BUDE ASIH ANTI PELAKOR INDONESIA!"Kai, awasi dengan benar. Jangan sampai cucuku lecet," tanpa sadar Suhadi menyebut Kai sebagai cucu."Cucu?" gumam Minah langsung terdiam"Apakah gosip yang beredar benar? Apakah Mas Rio poligami?" batin Minah dalam hatiMeski Minah cukup kaget namun sebagai seorang rewang yang baru bekerja hari ini, Minah pun hanya bisa diam dan tak banyak bicara selain iya- iya saja. Gendhis diam- diam cukup terkesan dengan ucapan Suhadi yang tak malu mengakui Kai."Bu, ini susunya di stroller. Tenang saja, Kai anteng kok. Dia tak takut dengan orang baru," ujar Gendhis yang di balas anggukan kepala oleh minah."Kita duduk di mana, Nduk?" tanya Suhadi."Apakah kau nyaman jika duduk di badukan sini? Biar bisa sekalian mengawasi anakmu juga, setidaknya meskipun kita berbicara dan mengobrol kau juga bisa melihat Minah mengawasi anakmu, Nduk. Bukankah kau juga akan lebih nyaman toh jika bisa melihat anakmu?" tanya Suhadi.Gendis pun menganggukkan kepalanya setuju denga
SURAT WASIAT!Terdapat banyak perhiasan dalamnya, nampak wajah Suhadi juga terkejut. Berarti memang Suhadi sengaja tak membukanya, dia takut nanti akan memancing amarah dari Asih. Suhadi melirik sekilas ke arah Asih, wajahnya datar saja."Tak bacakan ya suratnya ya," ucap Suhadi.Teruntuk Gendis wanita sundel yang sebenarnya aku benci, Namun apa dayaku sekarang, karena wanita sundal yang aku benci ini justru di cintai oleh anakku sendiri.Anakku ternyata lebih memilihmu dari pada aku, ya Rio lebih memilihmu daripada aku ibunya sendiri.Aku tak mengerti sebenarnya apa yang sudah kau lakukan padanya, guna-guna macam apa yang telah kau berikan kepada anakku sampai begini?Rio Gunawan, bocah pendiam dan penurutku bisa berubah menjadi pembangkang bahkan melupakan ibunya, anak, serta istri.Dia selalu beralasan cinta dan aku sangat membencinya. Sumpah mati aku tak akan ikhlas memaafkanmu itu yang aku rasakan sebelum tahu kenyataan ini.Aku bahkan mendoakanmu di setiap sujudku agar hidupmu
MASALAH AKTA!Mereka semua terdiam dengan pemikiran masing-masing. Setelah itu Bude Asih baru angkat bicara. Dia menghela nafas panjang, menguatkan hati dan menatap bergantian Suhadi dan Gendhis."Sudahi drama ini! Aku memang tak melarang Mbakyu ku memberikan atau mewasiatkan apapun kepada siapapun. Perkata harta dan bandaa dunia aku tak peduli! Tapi aku lebih peduli pada rumah tangga keponakanku!" bentak Bude Asih."Namamu itu lak Gendhis kan? Sebenarnya namamu cukup bagus arti dan maknanya, tetapi ternyata tidak berbanding lurus dengan kelakuanmu. Apa maksudmu mendekati keponakanku yang jelas-jelas sudah beristri? Tinggalkan dia aku masih berbaik hati padamu!" bentak Bude Asih."Maaf Bude sepertinya sampean salah paham. Saya di sini tidak mendekati Mas Rio, tapi saya...""Apa? Alasan apa yang akan kau katakan sekarang? Masalah anak? Aku tak menyalahkan anakmu meskipun aku ragu itu adalah anak Rio. Karena tak ada bukti, hanya saja aku tak ingin memperpanjang masala. Tapi jika sampai
TANTANGAN BUDE ASIH!"Rasanya kau terlalu mengada-ngada di sini! Sadarlah! Anak itu adalah anak haram, bukan anaknya tapi perbuatan kalian yang menghasilkan anak itu ku sebut haram. Aku tidak menyalahkan anaknya, anak itu suci dan tak ada yang namanya anak haram! Perilaku kalian yang menyebabkan anak itu terlahir menjadi haram. Lalu sekarang kau datang ke sini seolah-olah menjadi korban? Dengan alasan mencarikan akta untuk anakmu? Ck! Hahaha, apakah kau tak pernah berpikir sebelum bertindak, Gendhis cantik? Apakah kau tak punyaku otak? Katanya kau pandai, tapi kenapa kau tak punya pikiran?" sindir Bude Asih.Gendhis langsung terdiam. Rio memegang tangan Gendhis, sungguh melihat wajah wanita itu sedih membuat Rio sakit hati juga."Baby," panggil Rio lagi."BEBA BEBI! BABI? Kamu memanggil begitu di depanku Rio? Lancang kau!" tegur Bude Asih."Hey ingat istrimu di rumah mertuamu masih basah jahitan secarnya. Kau amnesia memiliki anak perempuan juga? Aku tak me
PAMIT! Gendis bergetar, bukan karena takut namun dia lebih pada tersentuh mendengar semua ucapan Bude Asih. Ucapan marah seorang Istri dan sayang seorang Ibu bercampur menjadi satu. Suhadi pun memasukkan semua perhiasan itu dalam dompet emas."Nduk, sudah tak usah di pikirkan semua ucapan Asih. Dia memang begitu, ambillah ini," perintah Suhadi. Gendhis hanya tersenyum kecut mendengar ucapan Suhadi. Saat lelaki itu memberikan dompet emas itu bersama semua perhiasannya Gendhis menolak. Dia mengambil cincin batu safir biru dan memakainya di jari manis. Nampak cantik sekali, Gendhis jatuh cinta saat pertama kali melihatnya."Aku mengambil cincin ini saja, Pak. Yang lain Bapak simpan saja," tolak Gendhis."Jangan begitu, Nduk. Ini wasiat almarhum Ibu nya, Rio. Ambillah, rejeki jangan di tolak, toh ini bukan untukmu tapi untuk anakmu, cucuku! Ambil lah semua karena ini pesan almarhum, tolong hargai, Nduk. Kalau memang kau tak ingin jual, simpan saja. Barangkali suatu saat kau butuh untuk
KALUT!"Bapak ini kan orang bodoh, tapi yang jelas Bapak suka dengan wanita yang bisa menghargai orang yang lebih tua. Tak usahlah memberi uang atau apapun, sopan santun, adab, dan unggah ungguh itu perlu. Lihatlah Gendis ke sini pun tidak dengan tangan kosong, dia membawa oleh-oleh untuk Bapak. Jangan memandang harganya tapi itu bentuk ketulusannya. Mungkin harga dan uang yang tak seberapa, bahkan Bapak bisa membelinya, namun rasanya berbeda saja jika diberi dari orang yang kita sayangi," kata Suhadi sambil meninggalkan Rio.Rio pun terdiam, dia membenarkan ucapan Bapaknya. Terkadang Sifa ini memang kelewat batas. Dia terlalu diam dan tak mau bergaul dengan mertuanya sendiri. Bahkan bisa dikatakan jarang sekali mengobrol dengan tak mau untuk salaman, berbeda dengan Gendis yang bisa membawa diri di lingkungan manapun.Rio mengusap wajahnya dengan kasar. Hari ini dia sudah berjanji kepada Sifa istrinya untuk ke sana karena susu anaknya dan beberapa keperluan Sifa dan Farhat di rumah
TAK MAU TINGGAL DENGAN MERTUA"Mas," panggil Sifa."Ah ya? Ada apa?" tanya Rio."Kenapa kau sedari tadi diam saja? Sepertinya kau banyak pikiran. Memang ada apa? Apa ada masalah?" sahut Sifa.Rio memandang wajah istrinya sebentar lalu kembali fokus menyetir dan menghela nafas panjang. Sekelebat bayangan muncul dan datang juga, dia berpikir bagaimana kalau mengatakan kepada Sifa sekarang? Bagaimana efek kedepannya? Tentulah akan semakin memperparah hubungannya dengan Farhat. Apalagi sekarang Farhat seperti tidak mencintainya lagi.Sebagai Bapak Rio sangat merasa sekali perbedaan sikap sayang, perhatian, dan cinta anaknya pada dirinya itu terasa menonjol sekali. Padahal dulu Farhat sangat dekat dengannya, dia sebenarnya merasakan perubahan itu. Tapi dia juga tak bisa berbuat apa- apa jika memang dia berencana untuk mengatakan semua jujur kepada Sifa perihal Gendis dan Kai, tentu hubungannya akan memburuk lagi. Tak hanya itu Rio juga sedang memikirkan p
NAMANYA GENDHIS!Rio melajukan mobil sampai ke rumah. Mereka terlihat Farhat sedang berlarian di depan rumah bersama Mulki. Mereka pun segera turun. "Bantu Mbak, Dek. Bantu untuk menurunkan belanja," perintah Sifa. "Anak Sholeh, salim Abi dulu," perintahnya."Farhat," panggil Rio.Farhat hanya menghampiri Rio tanpa senyuman, tanpa pelukan, atau dengan ekspresi bahagia, wajah dan sikapnya datar saja. Dia menyalami Abinya lalu memilih membantu pamannya untuk menurunkan barang bawaan belanjaannya."Farhat, Abi tadi membelikanmu banyak makanan dengan kesukaanmu, Nak," kata Rio. Farhat hanya menganggukkaan kepala."Terima kasih, Bi," kata Farhat.Mereka pun bergotong-royong membawa semua belanjaan. Humaira terlihat anteng di dalam ayunannya. "Sudah kau beri susu, Dek?" tanya Sifa."Sudah tadi sudah minum susu, Mbak. Baru saja setelah memberi susu, sudah aku gendong juga, sudah aku sendawakan," terang Mulki."Wah kau sudah pantas ini