Home / Pernikahan / Selir Hati Sang Penguasa / Chapter 5: Kebersamaan yang berbeda

Share

Chapter 5: Kebersamaan yang berbeda

Author: ARCELYOS
last update Last Updated: 2024-09-07 13:50:25

Siang itu, Kiara dan Dimas baru saja selesai berbelanja untuk kebutuhan Pernikahan. Mereka berjalan berdampingan keluar dari pusat perbelanjaan, membawa beberapa tas berisi barang-barang yang sudah dipilih dengan teliti oleh Kiara. Matahari bersinar terang, memberikan suasana hangat yang nyaman, dan mereka berdua memutuskan untuk makan siang di sebuah restoran kecil di sudut jalan.

“Aku lapar, bagaimana kalau kita makan di sini?” Kiara menunjuk sebuah restoran dengan dekorasi yang hangat dan sederhana.

Dimas mengangguk setuju, meskipun dia tahu bahwa sebagai asisten Dalvin, seharusnya dia menjaga jarak profesional dengan Kiara. Namun, entah kenapa, kebersamaan dengan Kiara hari itu membuatnya merasa lebih rileks dan santai. Dimas memang tidak memiliki teman, sejak kecil ia sudah ikut Dalvin dan ia sendiri sudah menganggap pria tersebut sebagai pengganti ayahnya sendiri.

Mereka memesan makanan dan duduk di meja yang menghadap ke jendela, bisa melihat jalanan yang sibuk di luar. Sambil menunggu pesanan datang, mereka berbincang santai. Untuk pertama kalinya, Dimas tampak lebih terbuka. Senyumnya yang biasanya jarang terlihat kini lebih sering menghiasi wajahnya, membuat Kiara merasa nyaman di dekatnya.

Saat makanan tiba, keduanya mulai makan dengan lahap. Percakapan ringan terus berlanjut, diselingi tawa kecil dari Kiara. Namun, momen yang tak terduga tiba ketika Dimas, dengan cerobohnya, Dimas bersin hingga segelas jus yang ia pegang di atas meja, membasahi baju Kiara.

"Oh tidak! Maaf!" Dimas buru-buru mengambil serbet dan mencoba mengeringkan bagian baju Kiara yang terkena jus, sementara Kiara hanya tertawa. Yang lebih lucunya, Dimas mengeluarkan ingus.

"Tidak apa-apa, Dimas. Aku baik-baik saja." tutur Kiara. "Lebih baik buang ingusmu terlebih dahulu."

"Ah nona maafkan aku, sepertinya cuaca sangat dingin sehingga sinusku kambuh. Maaf!" ujar Dimas kikuk.

Senyum Kiara melebar saat melihat wajah panik Dimas, dan sejenak, kekikukan yang sempat terasa di antara mereka menghilang.

Setelah itu, mereka tertawa bersama seolah kejadian tadi merupakan hal paling lucu yang pernah mereka alami. Suasana semakin santai, dan Kiara merasa Dimas berbeda dari biasanya. Ada sisi yang lebih hangat dari pria itu, sesuatu yang membuatnya semakin nyaman untuk berbicara dan bercanda.

Setelah makan siang selesai, Dimas tiba-tiba mengusulkan sesuatu. "Nona, apa setelah ini mau main di arcade?" tanyanya, setengah bercanda namun juga serius.

Kiara, yang awalnya ragu, akhirnya mengangguk antusias. "Kenapa tidak? Aku sudah lama tidak bersenang-senang."

Mereka berdua berjalan ke sebuah arcade yang tidak jauh dari restoran. Di sana, Kiara merasa seperti kembali ke masa kecilnya, di mana bermain tanpa beban adalah hal yang wajar. Dimas dan Kiara mencoba berbagai permainan, dari menembak bola basket hingga menembak alien di layar. Mereka tertawa lepas, seolah hari itu adalah momen pelarian dari semua tanggung jawab dan tekanan yang biasa mereka hadapi.

Di salah satu permainan, Dimas dengan bercanda mencoba menyaingi Kiara, yang ternyata sangat mahir menembak bola basket.

"Aku tidak menyangka kamu jago bermain ini," kata Dimas sambil tersenyum lebar.

Kiara hanya mengangkat bahu dengan gaya angkuh, namun kemudian tertawa lagi. "Ada banyak hal yang kamu belum tahu tentang aku," katanya sambil mengejek ringan.

Waktu berlalu tanpa terasa, dan setelah beberapa jam bermain, keduanya mulai merasa kelelahan. Kiara, yang sejak awal sudah merasa sedikit tidak enak badan, mulai merasakan efeknya. Wajahnya perlahan berubah pucat, dan ia mulai merasa mual. Tanpa banyak bicara, Kiara menutup mulutnya dan berlari menuju toilet.

Dimas yang menyadari keadaan Kiara segera mengejarnya, namun tidak bisa menghindari kecemasan yang merayapi pikirannya. Saat Kiara keluar dari toilet, wajahnya tampak lebih pucat dari sebelumnya. Dia memegang perutnya dengan tangan gemetar, berusaha menahan muntah yang datang lagi.

"Kiara, kamu baik-baik saja?" tanya Dimas dengan nada khawatir, mendekatinya dengan cemas.

"Aku... aku rasa jus yang tadi aku minum membuatku mual," jawab Kiara lemah, sebelum ia harus berlari kembali ke toilet untuk muntah lagi.

Dimas tidak berpikir dua kali. Ia langsung memutuskan untuk membawa Kiara ke rumah sakit. Dengan sigap, ia memapah Kiara keluar dari arcade, menuntunnya menuju mobil. Sepanjang perjalanan, Dimas tidak bisa menutupi kekhawatirannya. Kiara tampak begitu lemah, dan ia tahu bahwa ini bukan sekadar mual biasa.

Setibanya di rumah sakit, Dimas dengan cepat mengurus administrasi dan memastikan Kiara mendapatkan perawatan secepatnya. Setelah pemeriksaan singkat, dokter menyatakan bahwa Kiara mengalami keracunan makanan ringan, mungkin dari jus yang diminumnya, namun tidak ada yang perlu dikhawatirkan secara serius.

Meski begitu, Dimas memutuskan untuk tetap berada di samping Kiara, memastikan bahwa ia merasa nyaman dan diperhatikan. Dalam ruangan rumah sakit yang hening, Dimas duduk di samping ranjang Kiara. Kiara mengulurkan tangan memegang tangan Dimas dengan lembut.

“Maaf, aku tidak mengawasi apa yang kamu minum,” kata Dimas pelan, merasa sedikit bersalah. "Tuan Dalvin akan sangat marah jika tahu aku melakukan kelalaian."

“Tidak perlu minta maaf, Dimas. Ini bukan salahmu,” jawab Kiara lemah, namun dengan senyum yang tetap hangat.

Meski tubuhnya terasa lemah, hatinya justru terasa hangat oleh perhatian Dimas yang begitu tulus. Kiara merasa ujiannya sangat berat, mengapa ia harus didampingi sosok seperti Dimas? Mereka berdua sebaya, tentu orang-orang akan menyangka mereka pasangan dibandingkan asisten dan majikan.

Selama Dalvin berada di Singapura untuk urusan bisnis, Dimas-lah yang mengambil alih untuk merawat Kiara. Setiap hari, ia memastikan bahwa Kiara mendapatkan makanan yang baik, mengatur segala keperluan di rumah sakit, dan selalu berada di sisinya tanpa henti. Perhatian Dimas terasa begitu berbeda dari sebelumnya. Ini bukan lagi sekadar peran seorang asisten yang melaksanakan perintah. Kiara bisa merasakan ada perasaan yang lebih dari sekadar tanggung jawab.

Malam itu, ketika hanya ada mereka berdua di ruangan, Kiara terbaring di ranjang rumah sakit sambil menatap Dimas yang sedang membereskan beberapa barang. Hatinya bertanya-tanya tentang semua yang Kiara rasakan. Ada sesuatu yang berbeda dalam cara Dimas memperlakukannya. Kebersamaan mereka terasa hangat dan intim, jauh lebih dalam dari hubungan biasa antara seorang majikan dan asisten.

"Dimas," panggil Kiara perlahan.

Dimas menoleh, menatapnya dengan penuh perhatian.

“Ya, nona Kiara?”

“Terima kasih, sudah menjagaku,” ucap Kiara tulus, dan matanya menatap Dimas dengan lembut. “Aku merasa... ada yang berbeda denganmu. Kebersamaan ini... kau tidak lebih dari sekadar tanggung jawab kan?”

Dimas terdiam sejenak, pandangannya sedikit berkabut. Namun, ia tidak bisa mengelak.

“Aku... mungkin, ya. Aku hanya ingin memastikan nona baik-baik saja.” ujar Dimas. "Kita pulang malam ini, dokter sudah mengizinkan nona untuk pulang."

Kiara tersenyum kecil, namun dalam senyum itu ada rasa yang mendalam. Hari itu, Kiara tidur dengan perasaan yang campur aduk. Sementara di luar, Dimas terus berjaga di sampingnya, merenungkan perasaan yang mulai mengisi hatinya.

Related chapters

  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 6 : Malam Pertama

    Hari pernikahan Kiara dan Dalvin akhirnya tiba, sebuah perayaan yang intim namun mewah, dipenuhi dengan kemegahan dan keanggunan yang tidak pernah Kiara bayangkan sebelumnya. Acara tersebut digelar di sebuah resor terpencil yang dikelilingi oleh hamparan pepohonan dan pantai putih. Sejak pagi, Kiara sudah disibukkan dengan persiapan. Gaun pengantin putihnya berkilauan di bawah cahaya matahari pagi, dengan detail renda yang rumit dan hiasan kristal yang menjuntai di sepanjang ekornya.Kiara tidak pernah membayangkan dirinya menjadi pengantin seperti ini. Segala sesuatu terasa seperti mimpi—mimpi yang menjadi kenyataan hanya dalam waktu semalam. Dalvin, pria dewasa yang kaya raya, telah memilihnya, seseorang yang biasa saja, untuk menjadi pendamping hidupnya. Di matanya, hari ini ia benar-benar merasa seperti seorang putri dalam kisah dongeng. Ketika cermin memantulkan bayangan dirinya yang mempesona, Kiara merasa seolah tidak mengenali siapa yang ada di balik wajah cantik yang berhias

    Last Updated : 2024-09-26
  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 7: Ancaman Dari Irene

    Kiara duduk di tepi ranjang, menggenggam gaun tidur sutra yang melekat di tubuhnya. Malam pertama yang seharusnya penuh dengan kebahagiaan malah berakhir dengan rasa sakit fisik dan emosi yang menggelegak. Air matanya telah habis, tetapi luka di hatinya tetap terasa dalam. Dalvin, pria yang baru saja menikahinya, tidak lagi berada di sisinya. Sejak pagi, pria itu pergi ke Amerika untuk sebuah pertemuan penting dengan koleganya, seperti yang sudah sering ia lakukan sebelumnya. Ternyata, ini semua bayaran mahal bagi keinginan Kiara mengubah hidupnya.Kiara mencoba menghibur dirinya sendiri. Dia mengingat bahwa Dalvin selalu mengatakan bahwa pekerjaan adalah segalanya, tetapi tetap saja, ada perasaan yang tak bisa diabaikan. Rasa diabaikan. Lebih lagi, malam pertama mereka terasa berlalu cepat, tak ada kehangatan yang tersisa kecuali rasa sakit yang membakar tubuhnya. Kiara belum tahu pasti, apakah hanya sebatas itu perasaan setelah berhubungan badan?Tak lama kemudian, pintu kamar terbu

    Last Updated : 2024-09-27
  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 8: Salahkah Aku Atas Perasaan Ini?

    Kiara duduk di sudut kamar, air mata membasahi pipinya yang pucat. Hatinya terasa hancur, seperti kaca yang jatuh ke lantai dan berkeping-keping. Perkataan Irene masih terngiang-ngiang di telinganya, menusuk setiap sudut hatinya. Irene, istri pertama Dalvin,sudah bertekad bahwa ia tidak akan menyembunyikan kebenciannya terhadap Kiara. Bagi Irene, Kiara hanyalah alat, seseorang yang hanya diperlukan untuk satu tujuan—memberikan keturunan bagi Dalvin. Kiara hanyalah seseorang yang menggantikannya, tidak lebih. Ia tidak akan pernah membiarkan suaminya jatuh ke dalam pelukan Kiara, tidak akan pernah. "Kau hanya istri kedua, Kiara. Dia butuh anak, dan itulah satu-satunya alasan kau ada di sini." Kalimat itu menghantam keras. Meski Kiara sudah berusaha menahan air mata, pada akhirnya ia tak sanggup. Mungkin benar, pikirnya. Ia tak pernah merasakan kasih sayang yang tulus dari Dalvin. Seharusnya Kiara tidak perlu bersedih, bukankah ia juga mau menikah dengan Dalvin karena uang semata? L

    Last Updated : 2024-09-28
  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 9: Di Balik Bayangan

    Kiara duduk termenung di tepi ranjang, memeluk dirinya sendiri seolah mencoba melindungi hatinya yang rapuh. Setelah percakapan dengan Dalvin, ia merasa hampa, tak tahu ke mana harus melangkah. Namun, di sudut hatinya, ia masih menyimpan harapan bahwa mungkin ada ruang bagi cinta di antara mereka. Mungkin, dengan waktu, Dalvin akan melihatnya lebih dari sekadar calon ibu dari anak-anaknya.Dengan napas berat, Kiara akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Ia merasa perlu berbicara lagi dengan Dalvin, menyampaikan perasaannya lebih dalam. Mungkin kali ini, Dalvin akan lebih mendengarkannya.Dengan langkah hati-hati, ia berjalan menuju ruang keluarga, berharap menemukan Dalvin di sana. Namun, ketika Kiara semakin mendekat, ia mendengar suara samar-samar dari dalam ruangan itu.Suara Dalvin. Tapi nadanya berbeda dari biasanya—lebih lembut, lebih hangat daripada saat bersama Kiara. Kiara berhenti sejenak, rasa penasaran menguasai dirinya. Ia mengintip dari balik pintu yang sedikit

    Last Updated : 2024-09-28
  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 10: Sentuhan Dalvin

    Malam itu, Kiara kembali ke kamarnya setelah tangisannya mereda di hadapan Dimas. Meski hatinya terasa sedikit lebih ringan setelah menumpahkan segala yang ia rasakan, perasaan hampa dan sakit masih menguasai dirinya. Langit di luar sudah gelap, dan rumah terasa begitu sunyi. Seolah-olah dunia di sekitarnya membeku, namun di dalam dirinya, badai masih mengamuk.Kiara duduk di tepi ranjang, tatapannya kosong menembus jendela yang menampilkan malam yang tenang. Namun, kedamaian di luar sana tidak bisa menghapus kenyataan pahit yang baru saja ia alami. Gambaran Dalvin dan Irene yang berciuman terus menghantui pikirannya, seolah diputar berulang kali dalam kepalanya.Dalvin memang sangat tampan di usianya yang ke 45 tahun, ia memiliki tinggi sekitar 190cm dengan kulit yang benar-benar bersih seperti seorang Vampire. Wajahnya tampan, mirip aktor-aktor China sehingga wanita mudah luluh hanya dengan sekali tatapan saja. Irene pun cantik luar biasa meskipun ia tengah sakit kanker, hal itu mem

    Last Updated : 2024-09-28
  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 11: Kemesraan Semu?

    Pagi itu, sinar matahari menyusup lembut melalui tirai kamar, menghangatkan kulit Kiara yang masih berbaring di ranjang. Ia perlahan membuka mata, kepalanya masih terasa berat oleh perasaan yang campur aduk. Semalam, ia akhirnya menyerah pada Dalvin—merelakan tubuhnya untuk suaminya dengan harapan tipis akan cinta. Namun, di lubuk hatinya, Kiara tahu bahwa perasaan itu masih samar-samar, tak sepenuhnya tulus.Saat ia mencoba menenangkan pikirannya, pintu kamar terbuka. Dalvin masuk dengan wajah segar, senyum tipis menghiasi bibirnya. Pria itu sudah bangun terlebih dahulu dan juga sudah mandi. Ia sangat tampan dengan kaus putih polosnya."Pagi, sayang. Bagaimana tidurmu?" tanya Dalvin, menghampiri Kiara yang masih duduk di tepi ranjang.Kiara menatapnya sejenak, mencoba memahami apa yang sebenarnya ia rasakan. Dalvin mendekat dan mengecup keningnya."Cukup baik," jawabnya pelan, berusaha tersenyum meskipun fisiknya terasa lelah akibat gempuran semalam.Dalvin duduk di sebelahnya, tanga

    Last Updated : 2024-09-29
  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 12: Di Antara Dua Kehidupan

    Setelah memutuskan untuk menunda janji menemani Kiara, Dalvin akhirnya mengambil keputusan yang membuat Kiara semakin merasakan jarak di antara mereka. "Dimas," panggil Dalvin dari ruang kerjanya, "kemari sebentar."Dimas, yang tak pernah jauh dari majikannya, segera muncul di ambang pintu. Asisten pribadi Dalvin itu mengenakan kemeja biru rapi, rambutnya disisir dengan teliti, menampilkan kesan profesional yang sudah menjadi ciri khasnya. "Ya, Tuan Dalvin?" jawabnya dengan tenang, sedikit menunduk sebagai tanda hormat.Dalvin mendekat, menyerahkan sebuah amplop tebal kepada Dimas. "Kau akan menemani Kiara ke rumah orangtuanya. Aku tidak bisa pergi karena Irene sedang tidak enak badan." Nada Dalvin datar, seperti biasa, penuh perhitungan tanpa emosi yang berlebihan. "Tolong jaga istriku baik-baik, mungkin ia marah padaku. Kupercayakan ia padamu."Kiara, yang berdiri di dekat pintu kamar, mendengar percakapan itu. Hatinya langsung jatuh. Dalvin, seperti yang ia duga, memilih untuk te

    Last Updated : 2024-09-29
  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 13 : Antara Takdir dan Keinginan

    Saat Kiara melangkahkan kaki memasuki rumah orangtuanya, perasaan hangat segera menyelimuti hatinya. Di balik segala kerumitan yang terjadi di rumah bersama Dalvin dan Irene, rumah ini adalah satu-satunya tempat di mana Kiara merasa benar-benar aman. Senyum lebar terlukis di wajah kedua orangtuanya ketika mereka melihat Kiara, meskipun ayahnya yang sakit ginjal tampak lemah, duduk di sofa dengan selang infus terpasang di lengan. Akan tetapi ada kebahagiaan yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata."Kiara, sayangku!" panggil ibunya, Rina, dengan wajah penuh kebahagiaan. Ia segera menghampiri Kiara, memeluknya erat seolah sudah lama tak bertemu. "Bagaimana kabarmu? Kami sangat merindukanmu!""Aku baik-baik saja, Bu," jawab Kiara sambil memeluk ibunya erat. Meskipun senyumnya tampak cerah, ada bayangan kekhawatiran yang terselip di matanya. Sebagian dari dirinya ingin berbagi masalah yang ia hadapi, tapi sebagian lagi merasa tak ingin membuat orangtuanya khawatir.Ayah Kiara, yang

    Last Updated : 2024-09-29

Latest chapter

  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 54: Kedamaian Macam Apa?

    Kiara duduk di tepi tempat tidur, menggenggam ponselnya dengan tangan gemetar. Panggilan dari Dalvin baru saja berakhir, menyisakan ruang dalam hati yang terasa kosong. Ia memandang layar ponsel yang kini redup, meresapi setiap kata yang baru saja disampaikan oleh suaminya. Rasa kecewa dan perih berbaur menjadi satu.Dalvin menelefon hanya untuk mengatakan bahwa ia tak bisa menemui Kiara dalam waktu dekat. Ancaman dan sorotan media yang semakin ketat membuat Dalvin khawatir bahwa ada yang akan melacak keberadaan Kiara jika ia sering mengunjunginya di vila terpencil itu. Dalvin memang menginginkan keturunan dari Kiara, sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat, namun kini Kiara merasa seolah terjebak, seperti bayangan yang ditinggalkan sendirian dalam kegelapan."Dalvin, bagaimana mungkin aku harus terus menunggu seperti ini?" gumam Kiara pelan, airmata menggenang di matanya. "Benar, aku hanya alat untuk menghasilkan keturunanmu saja."Dimas, yang telah mengamati ekspresi Kiara dari k

  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 53: Menjauhi Sorotan

    Kiara duduk di atas ranjang pemeriksaan dengan tatapan kosong. Dokter di hadapannya berbicara dengan suara lembut dan tenang, namun tidak mampu mengurangi kecemasan yang berkecamuk di hatinya. Dimas berdiri di sampingnya, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang sama.“Bu Kiara,” dokter memulai dengan nada penuh pengertian. “Saat ini, kondisi kehamilan Anda membutuhkan perhatian khusus. Ibu mengalami stres berat, yang tidak hanya memengaruhi kondisi fisik, tetapi juga perkembangan janin. Demi kesehatan Ibu dan bayi, sangat penting bagi Ibu untuk beristirahat dengan cukup dan menghindari hal-hal yang bisa memperparah stres.”Kiara menunduk, menahan napas sejenak. Mendengar penjelasan dokter itu membuatnya sadar bahwa kehamilan ini lebih rumit dari yang ia kira. Ini adalah kehamilan pertamanya, sesuatu yang seharusnya membahagiakan, tetapi kini terasa berat karena tekanan yang ia rasakan. Sorotan media, ancaman dari Irene, serta beban yang datang dari posisinya sebagai istri gubernur tela

  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 52: Ketakutan Demi Ketakutan

    Suasana pagi di kediaman dinas gubernur terasa lebih sunyi dari biasanya. Dalvin harus berangkat ke Palembang untuk menghadiri pertemuan para pejabat. Meski biasanya Kiara selalu mendampingi suaminya dalam acara-acara resmi, kali ini kondisi kehamilannya yang semakin membesar membuatnya tidak memungkinkan untuk bepergian jauh. Tubuhnya masih sering terasa lemah, dan Dalvin tahu betul bahwa perjalanan ini terlalu berat untuk Kiara.Di ruang tamu, Dalvin mengenakan jas resmi, bersiap untuk pergi. Kiara duduk di sofa dengan wajah pucat, tangannya menggenggam erat cangkir teh yang sudah dingin. Matanya tampak cemas, mengikuti setiap gerak-gerik suaminya. Dalvin menghampirinya, menunduk untuk mencium keningnya dengan lembut.“Kau yakin baik-baik saja di sini, Kiara?” Dalvin bertanya lembut, meski ada nada khawatir dalam suaranya.Kiara mengangguk pelan, meski tatapannya menghindari mata suaminya. “Aku baik-baik saja, jangan khawatir. Ini bukan pertama kalinya aku tinggal di sini sendirian

  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 51: Ancaman Cecilia

    Irene terbaring di ranjang rumah sakit dengan kondisi lemah. Infus tergantung di sebelahnya, perlahan meneteskan cairan yang seharusnya membantu memulihkan kekuatannya. Namun, hatinya masih dipenuhi amarah dan kecewa karena rencananya untuk menghancurkan Kiara gagal total. Dalvin telah mengetahui ulahnya, dan kini ia terisolasi. Tidak ada yang memihaknya, dan kondisinya terus memburuk karena tekanan emosional.Kondisi Irene memang lemah. Akan tetapi ia memaksakan diri agar mendapatkan apa yang diinginkannya. Bukan Irene namanya jika ia tidak bisa melakukan apapun yang diinginkannya.Pintu kamar Irene tiba-tiba terbuka dengan kasar, membuat suara dentingan yang nyaring. Irene menoleh dengan lemah, hanya untuk melihat sosok Cecilia memasuki ruangan dengan langkah cepat dan sorot mata penuh kebencian.Cecilia, meskipun baru berusia 22 tahun, memiliki kepercayaan diri dan kekuatan yang tidak bisa diremehkan. Dengan latar belakang keluarganya yang terpandang dan kekuasaan orangtuanya yang

  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 50: Aku Akan Menceraikannya

    Suasana di rumah dinas gubernur terasa tegang sejak kejadian semalam. Kiara terbaring lemas di kamar tidurnya, tubuhnya tampak lebih rapuh dari biasanya. Wajahnya pucat, napasnya sedikit terengah, dan matanya yang biasanya bersinar kini redup. Dokter yang memeriksanya mengatakan bahwa efek obat perangsang yang diberikan kepadanya memang berbahaya, terutama dalam kondisinya yang sedang hamil.Dalvin duduk di samping ranjang, menggenggam tangan Kiara dengan penuh penyesalan. Ia tak pernah membayangkan bahwa intrik yang dibuat oleh Irene akan sampai sejauh ini. Pikirannya terus berputar, merencanakan langkah-langkah selanjutnya untuk mengamankan istrinya dari ancaman yang lebih besar. Namun, di tengah kegelisahannya, suara langkah kaki yang cepat terdengar di lorong.Pintu kamar Kiara terbuka lebar, menampakkan sosok Cecilia, keponakan Dalvin sekaligus sahabat terdekat Kiara. Cecilia tampak marah. Rambutnya yang biasanya rapi kini sedikit berantakan, dan sorot matanya penuh dengan amarah

  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 49: Sengaja Membuat Skandal

    Dimas menatap tajam pada wanita pelayan di depannya, tangan kanannya mencengkeram lengan wanita itu dengan kuat. Ia bisa merasakan ketegangan di sekujur tubuh pelayan tersebut, namun wanita itu tetap bungkam. Dimas menahan amarah yang bergejolak di dadanya. Segala sesuatu mulai masuk akal—Kiara yang tiba-tiba menunjukkan perilaku tak terkendali, obat yang dicampurkan dalam minuman, dan sekarang pelayan yang jelas-jelas tahu lebih banyak dari apa yang ia sampaikan. “Siapa yang memerintahmu?” desak Dimas, suaranya rendah tapi penuh tekanan. “Jangan berbohong, atau aku akan memastikan kau ditangkap dan diadili.” imbuhnya. Pelayan itu tetap terdiam, kepalanya tertunduk, dan tubuhnya sedikit gemetar. Ia tahu apa yang sedang terjadi, dan ia takut, sangat takut. Namun, ketakutan pada seseorang di balik layar, seseorang yang lebih berbahaya daripada ancaman Dimas, membuatnya tetap bungkam. “Bicaralah sekarang, atau aku akan menyeretmu ke kantor polisi,” ancam Dimas, kali ini dengan nada

  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 48: Instruksi?

    Dalvin menatap Kiara dengan penuh kebingungan dan kekhawatiran. Sikap istrinya berubah begitu drastis—dorongan hasrat yang menguasai Kiara tak seperti biasanya. Ia tahu ada yang tidak beres, tapi rasa kasih sayangnya pada Kiara membuatnya ragu untuk menolak. Dalam hatinya, Dalvin hanya ingin menyembuhkan istrinya dari rasa gelisah yang tampak menguasai tubuh dan pikirannya."Mas Dalvin... kumohon," desis Kiara, suaranya serak penuh hasrat yang tak terkendali. "Main yuk Mas?"Kiara mendekatkan diri ke Dalvin, menarik tubuh suaminya lebih erat dalam pelukannya, matanya penuh dengan gairah yang membara.Dalvin menarik napas dalam. Mungkin, pikirnya, memenuhi keinginan Kiara adalah satu-satunya cara untuk membuatnya merasa lebih baik. Meskipun tubuhnya sudah mulai lelah, ia tak bisa menolak Kiara yang begitu memohon. Dalvin akhirnya menyerah, menuntaskan keinginan istrinya yang menggelora, berpikir mungkin dengan cara itu, Kiara akan merasa lebih tenang.Namun, seiring berjalannya waktu,

  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 47: Ketegangan

    Dimas semakin panik. Di hadapannya, Kiara mulai menggeliat tak menentu di atas sofa, napasnya memburu, dan keringat dingin membasahi wajahnya. Kiara tampak menahan sesuatu yang tak dapat dijelaskan, matanya sesekali terpejam erat, dan bibirnya melenguh kecil, seolah berjuang melawan dorongan dari dalam tubuhnya.“Nona Kiara, kau baik-baik saja?” Dimas bertanya, suaranya gemetar dengan nada cemas. Ia merunduk, mencoba membantu Kiara yang tampak kehilangan kendali atas tubuhnya.Namun, Kiara tak dapat memberikan jawaban yang jelas. Tubuhnya terasa panas, pikirannya mulai mengabur. Ia tahu ada yang tidak beres, tetapi tak bisa memahami apa yang sedang terjadi. Tiba-tiba, ia merasa hasrat yang kuat merambati seluruh tubuhnya, dan itu membuatnya semakin tak nyaman. Rasa aneh yang tadi samar, kini berubah menjadi dorongan yang tak tertahankan.Sementara itu, di dapur dan area pelayanan, para pelayan yang mengetahui bahwa minuman Kiara telah dicampur vitamin penambah gairah semakin ketakutan

  • Selir Hati Sang Penguasa   Chapter 46: Perangsang Untuk Kiara

    Di sebuah ruangan yang redup, Irene duduk di kursi kulitnya, menatap layar ponsel dengan ekspresi puas. Ia baru saja memberikan instruksi terakhir kepada salah satu orang kepercayaannya di kediaman gubernur. Rencananya kini semakin mendekati tahap akhir. Irene tahu bahwa memanfaatkan kelemahan Kiara adalah cara paling efektif untuk menyingkirkan wanita itu dari hidup Dalvin. Kali ini, ia akan mengambil langkah lebih jauh—lebih berani, dan lebih berbahaya.“Kalian takut apa?” Irene berkata sinis saat mendengar beberapa orang protes atas rencananya. Mereka merasa cemas karena Kiara sedang hamil, dan takut jika substansi yang diselundupkan ke dalam minuman Kiara akan berbahaya bagi bayi yang dikandungnya.“Bu, Kiara sedang hamil. Jika sesuatu terjadi, kita bisa dituduh meracuni dia. Bagaimana kalau ada efek samping yang buruk?” Salah satu pelayan yang ditugaskan oleh Irene berbicara dengan penuh kekhawatiran, meskipun suaranya dijaga agar tetap rendah.Irene menggelengkan kepala dengan

DMCA.com Protection Status