Home / Fantasi / Selubung Memori / 278. CITRA SATU DETIK #6

Share

278. CITRA SATU DETIK #6

last update Last Updated: 2023-03-14 14:00:58

Ternyata pondok utama lebih ramai dari yang kupikirkan.

“Ke mana dulu kalian? Kencan?” tuntut Dalton.

Kupikirkan diskusi hanya berlangsung antara Haswin dan tim penyerang—tetapi tidak. Mika bilang, “Kita cuma menumpang main kartu. Bicarakan saja apa yang mau kalian bicarakan.” Dan di sekelilingnya ada keseluruhan tim medis.

“Di mana Dhiena?” tanyaku.

“Tidur.”

“Bukannya yang semalam tidak tidur itu kau?”

“Aku itu kuat. Masa kau lupa, sih?”

Dia mengajakku main kartu, tetapi aku tidak mau.

Si pimpinan proyek, Haswin, menggedor papan tulis berulang kali, meminta orang-orang tenang. Terlalu berisik.

Nuel sedang menggambar sesuatu di dekatnya. Entah bagaimana saat Nuel jauh dari ruangan tim peneliti, dia terasa lebih hidup dari biasanya. Barangkali saat dia tidak pernah terlibat dalam urusan penghuni dan sekarang dia diizinkan terlibat di setiap hal,

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Selubung Memori   279. CITRA SATU DETIK #7

    Fal bicara sangat pelan, jadi kami benar-benar harus memasang telinga.Kurang lebih Fal bermimpi sedang tidur sendirian di kamar yang asing, lalu tiba-tiba kamar itu didobrak keras oleh sesuatu. Pintunya tidak terbuka. Fal berhasil terbangun karena sentakan keras itu, tetapi kamar kosong, tidak ada siapa-siapa. Fal memanggil namaku, sampai tiba-tiba sentakan keras di pintu terdengar lagi. Tentu Fal pikir itu aku, tetapi saat pintu terbuka, yang datang bukan aku, melainkan pria aneh yang wajahnya tidak kelihatan. Siluetnya aneh. Fal ingat jelas bentuk pria itu, tetapi karena kondisinya sedang ketakutan, ceritanya tidak berhasil membuat kami membayangkan secara jelas seperti apa perawakan pria itu.Yang jelas: dia tidak memakai jas lab seperti ayah dalam mimpinya.Mimpi itu belum berakhir di sana. Pria itu mendekati Fal, mencoba bicara dengan nada suara seperti mesin diesel Dalton. Fal pernah bilang kalau diesel milik Dalton menakutkan untuknya, jadi bisa kubayang

    Last Updated : 2023-03-16
  • Selubung Memori   280. CITRA SATU DETIK #8

    Lavi meminta tim penyerang memisahkan diri di ruangan lain. Tampaknya tidak ada yang protes, jadi saat Lavi tiba di selasar, melihatku sedang main alfabet bersama Fal, dia langsung menyeretku bersamanya.“Lavi jangan culik Forlan!” tuntut Fal. “Lavi sudah sama Forlan terus!”“Cuma pinjam sebentar, urusan bisnis,” jelas Lavi.“Nanti kita main lagi, Fal,” kataku, melarang Fal menarikku.Jadi, kami ada di ruangan santai lain—mengingat pondok utama tidak punya ruangan bernuansa serius selain ruangan pertama dari pintu utama. Lavi meminta kami duduk melingkar, dan entah bagaimana susunan duduknya langsung tersusun tanpa instruksi: Dalton di sebelah kiriku, Reila di sebelah kananku, Lavi di sebelah Elton. Lingkaran bertemu di Dalton dan Elton, tetapi jarak mereka juga lumayan jauh untuk ukuran saudara. Lingkaran juga bertemu di Lavi dan Reila. Aku paham Reila tidak bermaksud memberi jarak, tetapi posisi ini

    Last Updated : 2023-03-18
  • Selubung Memori   281. DUA SISI KOIN #1

    Kebenaran bodohnya: alih-alih Fal yang tertidur lebih dulu, aku yang lebih dulu bermimpi ketika tengah menyugar rambut Fal.Dalam mimpi itu, untuk paruh pertama, aku tidak sadar sedang bermimpi.Aku sedang berlari di hutan. Sangat kencang, seperti seumur hidupku ada di ujung tanduk bila tidak berlari secepat itu. Kemudian tanganku terayun. Sesuatu tiba-tiba terpancar. Udara menyemburkan darah. Baru kusadari setelah ada monster meriak begitu saja dari alam liar—pedang baru menebas seekor monster.Pedang perunggu di tanganku. Pedang yang hanya bisa menyerang monster.Kemudian aku melompat. Sangat tinggi. Sampai tanganku mampu langsung meraih ranting raksasa. Tubuhku berputar sembari bergelantungan, menghadap ke arah lariku. Dari sana, pemandangan baru bisa terlihat.Hutan.Lebih tepatnya, lima meter di depanku masih hutan.Namun, lima meter setelahnya, itu bukan lagi hutan. Itu kegelapan. Ada satu orang di sana. Jarak yang sangat

    Last Updated : 2023-03-20
  • Selubung Memori   282. DUA SISI KOIN #2

    Fal—yang tertidur begitu damai—terbangun begitu saja. Dia tepat di sisiku, langsung tersentak begitu aku terlonjak begitu kuat.Aku masih bisa merasakan kengerian itu, jadi ketika kesadaran Fal masih di fase terpaksa kembali, aku sudah memeluk erat Fal, bahkan tanpa ragu memendam kepalaku dalam bahu kecilnya. Dan Fal tidak mengatakan apa-apa—lebih tepatnya, aku tidak peduli Fal melakukan apa—tetapi yang kutahu: aku bergetar kuat.Tidak ada yang bisa kumengerti mengapa aku tidak bisa menahan diri, tetapi setelah menyadari bahwa tubuhku masih di sini, tepat di samping Fal, sensasi lega membuncah begitu saja, membuat dorongan di pelupuk mataku tidak tertahan. Aku menangis—entah karena bersyukur aku ternyata masih hidup, atau karena aku—untuk pertama kalinya—begitu takut pada sesuatu yang tidak benar-benar nyata.Aku tidak menangis keras. Hanya mendekap erat Fal, memendam kepalaku sedalam yang bisa kulakukan di pundak Fal, d

    Last Updated : 2023-03-22
  • Selubung Memori   283. DUA SISI KOIN #3

    Aku terbangun di awal pagi.Sangat normal, seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Tidak ada mimpi yang terlintas. Jadi, ketika bangun, aku benar-benar membuka mata dengan wajar.Tidak ada Dokter Gelda. Ruangan juga lumayan gelap.Setelah beberapa lama, kesadaranku sungguhan kembali. Fal masih tidur—aku tak mau ambil risiko dia ketakutan karena aku hilang saat dia bangun, jadi aku berusaha membangunkannya. Aku memencet-mencet pipinya. Benar-benar adiktif, tetapi Fal hanya bergumam dan mengerang. Jadi, aku membuka paksa matanya, dan sorot Fal kosong, masih tertidur pulas. Agaknya ini keterlaluan, jadi kuputuskan menggelitik kakinya. Fal gampang geli, itu pasti bisa membangunkannya, tetapi Fal hanya menendang-nendang, bahkan sampai lenganku.Tidak ada gunanya. Dia memang susah bangun.Kugunakan senjata pamungkas terakhir. Yang satu ini prosesnya lumayan panjang. Aku keluar kamar. Ruangan tengah kosong. Tidak ada Jenderal atau Kara. Mereka tampakn

    Last Updated : 2023-03-24
  • Selubung Memori   284. DUA SISI KOIN #4

    Pagi itu dibuka dengan hujan.Ketika kami membawa Jesse ke klinik, kami perlu berlari sekeras mungkin, melapisi Jesse yang sudah kepayahan dengan jas hujan, lalu aku membawanya di punggung sembari berlari ke klinik. Jesse sudah hampir kehilangan kendali untuk tetap terjaga, jadi Dalton memberitahunya. “Tidurlah sekarang kalau bagimu sudah cukup nyaman. Tidak perlu pikirkan apa yang terjadi setelah ini.”Jesse mengangguk.Hujannya cukup deras. Kami perlu memakai kemampuan untuk menghalau hujan. Tentu saja itu bukan kemampuan kami. Kara sedang di Balai Dewan. Kurasa Kara berniat melatih kandidat baru di gelanggang—meski hujan, latihan harus tetap berlangsung—tetapi kemudian dia menemukan kami memakai jas hujan. Tentu saja Kara bertanya-tanya apa yang kulakukan di sini saat semestinya aku istirahat total. Itu membuat Dalton bertanya-tanya mengapa aku perlu istirahat total, tetapi tak ada waktu untuk menjelaskan. Jadi, ketika Jesse sudah terl

    Last Updated : 2023-03-26
  • Selubung Memori   285. DUA SISI KOIN #5

    Ketika Dalton datang bersama Nuel dan Asva, terjadi pergantian penjaga di ruangan Jesse. Dokter Gelda dan Moli keluar, kemudian Dokter Gelda bilang pada kami: “Jaga klinik sebentar. Kami harus mengambil persediaan.”Dokter Gelda mengajak Moli. Jadi, yang dimaksud itu aku, Tara, Dalton.Di luar masih hujan deras. Akses jalur agak sulit, terutama setelah Dalton berkata, “Tempat ini jarang hujan, tapi kalau sudah hujan selalu deras sekali.”“Seperti badai,” kata Tara, sepakat.Sejujurnya, itu pertama kali aku mendapat hujan sederas ini. Pondok Nenek tidak pernah mendapat guyuran hujan bersama gemuruh yang saling bersahutan. Itu mengingatkanku akan Lavi, tetapi mustahil dia iseng mengaktifkan kemampuannya di tengah guyuran hujan. Setidaknya, ini hujan deras pertamaku yang sampai seperti berniat menerbangkan pohon-pohon. Angin berhembus begitu kencang, seolah Fal bisa diterbangkan begitu saja. Air menggenang di mana-mana. Ki

    Last Updated : 2023-03-28
  • Selubung Memori   286. DUA SISI KOIN #6

    Hujan tidak kunjung reda.Benakku masih dihantui banyak beban yang entah bagaimana tidak mampu lepas, jadi atas izin Tara, aku diperbolehkan meminjam payungnya, melintasi jalan penghubung paving, merasakan betapa kejamnya guyuran air hujan—menurutku, ini memang badai, bukan lagi hujan deras—menginjak tanah basah seperti rawa di padang rumput Gerha, lalu berlari sembari meninggalkan bercak lumpur. Tidak ada tanda-tanda dia akan keluar kalau mengetuk pintu, jadi aku memikirkannya, segera menjerit melebihi suara hujan. Guntur bergemuruh. Kilat kecil juga membuat langit bercahaya, tetapi Lavi berhasil keluar tanpa jeda.Tentu saja dia terkejut. Belum sempat dia berkata-kata, aku berteriak sangat jelas—bukan di kepalanya—melawan hujan.“Aku tadi mimpi buruk!”Lavi benar-benar kehabisan kata-kata. Kurasa dia ingin menuntut banyak—terutama karena dia sudah tahu itu dan jelas-jelas dia yang menenangkanku—tetapi dia

    Last Updated : 2023-03-30

Latest chapter

  • Selubung Memori   613. HUTAN BEKU #1

    Pencarian tetap dilanjutkan. Timnya tetap. Jadi, Lavi bertahan denganku di ruangan itu sampai setidaknya aku bisa bergerak lancar lagi. Semua orang percaya Lavi tidak akan membuatku melakukan hal aneh-aneh, dan kuakui itu benar. Hanya dengan melihat Lavi yang kacau saja, aku tahu tidak akan bisa aneh-aneh—meski hal yang kulakukan tadi tidak kurencanakan untuk berakhir seaneh itu.Aku hanya menyandarkan punggung di gundukan tanah, dan Lavi duduk di sisiku. Kurang lebih, kami hening beberapa saat.“Aku,” kata Lavi, “tahu kau takkan kenapa-kenapa.”“Ya,” kataku.“Tapi tadi... aku merasa bakal kehilanganmu. Aku takut.”“Ya.”“Jangan membuatku jantungan lagi. Aku tidak suka melihatnya.”“Ya,” kali ini aku berjanji.Tubuhku sudah lumayan ringan. Setidaknya, kembali seperti sebelum aku melakukan rangkaian pelepasan energi besar. Jadi, alih-alih L

  • Selubung Memori   612. GUA TEBING #9

    Reila berniat menyergahku dengan beragam pertanyaan—sudah kelihatan dari wajahnya, tetapi kubilang, “Lavi.”Aku hanya menyebut namanya, tetapi Lavi mengerti. Dia mendekat ke Reila yang membuat Reila heran, tetapi Lavi tidak menunggu tuntutan Reila karena sudah meminta Reila menjauh dan berkata, “Jangan terlalu banyak menuntut pada orang yang berusaha menggapai informasi. Aku bisa mengerti kau ingin bertemu ibumu, tapi sebagai tim dan sebagai orang yang dipercaya, aku harus menahanmu.”Reila semakin ingin menuntut, tetapi aura Lavi mendadak menajam.Kurang lebih itu dirasakan Profesor Merla dan Leo juga.“Lavi, jangan terlalu menekannya,” kataku.“Maaf,” kata Lavi.Aku mengulurkan lengan seperti berusaha menggapai sesuatu. Di depanku hanya ada dinding tanah, tetapi aku tetap di posisi itu dan mulai memejamkan mata. Kurasakan aliran energi di sekitar. Kurasakan aura Ibu. Kurasakan juga aura

  • Selubung Memori   611. GUA TEBING #8

    Tidak lama kemudian, Leo dan Jenderal muncul dari kegelapan gua.Aku sudah duduk bersama Reila di tumpukan batu. Begitu menyadari Leo dan Jenderal yang kembali, Reila langsung mengangkat kepala. Namun, mendapati ekspresi yang dibuat Leo, kami semua tahu jawabannya.“Tidak ada,” Leo tetap menjelaskan.“Tidak ada petunjuk juga?” tanya Nadir.“Kami belum sedetail itu mencarinya. Hanya memasuki ruangan terdekat. Bagian dalamnya benar-benar gelap. Tidak ada penerangan. Tapi udara masih ada. Kita masih bisa bernapas normal. Kemampuan Helvin tidak sepenuhnya hilang—dan... ya, masih ada kemungkinan Bibi Meri ada di bagian dalam. Bibi Meri mampu merasakan ujung lain gua. Mungkin dia berjalan menelusuri itu.”Aku tahu Leo bermaksud menenangkan kami dengan gagasan itu.Namun, aku juga tahu apa yang sudah kupikirkan. Kemungkinannya sangat kecil Ibu bisa menelusuri gua gelap yang bahkan belum pernah dia kunjungi&

  • Selubung Memori   610. GUA TEBING #7

    Pintu gua itu lebih mirip seperti cekungan tanah raksasa yang menjorok ke dalam. Bebatuan raksasa menutupi sebagian besar pintu masuk, jadi kesimpulan itu tepat: pintu gua ini tertutup. Dan sangat rapi seolah bukan dengan bebatuan, tetapi dengan tanah yang berbentuk sama seperti pola dinding tebing sekitarnya.Bagian dalamnya gelap. Sangat gelap. Aku seperti melihat kegelapan yang berniat menelanku. Pintu masuk gua hanya terbuka sebagian. Itu artinya, cahayanya juga sangat minim. Hanya bisa masuk sekitar setengah pintu masuk gua. Cahayanya hanya bisa mencapai beberapa meter dari mulut gua.Lavi sedang duduk di bagian dalam gua, tidak jauh dari bebatuan yang jatuh bersama Nadir. Jenderal dan Leo tidak ada batang hidungnya. Lavi melihat kami yang tiba di mulut gua, dan dia langsung berdiri, mengulurkan tangan padaku yang berdiri di mulut gua. Aku tidak bergerak, hanya menatap kegelapan di dalam gua. Lavi langsung memelukku.“Bersabarlah, jangan berpikir aneh

  • Selubung Memori   609. GUA TEBING #6

    [“Forlan, darurat. Turunlah saat kau sudah bisa lihat tebing.”]Aku sudah bisa melihat keberadaan tebing di kejauhan. Hanya saja, belum sempat aku bertanya mengapa Lavi meminta seperti itu, kurasakan Lavi memudar. Semakin sering kami terhubung, aku juga semakin mengerti seperti apa rasanya saat Lavi tak lagi memusatkan fokusnya untuk terhubung. Ketika kami terhubung, Lavi rasanya seperti melekat di kepalaku. Namun, saat komunikasi telah terputus, Lavi seperti meleleh. Aku tahu dia tidak akan menyahut.Tebing itu terlihat tidak terlalu tinggi hingga aku melihat bawah. Kusadari permukaan tanah sudah turun jauh. Tebing itu masih buram karena jarak, dan ketika sudah mulai terlihat wujudnya, suara Fin menggema di kepalaku.[“Aku tidak bisa lebih dekat lagi.”]Itu sudah membuatku terkejut. Jadi, tiba-tiba aku menghentikan gerakan—aku hanya melayang di udara. Falcon mendadak berhenti, yang juga ikut membuat P

  • Selubung Memori   608. GUA TEBING #5

    Semestinya kami meneruskan perjalanan, tetapi Profesor Merla menyebut gagasan bagus: “Lebih baik kita tunggu koordinat. Rasanya sia-sia kalau kita sudah berjalan jauh, tapi akhirnya juga akan lewat jalur udara.”“Kita setuju pakai jalur udara?” tanyaku.“Aku setuju,” kata Reila, langsung.“Itu lebih efisien,” kata Profesor Merla.“Baiklah, aku juga setuju,” kataku.Maka kami beristirahat melebihi waktu yang direncanakan. Wilayah sekitar kami tampaknya bukan pedalaman hutan. Pepohonan memang banyak, tetapi tidak terlalu seperti kedalaman hutan. Pohon-pohonnya cenderung lebih pendek dan tak terlalu lebat. Batangnya barangkali besar, tetapi jarak antar pohon lumayan lengang. Kurasa aku mengerti mengapa tim Lavi bisa sampai berpikir sedang mengitari area gunung. Wilayah ini memang tidak seperti jalur memasuki gunung.Kami duduk di bebatuan yang tertutup semak tinggi. Bebatuan besar juga

  • Selubung Memori   607. GUA TEBING #4

    Sekitar setengah jam kami berjalan, ketika kami menelusuri hutan belantara yang kiri kanannya hanya semak tinggi, Reila terbangun sepenuhnya.Dia bergumam di bahuku. “Kak?”Aku menoleh, melihat matanya terbuka. Profesor Merla juga melihat. Kami berjalan beriringan. Begitu Reila membuka mata, kami langsung tahu. Lagi-lagi di antara semua yang bisa Reila ucapkan sebagai kata-kata sambutan, dia memutuskan berkata hal menyedihkan, “Maaf. Aku pasti menghambat.”“Bicara apa kau ini?” balasku.“Karena aku tidur, Kakak berangkat belakangan.”“Kau bermimpi soal itu?”“...tidak.”“Berarti kau tidak tahu apa yang terjadi. Jangan menyimpulkan sendiri.”Dia terdiam. Profesor Merla tidak bicara. Aku masih menggendong Reila.Lalu setelah beberapa waktu, setelah Profesor Merla menghalau rerumputan tinggi yang menghalangi jalur kami—dan aku memberit

  • Selubung Memori   606. GUA TEBING #3

    Profesor Merla bilang aku juga perlu istirahat, jadi aku memejamkan mata sejenak—berharap tidak tertidur, dan ternyata aku tertidur. Aku yakin tidak tertidur. Kesadaranku masih tersisa ketika mataku terpejam. Apa yang kulihat hanya gelap, tetapi ketika aku membuka mata lagi, Profesor Merla bilang, “Cepat sekali tidurmu. Kupikir kau bakal tidur sampai jam sembilan.”“Apa?” Aku langsung bangkit. “Sekarang jam berapa?”“Hampir delapan.”Kesadaranku benar-benar langsung kembali. Entah bagaimana caranya aku sudah berbaring di pangkuan Profesor Merla di sisi kiri—dan aku mendapati Reila di sisi kanan. Profesor Merla tersenyum.“Tenang,” katanya. “Selama kau bisa tahu posisi Lavi, kita bisa menyusul dengan cara apa pun. Kita bisa lewat udara seperti kalian. Istirahatlah.”Itu memang benar. Aku mengendurkan kesiapanku lagi.Profesor Merla masih belum berhenti terseny

  • Selubung Memori   605. GUA TEBING #2

    Tim Lavi berangkat sekitar sepuluh menit sejak keputusan keluar. Mereka berangkat dengan empat orang: Jenderal, Nadir, Lavi, Leo. Mereka akan berjelajah sesuai ingatan Leo dan melaporkannya secara berkala ke kepalaku. Lavi kali ini tak kelihatan cemas atau dihantui ketakutan, dia hanya tersenyum seperti biasa, bahkan sempat berkata, “Jangan merindukanku. Jangan mencemaskanku.”“Tutup mulutmu, beri aku jimat,” kataku.“Tidak mau. Kalau terlalu sering nanti tidak istimewa lagi.”Aku cemberut. Dia tertawa. Lalu dengan gerakan tak terduga, dia mendekat dan mengecupku. Kejadian itu berlalu sangat cepat sampai aku hanya bisa bereaksi dengan mengangkat alis. Dan dia tidak berniat menegaskannya lagi karena sudah bangkit dan melambaikan tangan. “Dadah, Kuda Putih.”Lavi melakukan hal sama—menoleh ke belakang dan melambaikan tangan hingga lenyap ditelan barisan pohon. Bedanya, kini dia tersenyum lebar.Ak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status