"Tapi nunggu abis dulu makannya." bisiknya lagi. Kemudian Rian berkata pada Shanum. "Mama tuh sebenarnya punya emang punya hipertensi belakangan ini, Rian harusnya kasih tahu Shanum dulu kalo mau masakin biat mama tuh, biar enggak kayak gini jadinya." ucap Rina. "Iya mah, maafin Yan." "Maafin saya tan. Saya benar-benar enggak tahu. Apa perlu saya belikan makanan sekarang? Tante makan itu aja?" tanya Shanum. "Enggak, gak perlu." "Enggak apa-apa tan, saya belikan sekarang ya." ucap Shanum yang langsung bangkit. "Saya bilang gak perlu! Kamu ngerti gak sih?!" tandasnya membuat mereka semua tersentak. Shanum otomatis duduk kembali di atas tikarnya. Ia merasa sangat tidak enak ketika itu, Rian cukup memahami perasaannya. "Ngaco banget sih, lagian beli makanan disini ya mahal, kayak yang punya banyak duit aja." gerutu Rina. Rian tidak terima dengan perkataannya. "Mah udah dong jangan marah mulu. Mbak Shanum kan enggak sengaja dan enggak tahu tentang ini. Masa harus dimarahin terua sih
"Bukan bohongan kok bu." ucapnya santai. "Kapan dan dimana tempatnya?" tanya Shanum. "Dirumah, malam minggu nanti." "Terus dia sendiri ngundang ibu gak?" tanya Shanum. "Ngundang, tapi kalo ibu enggak mau dateng yaudah enggak apa-apa, biar Gavin bicarain." ucapnya. "Yang diundang siapa aja?" tanya Shanum. "Cuma dikit bu, cuma beberapa orang dari keluarga bapak aja. Sama beberapa saudara Ghea aja." ucap Gavin. "Oh, kamu juga hadir dong." "Kalo ibu enggak, Gavin juga enggak. Lagian acaranya siang-siang pasti rame. Mending pergi." ucap Gavin. "Yee, jangan gitulah, pokoknya kamu sebagai perwakilan harus ikut. Minimal kalo ibu enggak ada, kamu ada." ucap Shanum. "Iya, iya." Rian masih setia menunggu sang ibu terbangun, hingga masanya ibunya memang benar terbangun. Rian mendekatinya. Rina memijat dahinya dan lihat Rian ada disampingnya saat itu. "Delia kemana?" tanyanya. "Udah pulang ma barusan." jawab Rian."Kamu enggak anter dia pulang?" tanya Rina. "Enggak, katanya dia mau p
Ah sudahlah, Shanum tidak mau berpikir macam-macam. Jika pun pada Akhirnya Rian akan mudah melupakannya dengan segera, Shanum memilih untuk tetap menyendiri bersama pekerjaannya dan kesibukannya sebagai penjual beras. Toh memang sejak awal dirinya selalu sendiri.Kehadiran Rian tidak lain hanyalah bonus saja, yang tidak bisa diprediksi kapan menghilangnya, dan terbukti sekarang dirinya benar-benar akan menghilang. Bonus yang tidak akan bertahan lama.Shanum kembali memfokuskan dirinya pada pekerjaannya, kebetulan hari ini banyak yang membeli beras, mungkin karena akhir pekan. Shanum merasa jika satu-satunya cara untuk melupakan semua ketidaknyamanan di hatinya saat ini adalah dengan cara seperti ini. Ia harus menyibukkan dirinya dengan beragam macam kegiatan dan pekerjaan. Tiba-tiba saja seorang pria menghampirinya, tepat berdiri tak jauh dari belakangnya. Shanum tersentak dan menoleh saat dirinya dipanggil. "Mbak." Sosok yang sangat tidak ingin dirinya lihat untuk saat ini. "Mbak
Jaka tertawa. "Yah kan mau kasih kejutan. Masa dari awal-awal dikenalin ke kalian sih haha. Bukan kejutan itu namanya." Mendadak bibi Jaka ikut ke dalam pembicaraan mereka. Bibi yang kata Jaka sangat julid berkata. "Kata orang-orang kamu nyelingkuhin Shanum karena Ghea ya emang bener?" tanyanya tidak tahu kondisi. Jaka dan Ghea tampak merasa tidak nyaman. Mereka seketika pun saling menyudutkan Jaka dan Ghea dengan tatapan selidiknya.Fais selaku adik dari Jaka langsung berkata memberi klarifikasi. "Enggak kok.... Bude salah.... Ghea sama mas Jaka itu baru kenal, ngarang bude hehe. Itu cuma gosip, yang benernya mah enggak, masa iya ndok Ghea yang baik dan cantik gini jadi pelakor. Enggak mungkin lah." ucap Fais diselingi tawa, memicu tawa juga diantara mereka. Memecah suasana kaku dan tegang yang ada saat itu. "Yaiyalah, mana ada Ghea keponakanku jadi pelakor haha." tawa salah satu kerabat Ghea. Membuat Jaka dan Ghea ikut tertawa saat itu. Gavin hanya tersenyum dibelakang, menarik sek
"Iya, kasihan ya Allah Rian..." Tak lama dokter pun keluar dari dalam ruang rawatnya dan temui mereka. "Keadaan nak Rian baik-baik saja sekarang, saya lihat kondisinya juga stabil dan tidak ada masalah apapun, mungkin pusing diakibatkan luka dikepalanya waktu itu. Saya sarankan dek Rian disegerakan meminum obatnya untuk menghilangkan rasa pusing." "Baik dok."Mereka langsung masuk ke dalam ruang rawat Rian terutama Delia yang lebih dulu memasukinya dan memegang tangan Rian. Menangisinya. "Rian, kamu yang kuat ya Yan.... Kamu bisa sembuh.... Aku disini buat kamu... Jangan khawatir Yan, aku akan selalu ada disamping kamu." ucap Delia, Rina mengusap pinggung Delia, mencoba menyabarkan. "Kita akan menikah Yan setelah ini... Kita akan menempuh bahtera rumah tangga dan kamu yang akan menjadi nahkodanya." ucap Delia namun tiba-tiba saja Rian membuka kedua matanya dan berkata. "Tidak akan." ucap Rian dan langsung membuat mereka semua tersentak bukan main. Melihat Rian membuka kedua matanya
Masih berapa lama lagi sih Jaka datangnya? Ia benar-benar tidak kuat mendengarnya. Kemudian muncullah Jaka disana membawa motornya. Dan dilihatnya beberapa orang saling berkumpul didepan rumah Ghea, masih saling membicarakan Ghea dan Jaka disana. "Kalo anak saya kayak gitu mah, bikin malu bu, udah nyomot suami orang, eh unung-ujungnya dinikahin lagi. Jadi omongan tetangga." "Saya juga selalu ngewanti-wanti anak saya bu supaya enggak kayak gitu." Jaka yang kesal dengan itu lantas berkata pada Ghea dengan tegas. "Biarin Ge kamu dikatain kayak gitu! Yang penting kamu enggak ngerugiin mereka! Kamu yang nikah kok orang yang sewot. Oh atau kamu pindah rumah aja ya Ge, deket om rumahnya. Atau kalau perlu satu rumah aja sama om biar mereka panas!" tandas Jaka membuat ibu-ibu itu langsung bubar dan masuk ke dalam rumah masing-masing. Ghea merasa cukup malu atas hal itu, dirinya menenangkan Jaka saat itu. "Udah om."Ghea segera naik ke atas motornya. "Ayo udah om jalan aja." ucap Ghea menyu
"Iya kayaknya harus panggil tukang, biar saya aja nanti mbak. Ini kan kios saya, saya yang berhak tanggung jawab." ucap Rian. "Saya punya tetangga yang suka benerin atap bocor." ucap Shanum. "Oh yaudah. Nanti kasih tahu aja ke orangnya." ujar Rian. Ghea kini dipanggil ke ruang rektorat, ia tidak menyangka setelah Gavin waktu itu dipanggil kini dirinya. "Ghea untuk uang semester lalu kamu belum bayar, kira-kira kapan kamu mau membayarnya?" tanya dosen itu, membuat Ghea tersentak mendengarnya. "Om Jaka belum membayar uang kuliahku? Apakah itu ada hubungannya sama pernikahan kita? Apa mungkin terlalu banyak pengeluaran membuat om Jaka jadi enggak punya uang buat membayar kuliahku? Hufft... Harusnya aku enggak terus-terusan bergantung sama om Jaka. Pokoknya habis ini aku harus nyari kerjaan." batin Ghea. Ghea pun memutuskan untuk mencari kerja sesaat setelah menghadiri kuliah, dirinya coba berkeliling jalan ke pusat kota Jakarta, sembari menyebar beberapa lamaran ke berbagai perus
Ghea mencoba untuk bangkit bangun dari duduknya namun tiba-tiba saja kakinya yang baru akan melangkah pergi kembali lagi dihalangi oleh pria itu. Membuat Sisil dan Hera geram, tapi sayangnya Ghea juga ikutan kesal dan langsung menumpahkan minuman milik pria itu ke kepalanya. Tentu saja membuat sang pria ikut marah, ia mengambil air putih milik Ghea dan langsung tumpahkan kembali ke ujung kepala Ghea. Berbalas dendam. Mereka basah kuyup. Ghea merasa sangat kesal dan langsung berniat mendorong dan mencakar pria itu, tapi sayangnya mahasiswa itu berhasil menghindar dan menghindar dari tiap serangannya. Ghea merasa sangat geregetan dengan pria itu dan hingga pada akhirnya berhasil memukulnya tapi keduluan ditampar setelahnya oleh kekasih pria itu. "Lo berani ya lawan cowok gue? Atau jangan-jangan mau mencoba sok imut biar deketin cowok gue?! Dasar pelakor! Harusnya lo tahu tempat dong! Udah pengen nikah hasil rampasan ini lagi mau ngerampas punya orang" tandasnya kesal. Ghea semakin kel