Rian sedikit heran dengannya yang tampak sepanik itu, dirinya lamtas bertanya. "Kenapa mbak?" tanyanya. "Mas.... Mas Jaka kesini sama Gavin!" "Loh, gimana kok bisa tahu?" tanya Rian."Aku yang ngasih tahu, tadi pagi aku kasih tahu Gavin aku yang ada dirumah sakit." "Dikasih tahu juga kalau mbak habis ditusuk orang?" "Iya." "Pantesan. Mereka mungkin khawatir sama mbak." "Oh gitu ya.... Aku kasih aja ya serloknya sekarang." ujar Shanum yang langsung memberikan serlok keberadaannya saat ini. Beberapa saat kemudian ayah Jihan masih belum kembali juga dari luar, setelah dicek juga tidak ada siapapun diluar. Sekalipun begitu, Jihan terus diajak mengobrol oleh Shanum akan tetapi tiba-tiba saja suara seseorang mengetuk pintunya, Jihan mengira itu papanya ternyata bukan.... Itu... Jaka dan Gavin yang setelahnya langsung melotot saat melihat Shanum sedang bersama seorang anak dan seorang pria. Apakah mungkin dia.... Anak dari hasil selingkuhannya bersama Rian dulu? Entah kenapa pemikir
Rian hanya terdiam melengos. Menandakan yang dikatakannya sudah pasti benar. Rina tak habis pikir. "Haduh Riann... Kenapa sih kamu suka banget libatin diri ke dalam hidup Shanum itu? Mama kan udah pernah bilang." Rian merasa sebal dengan perkataan ibunya yang seakan menganggapnya seperti anak kecil saat itu. Ia langsung pergi meninggalkannya begitu saja sekalipun perkataannya belum selesai. "Hey Rian! Mama belum selesai ngomong!" tandas Rina ikut mengejar Rian bersama Delia. Kini Gavin dan Jaka kembali lagi ke ruang rawat Shanum, Jihan sudah pulang barusan, tersisa mereka bertiga kini. "Mas Rian kemana?" tanya Shanum. "Heh, sudah ketahuan sekali kan kalau kamu sangat mengharapkan dia? Pantas saja selama ini kamu berhubungan sama dia ternyata mengubah sifatmu yang semula selalu nurut sama aku." Shanum merasa kesal. Ia berkata. "Maksud kamu aku berubah karena kenal Rian? Salah... Sifatku berubah karena kamu yang ketahuan selingkuh mas. Kamu nyadar gak sih?" tanya Shanum. Gavin lang
"Karena mungkin ada selisih paham mbak, tapi sedengar aku sih ibunya mas Rian enggak ngrestuin mas Rian sama siapa gitu... Makanya jadi saling bertengkar. Neneknya mendukung tapi ibunya enggak mendukung." ucap Delia mencoba memberikan klue, membuat Shanum mendadak diselubungi oleh banyak pertanyaan. Apakah mungkin yang dimaksud adalah orang yang beberapa waktu lalu sering dibahas oleh nenek Aisyah, yang akan dijodohkan dengan Rian, atau apa mungkin.... Itu... Dirinya sendiri? Kan masalah yang akhir-akhir ini terjadi adalah masalah Shanum dengan ibunya Rian... Tapi masa iya sih, kepedean banget ya dirinya sampai berpikir kalau nenek Aisyah mau menjodohkan dirinya dengan Rian? "Emang siapa mbak yang mau dijodohkan sama mas Rian?" tanya Shanum. "Aku enggak tahu soal itu mbak. Mungkin cantik ya orangnya." ucap Delia. Shanum mengangguk. "Oh iya kamu kesini mau ngapain?" tanya Shanum. "Aku rencananya mau ngajakin mbak piknik ke puncak sama mama mas Rian. Tapi nanti kok, setelah mbak u
"Tapi nunggu abis dulu makannya." bisiknya lagi. Kemudian Rian berkata pada Shanum. "Mama tuh sebenarnya punya emang punya hipertensi belakangan ini, Rian harusnya kasih tahu Shanum dulu kalo mau masakin biat mama tuh, biar enggak kayak gini jadinya." ucap Rina. "Iya mah, maafin Yan." "Maafin saya tan. Saya benar-benar enggak tahu. Apa perlu saya belikan makanan sekarang? Tante makan itu aja?" tanya Shanum. "Enggak, gak perlu." "Enggak apa-apa tan, saya belikan sekarang ya." ucap Shanum yang langsung bangkit. "Saya bilang gak perlu! Kamu ngerti gak sih?!" tandasnya membuat mereka semua tersentak. Shanum otomatis duduk kembali di atas tikarnya. Ia merasa sangat tidak enak ketika itu, Rian cukup memahami perasaannya. "Ngaco banget sih, lagian beli makanan disini ya mahal, kayak yang punya banyak duit aja." gerutu Rina. Rian tidak terima dengan perkataannya. "Mah udah dong jangan marah mulu. Mbak Shanum kan enggak sengaja dan enggak tahu tentang ini. Masa harus dimarahin terua sih
"Bukan bohongan kok bu." ucapnya santai. "Kapan dan dimana tempatnya?" tanya Shanum. "Dirumah, malam minggu nanti." "Terus dia sendiri ngundang ibu gak?" tanya Shanum. "Ngundang, tapi kalo ibu enggak mau dateng yaudah enggak apa-apa, biar Gavin bicarain." ucapnya. "Yang diundang siapa aja?" tanya Shanum. "Cuma dikit bu, cuma beberapa orang dari keluarga bapak aja. Sama beberapa saudara Ghea aja." ucap Gavin. "Oh, kamu juga hadir dong." "Kalo ibu enggak, Gavin juga enggak. Lagian acaranya siang-siang pasti rame. Mending pergi." ucap Gavin. "Yee, jangan gitulah, pokoknya kamu sebagai perwakilan harus ikut. Minimal kalo ibu enggak ada, kamu ada." ucap Shanum. "Iya, iya." Rian masih setia menunggu sang ibu terbangun, hingga masanya ibunya memang benar terbangun. Rian mendekatinya. Rina memijat dahinya dan lihat Rian ada disampingnya saat itu. "Delia kemana?" tanyanya. "Udah pulang ma barusan." jawab Rian."Kamu enggak anter dia pulang?" tanya Rina. "Enggak, katanya dia mau p
Ah sudahlah, Shanum tidak mau berpikir macam-macam. Jika pun pada Akhirnya Rian akan mudah melupakannya dengan segera, Shanum memilih untuk tetap menyendiri bersama pekerjaannya dan kesibukannya sebagai penjual beras. Toh memang sejak awal dirinya selalu sendiri.Kehadiran Rian tidak lain hanyalah bonus saja, yang tidak bisa diprediksi kapan menghilangnya, dan terbukti sekarang dirinya benar-benar akan menghilang. Bonus yang tidak akan bertahan lama.Shanum kembali memfokuskan dirinya pada pekerjaannya, kebetulan hari ini banyak yang membeli beras, mungkin karena akhir pekan. Shanum merasa jika satu-satunya cara untuk melupakan semua ketidaknyamanan di hatinya saat ini adalah dengan cara seperti ini. Ia harus menyibukkan dirinya dengan beragam macam kegiatan dan pekerjaan. Tiba-tiba saja seorang pria menghampirinya, tepat berdiri tak jauh dari belakangnya. Shanum tersentak dan menoleh saat dirinya dipanggil. "Mbak." Sosok yang sangat tidak ingin dirinya lihat untuk saat ini. "Mbak
Jaka tertawa. "Yah kan mau kasih kejutan. Masa dari awal-awal dikenalin ke kalian sih haha. Bukan kejutan itu namanya." Mendadak bibi Jaka ikut ke dalam pembicaraan mereka. Bibi yang kata Jaka sangat julid berkata. "Kata orang-orang kamu nyelingkuhin Shanum karena Ghea ya emang bener?" tanyanya tidak tahu kondisi. Jaka dan Ghea tampak merasa tidak nyaman. Mereka seketika pun saling menyudutkan Jaka dan Ghea dengan tatapan selidiknya.Fais selaku adik dari Jaka langsung berkata memberi klarifikasi. "Enggak kok.... Bude salah.... Ghea sama mas Jaka itu baru kenal, ngarang bude hehe. Itu cuma gosip, yang benernya mah enggak, masa iya ndok Ghea yang baik dan cantik gini jadi pelakor. Enggak mungkin lah." ucap Fais diselingi tawa, memicu tawa juga diantara mereka. Memecah suasana kaku dan tegang yang ada saat itu. "Yaiyalah, mana ada Ghea keponakanku jadi pelakor haha." tawa salah satu kerabat Ghea. Membuat Jaka dan Ghea ikut tertawa saat itu. Gavin hanya tersenyum dibelakang, menarik sek
"Iya, kasihan ya Allah Rian..." Tak lama dokter pun keluar dari dalam ruang rawatnya dan temui mereka. "Keadaan nak Rian baik-baik saja sekarang, saya lihat kondisinya juga stabil dan tidak ada masalah apapun, mungkin pusing diakibatkan luka dikepalanya waktu itu. Saya sarankan dek Rian disegerakan meminum obatnya untuk menghilangkan rasa pusing." "Baik dok."Mereka langsung masuk ke dalam ruang rawat Rian terutama Delia yang lebih dulu memasukinya dan memegang tangan Rian. Menangisinya. "Rian, kamu yang kuat ya Yan.... Kamu bisa sembuh.... Aku disini buat kamu... Jangan khawatir Yan, aku akan selalu ada disamping kamu." ucap Delia, Rina mengusap pinggung Delia, mencoba menyabarkan. "Kita akan menikah Yan setelah ini... Kita akan menempuh bahtera rumah tangga dan kamu yang akan menjadi nahkodanya." ucap Delia namun tiba-tiba saja Rian membuka kedua matanya dan berkata. "Tidak akan." ucap Rian dan langsung membuat mereka semua tersentak bukan main. Melihat Rian membuka kedua matanya