa tidur saat di alam liar, jadi dia tetap terjaga—dan aku juga tetap terjaga. Di Rumah Pohon kami saling menenangkan pada apa yang akan terjadi beberapa waktu ke depan.Di satu jam sebelum keberangkatan, kami makan malam di dapur yang jujur saja sudah mirip seperti kamp pelatihan. Dalton memberitahu kami jika punggawa misi akan makan bersama di dapur. Kupikirkan kami hanya seperti di jadwal makan biasa. Duduk tersebar dan menyantap makanan masing-masing. Ternyata tidak. Di dapur sudah ada meja khusus bagi punggawa misi—meja yang membentang lurus dengan banyak makanan tersedia. Itu membuatku melongo dan hampir semua orang sudah di sana. Haswin sampai menuntut saat kami datang.“Cepat duduk! Kami menunggu kalian!”Aku tidak percaya apa yang kulihat. Tempat dudukku di sebelah Lavi dan Dalton. Di depanku ada Leo dan Reila. Leo berkata, “Padang Anushka sekarang ini benar-
Lavi meneguk cokelatnya sampai habis sebelum mulai melanjutkan.“Sejak dulu aku tidak bermaksud dekat dengan siapa pun,” katanya. “Aku... suka menyendiri. Kata orang, aku selalu dekat dengan si kapten baru ini, tapi—apa yang mereka tahu? Aku lebih sering menyendiri—dulu belum ada gerha, Tempat favoritku menyendiri hanya Joglo atau ladang bunga. Dulu aku sering ikut Dhiena dan Mika merawat ladang bunga. Tapi semakin aku dikabarkan dekat dengan si kapten, Dhiena dan Mika juga terkesan menjauhiku seolah itu cara mereka berkata tidak suka aku dekat dengan tim penyerang. Aku semakin sendiri, dan di titik itulah aku sadar betapa aku mulai benci diriku sendiri. Aku benci menyendiri. Aku benci merasakan sepi. Tapi aku tidak bisa pergi dari sepi. Dan orang ini—si kapten ini hanya ingin dipuaskan tanpa memikirkanku. Dan di waktu sama aku mendengar dia memakai namaku untuk membanggakan dirinya—seolah dia berhasil mendapatkan diriku yang jatuh pa
Aku bersumpah pada Lavi tidak akan bersedih lagi sampai selesai misi. Itu membuat Lavi tersenyum lebar. “Kalau begitu, sekarang kau yang temani aku.”Lavi ingin menghabiskan waktu di Rumah Pohon hingga jam misi tiba. Saat itu kurang dari enam jam lagi hingga kami berangkat misi. Jadi, Lavi beranjak ke Rumah Pohon saat aku membuat cokelat hangat di dapur. Dalton tidak ingin berada di markas. Dia ingin duduk di danau. Aku tidak ingin mengganggunya. Sepertinya dia ingin menenangkan pikiran. Kupikir Elton ikut dengannya, ternyata Elton ingin mempersiapkan perlengkapannya. Maka kami berpisah.Dua cangkir cokelat hangat siap, aku naik ke Rumah Pohon. Rumah Pohon ketika Lavi berada di dalam sungguh bisa terasa berbeda hanya dari aromanya. Lavi membuat semuanya terasa lebih hidup. Kehadirannya lebih besar dari sekadar apa pun. Ketika kehadirannya terasa sangat kuat seperti ini, biasanya Lavi sedang duduk di depan pintu beranda Rumah Pohon—di tempat favoritku&
Jesse dan Nuel membubarkan diri lebih dulu. Lavi menatap tajam Jesse bak singa marah menatap musuh yang bahkan tidak menoleh padanya sampai Jesse dan Nuel keluar ruangan. Aku membiarkan Lavi menatap seperti itu karena aku juga lumayan takut kalau dia sudah mendesis semakin kesal.Dokter Gelda meminta Leo kembali ke klinik, yang kusadari kalau Leo juga belum benar-benar dapat restu—tetapi Leo meminta sedikit waktu untuk menetap di markas ini lebih lama. “Sumpah, Ibu. Mika bakal menyeretku, jadi tunggu aku di klinik. Percayalah padaku dan Mika.” Dan dengan gagasan itu, Dokter Gelda dan Isha kembali lebih dulu ke klinik. Isha berkata padaku dan Lavi. “Nanti kuletakkan perlengkapan misi kalian di depan.” Lavi hanya mengangguk. Aku juga.Kara tampaknya berniat menghampiri kami, tetapi tiba-tiba Hela datang ke tempatnya, meminta saran soal misi. Itu membuat Kara akhirnya mau tak mau ikut keluar ruangan. Biasanya Hela bertanya pada Profesor Merla
Secara teknis, aku duduk di samping Lavi—yang juga di dekat Dalton. Dia yang paling dekat di antara semua orang. Leo bersama empat pendahulu berada di area yang sama. Mika setia duduk di sampingnya ketika Haswin dan Yasha mencuri perhatian sebagian orang karena terus berpindah tempat duduk—entah apa tujuan mereka. Dokter Gelda dan Isha selalu satu paket, berada di dekat Kara yang duduk di dekat Jesse dan Nuel. Mereka ada di dekat papan, dan kami duduk menghadap ke arah Jesse. Aku dan Lavi yang paling dekat pintu keluar, sementara Dokter Gelda dan Isha paling dekat dengan pekarangan belakang. Aslan berada di tempat cukup belakang bersama Elton dan Reila. Mereka ada di dekat kursi paling nyaman—yang diduduki oleh Reila dan Elton. Aslan setia memerhatikan, duduk di dekat mereka.Hela ada di dekat Dalton. Dia duduk di antara Lavi dan Dalton, jadi Dalton yang bertanya padanya, “Kau oke? Kau bisa mengikuti, kan?”“Eh, iya, bisa,” jaw
Ruang berkumpul markas tim penyerang pada dasarnya didesain untuk rapat tim dan apa pun yang melibatkan semua anggota. Ide kasarnya datang dari Dalton, lalu disempurnakan Lavi. Namun, dibilang model dibuat Dalton sebenarnya juga tidak. Hampir semua model milik Dalton diperbaiki Lavi. Ide ruang berkumpul ini datang dari Dalton, tetapi dirombak habis-habisan oleh Lavi. Ide ruang depan juga datang dari Dalton—dia memikirkan ruangan itu menjadi sejenis gudang senjata, tetapi oleh Lavi dirombak habis-habisan menjadi ruangan yang memamerkan tim penyerang—foto tim, dan loker anggota untuk persiapan perlengkapan misi. Loker itu biasanya diisi langsung oleh tim medis—biasanya mereka secara rutin memberi perlengkapan misi ke loker itu, jadi kami tidak perlu repot-repot ke tim medis untuk mengambil perlengkapan yang sebenarnya juga hanya perlu melangkah ke gedung sebelah. Namun, itu ide Isha karena sekarang tidak ada jaminan tim medis selalu di klinik. Mereka selalu berpencar
Lavi perlu memastikan keadaan lenganku yang cedera sebelum kami benar-benar berangkat misi. Jadi, mumpung tak ada siapa-siapa di gerha selain kami, Lavi membiarkanku panahan. Sebenarnya aku sudah yakin lenganku baik-baik saja. Tak ada lagi keluhan yang kurasakan. Aku juga sudah berhenti mengonsumsi obat dari Dokter Gelda—aku hanya terus menyantap madu Tara. Sungguh, madu Tara terasa beda dari yang lain. Lavi bahkan mengakuinya. Lebih enak dan membekas.Jadi, aku memanah. Lavi mengamatiku.Kurang lebih, dia puas. Dari lima puluh lima percobaan, tiga panah meleset dari titik pusat target. Aku kurang puas, tetapi Lavi memuji. “Impresif. Lenganmu pulih! Aku senang sekali!” Dia memelukku. “Angkat aku.”Aku mengangkatnya dengan lengan kiri seperti menggendong Fal, dan Lavi menjerit penuh tawa. Kuputuskan berputar-putar dan Lavi semakin brutal tertawa, tangannya melilit leherku terlalu kuat, jadi kami sama-sama menjerit meski dengan maksud
Aku terbangun ketika mendengar suara pintu dibuka. Mataku segera terbuka dan melihat sumber suara. Lavi berjalan membawa cangkir.“Oh, maaf, aku tidak bermaksud membangunkan,” katanya.Mataku silau—bukan karena Lavi, tetapi karena dari jendela kamar, cahaya seperti menerobos dari celah tirai. Di luar sudah sangat cerah. Aku tidak memasang jam di kamarku. Aku tidak terlalu tahu waktu. Lavi meletakkan cangkir minum, lalu duduk di sisi ranjang. “Istirahatlah selama kau bisa istirahat,” katanya.Aku menggeleng. “Jam berapa sekarang?”“Sebelas.”“Berapa lama aku tidur? Hari apa sekarang?”“Hampir sembilan jam,” jawabnya, lancar. “Jam tidur normal, sebenarnya. Aku membawakan minum. Hangat. Minumlah.” Dia menyodorkan cangkir itu. Aku bangun, meneguknya. Hanya air mineral biasa.“Aku... seperti terdisorientasi,” ungkapku, setelah meletakkan c
Saat itu siang bolong. Cuacanya lumayan panas, suara jangkrik terdengar di tengah hari, angin jarang berembus, tetapi itu tidak menghentikan anak kecil berlari penuh semangat, sangat kencang dengan wajah gembira. Dia keluar Balai Dewan—yang saat itu masih disebut asrama—berlari melewati jalur penghubung, terus lari meski ada orang yang menyapanya, di tangannya ada buku tulis dan dia melaju kian kencang setelah memasuki kompleks gerha. Dia berbelok dengan kecepatan tinggi ke gerha pertama di sebelah kanan, membuka pintu, dan menjerit, “IBU! IBU!”Dia masih berlari sampai menemukan Ibu di ruang tengah.Cuaca panas di luar semestinya juga membuat ruangan itu panas. Namun, itu tidak terjadi. Ruangan tengah gerha Ibu justru sangat sejuk. Ibu membuka pintu belakang, membuat pemandangan langsung terbuka. Ibu menanam banyak tanaman dan bunga di halaman belakangnya. Halamannya juga berdekatan dengan pohon di pinggir air terjun. Itu membuat angin segar da