Masih berapa lama lagi sih Jaka datangnya? Ia benar-benar tidak kuat mendengarnya. Kemudian muncullah Jaka disana membawa motornya. Dan dilihatnya beberapa orang saling berkumpul didepan rumah Ghea, masih saling membicarakan Ghea dan Jaka disana. "Kalo anak saya kayak gitu mah, bikin malu bu, udah nyomot suami orang, eh unung-ujungnya dinikahin lagi. Jadi omongan tetangga." "Saya juga selalu ngewanti-wanti anak saya bu supaya enggak kayak gitu." Jaka yang kesal dengan itu lantas berkata pada Ghea dengan tegas. "Biarin Ge kamu dikatain kayak gitu! Yang penting kamu enggak ngerugiin mereka! Kamu yang nikah kok orang yang sewot. Oh atau kamu pindah rumah aja ya Ge, deket om rumahnya. Atau kalau perlu satu rumah aja sama om biar mereka panas!" tandas Jaka membuat ibu-ibu itu langsung bubar dan masuk ke dalam rumah masing-masing. Ghea merasa cukup malu atas hal itu, dirinya menenangkan Jaka saat itu. "Udah om."Ghea segera naik ke atas motornya. "Ayo udah om jalan aja." ucap Ghea menyu
"Iya kayaknya harus panggil tukang, biar saya aja nanti mbak. Ini kan kios saya, saya yang berhak tanggung jawab." ucap Rian. "Saya punya tetangga yang suka benerin atap bocor." ucap Shanum. "Oh yaudah. Nanti kasih tahu aja ke orangnya." ujar Rian. Ghea kini dipanggil ke ruang rektorat, ia tidak menyangka setelah Gavin waktu itu dipanggil kini dirinya. "Ghea untuk uang semester lalu kamu belum bayar, kira-kira kapan kamu mau membayarnya?" tanya dosen itu, membuat Ghea tersentak mendengarnya. "Om Jaka belum membayar uang kuliahku? Apakah itu ada hubungannya sama pernikahan kita? Apa mungkin terlalu banyak pengeluaran membuat om Jaka jadi enggak punya uang buat membayar kuliahku? Hufft... Harusnya aku enggak terus-terusan bergantung sama om Jaka. Pokoknya habis ini aku harus nyari kerjaan." batin Ghea. Ghea pun memutuskan untuk mencari kerja sesaat setelah menghadiri kuliah, dirinya coba berkeliling jalan ke pusat kota Jakarta, sembari menyebar beberapa lamaran ke berbagai perus
Ghea mencoba untuk bangkit bangun dari duduknya namun tiba-tiba saja kakinya yang baru akan melangkah pergi kembali lagi dihalangi oleh pria itu. Membuat Sisil dan Hera geram, tapi sayangnya Ghea juga ikutan kesal dan langsung menumpahkan minuman milik pria itu ke kepalanya. Tentu saja membuat sang pria ikut marah, ia mengambil air putih milik Ghea dan langsung tumpahkan kembali ke ujung kepala Ghea. Berbalas dendam. Mereka basah kuyup. Ghea merasa sangat kesal dan langsung berniat mendorong dan mencakar pria itu, tapi sayangnya mahasiswa itu berhasil menghindar dan menghindar dari tiap serangannya. Ghea merasa sangat geregetan dengan pria itu dan hingga pada akhirnya berhasil memukulnya tapi keduluan ditampar setelahnya oleh kekasih pria itu. "Lo berani ya lawan cowok gue? Atau jangan-jangan mau mencoba sok imut biar deketin cowok gue?! Dasar pelakor! Harusnya lo tahu tempat dong! Udah pengen nikah hasil rampasan ini lagi mau ngerampas punya orang" tandasnya kesal. Ghea semakin kel
"Bukan, tapi yang buat aku luka adalah ibunya mahasiswi yang gegar otak itu." ucap Ghea sambil menangis. "Duh, tapi kan enggak harus sampai kayak gini. Dia niat balas dendam atau gimana? Kamu harusnya membela diri, bukannya mau aja dilukai seperti itu, disalahin seperti itu. Dia enggak seharusnya berbuat kayak gitu, toh anaknya gegar otak karena jatuh, bukan karena didorong sama kamu. Harusnya kamu mengatakan yang sebenarnya." "Aku enggak bisa om... Aku gak bisa kayak gitu. Aku bukan orang kayak om, ya gimana bisa, dianya langsung marah-marah kayak gitu, terus langsung nyakar, jambak, langsung buat aku terluka." Jaka menghela nafas. Ia coba menenangkan dirinya. "Yaudahlah, saya obati lukanya sekarang ya? Bisa minta tolong ambilkan obat merahnya?" tanya Jaka pada Kayla. Kayla langsung menuruti keinginannya, lalu berikan obat merah itu padanya. Ghea merasa kesakitan ketika diobati olehnya, sangat perih ketika luka itu dikenai obat merah. Mulai dari pergelangan tangan, sikut, ujung da
"Enggak mesti dilupain, tapi enggak mesti juga diawasin terus." "Gue enggak ngerti.." "Eh? Bagian mana yang gak ngerti?" tanya Diana. "Udah enggak usah dibahas lagi. Gue paham maksud lo. Makasih udah dijelasin." ucap Gavin yang langsung menutup teleponnya. Gavin membaringkan tubuhnya ke atas kasur lalu menghela nafasnya. Ia merasa sangat murung sekarang. Ditatapnya langit-langit kamar dan kembali menghela nafasnya. Apakah tindakannya ini salah?Apakah yang dikatakan oleh Diana.... Adalah suatu kebenaran? Baginya... Menerima kenyataan kalau ibu dan ayahnya memilih untuk menikah lagi adalah hal yang cukup menyakitkan, karena disamping ia tak lagi dihargai, dirinya juga merasa ditinggalkan. Tapi kenyataan kalau ia kini sudah dewasa... Adalah hal yang lebih menyakitkan lagi.... Untuk dirinya terima. Mungkin bagi Diana ini adalah hal yang cukup bisa ia terima. Tapi bagi Gavin, ia harus lebih membiasakan diri lagi untuk bisa menerimanya dengan baik. Satu hari menjelang diadakannya p
Malam harinya Jaka mampir ke rumah Ghea dengan membawakan sebungkus makanan dan sebuah gaun pengantin untuk dirinya pakai besok. Sangat cantik ketika Ghea coba pakai dan lihat pantulannya di kaca. Ia merasa benar-benar siap untuk menikah. Dua adiknya juga diberikan gaun yang begitu indah ketika dilihat, tak heran jika mereka terlihat jejingkrakan ketika melihat pantulan dirinya di kaca. Akad dan acara resepsi pernikahan akan dilangsungkan di rumah Ghea. Bahkan bisa terlihat seluruh bagian rumahnya saat ini didekor dengan sangat indah dan rapih berwarna abu-abu dan biru, Ghea berkata pada Jaka. "Makasih banyak ya om, gaunnya cantik banget. Cocok di aku." ucapnya. "Iya sama-sama. Kamu memang cocok pakai apa aja Ge. Soalnya kamu memang cantik sih." "Hehe.... Om bisa aja." Kayla langsung berkata. "Om, tadi siang kan mbak Ghea nangis lagi tahu." adunya yang langsung disenggol tangannya oleh Ghea. "Lemes banget sih." bisiknya. "Nangis lagi? Kok bisa? Kamu kenapa? Ayo cerita." tanya Jak
"Aku enggak tahu bude." "Aneh loh masa tetangga pada enggak diundang, ya lucu. Kayak ada yang dihindarin. Dimusuhin!" "Iya bude. Aku lama di Bogor jadi enggak tahu." Rian dan Gavin saling memperhatikan bagaimana Shanum membalas perkataannya. Cukup membuat tenang sih perkataannya, dan lebih ke arah menjaga nama baik Jaka. Padahal.... Entah apakah Jaka bertindak demikian atau tidak.Heh, sepertinya tidak.... Jaka bahkan barusan berkata hal tidak mengenakkan pada Shanum. Menjaga perasaan apanya... Ia hanya mementingkan egonya sendiri. Sangat mengesalkan.Beberapa orang disekitar Jaka saling berkata. "Eh itu Shanum ya?" "Kok bisa sih dia ngegandeng cowok baru? Berondong pula." "Keliatan banget juga kalau dia orang yang berada." "Profesinya manajer loh bu.""Masa sih? Wah hebat ya." Jaka yang mendengarnya langsung merasa kesal. Ia cukup gusar dengan pujian yang mereka lontarkan itu. Benar-benar tidak ingin dirinya dengar. Sore harinya mereka pun usai menghadiri pernikahan itu dan
Ghea menerima saja perkataannya sekalipun sedikit pemikirannya masih berkelana. Ia tidak sepenuhnya yakin. Jaka mendekati Ghea dan buat dirinya duduk dikasur, tepat disebelahnya. "Saya enggak bohong Ge, kamu adalah satu-satunya wanita yang om suka. Bukan Shanum. Kamu enggak perlu merasa cemburu ya... Saya milik kamu seutuhnya sekarang." ucap Jaka membuat Ghea kini melihatnya berkaca-kaca. "Kalau gitu.... Aku mau om terus ngeliat aku bukan tante Shanum. Mulai dari penglihatan hingga perkataan." "Iya... Om janji bakalan melakukan hal itu." ucap Jaka seraya mengelus lembut pipi ayu Ghea saat itu.Esok siangnya Shanum sudah kembali lagi ke rumahnya. Ia kini berada di pasar, melakukan tugasnya seperti biasa. Mengecek beras, menghitung pemasukan hingga pengeluaran. Dirinya juga sudah memanggil tukang untuk menambal atap yang bocor. Mungkin sebentar lagi akan datang orangnya. Shanum sejenak melamunkan saat-saat dirinya bersama Rian kemarin. Sesekali ia tersenyum. Ia merasa cukup senang, k
Tapi tentunya ia tidak bisa terus mendiamkan dirinya begitu saja, ia mesti menjawabnya."Iya, ibu gue hamil." ucap Gavin. Ghea terlihat sedih saat itu. Ia kemudian berkata. "O-oh selamat ya." "Iya, makasih." ucap Gavin masih melihat bagaimana raut wajah itu terpancar. Ghea sepertinya sedang membandingkan dengan kejadiannya kemarin saat keguguran. Ia sekaligus merasa terpukul dibalik rasa senangnya itu, dan Gavin tahu itu. Ia jadi merasa tidak enak. Entah apa yang dipikirkannya sekarang, jujur Gavin tidak mau mengutarakan hal ini tapi sayangnya ia tidak bisa melewatkan perkataan Ghea begitu saja. Shanum kini sedang berdiam diri dirumahnya dan sibuk menonton televisi, belakangan setelah menerima kabar dari dokter tentang kehamilannya, ia jadi lebih sering berada didalam rumah. Tidak lagi ke pasar, dan lebih menyerahkan masalah kerjaan kepada dua karyawannya. Rian juga menjelaskan kalau dirinya tidak mengijinkan Shanum pergi kemanapun selagi dirinya sedang hamil muda, karena khawatir y
"Iya ngerti, tapi aku juga ngerti kalau mama kamu melakukan ini semua untuk kamu sendiri." ucap Shanum, membuat Rian sedikit menimbang perkataaannya. Rian diam saja saat itu. Rina entah kenapa jadi berterima kasih atas hal itu. Ia merasa sedikit tertolong atas pembelaan Shanum. Ia jadi merasa tidak enak dan berbalik respek dengannya. Setelahnya Shanum pun diajak pulang bersama Rian kembali. Namun Rina menahan Shanum mengikuti Rian ke dalam mobil, ia berbicara empat mata terlebih dulu dengannya. Memegang tangannya. "Makasih banget atas pembelaan kamu tadi, mama benar-benar menyesal sekarang udah ngelakuin hal kayak gitu ke kamu. Mama benar-benar meminta maaf ya Num, mama khilaf, mama janji enggak bakalan ngelakuin hal kayak gitu lagi, mama janji akan bersikap baik ke kamu setelah ini. Maafin kesalahan mama yang kemarin ya Num." ucap Rina penuh harap. Shanum tersenyum dan mengangguk. "Iya mah, enggak apa-apa." ucap Shanum. "Kamu memang baik Num, mama ngerasa bersalah banget sama kamu
Shanum seusai dari masjid kembali lagi ke tokonya, dirinya merasa cukup aman disana bersama dengan Reza, lelaki itu tampak gagah berdiri disampingnya bahkan selama berada diperlindungannya ia merasa cukup lega, sekalipun Shanum merasa penasaran siapa sebenarnya orang yang menulis memakai lipstik merah tadi, apakah mungkin dia adalah pria yang selama ini mengincarnya? Shanum merasa sangat ketakutan, ia akhirnya sampai ke tokonya kembali. Namun mendadak ia mendengar ponselnya berbunyi. Ternyata dari Rian. "Saya udah telepon polisi barusan, sekarang lagi dilacak nomornya antara 2 kali 24 jam, nanti bakal dikasih tahu lagi hasilnya." ucap Rian. "Oh yaudah mas semoga aja bisa langsung ada hasilnya. Supaya kita enggak repot lagi nyari. Barusan juga ada yang neror aku lagi mas." ucap Shanum seraya membeberkan penjelasan tentang teror yang terjadi tadi, tak pelak semakin membuat Rian cemas. "Kamu yang sabar ya disana, palingan cuma sampai dua hari aja, nanti bakalan ketahuan hasilnya." ucap
"Orangnya kabur mas?" Shanum mendekati Rian. Tentu Rian mengangguk. "Aku khawatir aja dia bakalan ngelakuin hal lebh dari ini." "Intinya mah yang penting hapenya itu, kita mesti dapetin informasi tentang dirinya secepat mungkin. Keburu dia kabur dari kejaran kita." "Iya, kamu udah telepon lagi tukang sentra hape itu?" "Bentar, saya telepon dulu. Mudah-mudahan aja sudah kelar." ucap Rian penuh harap, dirinya langsung menelepon sentranya dan lantas terhubung. "Hapenya sudah selesai pak, anda bisa kesini ya mengambilnya." ucap tukang hape itu, membuat Rian merasa sangat bersyukur atas hal itu. Ia benar-benar lega begitupun dengan Shanum.Ia pun memutuskan pergi dari sana. "Aku pergi ya. Kamu jaga diri disini." ucap Rian, Shanum meniyakannya seraya berkata. "Hati-hati ya." Shanum mendapatkan telepon dari Gavin, Shanum menerimanya. "Bu, katanya kemarin ibu diteror ya? Sekarang masih ada teror gak?" "Udah kamu enggak perlu khawatirin ibu, kamu jaga diri kamu aja ya disana. Banyakin bel
"Belum, tunggu besok ya. Katanya perlu diperiksa dulu dalamnya, entahlah apa yang harus diperiksa. Mudah-mudahan aja bisa selesai secepatnya. Supaya kita bisa tahu siapa pelakunya." ucap Rian."Iya mas." Esok siangnya Diana sudah berada di tempat kerjanya, ia tak sengaja berpapasan dengan Gavin yang sedang membawa beberapa berkas dan buku yang cukup banyak. Diana segera dekati Gavin dan ambil salah satu bukunya. "Kalo bebannya terlalu berat, lo bisa kasih salah satu beban itu ke teman lo." ucap Diana seakan menyindir Gavin yang saat iut memang sedang kepayahan membawanya. "Sayangnya gue terbiasa melakukan apa-apa sendiri." ucap Gavin. "Hilih terlalu mandiri lo. Hati-hati, nanti kebiasaan sampe tua. Apa-apa sendiri." ucap Diana. "Selama enggak merepotkan orang gak masalah kan?"Mereka sambil jalan saat itu membawa buku dan berkas itu, jalan berdampingan. Gavin tiba-tiba nyeletuk. "Gimana nyokap lo? Jadi cerai?" tanya Gavin menyinggung."Kayaknya masih dalam proses." "Kasian banget
Gavin semakin jengkel dengan sosok Ivan, dia memang benar-benar mesti diberi pelajaran, meski sayangnya ia langsung menahan itu semua karena dirinya tidak benar-benar ingin membuat keributan disana. Riko cukup sebal disana, dirinya segera berkata pada Nara. "Nar, lo tuh nyari ribut mulu bikin gue empet dengernya. Males banget sumpah ngedenger celotehan lo yang gak berguna itu. Cewek-cewek kok nyari ribut, sekalipun lo banyak harta dan ada Ivan di samping lo juga, enggak semestinya lo bersikap kayak gitu ke orang, emang lo sendiri enggak diajarin adab yang baik apa sama orang tua lo?" ucap Riko. "Halah pake segala ajarin gue adab lagi, orang tua gue aja gak pernah ngomongin gituan, adab segala." ucap Nara meremehkan. "Kalian sendiri emang adabnya udah baik hah?" tanya Ivan heran. "Udahlah jangan pada ribut." ucap Gavin yang kemudian angkat bicara. "Ayo dong Vin panggil ibu sama Ghea. Ayo kita tunggu kok. Ibuuuu aku mencintaimu." ucap Nara membuat beberapa dari mereka termasuk Gavi
"Tapi om Rian gimana bu? Udah tahu soal ini?" tanya Gavin cemas. "Iya udah tahu, makanya mau menyewa pengawal buat ibu." ucap Shanum. "Oh gitu, kayak waktu itu ya bu. Yaudah kalo itu yang terbaik. Mudah-mudahan aja setelah itu udah enggak ada lagi yang neror ibu." ucap Gavin. "Iya ibu juga pesen ya sama kamu supaya kamu hati-hati disana, khawatirnya yang neror ibu juga berkemungkinan neror kamu juga.""Enggak kok bu, Gavin aman disini.""Hati-hati aja ya nak." "Iya." Esok paginya Shanum sudah berada di pasarnya, ia bersama seorang pengawal yang berjaga didepan kiosnya. Ia merasa lebih lega sekarang, ia juga lebih leluasa untuk pergi kemanapun, bahkan saat ini ia memutuskan untuk pergi membeli sayuran, ia berkeinginan untuk memasak buat nanti sore, khawatirnya Rian bosan beli diluar terus. Masih didalam pasar, ia membelikannya. Ketika sedang berbelanja, tentu sang penjual sayur yang sudah kenal lama dengan Shanum lantas berbisik padanya. "Itu siapa? Suami baru yang ketiga ya?" ta
"Gak ada." "Perawakanny kayak gimana coba?" tanya Rian."Pakaian serba hitam, dia setinggi kamu mas. Dan kayaknya dia juga seumuran kamu." ucap Shanum. "Hmm siapa ya. Kamu apa mau saya laporkan polisi tentang kasus ini?" tanya Rian."Enggak mas, gak usah." "Yakin gak mau? Ini masalahnya udah menakutkan loh kayak gini, mengancam nyawa." "Iya mas." "Saya laporkan aja ya." ucap Rian. "Yaudah." "Apa perlu saya nyewa bodyguard untuk melindungi kamu?" tanya Rian. "Emang gak ngerepotin kamu mas?" tanya Shanum. "Enggak kok, usahakan dalam waktu ke depan ini kamu jangan keluar rumah dulu ya, khawatirnya orang itu muncul lagi. Atau sampai para bodyguard itu ada." ucap Rian."Iya mas, makasih ya."Beberapa jam sebelumnya.Ghea keheranan melihat Jaka tampak marah seperti itu. Bahkan sampai menaruh hape yang dipegangnya kasar. "Barusan mbak Shanum?" tanyanya. "Ini gara-gara kamu yang terlalu lama berurusan dengan mereka!"Ghea makin mengernyit heran. Kok jadi?"Kalau kamu enggak berur
Shanum kini sedang sendirian di kamarnya mengecek di komputer barang masuk dan keluar. Ibunya sedang pergi ke sawah sekarang. Sepertinya mulai dari siang ini sampai maghrib nanti dirinya akan terus sendirian, namun tiba-tiba saja muncul ketukan pintu. Shanum heran, apakah mungkin itu ibunya? Tahu saja barusan Shanum mengunci seluruh pintunya khawatir ada penyusup masuk, ia masih berpikir kalau yang mengetuk pntu saat ini adalah ibunya, ia lantas membuka kunci pintunya dan buka. Namun tiba-tiba saja tidak ada siapapun disana. Shanum mulai cemas. Kenapa bisa tidak ada orang padahal terdengar sangat nyaring suara orang yang mengetuk. Shanum lihat sekeliling namun tidak dirinya temukan siapapun disana, sepi sekali malahan, Shanum mulai curiga, apakah hanya orang iseng? Atau jangan-jangan.... Orang yang memberikan ancaman teror di whatsapp? Shanum ketakutan, ia sesegera mungkin langsung menutup pintunya dan kunci. Namun tiba-tiba saja muncul suara gebukan pintu yang sangat kencang hingga