Home / Fantasi / Selubung Memori / 184. UJUNG TELAGA #2

Share

184. UJUNG TELAGA #2

last update Last Updated: 2022-09-07 14:00:56

Joglo masih dipenuhi penghuni yang beristirahat. Sebagian juga ada yang tinggal di Gerha Jesse. Gerha paling besar itu memang tempat cocok untuk ini.

Hal pertama yang kami lakukan, adalah menghampiri Dokter Gelda.

Namun, ketika aku keluar Gerha Lavi, mendapati beberapa penghuni juga tersebar di area Gerha, mereka semua terhenti, tetapi juga segera berpura-pura tidak melihatku. Sorot mereka seperti berusaha menghindar. Dan kurasakan aku mampu mengerti itu. Kalau saja aku terlambat dihentikan, Joglo pasti kacau. Barangkali tak ada fondasi yang roboh, tetapi setidaknya orang yang beristirahat akan terganggu—bahkan terluka. Bukan hal aneh mereka melihatku seperti ancaman.

Sayangnya, Lavi segera menyergah, menyeretku. “Ayo.”

Hanya dua penghuni yang berani menghampiriku. Mereka berjalan begitu terburu-buru dari lantai Joglo, tampak begitu lega melihatku bisa berjalan normal. “Sejak tadi kami ingin menemuimu,” katanya.

&ldquo

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Selubung Memori   185. UJUNG TELAGA #3

    Aku tidak mengerti bagaimana Fal bisa berani, tetapi beberapa saat setelah Profesor Merla pergi—ketika aku dan Tara terdiam menatap kubangan besar, suara Fal terdengar, “Forlan! Tara! Kenapa gelap-gelapan?”Rasanya seperti melakukan hal terlarang.Jadi, ketika Fal memilih duduk di pangkuanku, kubilang, “Maaf membuat Fal menunggu. Fal tidak tidur sejak tadi?”Fal menggeleng.“Mau empat mata sekarang?” tanyaku.“Ada Tara juga tidak apa. Jadi,” Fal menghitung. “Enam mata.”“Empat mata?” tanya Tara.“Tara gelap. Kenapa Tara sedih?” tanya Fal, tiba-tiba.Alih-alih melanjutkan sedih, Tara justru menemukan mataku—yang secara kebetulan aku juga mengerutkan kening menatapnya. Kemudian Fal agak tertawa. “Sekarang Tara bingung, ya?”“Bagaimana Fal bisa tahu?” tanyaku.“Warna Tara kelihatan sedih. Fal

    Last Updated : 2022-09-09
  • Selubung Memori   186. UJUNG TELAGA #4

    Fal punya kebiasaan tertidur setelah menangis keras.Agaknya suasananya lumayan canggung, dan Tara berusaha menitikkan air mata sedemikian rupa ketika Fal menangis, jadi ketika Fal tidur, satu-satunya yang berhasil diucapkan Tara cuma satu, “Mau sampai kapan dia seperti ini?”“Harus cari cara lain,” gumamku.“Kau harus istirahat.” Tara menatapku seperti Layla. “Kalian harus tidur. Kara minta malam ini semua penghuni tidur. Besok ada yang harus dikerjakan.”Tidak ada yang ingin membantah, dan aku tidak mau membiarkan Fal pergi, jadi ketika Tara mengatakan ada kasur busa yang bisa kami gunakan, aku segera mengangkut kasur itu, membawanya ke ruang sekat Dalton yang sudah terbangun, dia sedang baca buku—hal yang sepertinya tidak akan pernah dilakukan Dalton—lalu bertanya, “Kau baru meledak lagi? Kenapa kelihatan marah?”Aku masih menggendong Fal, membanting kasur itu, menidurkan Fa

    Last Updated : 2022-09-11
  • Selubung Memori   187. UJUNG TELAGA #5

    Itu pertama kali aku menyaksikan bagaimana pejuang diantarkan.Setidaknya, ada enam orang meninggal, yang menurut Kara di luar dugaan awalnya—mengingat skala penyerangan begitu besar: lima ledakan disusul serbuan monster. Sudah suatu keajaiban hanya ada enam korban jiwa, meski aku dan Dalton menyebutnya empat korban, karena dua orang lagi agaknya ada di area abu-abu—tetapi Kara bersikeras korbannya ada enam.Aku tidak tahu berapa banyak anggota tim bertahan—tetapi kurasa sekitar sembilan. Jadi, dengan penangkapan Aaron, kematian Troy, dan asumsi Reila tidak akan lanjut di tim bertahan—dengan fakta ada satu orang gugur dari tim bertahan, plus kaptennya yang dalam kondisi aneh, bisa dibilang anggota tim bertahan hampir habis. Dalton juga bilang, “Sisa empat.”Fal bersamaku, menyantap es krim Lavi, lalu aku berkata, “Aku tahu dua.”“Dua lagi, kan, kau lawan di latihan tanding pertamamu. Yang bongsor.&rdqu

    Last Updated : 2022-09-13
  • Selubung Memori   188. UJUNG TELAGA #6

    Matahari sudah terbenam. Secara teknis, aku tidak sabar lagi dengan malam, tetapi aku lebih tidak sabar berbaring di gerhaku yang seperti tidak pernah meledak.Namun, ketika aku selesai membuka kunci pintu, memutar gagang semudah tidak pernah terjadi apa-apa—seseorang tinggi sudah berdiri di balik pintu, segera menyeringai, membuatku terkejut, menjerit, “WAA!” bahkan sampai membuatku melompat mundur, dan aku tidak berani menuntut karena Jenderal sudah berkata, “Merindukanku, Bocah Alam?”Jantungku masih menderu kaget, dan secara teknis, aku hanya bisa berpikir Jenderal akan menghabisiku karena sudah menguping.“Bocah Alam,” bisik Jenderal, tajam, mendekat. “Jawab.”“Ya!” Aku melompat mundur. “Ya! Ya. Rindu Jenderal. Sangat.”“Tapi aku tidak rindu denganmu!” protesnya.Aku tidak tahu harus membalas apa, jadi aku hanya mengangguk.Dan Jenderal masi

    Last Updated : 2022-09-15
  • Selubung Memori   189. UJUNG TELAGA #7

    Sayangnya, niat Jenderal di Gerhaku bukan untuk melihat bunga biru.Namun, keperluan itu perlu ditunda karena tiba-tiba aku perlu buang air kecil—setidaknya, itu yang kukatakan pada Jenderal. Yang sebenarnya terjadi: aku masuk kamar, mengunci pintu dengan harapan Jenderal tidak menerobos tiba-tiba, lalu dengan kepala pusing, aku berkata, “Aku tidak mengerti.”Pendar putih itu sungguhan mewujud.[“Ini bukan sesuatu yang sulit dimengerti, Forlan.”]“Oh, tidak.” Aku meringis ngeri. “Sungguhan.”[“Kurasa memang sudah waktunya terjadi.”]“Pertama, bagaimana aku harus menyebut... mm, Bibi?” tanyaku.Nuansa itu menghangat. Pendar putih Nadya tersenyum. Sangat penuh arti.[“Dulu kau memanggilku Bibi. Nadamu biasanya lebih nyaring dari ini.”]“Ng, oke. Boleh tanya sesuatu?” sahutku. “Tapi itu buka

    Last Updated : 2022-09-17
  • Selubung Memori   190. UJUNG TELAGA #8

    Kepalaku semakin pusing.Satu-satunya penjelasan Jenderal setelah semua itu hanya diucapkan dalam satu tarikan napas. “Kupikir Aaron kembali ke jiwanya yang waras. Kau yang tahu kejadian langsung, kau perlu bicara dengannya—meski itu gagal.” Lalu Jenderal mendecak. “Alden sanggup melakukan itu. Pemilik kemampuan jiwa bisa mengikat jiwa pengikutnya, membuat boneka baru, yang mampu berkomunikasi kapan pun, mengetahui lokasi satu sama lain persis batu jiwa yang kau miliki. Tapi dia takkan bisa menemukan tempat ini—kita dilindungi kemampuan roh. Dia yang kita incar, Bocah Alam. Dia yang menghabisi sebagian penghuni jauh sebelum sepuluh tahun lalu. Dia abadi. Dia yang membuat pengkhianatan ini ada. Dan kebenarannya, dia tahu tentangmu. Kau sudah diincar sejak lama. Kau perlu bersiap, terutama dengan kemampuan yang kau bawa sekarang. Masih banyak yang perlu kau tahu.”Jenderal berhenti menjelaskan ketika kami sampai di depan Gerhaku. Tiba-

    Last Updated : 2022-09-19
  • Selubung Memori   191. LAVI #3

    Aku tidak tahu sejak kapan terbangun, tetapi kami tertutup selimut tebal—setengah berbulu—dan Lavi, secara teknis, di pundakku. Jadi, satu-satunya yang kulihat sejak kesadaranku kembali, adalah citra Lavi yang paling alami.Lavi juga sudah terbangun. Suara burung berkicau di luar. Beberapa garis matahari cerah mulai memasuki celah jendela. Baru awal pagi—tetapi kami terjaga meski hanya terdiam satu sama lain menikmati waktu yang berjalan. Suasananya menenangkan, nyaman, begitu damai. Kurasa aku tidak akan peduli kekacauan apa pun yang terjadi ketika kami dalam kedekatan ini.Tentu saja aku berbaring menghadap Lavi, memerhatikan wajah manisnya dari dekat. Rambutnya terurai, sebagian di dekat mataku. Aku bisa mengungkapkan kasih sayang pada raut Lavi yang tenang—memberinya kecupan selamat pagi, atau sekadar menyugar rambutnya—tetapi kuputuskan tetap diam memerhatikannya.Karena dalam kedekatan ini, Lavi menatap langit-langit dengan so

    Last Updated : 2022-09-21
  • Selubung Memori   192. LAVI #4

    Kuputuskan tetap berbaring di kasur, menyelimuti diri—ketika Lavi turun membuat minum. Aku ingin jadi kungkang seharian ini.Terdengar suara berisik blender—sepertinya Lavi buat jus, dan benar, tidak lama berselang, dia sudah mengikat rambut, membawa dua jus alpukat dingin. Aku sudah berpikir dia menggerutu melihatku masih berbaring, tetapi entah bagaimana seharian ini dia terasa begitu berbeda karena satu-satunya yang dia katakan setelah meletakkan gelas hanya, “Tadi Haswin dan Yasha ke Joglo, kau tidak ke sana?”“Aku mau di sini,” kataku.“Pemalas.” Namun, dia ikut berbaring kembali, melepas ikat rambut.“Biasanya kau mandi,” balasku. “Dan sangaaaaat lama.”“Aku sudah cantik meski tidak mandi. Mau tidur denganku lagi?”“Kedengaran congkak, tapi itu benar, jadi jangan menantang.”“Mau lanjut dengar cerita?” Dia ikut membungkus

    Last Updated : 2022-09-23

Latest chapter

  • Selubung Memori   594. BENANG BUNGA #8

    Lavi meneguk cokelatnya sampai habis sebelum mulai melanjutkan.“Sejak dulu aku tidak bermaksud dekat dengan siapa pun,” katanya. “Aku... suka menyendiri. Kata orang, aku selalu dekat dengan si kapten baru ini, tapi—apa yang mereka tahu? Aku lebih sering menyendiri—dulu belum ada gerha, Tempat favoritku menyendiri hanya Joglo atau ladang bunga. Dulu aku sering ikut Dhiena dan Mika merawat ladang bunga. Tapi semakin aku dikabarkan dekat dengan si kapten, Dhiena dan Mika juga terkesan menjauhiku seolah itu cara mereka berkata tidak suka aku dekat dengan tim penyerang. Aku semakin sendiri, dan di titik itulah aku sadar betapa aku mulai benci diriku sendiri. Aku benci menyendiri. Aku benci merasakan sepi. Tapi aku tidak bisa pergi dari sepi. Dan orang ini—si kapten ini hanya ingin dipuaskan tanpa memikirkanku. Dan di waktu sama aku mendengar dia memakai namaku untuk membanggakan dirinya—seolah dia berhasil mendapatkan diriku yang jatuh pa

  • Selubung Memori   593. BENANG BUNGA #7

    Aku bersumpah pada Lavi tidak akan bersedih lagi sampai selesai misi. Itu membuat Lavi tersenyum lebar. “Kalau begitu, sekarang kau yang temani aku.”Lavi ingin menghabiskan waktu di Rumah Pohon hingga jam misi tiba. Saat itu kurang dari enam jam lagi hingga kami berangkat misi. Jadi, Lavi beranjak ke Rumah Pohon saat aku membuat cokelat hangat di dapur. Dalton tidak ingin berada di markas. Dia ingin duduk di danau. Aku tidak ingin mengganggunya. Sepertinya dia ingin menenangkan pikiran. Kupikir Elton ikut dengannya, ternyata Elton ingin mempersiapkan perlengkapannya. Maka kami berpisah.Dua cangkir cokelat hangat siap, aku naik ke Rumah Pohon. Rumah Pohon ketika Lavi berada di dalam sungguh bisa terasa berbeda hanya dari aromanya. Lavi membuat semuanya terasa lebih hidup. Kehadirannya lebih besar dari sekadar apa pun. Ketika kehadirannya terasa sangat kuat seperti ini, biasanya Lavi sedang duduk di depan pintu beranda Rumah Pohon—di tempat favoritku&

  • Selubung Memori   592. BENANG BUNGA #6

    Jesse dan Nuel membubarkan diri lebih dulu. Lavi menatap tajam Jesse bak singa marah menatap musuh yang bahkan tidak menoleh padanya sampai Jesse dan Nuel keluar ruangan. Aku membiarkan Lavi menatap seperti itu karena aku juga lumayan takut kalau dia sudah mendesis semakin kesal.Dokter Gelda meminta Leo kembali ke klinik, yang kusadari kalau Leo juga belum benar-benar dapat restu—tetapi Leo meminta sedikit waktu untuk menetap di markas ini lebih lama. “Sumpah, Ibu. Mika bakal menyeretku, jadi tunggu aku di klinik. Percayalah padaku dan Mika.” Dan dengan gagasan itu, Dokter Gelda dan Isha kembali lebih dulu ke klinik. Isha berkata padaku dan Lavi. “Nanti kuletakkan perlengkapan misi kalian di depan.” Lavi hanya mengangguk. Aku juga.Kara tampaknya berniat menghampiri kami, tetapi tiba-tiba Hela datang ke tempatnya, meminta saran soal misi. Itu membuat Kara akhirnya mau tak mau ikut keluar ruangan. Biasanya Hela bertanya pada Profesor Merla

  • Selubung Memori   591. BENANG BUNGA #5

    Secara teknis, aku duduk di samping Lavi—yang juga di dekat Dalton. Dia yang paling dekat di antara semua orang. Leo bersama empat pendahulu berada di area yang sama. Mika setia duduk di sampingnya ketika Haswin dan Yasha mencuri perhatian sebagian orang karena terus berpindah tempat duduk—entah apa tujuan mereka. Dokter Gelda dan Isha selalu satu paket, berada di dekat Kara yang duduk di dekat Jesse dan Nuel. Mereka ada di dekat papan, dan kami duduk menghadap ke arah Jesse. Aku dan Lavi yang paling dekat pintu keluar, sementara Dokter Gelda dan Isha paling dekat dengan pekarangan belakang. Aslan berada di tempat cukup belakang bersama Elton dan Reila. Mereka ada di dekat kursi paling nyaman—yang diduduki oleh Reila dan Elton. Aslan setia memerhatikan, duduk di dekat mereka.Hela ada di dekat Dalton. Dia duduk di antara Lavi dan Dalton, jadi Dalton yang bertanya padanya, “Kau oke? Kau bisa mengikuti, kan?”“Eh, iya, bisa,” jaw

  • Selubung Memori   590. BENANG BUNGA #4

    Ruang berkumpul markas tim penyerang pada dasarnya didesain untuk rapat tim dan apa pun yang melibatkan semua anggota. Ide kasarnya datang dari Dalton, lalu disempurnakan Lavi. Namun, dibilang model dibuat Dalton sebenarnya juga tidak. Hampir semua model milik Dalton diperbaiki Lavi. Ide ruang berkumpul ini datang dari Dalton, tetapi dirombak habis-habisan oleh Lavi. Ide ruang depan juga datang dari Dalton—dia memikirkan ruangan itu menjadi sejenis gudang senjata, tetapi oleh Lavi dirombak habis-habisan menjadi ruangan yang memamerkan tim penyerang—foto tim, dan loker anggota untuk persiapan perlengkapan misi. Loker itu biasanya diisi langsung oleh tim medis—biasanya mereka secara rutin memberi perlengkapan misi ke loker itu, jadi kami tidak perlu repot-repot ke tim medis untuk mengambil perlengkapan yang sebenarnya juga hanya perlu melangkah ke gedung sebelah. Namun, itu ide Isha karena sekarang tidak ada jaminan tim medis selalu di klinik. Mereka selalu berpencar

  • Selubung Memori   589. BENANG BUNGA #3

    Lavi perlu memastikan keadaan lenganku yang cedera sebelum kami benar-benar berangkat misi. Jadi, mumpung tak ada siapa-siapa di gerha selain kami, Lavi membiarkanku panahan. Sebenarnya aku sudah yakin lenganku baik-baik saja. Tak ada lagi keluhan yang kurasakan. Aku juga sudah berhenti mengonsumsi obat dari Dokter Gelda—aku hanya terus menyantap madu Tara. Sungguh, madu Tara terasa beda dari yang lain. Lavi bahkan mengakuinya. Lebih enak dan membekas.Jadi, aku memanah. Lavi mengamatiku.Kurang lebih, dia puas. Dari lima puluh lima percobaan, tiga panah meleset dari titik pusat target. Aku kurang puas, tetapi Lavi memuji. “Impresif. Lenganmu pulih! Aku senang sekali!” Dia memelukku. “Angkat aku.”Aku mengangkatnya dengan lengan kiri seperti menggendong Fal, dan Lavi menjerit penuh tawa. Kuputuskan berputar-putar dan Lavi semakin brutal tertawa, tangannya melilit leherku terlalu kuat, jadi kami sama-sama menjerit meski dengan maksud

  • Selubung Memori   588. BENANG BUNGA #2

    Aku terbangun ketika mendengar suara pintu dibuka. Mataku segera terbuka dan melihat sumber suara. Lavi berjalan membawa cangkir.“Oh, maaf, aku tidak bermaksud membangunkan,” katanya.Mataku silau—bukan karena Lavi, tetapi karena dari jendela kamar, cahaya seperti menerobos dari celah tirai. Di luar sudah sangat cerah. Aku tidak memasang jam di kamarku. Aku tidak terlalu tahu waktu. Lavi meletakkan cangkir minum, lalu duduk di sisi ranjang. “Istirahatlah selama kau bisa istirahat,” katanya.Aku menggeleng. “Jam berapa sekarang?”“Sebelas.”“Berapa lama aku tidur? Hari apa sekarang?”“Hampir sembilan jam,” jawabnya, lancar. “Jam tidur normal, sebenarnya. Aku membawakan minum. Hangat. Minumlah.” Dia menyodorkan cangkir itu. Aku bangun, meneguknya. Hanya air mineral biasa.“Aku... seperti terdisorientasi,” ungkapku, setelah meletakkan c

  • Selubung Memori   587. BENANG BUNGA #1

    Saat itu siang bolong. Cuacanya lumayan panas, suara jangkrik terdengar di tengah hari, angin jarang berembus, tetapi itu tidak menghentikan anak kecil berlari penuh semangat, sangat kencang dengan wajah gembira. Dia keluar Balai Dewan—yang saat itu masih disebut asrama—berlari melewati jalur penghubung, terus lari meski ada orang yang menyapanya, di tangannya ada buku tulis dan dia melaju kian kencang setelah memasuki kompleks gerha. Dia berbelok dengan kecepatan tinggi ke gerha pertama di sebelah kanan, membuka pintu, dan menjerit, “IBU! IBU!”Dia masih berlari sampai menemukan Ibu di ruang tengah.Cuaca panas di luar semestinya juga membuat ruangan itu panas. Namun, itu tidak terjadi. Ruangan tengah gerha Ibu justru sangat sejuk. Ibu membuka pintu belakang, membuat pemandangan langsung terbuka. Ibu menanam banyak tanaman dan bunga di halaman belakangnya. Halamannya juga berdekatan dengan pohon di pinggir air terjun. Itu membuat angin segar da

  • Selubung Memori   586. RODA MIMPI #9

    Sorenya, untuk pertama kali sejak tahu air terjun belakang gerhaku adalah wilayah Aza, aku memasukinya. Aku tak pernah memasukinya lagi sejak mengerti identitas asli kemampuanku. Namun, kini, aku tidak bisa menahannya lagi. Tak ada bukti kalau Aza terlibat di kejadian ibuku, tetapi dia pasti tahu sesuatu. Aza selama ini seperti itu. Dia menyembunyikan banyak kebenaran.Jadi, dengan impulsif aku menembus pepohonan. Suara air terjun semakin besar. Nuansanya semakin segar. Lavi tidak tahu. Dia masih di gerha bersama Reila dan Fal. Aku bergegas, dalam sekejap langsung menemukan air terjun dengan mata air asli. Suaranya keras, tetapi juga menenangkan. Kepalaku langsung didesak oleh nuansa segar dan aku melihat bunga berkilau biru bermekaran di tempat yang bisa membuatnya semakin indah. Dalam sekejap, ketika aku berdiri di dekat air terjun dan merasakan cipratan air, aku bisa merasakan keberadaan Aza di mana-mana.“Aza!” seruku.Suaraku agak tertutup air t

DMCA.com Protection Status