Home / Pernikahan / Selir Hati Sang Penguasa / Chapter 6 : Malam Pertama

Share

Chapter 6 : Malam Pertama

Hari pernikahan Kiara dan Dalvin akhirnya tiba, sebuah perayaan yang intim namun mewah, dipenuhi dengan kemegahan dan keanggunan yang tidak pernah Kiara bayangkan sebelumnya. Acara tersebut digelar di sebuah resor terpencil yang dikelilingi oleh hamparan pepohonan dan pantai putih. Sejak pagi, Kiara sudah disibukkan dengan persiapan. Gaun pengantin putihnya berkilauan di bawah cahaya matahari pagi, dengan detail renda yang rumit dan hiasan kristal yang menjuntai di sepanjang ekornya.

Kiara tidak pernah membayangkan dirinya menjadi pengantin seperti ini. Segala sesuatu terasa seperti mimpi—mimpi yang menjadi kenyataan hanya dalam waktu semalam. Dalvin, pria dewasa yang kaya raya, telah memilihnya, seseorang yang biasa saja, untuk menjadi pendamping hidupnya. Di matanya, hari ini ia benar-benar merasa seperti seorang putri dalam kisah dongeng. Ketika cermin memantulkan bayangan dirinya yang mempesona, Kiara merasa seolah tidak mengenali siapa yang ada di balik wajah cantik yang berhias riasan sempurna itu.

Acara pernikahan berlangsung khidmat. Hanya segelintir orang terdekat yang diundang, seperti yang diinginkan oleh Dalvin—sebuah pesta eksklusif yang lebih berfokus pada keintiman daripada kemegahan. Selama prosesi, Kiara mencoba mencari-cari sosok Irene, mantan istri Dalvin yang sedang sakit keras, namun ia tidak tampak di antara para tamu. Namun, satu sosok yang tidak bisa ia abaikan adalah Dimas. Dari sudut matanya, Kiara bisa melihat Dimas memperhatikannya dari kejauhan, berdiri di barisan belakang dengan ekspresi yang sulit ditebak. Hatinya berdebar sejenak, namun ia segera kembali fokus pada upacara yang berlangsung.

Seusai prosesi, pesta resepsi dimulai. Para tamu berdansa, bertepuk tangan, dan menikmati malam penuh kemewahan. Kilauan lampu kristal dan alunan musik klasik menambah suasana magis malam itu. Di tengah keramaian, Kiara sejenak merasa asing dengan semua yang terjadi. Kehidupan yang kini ia jalani terasa begitu berbeda dari yang pernah ia bayangkan sebelumnya. Dalvin sesekali menggenggam tangannya dengan erat, memberikan senyum meyakinkan, meski dalam tatapannya ada sesuatu yang tidak bisa Kiara uraikan.

Ketika pesta mencapai puncaknya, Kiara berusaha mengabaikan tatapan Dimas yang beberapa kali tertuju padanya. Setiap kali ia bertemu mata dengan Dimas, hatinya terasa seperti tertikam sesuatu yang tajam. Ia tahu bahwa hubungan mereka tidak pernah bisa kembali seperti dulu. Kini, ia adalah istri Dalvin. Masa-masa pertemanan dengan Dimas sudah menjadi kenangan yang seharusnya ia simpan rapat-rapat di dalam lubuk hatinya. Namun, tatapan itu—ada sesuatu di sana yang membuat Kiara merasa tidak tenang.

Malam semakin larut, dan pesta akhirnya usai. Para tamu satu per satu meninggalkan tempat, termasuk Dimas, yang pergi tanpa sepatah kata. Kini, hanya tersisa Kiara dan Dalvin, di kamar pengantin mereka yang megah.

Kamar itu luas, dihiasi dengan bunga-bunga mawar yang menebarkan aroma harum. Sebuah ranjang berkanopi putih berdiri di tengah ruangan, tampak megah dan sekaligus mengintimidasi bagi Kiara. Ini adalah malam pertama mereka sebagai suami istri, dan Kiara tidak bisa menahan rasa gugup yang perlahan menyelimuti dirinya.

Dalvin mendekat dengan senyum lembut, namun dalam sorot matanya, Kiara bisa melihat keinginan yang tidak tersembunyi. Ia duduk di tepi ranjang, mengusap wajah Kiara dengan lembut, menyibak rambutnya yang masih terikat dengan rapi dengan beberapa hiasan bunga yang cantik.

"Kiara," suaranya terdengar serak, "sudah hampir dua tahun aku tidak merasakan hubungan suami istri."

Kiara hanya terdiam mendengar kalimat tersebut. Dalvin melanjutkan, "Irene... dia sakit, dan aku tidak bisa memaksanya. Tapi sekarang... sekarang aku ingin engkau melayaniku, Kiara. Aku butuh kehangatanmu."

Hati Kiara berdegup kencang. Ia tahu malam ini akan datang, tapi mendengarnya secara langsung dari Dalvin membuat tubuhnya gemetar. Dalvin mendekat lagi, mencium bibirnya dengan intensitas yang semakin memanas. Kiara mencoba mengikuti, tapi hatinya belum sepenuhnya siap. Ini pertama kalinya baginya, dan ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

Dalvin mulai melepas gaun pengantinnya, dan Kiara hanya bisa pasrah. Ia menutup matanya, mencoba untuk tenang, namun tubuhnya menegang seiring dengan setiap gerakan yang Dalvin lakukan. Gairah Dalvin semakin membara, dan Kiara merasa tersesat di tengah arus yang ia tidak bisa kendalikan.

"Mas aku malu!"

Gaun Kiara terlepas sepenuhnya dan Dalvin mulai membuka kemejanya. Lelaki itu seolah melihat seonggok daging segar yang siap memangsa Kiara. Ia mendekap Kiara, menciumi tengkuk istri keduanya dengan penuh gairah.

"Mas!"

Dalvin menyesap kedua dada Kiara yang besar itu bergantian. Jemarinya menyusuri kehangatan Kiara, membelah kehangatan itu dan memainkannya dengan jemarinya hingga Kiara mengeluarkan suara lenguhan yang kacau. Kiara baru pertama kali merasakan dirinya disentuh sedemikan rupa oleh lelaki, ia benar-benar takut.

"Enak sayangku?" tanya Dalvin sambil memperhatikan Kiara yang terus melenguh.

Kiara merasakan pipinya memerah. Dalvin mundur dan kepalanya berada diantara kedua kaki Kiara. Ia mencumbui kehangatan Kiara, dan tanpa permisi langsung menyesap kehangatan Kiara. Kiara hanya berteriak dan melenguh sambil menjambak rambut suaminya itu. Pinggangnya terangkat dan itu memperdalam Dalvin dalam memperdaya istrinya.

"Manis sekali." ujar Dalvin sambil mulai menempatkan pinggangnya diantara kaki Kiara.

Ketika Dalvin akhirnya menuntut lebih, Kiara merasakan sakit yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Tubuhnya terasa tertarik dan tertekan di segala arah, dan tangisnya pecah tanpa ia sadari. Air mata mengalir di pipinya, namun Dalvin tampaknya tidak menyadari atau mungkin tidak peduli. Ia terus memacu dirinya dengan nafsu yang tak terbendung, sementara Kiara hanya bisa menangis, berusaha menahan sakit yang mendera.

"Mas sakit Mas, berhenti Mas!" Kiara memegang lengan Dalvin kuat-kuat sambil merasakan pinggang suaminya itu naik turun.

"Nikmat sekali Kiara. Tahan sebentar, kau akan menikmati malam ini."

Di luar kamar, Dimas berdiri di koridor, diam-diam mendengarkan suara yang datang dari dalam. Suara tangisan Kiara membuat hatinya hancur berkeping-keping. Dimas tidak seharusnya berada di sana, tetapi ia tidak bisa menahan dirinya. Ia tahu bahwa pernikahan ini sudah terjadi dan Kiara kini milik Dalvin, tapi perasaannya tidak bisa diabaikan begitu saja. Setiap suara tangisan yang terdengar dari balik pintu itu membuat dada Dimas terasa sesak. Ia tidak berani masuk, tidak berani melakukan apa pun. Tapi di dalam hatinya, ada pergolakan yang begitu hebat.

Dalam kamarnya, Kiara terus menahan sakit, tetapi pada akhirnya ia merasa tubuhnya tidak mampu lagi melawan. Malam itu terasa begitu panjang, dan ketika semuanya berakhir, ia hanya bisa terbaring lemah di ranjang. Dalvin memeluknya dari belakang, seolah tidak terjadi apa-apa.

"Kau akan terbiasa," bisiknya di telinga Kiara, sebelum akhirnya ia tertidur pulas. "Terima kasih, aku akan memintanya setiap hari."

Namun bagi Kiara, malam itu meninggalkan luka yang mendalam, bukan hanya pada tubuhnya, tetapi juga di hatinya. Dan di luar sana, Dimas hanya bisa meratapi, terjebak dalam dilema dan perasaan yang tak Dimas pahami.

Ada apa dengan perasaannya itu?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status