"Iya kayaknya harus panggil tukang, biar saya aja nanti mbak. Ini kan kios saya, saya yang berhak tanggung jawab." ucap Rian. "Saya punya tetangga yang suka benerin atap bocor." ucap Shanum. "Oh yaudah. Nanti kasih tahu aja ke orangnya." ujar Rian. Ghea kini dipanggil ke ruang rektorat, ia tidak menyangka setelah Gavin waktu itu dipanggil kini dirinya. "Ghea untuk uang semester lalu kamu belum bayar, kira-kira kapan kamu mau membayarnya?" tanya dosen itu, membuat Ghea tersentak mendengarnya. "Om Jaka belum membayar uang kuliahku? Apakah itu ada hubungannya sama pernikahan kita? Apa mungkin terlalu banyak pengeluaran membuat om Jaka jadi enggak punya uang buat membayar kuliahku? Hufft... Harusnya aku enggak terus-terusan bergantung sama om Jaka. Pokoknya habis ini aku harus nyari kerjaan." batin Ghea. Ghea pun memutuskan untuk mencari kerja sesaat setelah menghadiri kuliah, dirinya coba berkeliling jalan ke pusat kota Jakarta, sembari menyebar beberapa lamaran ke berbagai perus
Ghea mencoba untuk bangkit bangun dari duduknya namun tiba-tiba saja kakinya yang baru akan melangkah pergi kembali lagi dihalangi oleh pria itu. Membuat Sisil dan Hera geram, tapi sayangnya Ghea juga ikutan kesal dan langsung menumpahkan minuman milik pria itu ke kepalanya. Tentu saja membuat sang pria ikut marah, ia mengambil air putih milik Ghea dan langsung tumpahkan kembali ke ujung kepala Ghea. Berbalas dendam. Mereka basah kuyup. Ghea merasa sangat kesal dan langsung berniat mendorong dan mencakar pria itu, tapi sayangnya mahasiswa itu berhasil menghindar dan menghindar dari tiap serangannya. Ghea merasa sangat geregetan dengan pria itu dan hingga pada akhirnya berhasil memukulnya tapi keduluan ditampar setelahnya oleh kekasih pria itu. "Lo berani ya lawan cowok gue? Atau jangan-jangan mau mencoba sok imut biar deketin cowok gue?! Dasar pelakor! Harusnya lo tahu tempat dong! Udah pengen nikah hasil rampasan ini lagi mau ngerampas punya orang" tandasnya kesal. Ghea semakin kel
"Bukan, tapi yang buat aku luka adalah ibunya mahasiswi yang gegar otak itu." ucap Ghea sambil menangis. "Duh, tapi kan enggak harus sampai kayak gini. Dia niat balas dendam atau gimana? Kamu harusnya membela diri, bukannya mau aja dilukai seperti itu, disalahin seperti itu. Dia enggak seharusnya berbuat kayak gitu, toh anaknya gegar otak karena jatuh, bukan karena didorong sama kamu. Harusnya kamu mengatakan yang sebenarnya." "Aku enggak bisa om... Aku gak bisa kayak gitu. Aku bukan orang kayak om, ya gimana bisa, dianya langsung marah-marah kayak gitu, terus langsung nyakar, jambak, langsung buat aku terluka." Jaka menghela nafas. Ia coba menenangkan dirinya. "Yaudahlah, saya obati lukanya sekarang ya? Bisa minta tolong ambilkan obat merahnya?" tanya Jaka pada Kayla. Kayla langsung menuruti keinginannya, lalu berikan obat merah itu padanya. Ghea merasa kesakitan ketika diobati olehnya, sangat perih ketika luka itu dikenai obat merah. Mulai dari pergelangan tangan, sikut, ujung da
"Enggak mesti dilupain, tapi enggak mesti juga diawasin terus." "Gue enggak ngerti.." "Eh? Bagian mana yang gak ngerti?" tanya Diana. "Udah enggak usah dibahas lagi. Gue paham maksud lo. Makasih udah dijelasin." ucap Gavin yang langsung menutup teleponnya. Gavin membaringkan tubuhnya ke atas kasur lalu menghela nafasnya. Ia merasa sangat murung sekarang. Ditatapnya langit-langit kamar dan kembali menghela nafasnya. Apakah tindakannya ini salah?Apakah yang dikatakan oleh Diana.... Adalah suatu kebenaran? Baginya... Menerima kenyataan kalau ibu dan ayahnya memilih untuk menikah lagi adalah hal yang cukup menyakitkan, karena disamping ia tak lagi dihargai, dirinya juga merasa ditinggalkan. Tapi kenyataan kalau ia kini sudah dewasa... Adalah hal yang lebih menyakitkan lagi.... Untuk dirinya terima. Mungkin bagi Diana ini adalah hal yang cukup bisa ia terima. Tapi bagi Gavin, ia harus lebih membiasakan diri lagi untuk bisa menerimanya dengan baik. Satu hari menjelang diadakannya p
Malam harinya Jaka mampir ke rumah Ghea dengan membawakan sebungkus makanan dan sebuah gaun pengantin untuk dirinya pakai besok. Sangat cantik ketika Ghea coba pakai dan lihat pantulannya di kaca. Ia merasa benar-benar siap untuk menikah. Dua adiknya juga diberikan gaun yang begitu indah ketika dilihat, tak heran jika mereka terlihat jejingkrakan ketika melihat pantulan dirinya di kaca. Akad dan acara resepsi pernikahan akan dilangsungkan di rumah Ghea. Bahkan bisa terlihat seluruh bagian rumahnya saat ini didekor dengan sangat indah dan rapih berwarna abu-abu dan biru, Ghea berkata pada Jaka. "Makasih banyak ya om, gaunnya cantik banget. Cocok di aku." ucapnya. "Iya sama-sama. Kamu memang cocok pakai apa aja Ge. Soalnya kamu memang cantik sih." "Hehe.... Om bisa aja." Kayla langsung berkata. "Om, tadi siang kan mbak Ghea nangis lagi tahu." adunya yang langsung disenggol tangannya oleh Ghea. "Lemes banget sih." bisiknya. "Nangis lagi? Kok bisa? Kamu kenapa? Ayo cerita." tanya Jak
"Aku enggak tahu bude." "Aneh loh masa tetangga pada enggak diundang, ya lucu. Kayak ada yang dihindarin. Dimusuhin!" "Iya bude. Aku lama di Bogor jadi enggak tahu." Rian dan Gavin saling memperhatikan bagaimana Shanum membalas perkataannya. Cukup membuat tenang sih perkataannya, dan lebih ke arah menjaga nama baik Jaka. Padahal.... Entah apakah Jaka bertindak demikian atau tidak.Heh, sepertinya tidak.... Jaka bahkan barusan berkata hal tidak mengenakkan pada Shanum. Menjaga perasaan apanya... Ia hanya mementingkan egonya sendiri. Sangat mengesalkan.Beberapa orang disekitar Jaka saling berkata. "Eh itu Shanum ya?" "Kok bisa sih dia ngegandeng cowok baru? Berondong pula." "Keliatan banget juga kalau dia orang yang berada." "Profesinya manajer loh bu.""Masa sih? Wah hebat ya." Jaka yang mendengarnya langsung merasa kesal. Ia cukup gusar dengan pujian yang mereka lontarkan itu. Benar-benar tidak ingin dirinya dengar. Sore harinya mereka pun usai menghadiri pernikahan itu dan
Ghea menerima saja perkataannya sekalipun sedikit pemikirannya masih berkelana. Ia tidak sepenuhnya yakin. Jaka mendekati Ghea dan buat dirinya duduk dikasur, tepat disebelahnya. "Saya enggak bohong Ge, kamu adalah satu-satunya wanita yang om suka. Bukan Shanum. Kamu enggak perlu merasa cemburu ya... Saya milik kamu seutuhnya sekarang." ucap Jaka membuat Ghea kini melihatnya berkaca-kaca. "Kalau gitu.... Aku mau om terus ngeliat aku bukan tante Shanum. Mulai dari penglihatan hingga perkataan." "Iya... Om janji bakalan melakukan hal itu." ucap Jaka seraya mengelus lembut pipi ayu Ghea saat itu.Esok siangnya Shanum sudah kembali lagi ke rumahnya. Ia kini berada di pasar, melakukan tugasnya seperti biasa. Mengecek beras, menghitung pemasukan hingga pengeluaran. Dirinya juga sudah memanggil tukang untuk menambal atap yang bocor. Mungkin sebentar lagi akan datang orangnya. Shanum sejenak melamunkan saat-saat dirinya bersama Rian kemarin. Sesekali ia tersenyum. Ia merasa cukup senang, k
"Kalo saya laporin ke polisi aja gimana bu? Biar nanti polisi yang nanganin." tanya tetangganya. "Yaudah pak, laporin aja. Kalo perlu setelah ini saya minta alamat istrinya yang ada di Jakarta ya pak, barangkali dia pulang ke Jakarta." ucap Shanum. "Untuk alamatnya mohon maaf bu saya enggak tahu, saya juga enggak terlalu dekat sama pak Eko. Selama ini saya tahunya dia kerja serabutan dan suka ketemu di warung kopi. Jarang saya nanyain hal sampai sedetil itu." ucap tetangganya merasa sangat bersalah. Shanum merasa sangat sedih, tanpa sadar air matanya berguliran, ia terisak, ia bingung karena teringat dengan biaya gaji yang harus ia bayar sebentar lagi. Dikarenakan sebentar lagi akhir bulan. Kemana ia harus mendapatkan uang sebanyak itu untuk membayar mereka? Hingga ketika Shanum pulang dijemput oleh Rian pun, Shanum terlihat sembab matanya, seakan habis menangis lama, Rian mengetahui jelas dirinya yang raut wajahnya seperti itu, segera bertanya. "Are you ok?" tanya Rian. Shanum te