Kami bertemu lagi dengan Elka. Dia bertanya tempat kami bermalam.Kara bilang, “Aku bersama Jenderal, Nak.”Kubilang, “Klinik.”Di ruang tunggu klinik, tentu saja ada Isha dan Tara. Dokter Gelda tidak ada di mana-mana, tetapi sebagai gantinya, Mika di sana. Mereka sedang bercanda saat tiba-tiba aku membuka pintu klinik.“Loh, Forlan?” sapa Mika. “Melanggar jam malam?”“Tadi minta keringanan,” Tara yang menjawab. “Sudah selesai sama Kara?”“Sudah.”“Air mukamu kusut juga,” komentar Isha. “Mau tidur? Ada Elton.”“Ada Elton?” Aku tidak tahu mengapa terkejut. “Aku sudah tidur agak lama siang tadi. Setidaknya, sampai Fal menjerit di telingaku. Kenapa Mika di sini?”“Tidak boleh, ya?”“Cuma bertanya. Biasanya tidak di sini.”“Kabur dari Dhiena,” akunya jujur. “Aku capek buat baju. Mengobrol waktu tengah malam bisa membuatmu lebih jujur. Ayo ngobrol.”Aku duduk di dekat mereka. “Tidak capek waktu sarapan nanti?”“Tentu saja capek. Tapi sudahlah. Pikir nanti saja.”“Ada kejadian?” tanya Isha,
Aku baru tahu Lavi bisa demam.Isha bilang itu cukup wajar. Biasanya dialami karena aliran energi pemilik kemampuan tidak bekerja sempurna. Jadi, Isha cuma menyarankan, “Bawa saja ini. Empon-empon. Suruh dia istirahat. Besok pagi setelah bangun, minum lagi sebotol. Jangan paksa dia terjaga. Empon-empon cuma meredakan gejala.”“Memangnya kalau parah bisa seperti apa?”“Kejang-kejang. Mati. Masalahnya di aliran energinya.”Aku langsung melompat mencari Elka.Haswin pernah bilang kalau butuh sesuatu di jam malam, aturannya harus lapor di bukit perbatasan, jadi aku hampir beranjak ke sana, tetapi tiba-tiba bertemu Elka yang sedang berputar di jalur penghubung.“Brengsek!” umpatnya, saat aku melapor. “Kau cuma mau bercumbu!”“Kau tidak lihat aku bawa empon-empon?”“Cuma alasan!”“Bego. Sudahlah. Aku pergi sekarang. Lavi bisa kejang-kejan
Sekarang aku mengerti bagaimana citra roh alam bisa muncul.Ketika pagi tiba, aku tahu Lavi terbangun, tetapi dia tidak menghampiriku. Tampaknya dia langsung merasakan posisiku yang masih di gerhanya. Kupikirkan dia akan menuntut mengapa tidak menemukanku masih tidur di sebelahnya, tetapi ternyata tidak. Dia bergerak ke kamar mandi. Dia pasti lama membasuh diri—jadi aku tetap melanjutkan latihan pagi. Kondisi benakku lebih tenang dari malam saat di kano, jadi untuk beberapa kali percobaan, hasilnya bisa lebih baik.Lavi baru menghampiriku ketika dia memintaku makan—Lavi adalah salah satu penghuni yang jarang ambil jatah makan di dapur, kecuali dia malas masak. Jadi, dia terkejut melihat kupu-kupu mengelilingiku dan burung-burung bertengger. Dia tidak lagi bisa berkomentar apa-apa ketika aku duduk dikelilingi pendar kabut yang memperlihatkan sesuatu. Dia terpukau begitu saja saat berhasil mendekat.“Ini... apa?” tanyanya, berjongkok di seb
Untuk kesekian kalinya aku bicara dengan Kara.Namun, kali ini anggota obrolan serius ini bertambah menjadi empat. Ada Lavi dan Jenderal. Kami juga bukan bicara di danau, tetapi di Pendopo. Tidak ada yang berniat bicara serius, tetapi ketika aku dan Lavi menaiki tangga pondok utama, kami bertemu Jenderal dan Kara, lalu tiba-tiba Lavi bilang, “Forlan punya berita alam liar untuk kita. Bagaimana kalau kita bicara di Pendopo sebentar?”Pemilihan waktunya kurang tepat mengingat semalam aku dan Kara bicara soal hal yang lebih menyakitkan, tetapi Jenderal setuju.Pendopo tanpa Rapat Dewan hanya terasa seperti ruang berkumpul terbuka. Sesuatu yang membangkitkan kengerian Pendopo memang pada dasarnya pemilik keganjilan yang berkumpul di suatu tempat, yang secara teknis, memiliki power.Setelah tahu Jenderal kehilangan fungsi penglihatannya, aku tidak yakin apa yang harus kulakukan untuk menunjukkan citra roh alam.“Berita apa?” tany
Ternyata pondok utama lebih ramai dari yang kupikirkan.“Ke mana dulu kalian? Kencan?” tuntut Dalton.Kupikirkan diskusi hanya berlangsung antara Haswin dan tim penyerang—tetapi tidak. Mika bilang, “Kita cuma menumpang main kartu. Bicarakan saja apa yang mau kalian bicarakan.” Dan di sekelilingnya ada keseluruhan tim medis.“Di mana Dhiena?” tanyaku.“Tidur.”“Bukannya yang semalam tidak tidur itu kau?”“Aku itu kuat. Masa kau lupa, sih?”Dia mengajakku main kartu, tetapi aku tidak mau.Si pimpinan proyek, Haswin, menggedor papan tulis berulang kali, meminta orang-orang tenang. Terlalu berisik.Nuel sedang menggambar sesuatu di dekatnya. Entah bagaimana saat Nuel jauh dari ruangan tim peneliti, dia terasa lebih hidup dari biasanya. Barangkali saat dia tidak pernah terlibat dalam urusan penghuni dan sekarang dia diizinkan terlibat di setiap hal,
Fal bicara sangat pelan, jadi kami benar-benar harus memasang telinga.Kurang lebih Fal bermimpi sedang tidur sendirian di kamar yang asing, lalu tiba-tiba kamar itu didobrak keras oleh sesuatu. Pintunya tidak terbuka. Fal berhasil terbangun karena sentakan keras itu, tetapi kamar kosong, tidak ada siapa-siapa. Fal memanggil namaku, sampai tiba-tiba sentakan keras di pintu terdengar lagi. Tentu Fal pikir itu aku, tetapi saat pintu terbuka, yang datang bukan aku, melainkan pria aneh yang wajahnya tidak kelihatan. Siluetnya aneh. Fal ingat jelas bentuk pria itu, tetapi karena kondisinya sedang ketakutan, ceritanya tidak berhasil membuat kami membayangkan secara jelas seperti apa perawakan pria itu.Yang jelas: dia tidak memakai jas lab seperti ayah dalam mimpinya.Mimpi itu belum berakhir di sana. Pria itu mendekati Fal, mencoba bicara dengan nada suara seperti mesin diesel Dalton. Fal pernah bilang kalau diesel milik Dalton menakutkan untuknya, jadi bisa kubayang
Lavi meminta tim penyerang memisahkan diri di ruangan lain. Tampaknya tidak ada yang protes, jadi saat Lavi tiba di selasar, melihatku sedang main alfabet bersama Fal, dia langsung menyeretku bersamanya.“Lavi jangan culik Forlan!” tuntut Fal. “Lavi sudah sama Forlan terus!”“Cuma pinjam sebentar, urusan bisnis,” jelas Lavi.“Nanti kita main lagi, Fal,” kataku, melarang Fal menarikku.Jadi, kami ada di ruangan santai lain—mengingat pondok utama tidak punya ruangan bernuansa serius selain ruangan pertama dari pintu utama. Lavi meminta kami duduk melingkar, dan entah bagaimana susunan duduknya langsung tersusun tanpa instruksi: Dalton di sebelah kiriku, Reila di sebelah kananku, Lavi di sebelah Elton. Lingkaran bertemu di Dalton dan Elton, tetapi jarak mereka juga lumayan jauh untuk ukuran saudara. Lingkaran juga bertemu di Lavi dan Reila. Aku paham Reila tidak bermaksud memberi jarak, tetapi posisi ini
Kebenaran bodohnya: alih-alih Fal yang tertidur lebih dulu, aku yang lebih dulu bermimpi ketika tengah menyugar rambut Fal.Dalam mimpi itu, untuk paruh pertama, aku tidak sadar sedang bermimpi.Aku sedang berlari di hutan. Sangat kencang, seperti seumur hidupku ada di ujung tanduk bila tidak berlari secepat itu. Kemudian tanganku terayun. Sesuatu tiba-tiba terpancar. Udara menyemburkan darah. Baru kusadari setelah ada monster meriak begitu saja dari alam liar—pedang baru menebas seekor monster.Pedang perunggu di tanganku. Pedang yang hanya bisa menyerang monster.Kemudian aku melompat. Sangat tinggi. Sampai tanganku mampu langsung meraih ranting raksasa. Tubuhku berputar sembari bergelantungan, menghadap ke arah lariku. Dari sana, pemandangan baru bisa terlihat.Hutan.Lebih tepatnya, lima meter di depanku masih hutan.Namun, lima meter setelahnya, itu bukan lagi hutan. Itu kegelapan. Ada satu orang di sana. Jarak yang sangat